Anda di halaman 1dari 14

NAMA : ADE PUTRI AULIA

NIM: 1914301084

TINGGKAT 2 REGULER 2

LOGBOOK ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN

PERADANGAN : APPENDISITIS

Kasus

Ny. C dibawa ke RS dengan keluhan nyeri di sekitar umbilikus yang kemudian menetap di daerah
perut kanan bawah. Nyeri bertambah kalau pasien batuk, bersin maupun berjalan. Saat ini klien
sedang diobservasi dan dipersiapkan untuk menjalani operasi apendektomi.

1. Gambarkan anatomi dari organ tubuh yang berhubungan dengan penyakit


Appendisitis

2. Apakah yang dimaksud dengan Appendisitis ? (tuliskan referensi yang anda gunakan)

Apendistis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbal cacing
(apendiks). Usus buntu adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan
peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah
komplikasi yang umumnya berbahaya. (wim de jong et al.2005) (referensi: nanda nic-
noc jilid 1)
3. Jelaskan proses terjadinya Appendisitis dalam bentuk skema/pathway
4. Sebutkan dan jelaskan tanda/ gejala untuk mendiagnosis Appendisitis !

Gejala Penyakit Usus Buntu


Gejala utama pada penyakit usus buntu adalah nyeri pada perut. Nyeri ini disebut
kolik abdomen. Rasa nyeri tersebut dapat berawal dari pusar, lalu bergerak ke bagian
kanan bawah perut. Namun, posisi nyeri dapat berbeda-beda, tergantung usia dan
posisi dari usus buntu itu sendiri. Dalam waktu beberapa jam, rasa nyeri dapat
bertambah parah, terutama saat kita bergerak, menarik napas dalam, batuk, atau
bersin. Selain itu, rasa nyeri ini juga bisa muncul secara mendadak, bahkan
saat  penderita sedang tidur. Bila radang usus buntu terjadi saat hamil, rasa nyeri bisa
muncul pada perut bagian atas, karena posisi usus buntu menjadi lebih tinggi saat
hamil.

Gejala nyeri perut tersebut dapat disertai gejala lain, di antaranya:

1. Kehilangan nafsu makan


2. Perut kembung
3. Tidak bisa buang gas (kentut)
4. Mual
5. Konstipasi atau diare
6. Demam

Diagnosis Penyakit Usus Buntu

Diagnosis penyakit usus buntu dimulai setelah dokter menanyakan gejala yang
dialami pasien dan melakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan tersebut bertujuan
untuk menilai rasa nyeri, dan dilakukan dengan menekan area yang terasa nyeri.
Radang usus buntu ditandai oleh rasa nyeri yang semakin parah setelah tekanan
tersebut dilepas dengan cepat.

Guna memastikan diagnosis, dokter perlu melakukan sejumlah tes. Tes yang
dilakukan berupa:

1. Tes darah, guna memeriksa jumlah sel darah putih yang menandakan adanya
infeksi.
2. Tes urine, untuk menghapus kemungkinan adanya penyakit lain, misalnya infeksi
saluran kemih atau batu ginjal.
3. CT scan atau USG, untuk memastikan rasa nyeri pada perut disebabkan penyakit
usus buntu.
4. Pemeriksaan panggul, untuk memastikan rasa nyeri bukan disebabkan masalah
reproduksi atau infeksi panggul lainnya.
5. Tes kehamilan, guna memastikan rasa nyeri tersebut bukan disebabkan kehamilan
ektopik.
6. Foto Rontgen dada, untuk memastikan rasa nyeri bukan disebabkan pneumonia
sebelah kanan, yang gejalanya mirip radang usus buntu.

( Referensi https://www.alodokter.com/penyakit-usus-buntu )
5. Jelaskan penatalaksanaan pada pasien Appendisitis !

Penatalaksanaan definitif appendicitis adalah dengan apendektomi. Rujuk pasien ke


rumah sakit dengan fasilitas ruang operasi untuk melakukan apendektomi. Walau
demikian, pada appendicitis akut dengan kondisi khusus seperti tidak ada akses untuk
operasi atau apendektomi berisiko tinggi bagi pasien, pemberian terapi nonbedah
berupa antibiotik dapat menjadi pilihan.

Appendektomi dapat dilakukan dengan laparoskopi dan laparatomi. Appendektomi


melalui laparoskopi memiliki beberapa keunggulan yaitu nyeri pasca operasi yang
lebih ringan, hasil estetik yang lebih baik, risiko infeksi yang lebih rendah, dan waktu
penyembuhan yang lebih cepat.

Antibiotik dapat menjadi pilihan pada keadaan tertentu. Antibiotik yang menjadi
pilihan untuk appendicitis adalah antibiotik spektrum luas yang mencakup bakteri
aerob dan anaerob. Berikan antibiotik IV selama perawatan dan dilanjutkan dengan
antibiotik oral selama 7 hari. Contoh antibiotik yang dapat menjadi pilihan adalah
cefotaxime, levofloxacin, metronidazole, gentamisin.

(Referensi
https://www.alomedika.com/penyakit/bedah+umum/apendisitis/penatalaksanaan )

6. Rumuskan diagnosis keperawatan pada pasien dengan Appendisitis !

No diagnosis

1. Nyeri akut b.d imflamasi dan infeksi

7. Tuliskan tujuan dan intervensi keperawatan untuk diagnosis keperawatan utama


pasien dengan Appendisitis!

No diagnosa Tujuan intervensi

Nyeri akut b.d imflamasi Setelah dilakukan 1. Identifikasi skala


dan infeksi tindaka keperawatan nyeri
selama 2x24 jam 2. Identifikasi
diharapkan tingkat 3. Identifikasi
nyeri pasien menurun respons nyeri nin
dengan kriteria hasil: verval
1. Keluhan nyeri 4. Identifikasi faktor
menurun yang
memperingan dan
memperberat
skala nyeri
LOGBOOK ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN

KEGANASAN : CA. KOLON DAN REKTUM

Seorang laki-laki mengeluh susah buang air besar (BAB), kalau mengedan daerah panggul
dan anus terasa sakit dan BAB rasanya tidak tuntas, bentuk feses kecil-kecil seperti kotoran
kambing. Klien tampak pucat dan lemah. Menurut keterangan keluarga selama sakit klien
makannya sedikit karena takut BAB nya susah sehingga berat badannya turun . Klien
mempunyai riwayat keluarga dengan penyakit Polyposis, senang mengkonsumsi daging dan
sate. Klien tidak suka makan sayur-sayuran dan kurang mengkonsumsi buah-buahan.

1. Gambarkan anatomi dari organ tubuh yang berhubungan dengan Ca. kolon dan
rektum dan sebutkan bagian-bagiannya!

2. Apakah yang dimaksud dengan Ca. Kolon dan Rektum ? (tuliskan referensi yang anda
gunakan)

Kanker kolorektal adalah jenis kanker yang tumbuh pada usus besar (kolon), atau
pada bagian paling bawah dari usus besar yang terhubung ke anus (rektum). Kanker
ini bisa dinamai kanker kolon atau kanker rektum, tergantung pada lokasi
tumbuhnya kanker.

( Referensi https://www.alodokter.com/kanker-kolorektal )

3. Sebutkan faktor resiko Ca. Kolon dan Rektum dan jelaskan proses terjadinya
penyakit tersebut!
Faktor Risiko Kanker Rektum

Beberapa faktor risiko untuk kanker kolorektal meliputi:

1. Memiliki riwayat keluarga kanker usus besar atau rektum pada kerabat tingkat
pertama (orang tua, saudara kandung, atau anak);
2. Memiliki riwayat kanker usus besar, rektum, atau indung telur;

3. Memiliki riwayat polip kolorektal yang berukuran 1 sentimeter atau lebih besar;
4. Memiliki riwayat kolitis ulserativa kronis atau penyakit Crohn;
5. Minum tiga atau lebih minuman beralkohol per hari;
6. Merokok;
7. Ras, kanker rektum lebih banyak dijumpai pada orang berkulit hitam; dan
8. Obesitas

( Referensi https://www.halodoc.com/kesehatan/kanker-rektum )

Patofisiologi kanker kolorektal dimulai dari transformasi sel epitel normal kolon
menjadi lesi prekanker dan pada akhirnya menjadi karsinoma invasif. Diduga proses
transformasi ini melibatkan mutasi genetik, baik bersifat somatik maupun turunan.

Bukti ilmiah menunjukkan bahwa kanker kolorektal sering kali terjadi dari polip
adenomatosa yang berubah menjadi invasif dalam waktu 10-15 tahun. Oleh
karenanya, pengangkatan polip adenomatosa dilaporkan mampu menurunkan risiko
kanker kolorektal.

Sejauh ini, terdapat 3 jalur molekular utama yang dihubungkan dengan patofisiologi
kanker kolorektal, yaitu instabilitas kromosom, mismatch repair, dan hipermetilasi.
[3-5]

Instabilitas Kromosom
Bukti ilmiah menyebutkan bahwa 85% dari kanker kolorektal mengalami instabilitas
kromosom, yang meliputi jumlah kromosom dan perubahan struktur kromosom. [5]
Instabilitas kromosom ini akan menyebabkan gangguan keseimbangan terkait
onkogen dan supresor tumor, sehingga menyebabkan pertumbuhan sel yang abnormal.
[3]

Mismatch Repair
Sel dengan defisiensi DNA mismatch repair akan mengalami akumulasi error
genomik yang menyebabkan tingginya level instabilitas mikrosatelit. [3] Instabilitas
mikrosatelit berbeda dengan instabilitas kromosom. Instabilitas mikrosatelit ditandai
dengan adanya lokus mikrosatelit tidak stabil minimal 30% pada 5-10 lokus yang
terdiri dari traktus mono dan dinukleotida. Perubahan ini dilaporkan ditemukan pada
15% kasus kanker kolorektal. [5]

Hipermetilasi
Hipermetilasi pada DNA dapat mengaktivasi atau menginhibisi ekspresi berbagai gen.
Dalam kasus kanker kolorektal gen yang mengalami hipermetilasi adalah BRAF dan
MLH1. [3]

( Referensi https://www.alomedika.com/penyakit/onkologi/kanker-
kolorektal/patofisiologi#:~:text=Patofisiologi%20kanker%20kolorektal%20dimulai
%20dari,baik%20bersifat%20somatik%20maupun%20turunan. )

4. Sebutkan dan jelaskan tanda/ gejala untuk mendiagnosis Ca. Kolon rektum !

Gejala Kanker Kolorektal

Gejala kanker kolorektal seringkali dirasakan oleh pasien ketika kanker sudah
berkembang jauh. Jenis gejalanya tergantung kepada ukuran dan lokasi tumbuhnya
kanker. Beberapa gejala yang dapat muncul, antara lain:

 Diare atau konstipasi.


 Buang air besar yang terasa tidak tuntas.
 Darah pada tinja.
 Mual.
 Muntah.
 Perut terasa nyeri, kram, atau kembung.
 Tubuh mudah lelah.
 Berat badan turun tanpa sebab yang jelas.

Referensi ( https://www.alodokter.com/kanker-kolorektal )

5. Sebutkan dan jelaskan tingkatan dari Ca. Kolon rektum !

Perkembangan kanker kolorektal juga terbagi menjadi beberapa stadium, yaitu:

1. Stadium 0. Sel kanker muncul pada lapisan terdalam dinding kolon.

2. Stadium 1. Kanker sudah menembus lapisan kedua (mukosa) dan sudah menyebar ke
lapisan ketiga (submukosa). Namun, pada stadium ini kanker belum menyebar ke luar
dinding kolon.
3. Stadium 2. Kanker menyebar hingga ke luar dinding kolon, dan ada kemungkinan sudah
menyebar ke organ terdekat, tetapi belum menyebar ke kelenjar getah bening.

4. Stadium 3. Kanker sudah menyebar ke luar dinding kolon, dan ke satu atau lebih
kelenjar getah bening.

5. Stadium 4. Kanker sudah menembus dinding kolon, dan menyebar hingga ke organ yang
jauh dari usus besar, seperti hati atau paru-paru. Ukuran tumor bisa bervariasi.

( Reerensi https://www.halodoc.com/artikel/ketahui-stadium-perkembangan-kanker-
kolorektal )

6. Sebutkan cara penyebaran Ca. Kolon rektum!

7. Sebutkan pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis Ca. Kolon rektum!

Untuk menegakkan diagnosis kanker kolorektal dilakukan secara bertahap,


antara lain melalui anamnesis yang tepat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, baik dari laboratorium klinik
maupun laboratorium patologi anatomi.

Selanjutnya pemeriksaan penunjang berupa pencitraan seperti foto polos atau


dengan kontras (barium enema), kolonoskopi, CT Scan, MRI, dan transrectal
ultrasound juga diperlukan dalam menegakkan diagnosis penyakit ini.

8. Jelaskan penatalaksanaan pada pasien Ca. Kolon rektum !

Penatalaksanaan kanker kolorektal meliputi beberapa bagian, yaitu tindakan operasi,


kemoterapi, dan radioterapi. Pemilihan terapi didasarkan pada stadium kanker,
gambaran histopatologi, efek samping obat, serta kondisi klinis dan preferensi pasien.
[1,4]

Pembedahan
Terapi pembedahan lebih dipilih untuk kanker kolorektal stadium I-III. Tujuan utama
dari tindakan ini adalah untuk mengambil jaringan tumor dan jaringan limfatik yang
terkena sebagai tindakan kuratif dan mencegah invasi lebih lanjut. Prosedur
pembedahan yang dipilih tergantung pada lokasi lesi. [1,4] Total abdominal
colectomy dilakukan pada Hereditary nonpolyposis colon cancer
syndrome (HNPCC), attenuated familial adenomatous polyposis (FAP),
dan metachronous cancer pada segmen kolon yang terpisah. [4]
Tindakan pembedahan diusahakan mengangkat semua sel kanker dengan margin
reseksi negatif (all negative circumferential resection margins). Hal ini akan
mempengaruhi kesintasan pasien. Apabila terdapat keterlibatan kelenjar getah bening,
reseksi dari kelenjar getah bening akan mempengaruhi prognosis pasien, terutama pada
stadium II dan III. Pedoman yang ada sekarang merekomendasikan reseksi setidaknya
12 nodus limfe. [3]
Eksisi Lokal

Eksisi lokal dilakukan untuk polip kolon dan polip rektum. Polipektomi endoskopik
harus dilakukan apabila struktur morfologi polip memungkinkan. Kontraindikasi relatif
polipektomi kolonoskopi antara lain adalah pasien yang mendapat terapi antikoagulan,
memiliki kecenderungan perdarahan, mengalami kolitis akut, dan secara klinis terdapat
bukti yang mengarah pada keganasan invasif. [1]
Kolektomi dan Reseksi Kelenjar Getah Bening En-Bloc

Tindakan ini diindikasikan untuk kanker kolon yang resectable dan tidak ada metastasis
jauh. Luas kolektomi disesuaikan dengan lokasi tumor, jalan arteri yang berisi kelenjar
getah bening, serta kelenjar lainnya yang berasal dari pembuluh darah yang ke arah
tumor dengan batas sayatan bebas tumor (R0). Bila ada kelenjar getah bening yang
mencurigakan di luar jalan vena yang terlibat, sebaiknya dilakukan reseksi juga. [1]
Reseksi Transabdominal

Reseksi abdominoperineal dan reseksi sphincter saving anterior atau anterior rendah


merupakan tindakan bedah untuk kanker rektum. Studi yang ada menunjukkan bahwa
81-95% dari jaringan kanker tidak menyebar melebihi 1 cm. Studi juga menemukan
tidak ada perbedaan bermakna terkait rekurensi lokal dan kesintasan antara pasien yang
menjalani reseksi dengan batas 1-2 cm dengan >5 cm. Hasil ini menunjukkan bahwa
prosedur sphincter saving sebaiknya lebih diutamakan pada kanker rektum
dibandingkan reseksi abdominoperineal dengan kolostomi permanen. [1]
Kolektomi Laparoskopik

Kolektomi laparoskopik merupakan tata laksana bedah pilihan untuk kanker kolorektal.
Hasil uji klinis dan kohort menunjukkan bahwa tindakan bedah laparoskopik untuk
kanker kolorektal memiliki kelebihan berupa skala nyeri yang lebih rendah
pascaoperasi, penurunan keperluan penggunaan analgesik, pengurangan lama rawat,
dan lebih sedikit risiko perdarahan. Selain itu, angka kekambuhan dan kesintasan
pasien yang menjalani tindakan ini dilaporkan sebanding dengan mereka yang
menjalani bedah terbuka. [1]

Kemoterapi
Kemoterapi kurang dianjurkan bagi pasien kanker kolorektal stadium I dan stadium II
risiko rendah.  Kemoterapi direkomendasikan untuk pasien kanker kolorektal stadium II
risiko tinggi dan seluruh pasien stadium III. Pedoman yang ada menyarankan
kemoterapi adjuvan diberikan dalam 6-8 minggu setelah reseksi bedah, tergantung pada
keadaan klinis pasien. Kemoterapi adjuvan dapat mengurangi risiko rekurensi jarak
jauh setelah operasi. Terdapat beberapa regimen kemoterapi yang dapat digunakan
seperti oxaliplatin, fluorouracil-leucovorin (FU/LV), dan capecitabin. Terapi kombinasi
dengan dasar oxaliplatin lebih disenangi dibandingkan monoterapi dengan FU/LV
ataupun capecitabin. Pemberian terapi adjuvan disarankan selama 6 bulan. [1,3,4]

Regimen Kemoterapi Tunggal

Regimen kemoterapi tunggal yang dapat digunakan untuk kanker kolorektal antara
lain :

Capecitabine 850-1250 mg/m2, 2 kali sehari pada hari ke 1-14, diberikan setiap 3
minggu selama 24 minggu

Leucovorin 500 mg/m2 intravena selama 2 jam pada hari ke-1, 8, 15, 22, 29, dan
36. Dikombinasikan dengan pemberian FU 500 mg/m2 bolus intravena 1 jam setelah
dimulai leucovorin, diulang setiap 8 minggu

 Leucovorin 20 mg/m2 intravena selama 2 jam pada hari ke-1, lalu FU 500 mg/m2
bolus injeksi intravena 1 jam setelah dimulai leucovorin. Diulang setiap minggu

 FU 2600 mg/m2 dalam infus 24 jam ditambah leucovorin 500 mg/m2, diulang
setiap minggu [1]

Regimen Kemoterapi Doublet

Regimen kemoterapi kombinasi yang dapat digunakan adalah :

 Oxaliplatin 85 mg/m2 intravena selama 2 jam hari ke-1

 Leucovorin 400 mg/m2 intravena selama 2 jam hari ke-1

 FU 400 mg/m2 intravena bolus pada hari ke-1, kemudian 1200 mg/m2/hari selama
2 hari secara intravena infus kontinyu, ulangi setiap 2 minggu

 Pilihan regimen kombinasi lain adalah :

 Oxaliplatin 130 mg/m2 selama 2 jam hari ke-1

 Capecitabine 1000 mg/m2 2 kali sehari per oral hari ke-1 sampai ke-14, ulangi
setiap 3 minggu selama 24 minggu. [1]

Ablasi
Terapi dengan metode ablasi merupakan salah satu pilihan terapi pada kanker kolon
dengan metastasis. [1,4] Metode terapi ablasi yang digunakan yaitu krioterapi
dan radiofrequency ablation  (RFA). Krioterapi dilakukan dengan melakukan
pembukan pada jaringan tumor dan parenkim sekitar. RFA dilakukan dengan cara
memanaskan tumor dan jaringan sekitarnya untuk membentuk jaringan nekrosis
koagulasi. [4]
Terapi Suportif
Terapi suportif yang dilakukan pada kanker kolorektal terutama rehabilitasi medis
pascaoperasi. Terapi suportif ini meliputi penanggulangan nyeri, latihan pernafasan,
latihan kardiopulmonal, tata laksana gangguan defekasi (konstipasi) dan buang air
kecil, serta adaptasi aktivitas sehari-hari. [1]
Follow Up
Pasien kanker kolorektal yang sudah diterapi perlu menjalani pemantauan agar
rekurensi dapat dideteksi secara dini. Departemen Kesehatan Republik Indonesia
menyarankan pemantauan sebagai berikut :

 Anamnesis untuk mendeteksi gejala pasien yang mengarah kepada kemungkinan


kekambuhan dan metastasis, serta pemeriksaan fisik umum dan colok dubur,
dilakukan setiap 3 bulan dalam 2 tahun pertama. Kemudian, jika tidak ada rekurensi
ataupun metastasis dapat dilakukan setiap 6 bulan dalam 5 tahun pertama

 Carcinoembrionic antigen diperiksa 4-8 minggu pasca tindakan bedah untuk


menilai kurabilitas, selanjutnya setiap 3 bulan dalam 2 tahun pertama, dan 6 bulan
dalam 5 tahun berikutnya
 Kolonoskopi ulang dilakukan 1 tahun setelah tindakan pembedahan. Jika hasil baik,
lakukan lagi setelah 3 tahun, lalu setelah 5 tahun [1]

9. Rumuskan diagnosis keperawatan pada Ca. Kolon rektum!

No Diagnosa

1. Defisit nutrisi s.d ketidak mampuan mencerna makanan

10. Tuliskan tujuan dan intervensi keperawatan untuk pasien dengan Ca. Kolon rektum !

No diagnosa Tujuan intervensi

Defisit nutrisi s.d ketidak Setelah dilakukan 1. Identifikasi


mampuan mencerna tindaka keperawatan perubahan
makanan selama 2x24 jam berat badan
diharapkan tingkat 2. Identifikasi
nyeri pasien menurun kemampuan
dengan kriteria nafsu menelan
makan 3. Monitor
pasienmeningkat asupan oral
4. Monitor warna
konjungtiva

Anda mungkin juga menyukai