i
DAFTAR ISI
Halaman
ii
3.3.1. Ralat Langsung (Ralat Pengamatan) .................................................. 27
3.3.2. Ralat Tidak Langsung (Perambatan Ralat)......................................... 30
iii
MANAJERIAL LABORATORIUM FISIKA TERAPAN FT UNTIRTA
TAHUN AKADEMIK
2020/2021
KEPALA LABORATORIUM
Dr. Irma Saraswati, S.Si., M.T.
LABORAN
ASISTEN LABORATORIUM
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Ada tujuh besaran dan satuan standar dasar yang telah ditetapkan secara
internasional (International System of Units atau Le Systeme Internationale
d’Unites). Dan ada banyak besaran dan satuan standar turunan yang telah
ditetapkan serta digunakan secara umum. Tabel berikut menunjukkan beberapa
besaran,
Faktor
Awalan Singkatan
Pengali
1012 tera T
109 giga G
106 mega M
103 kilo k
102 hector h
10 Deca d
10-2 centi c
10-3 milli m
10-6 micron μ
10-9 nano n
10-12 pico p
10-15 femto f
10-18 Atto a
Nama Simbol
Besaran Pokok
Panjang meter [m]
Massa kilogram [kg]
Waktu second [s]
Arus Listrik Ampere [A]
Temperatur Kelvin [K]
Thermodinamik
Jumlah Zat mole [mole]
Intensitas Cahaya candella [cd]
Besaran Tambahan
Sudut Bidang radiant
Sudut Ruang steradiant
Dalam hal alat ukur, perlu diketahui beberapa sifat penting alat ukur yang
berpengaruh langsung pada hasil pengukuran. Sifat-sifat tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Kepekaan (Sensitifity)
Yaitu kemampuan alat ukur merasakan perubahan paling kecil dari
objek ukur. Kepekaan dipengaruhi oleh mekanisme transduser alat ukur
dan pencatat. Biasanya makin peka suatu alat ukur, makin sempit batas
pengukurannya.
b.Ketepatan (Acuracy)
Yaitu kemampuan alat ukur menunjukkan hasil pengukuran yang
mendekati nilai sebenarnya. Ketepatan dipengaruhi oleh kecermatan alat
ukur. Nilai sebenarnya tidak pernah dapat diketahui, tetapi yang dimaksud
dalam hal ini adalah nilai yang didapat melalui pengukuran dengan alat
ukur standar dan dengan pengukuran yang berulang.
c. Ketelitian (Precision)
Yaitu kemampuan alat ukur menunjukkan hasil yang sama untuk
beberapa kali pengukuran yang dilakukan terhadap satu objek ukur.
e. Histerisis
7
g. Pengambangan (Floating)
Yaitu penunjukkan hasil pengukuran yang berubah-ubah (tidak stabil)
untuk objek ukur yang tetap. Hal ini sering disebabkan oleh adanya
perubahan input yang kecil yang dirasakan oleh sensor, kemudian
diperbesar oleh transduser.
i. Kepasifan (Passifity)
Yaitu kelambatan atau ketidakmampuan alat ukur bereaksi
menanggapi perubahan kecil yang dirasakan oleh sensor.
a). Contoh pembacaan panjang benda yang diukur dengan mistar (lihat gambar).
Angka 0,4 adalah berdasarkan perkiraan saja, sedang angka 0,2 adalah angka
kesalahan yang diambil sebesar 20% dari skala yang terkecil pada alat pengukur (1
mm).
Carilah angka disebelah kiri yang paling dekat pada angka nol nonius. Angka
ini adalah angka utamanya (didepan koma). Kemudian carilah garis (angka) pada
nonius yang berimpit dengan garis pada skala utamanya. Angka ini adalah angka
dibelakang koma.
Angka 0,50 adalah angka pada nonius yang berimpit dengan skala utama, angka
0,02 adalah angka kesalahan yang diambil sebesar 20% dari skala yang terkecil (0,1
mm).
a) Mikrometer sekrup terdiri dari bagian yang diam (rangka F), padanya terdapat alas
A1 dan skala utama B. Bagian yang bergerak yaitu sekrup (D) berskala C, silinder A2
dan sekrup pemutar halus (E).
b) Skala C ikut berputar dengan sekrup D, skala C dibagi dalam 50 skala dan bila D
berputar satu putaran, maka C dan juga A2 akan maju/mundur sejauh 0,5 mm terhadap
skala B. Jadi satu bagian skala pada C adalah sama dengan 0,01 mm. Sedangkan
pembagian skala pada B adalah 1 mm dan 0,5 mm.
c) Untuk cara pengukurannya, benda diletakkan antara alas A1 dan A2, kemudian sekrup
D diputar sampai A1 dan A2 menyinggung benda. Jangan terlalu memutar sekrup K
hingga benda tertekan karena berakibat pada pengukuran yang salah.
d) Tebal benda (A1 - A2) adalah jumlah skala B ditambah skala C.
e) Contoh pembacaan skala (perhatikan gambar)!
Hasil pengukuran menunjukkan tebal benda adalah
sebesar (4,17 ± 0,002) mm.
a) Perhatikan batas maksimum dari setiap neraca teknis demikian pula batas
minimunnya (C)
b) Sebelum menimbang periksalah kedudukan neraca apakah sudah berdiri tegak
(dilihat dari bandul D) dan perlu juga diperhatikan adalah praktikan tidak
diperkenankan mengubah skrup pengatur F.
c) pada umumnya jarum gandar B tidak dapat berhenti karena pengaruh dari luar
(angin). Oleh karena itu, dianjurkan untuk digunakan dalam ruangan tertutup.
d) Dalam melakukan penimbangan, peletakan anak timbangan adalah disebelah kanan
dan benda yang akan ditimbang diletakkan disebelah kiri (standar Laboratorium).
e) Waktu meletakkan atau mengambil anak timbangan hanya diperbolehkan bila ”Jarum
gandar B” berhenti berayun.
f) Anak timbangan sama sekali tidak boleh dipegang atau disentuh dengan tangan
dianjurkan untuk menggunakan alat penjepit.
g) Zat yang dapat merusak pinggan neraca (A) dilarang diletakkan dipinggan, tetapi
harus dibersihkan dulu.
14
h) Pada waktu melepas alat penahan (E) harus dijaga agar simpangan jarum tidak terlalu
besar.
i) Penimbangan dianggap selesai bila jarum petunjuk telah tepat pada titik nol (Titik
setimbang).
2.3.5. Spherometer
Spherometer yaitu suatu alat ukur yang digunakan untuk mengetahui seberapa
panjang elastisitas dari logam setelah diberi beban tertentu.
Gambar spherometer
Pada pelat yang tegak (penunjuk skala) terdapat skala dalam mm, sedangkan pada
piringan terdapat 50 garis skala. Apabila piringan diputar sebanyak satu putaran, maka piringan
akan naik atau turun sebesar 1 mm, yaitu dengan melihat kedudukan permukaan piringan pada
skala tegak.
15
Pembacaan skala
1 mm
Jadi 1 garis skala pada piringan sebesar 0.02 mm .
50
Ini berarti bahwa ketelitian dari spherometer yang demikian adalah 0.02 mm
Kedudukan nol spherometer ditandai oleh nyala lampu indikator yang diperoleh dengan cara
menyentuhkan kedua ujung lampu indikator, yaitu pada batang logam dan pada papan
penunjuk skala.
2.4.1. Multimeter/Avometer
Jenis :
Multimeter analog
Multimeter digital
16
1.Papan skala
Untuk skala tahanan terdapat pada ujung paling atas, membacanya dari kanan ke
kiri, dimana pada kedua ujungnya terdapat lambang Ω atau Omega.
Untuk skala DCV, ACV, DcmA, DCA, ACA, hFE, tepat dibawahnya skala tahanan,
membacanya dari kiri kekanan.
2.Saklar Jangkah (selector)
Berfungsi sebagai penunjuk besaran apa yang hendak diukur, misalnya :
17
Untuk mengukur tegangan bolak balik maka jangkah ditaruh atau ditunjukkan
dengan cara memutarnya pada ACV, begitu pula untuk yang lainnya.
Range Multiplied
Range Multiplied
DCV 1000 x 100
Ω x 100k x 100k 4
ACV 750 x 100
x 1k x 1k
5 ACV 10 x1
x 100 x 100
1 6 C (µF) x1
x 10 x 10
7 DCV ± 25 x1
x1 x1
8 DCV ± 5 x1
DCV 250 x1
150 mA at x 1 x10
DCV 2.5 x 0.01
15 mA at x 10 x1
DCV 0.25 x 0.001
9 1.5 mA at x 100 x0.1
2 ACV 250 x1
150 µA at x 1k x10
DCA 0.25 x 0.001
1.5 µA at x 100k x0.1
DCA 25m x 0.1
10 LV x1
DCA 2.5m x 0.01
11 hFE x1
DCV 50 x1
ACV10 x1
3 ACV 50 x1
ACV50 14dB added
DCA 50 x1 12
ACV250 28dB added
DCV 0.1 x 0.01
4 ACV750 40dB added
DCV 10 x1
18
4.Jarum Penunjuk
Berfungsi untuk menunjukan nilai yang terukur.
a) Hubungan kabel penyidik merah pada hole bertanda “+” dan kabel
penyidik hitam dihubungkan pada hole bertanda “-" atau common.
b) Saklar jangkah diputar dan ditaruh pada posisi OHM. Pemilihan saklar
jangkah ini ditentukan oleh besarnya nilai resistor yang akan diukur
misalnya
(R x 1), (R x 10), (R x 100), (R x 1K), (R x 1OK).
Contoh :
R 12 10
120
a) Hubungan kabel penyidik merah pada hole bertanda “+” dan kabel
penyidik hitam dihubungkan pada hole bertanda “-" atau common.
b) Saklar jangkah diputar dan ditaruh pada posisi DCV. Pemilihan saklar
jangkah ini ditentukan oleh besarnya tegangan yang akan diukur misalnya
(10, 50, 250, 1000 Volt).
c) Jika tidak mengetahui tegangan yang hendak diukur maka gunakan skala
yang ditunjukan oleh saklar jangkah dengan posisi skala tertinggi untuk
menghindari kerusakan dari alat ukur.
d) Pada pengukuran tegangan searah polaritas kabel penyidik tidak boleh
terbalik (akan membawa dampak terhadap alat ukur).
20
Contoh :
Jangkah ukur ditaruh pada posisi 250, skala yang dibaca adalah skala
simpangan penuh 0 - 250 volt, jarum penunjuk menunjukan angka 125,
maka nilai resistansinya adalah :
2.5
R 125
250
1.25 Volt
a) Hubungan kabel penyidik merah pada hole bertanda “+” dan kabel
penyidik hitam dihubungkan pada hole bertanda “-" atau common.
b) Saklar jangkah diputar dan ditaruh pada posisi ACV. Pemilihan saklar
jangkah ini ditentukan oleh besarnya tegangan yang akan diukur misalnya
(0.1, 2.5, 10, 50, 250, 1000 Volt).
21
c) Jika tidak mengetahui tegangan yang hendak diukur maka gunakan skala
yang ditunjukan oleh saklar jangkah dengan posisi skala tertinggi untuk
menghindari kerusakan dari alat ukur.
d) Pada pengukuran tegangan searah polaritas kabel penyidik boleh terbalik
(tidak akan membawa dampak terhadap alat ukur).
Hubungkan kabel–kabel penyidik kepada tegangan yang hendak diukur.
Contoh :
Jangkah ukur ditaruh pada posisi 10, skala yang dibaca adalah skala
simpangan penuh 0 - 10 volt, jarum penunjuk menunjukan angka 5,
maka nilai resistansinya adalah :
10
R 5
10
5 Volt
a) Hubungan kabel penyidik merah pada hole bertanda “+” dan kabel
penyidik hitam dihubungkan pada hole bertanda “-" atau common.
b) Saklar jangkah diputar dan ditaruh pada posisi DCA. Pemilihan saklar
jangkah ini ditentukan oleh besarnya tegangan yang akan diukur
misalnya (50μA, 2.5mA, 25 mA, 250 mA ).
22
c) Jika tidak mengetahui arus yang hendak diukur maka gunakan skala
yang ditunjukan oleh saklar jangkah dengan posisi skala tertinggi untuk
menghindari kerusakan dari alat ukur.
d) Pada pengukuran arus searah polaritas kabel penyidik tidak boleh
terbalik (akan membawa dampak terhadap alat ukur).
Hubungkan kabel–kabel penyidik kepada tegangan yang hendak diukur.
Kabel penyidik merah (+) dihubungkan dengan titik yang mempunyai
arus positif dan kabel penyidik hitam (-) dihubungkan dengan titik yang
mempunyai arus negatif dari alat yang akan diukur tegangannya.
Contoh :
Jangkah ukur ditaruh pada posisi 250 mA, skala yang dibaca adalah
skala simpangan penuh 0 - 250 mA, jarum penunjuk menunjukan
angka 125, maka nilai resistansinya adalah :
2.5
R 125
250
1.25 mA
a) Hubungan kabel penyidik merah pada hole bertanda “+” dan kabel
penyidik hitam dihubungkan pada hole bertanda “-" atau common.
23
b) Saklar jangkah diputar dan ditaruh pada posisi ACA. Pemilihan saklar
jangkah ini ditentukan oleh besarnya tegangan yang akan diukur
misalnya (0.1, 2.5, 10, 50, 250, 1000 Volt)
c) Jika tidak mengetahui tegangan yang hendak diukur maka gunakan
skala yang ditunjukan oleh saklar jangkah dengan posisi skala tertinggi
untuk menghindari kerusakan dari alat ukur.
d) Pada pengukuran arus bolak balik polaritas kabel penyidik boleh
terbalik (tidak akan membawa dampak terhadap alat ukur).
e) Hubungkan kabel–kabel penyidik kepada tegangan yang hendak diukur.
*. Bila penyimpangan jarum sedikit (disebelah kiri papan skala),
berarti nilai tegangan yang sedang diukur terlalu kecil, pindahkan
saklar jangkah pada posisi yang lebih rendah.
Contoh :
Jangkah ukur ditaruh pada posisi 25 mA, skala yang dibaca adalah
skala simpangan penuh 0 - 10 mA, jarum penunjuk menunjukan angka
5 mA, maka nilai resistansinya adalah :
10
R 5
25
2 mA
3.1. PENGERTIAN
Tujuan dari pengukuran adalah mengetahui nilai yang sesungguhnya dari
suatu besaran yang diukur. Hal ini tidak mungkin dapat dicapai dengan tepat. Nilai
yang diperoleh selalu berbeda dengan nilai yang sesungguhnya atau mempunyai
selisih meskipun selisihnya mungkin sangat kecil. Sehubungan dengan itu
dikatakan bahwa dalam pengukuran selalu timbul kesalahan atau ralat (error). Jadi
usaha dalam pengukuran adalah memperoleh nilai dengan kesalahan sekecil
mungkin.
a. Alat
Kalibrasi alat salah, misalkan pembagian skala keliru, kondisi alat
berubah dan lain-lain.
b. Pengamat
Ketidakcermatan pengamat dalam membaca, misalkan membaca skala.
d. Metode Pengamatan
Ketidaktepatan pemilihan metode pengamatan akan mempengaruhi
hasil pengamatan.
26
c). Gangguan
d). Definisi
Dalam perhitungan ralat yang ditimbulkan oleh ralat kebetulan ada dua hal
yang harus diperhitungkan, yaitu ralat hasil pengamatan langsung dan ralat
perhitungan (ralat rambatan).
x1, x2, …, xk = xi
k
1
x =
k
xi
i 1
x = xi - x
Dapat dibuktikan bahwa nilai rata-rata dari deviasi (persamaan diatas) adalah
:
28
k
1
k
x i = 0
i 1
Karena
x i = 0
i 1
Juga dapat dibuktikan bahwa jika yang diambil sebagai nilai terbaik adalah x
dari nilai-nilai terukur, maka jumlah dari deviasi-deviasi kuadratnya adalah
k
minimum, yaitu : x i adalah minimum.
i 1
k
a= x
i 1
i
1
srms =
k
(xi ) 2
(x )
i 1
i
2
sx =
(k 1)
(x )
i 1
i
2
sx =
k (k 1)
A = (a/x) . 100%
S = (s/x) . 100%
x = x x
x s
100% = x 100%
x x
x = x sx
Contoh :
Pengukuran 1 : 3,5 cm
Pengukuran 2 : 3,6 cm
Pengukuran 3 : 3,4 cm
n Pn Pa |ðP| |ðP|2 SP SR Pa ± SP
1 3,5 0 0
3,5 0,0667 0,1 2,86% 3,5 ± 0,1
2 3,6 0,1 0,01
30
Contoh Perhitungan:
P
2
: Deviasi kuadrat
P = 0,1 = 0,01
2 2
P
2
0,02
= = 3
= 0,006667
n
P
2
0,02
SP = = = 0,1
n 1 3 1
SP 0,1
SR = x 100% = x100% = 2,86%
Pn 3,5
diukur, kecepatan dihitung dari jarak yang ditempuh dibagi dengan waktu
tempuh dan lain-lain.
Contoh :
Lebar (l) = 3 cm
Tinggi (t) = 2 cm
V Pl t
3.5 3 2
21 cm 3
V
l.t
P
= 2 x 3 = 6 cm2
V
P.t
l
= 3,5 x 2 = 7 cm2
V
l.P
t
V V V
2 2 2
SV SP Sl St
P l t
6 0.12 7 Sl 2 10.5 St 2
xxx cm 3
32
V SV 21 xxx cm3