Anda di halaman 1dari 10

TEORI EKONOMI MIKRO ISLAMI

TEORI PERILAKU KONSUMEN ISLAMI

KEBERLANGSUNGAN HIDUP MANUSIA DIATUR ALLAH

Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum.


Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang
menurunkan? (Q. Al-Waaqi'ah (56): 68-69).

ALLAH MEMENUHI KEBUTUHAN HIDUP MANUSIA

Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu,
sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan)
tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu
menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan
air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, kurma, anggur dan segala
macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
memikirkan (Q. an-Nahl (16):10-11).
TEORI NILAI GUNA

SEORANG MUSLIM BERKONSUMSI PADA TINGKAT YANG


WAJAR ATAU TIDAK BERLEBIHAN (BOROS DAN KIKIR)

Tabel : Nilai Guna Tota dan Nilai Guna Marginal


JUMLAH NILAI GUNA TOTAL NILAI GUNA MARJINAL
KURMA

Konsumen Muslim akan berhenti mengkonsumsi korma setelah kurma


ke-6 sebelum kepuasan maksimal pada kurma yang ke-7, dimana nilai
guna marginalnya -3. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam, sebagaimana
tertuang dalam Al Qur'an sebagai berikut:

“.....,makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguh-


nya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan (Q. Al A'raaf:
31). Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebih-lebihan (boros), dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan
tu) di tengah-tengah antara yang demikian (Q. AL Furqaan: 67). Sabda
Rosulullah Muhammad SAW: “Berhentilah makan sebelum kenyang”.

Jika kemaslahatan kurma itu sangat dibutuhkan saudaranya (kondisi


kesusahan), seorang Muslim merelakan kurma ke 5 dan 6 untuk
memenuhi kebutuhan saudaranya, baginya kurma ke 5 dan 6 nilai guna
marjinalnya menurun hanya 3 dan -1, sedangkan bagi saudaranya nilai
guna marginalnya adalah 25 dan 20.

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya,


kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah
kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu
adalah sangat ingkar kepada Tuhannya (Q. Al Israa': 26-27).
GARIS ANGGARAN DAN INDEFERENCE CURVE

KEPUASAN KONSUMSI SEORANG MUSLIM


MEMPERTIMBANGKAN KEMAMPUAN DAYA BELI DAN NILAI-NILAI
SYARIAH

Pertama, besarnya (jumlah) konsumsi dan kombinasi barang-


barang yang dikonsumsi disesuakan dengan anggaran dan
prioritas yang mempertimbangkan nilai-nilai syariah (maslahah).
Kedua, jika penghasilan menurun selalu diikuti dengan penurunan
jumlah konsumsi.

Makanan (unit) Makanan (unit)

grs pendapatan-
konsumsi grs pendapatan-
E1 konsumsi
u1 u1
u2
E2 u2

Pakaian (unit) Pakaian (unit)

CORNER SOLUTION PILIHAN HALAL DAN HARAM

Halal Halal

Haram Haram

Seoarang konsumen Muslim tidak mengkonsumsi barang-barang haram


atau yang diperoleh dengan cara-cara haram, karena konsumsi barang
haram akan menyuburkan tindakan yang haram (perilaku maksiat).
TEORI PERILAKU PRODUSEN ISLAMI
KEGIATAN PRODUKSI ADALAH IBADAH,
MEMENUHI TANGGUNGJAWAB SEBAGAI KHALIFAH
MENYEDIAKAN BARANG BAGI KEMASLAHATAN UMAH.
MENGAKTUALISASI-KAN HIDAYA ALLAH (HIDAYAH TALENTA,
INDERA DAN AKAL),

"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia


(Q. Ali Imran (3): 191).

Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa
yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir (Q. Al Jaatsiyah,
45: 13).

FAKTOR PRODUKSI DISEDIAKAN ALLAH DALAM JUMLAH


TIDAK TERBATAS
KEWAJIBAN PRODUSEN MUSLIM ADALAH MENGOPTIMALKAN
KEMAMPUAN MENGELOLA DAN MENGGUNAKANNYA

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk


kamu..(Q. Al Baqaarah (2): 29).

Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka


berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari
rezeki-Nya... (Q. Al Mulk (67): 15).

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-
lah yang memberi rezekinya, ….. (Q. Huud, 11: 6).

MOTIVASI PRODUSEN MUSLIM ADALAH MEMPEROLEH


KEUNTUNGAN WAJAR, BUKAN KEUNTUNGAN MAKSIMAL

Harta bagi produsen Muslim adalah amanah, pengelolaan harta


dalam kegiatan produksi selain untuk meraih keuntungan juga
untuk kemaslahatan (kemanfaatan) bagi mayarakat.

Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian (Q. Adz
Dzaariya, 51: 18).

PRAKTIK PRODUKSI TIDAK MENGANDUNG UNSUR-UNSUR


HARAM, RIBA, SPEKULASI (PERJUDIAAN) DAN PASAR GELAP

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,


berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah,
adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan (Q.
Al Maidah, 5: 90). Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu
kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan (Q. Ali Imran,
3: 130). “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu.....” (Al Qur'an, an-Nisaa,4: 29).

PERILAKU PRODUSEN MUSLIM ADALAH EFISIENSI PRODUKSI


1. Meminimasi biaya untuk memproduksi jumlah yang sama, atau
2. Maksimasi produksi dengan biaya yang sama
Teori Perusahaan Islami
(Islamic Theory of the Firm)

Perusahaan merupakan entitas penting dalam kehidupan


masyarakat modern, dimana sumber daya diorganisasikan,
dikelola dan dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan
masyarakat (Samuelson dan Nordhous, 2001). Perilaku
perusahaan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dipengaruhi
oleh nilai-nilai religi (Williamson, 2000).

Ajaran Islam tidak memisahkan antara kehidupan ekonomi


dengan kehidupan religi (agama). Islam memiliki ketentuan dan
aturan tersendiri mengenai perilaku perusahaan didirikan dan
beroperasi. Nilai-nilai Islam berperan penting dalam membangun
perilaku etis perusahaan menegakkan kejujuran, keadilan, kebaik
hatian (ihsan) dan pertanggung jawaban (Lewis, 2001).

Berdasar hasil analisisnya mengenai dimensi-dimensi perusahaan


dalam perspektif Islam, Iqbal dan Mirakhor (2003: 58)
menyatakan Islam memiliki aturan tersendiri mengenai perilaku
perusahaan Islami yang berbeda dengan perilaku perusahaan
konvensional. Perusahaan Islami dalam memberikan layanan
produk dan jasa harus patuh terhadap aturan syariah sebagaimana
diajarkan dalam Al Qur’an dan Sunnah (Hadis).

Ada dua pertanyaan mendasar menurut Manan dalam Azid et al.


(2007) yang dapat digunakan untuk mengindentifikasi perilaku
suatu perusahaan apakah dapat dikategorikan sebagai perusahaan
Islami atau bukan, yakni: Bagaimana kontribusi output
perusahaan dimanfaatkan? Dan siapa yang menikmati nilai
tambah dari produk yang dihasilkan perusahaan?

Berdasar kedua pertanyaan di atas yang dapat dikategorikan


sebagai perusahaan Islami adalah sebagai berikut:
Pertama kontribusi output perusahaan dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat luas, meningkatkan
kesejahteraan dan mengurangi kemiskinan.
Kedua nilai tambah yang dihasilkan dari produk dan jasa
perusahaan tidak hanya didistribusikan kepada para produsen,
pengusaha atau pemilik perusahaan (shareholders) semata, akan
tetapi didistribusikan kepada semua pihak pemangku kepentingan
perusahaan (stakeholders) secara adil.

Upaya-upaya pemikiran para pakar ekonomi Islam memahami,


menjelaskan dan mengidentifikan perilaku perusahaan yang
dapat dikategorikan sebagai perusahaan Islami menghasilkan
seperangkat teori perusahaan Islami, yang dikenalkan dalam
literatur dengan istilah Islamic theory of the firm Anzied et al.,
2007).

Tujuan perusahaan Islami didirikan dan beroperasi adalah untuk


menegakkan sepirit ekonomi Islam menciptakan keadilan dan
kesejahteraan sosial (masyarakat), sedangkan tujuan khusus
perusahaan Islami didirikan dan beroperasi adalah memenuhi
kebutuhan dan kesejahteraan para stakeholder secara adil sesuai
dengan aturan syariah Menurut Azid et al. (2007) secara umum.

Melalui Islamic theory of the firm, Azid et al. (2007: 6)


mendefinisikan perusahaan Islami (Islamic firm) adalah suatu
bentuk perusahaan yang didirikan berlandaskan kepercayaan
terhadap ajaran Islam, dimana sumber daya ekonomi
diorganisasikan, dikelola, dimanfaatkan dan dipertanggung
jawabkan secara Islami sesuai dengan nilai-nilai, etika dan
syariah Islam, sebagaimana diajarkan dalam al-Quran dan
Sunnah.

Lebih jauh Anziet el al. (2007) menguraikan kegiatan operasional


dan usaha perusahaan Islami yang sejalan dan sesuai dengan
nilai-nilai, etika dan syariah Islam adalah sebagai berikut:
(1) Tidak memproduksi barang dan jasa haram, atau
mengandung unsur-unsur yang diharamkan dalam ajaran
Islam.
(2) Produksi barang dan jasa dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan pokok atau kebutuhan primer lebih utama atau
lebih penting dibanding untuk memenuhi kebutuhan
sekunder.
(3) Produksi barang dan jasa dilaksanakan melalui
mekanisme kerjasama, berbagi sumber daya dan
keuntungan secara jujur dan adil.
(4) Keutungan diperoleh secara wajar, memperhatikan hak-
hak dan kepentingan semua stakeholder perusahaan
secara adil.
(5) Pendapatan dan nilai tambah yang dihasilkan dari produk
dan jasa perusahaan, didistibusikan kepada para pemilik
perusahaan (shareholders) apabila hak-hak para
karyawan telah diberikan secara layak, kepentinga
konsumen/nasabah memperoleh produk dan jasa yang
berkualitas dengan harga wajar terlindungi, dan semua
pihak pemangku kepentingan perusahaan telah terpenuhi
haknya secara adil.

Sarker (1999: 14) dalam Islamic theory of the firm menyatakan


menurut pandangan Islam ada tiga tujuan menganapa perusahaan
didirikan dan beroperasi, yakni:
Pertama, memperoleh keuntungan maksimal (profit
maximisation) guna menjamin kelangsungan usaha dan
terpenuhinya kesejahteraan para stakeholder perusahaan.
Kedua, mencapai maksimasi kesejahteraan (welfare
maximisation), yaitu menciptakan keadilan dan kesejahteraan
sosial secara keseluruhan.
Ketiga, mencapai maksimasi falah (falah maximisation), yaitu
terwujudnya kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup
di akherat.
Tata Kelola Perusahaan Islami
(Islamic Corporate Governance)
Tata kelola perusahaan Islami adalah sebuah tata kelola
perusahaan unik dibangun dalam perspektif Ilmu pengetahuan
Islam, berlandaskan nilai-nilai, etika dan syariah Islam, yang
mengutamakan terciptanya keselarasan kesejahteraan individu
dan kesejahteraan sosial.

Tata kelola perusahaan Islam dibangun berbasis stakeholder


theory dan kepatuhan terhadap aturan syariah (syari’ah
compliance). Dengan tujuan untuk memenuhi kesejahteraan
semua pihak pemangku kepentingan perusahaan (stakeholder)
secara adil berlandasakan hak-hak kepemilikan dan kontrak
perjanjian Islami.

Stakeholder Model of Islamic Corporate Governance (Hasan, 2008)

Shari’a Rules

Principles of Contractual
Property Right Framework

Shari’a Board

Shareholder

Management Board of Director

Others Stakeholder
Stakeholder Model of Islamic Corporate Governance (Hasan,
2008) dikembangkan berbasis kepatuhan terhadap aturan syariah
(syari’ah rules). Dengan pertimbangan menurut prinsip-prinsip
dasar hukum Islam semua pihak pemangku kepentingan
perusahaan (stakeholders) yang menanggung beban dan resiko
kerugian atas perusahaan harus dilibatkan dalam proses
pengambilan keputusan pengelolaan perusahaan. Utamanya
keputusan mengenai kepatuhan terhadap aturan syariah (shari’ah
rules) yang mempengaruhi kepentingan dan tindakan mereka
dalam memenuhi kewajiban dan memperoleh hak atas
perusahaan.

Kepatuhan terhadap aturan syariah ditegakkan melalui prinsip-


prinsip hak kepemilikan (prinsiples of property right) dan
kontrak kerja (contractual framewark) perjanjian Islami.
Kepatuhan terhadap auran syariah diperlukan dalam setiap
memberikan layanan produk dan jasa perusahaan.

Pemenuhan kepatuhan terhadap aturan syariah dalam mekanisme


tata kelola perusahaan Islami menjadi kewajiban dan
tanggungjawab semua pihak pemangku kepentingan perusahaan
(stakeholders) meliputi para Pemilik Perusahaan (Shareholder),
Dewan Direksi (Board of Directur), Direktur dan Eksekutif
(Management), Dewan Shariah (Shari’ah Board) dan para
pemangku kepentingan perusahaan lainnya (Others Stakeholder)
seperti para Pekerja, Deposan, Pemasok, Komunitas Muslim dan
Lembaga Zakat.

Anda mungkin juga menyukai