Anda di halaman 1dari 4

ⓘ Dioptimalkan oleh Google 2 menit yang laluLihat yang asli

https://sejarahidn.com/sejarah-berdirinya-budi-utomo

sejarahidn.comMenu

Home » Umum » Sejarah Berdirinya Budi Utomo

Sejarah Berdirinya Budi Utomo

Sejarah Berdirinya Budi Utomo – Kebangkitan Nasional ialah Masa dimana Bangkitnya Rasa dan
Semangat Persatuan, Kesatuan, dan Nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan
kemerdekaan Republik Indonesia yang sebelumnya tak pernah timbul selama penjajahan Belanda
dan Jepang. Dalam masa ini timbul sekelompok masyarakat indonesia yang menginginkan
adanya perubahan dari masyarakat indonesia yang selama ini dijajah dan ditindas oleh bangsa
lain. Kebagkitan nasional Indonesia ditandai dengan berdirinya organisasi Budi Utomo. Peristiwa
itu merupakan bagian dari peristiwa yang menjadi tonggak sejarah kemerdekaan negara
indonesia.

Sejarah Berdirinya Budi Utomo

A. Sejarah Berdirinya Budi Utomo

Budi Utomo lahir dari inspirasi yang dikemukakan oleh Wahidin Soedirohoesodo disaat beliau
sedang berkeliling ke tiap-tiap sekolah untuk menyebarkan beasiswa, salah satunya STOVIA
(School tot Opleiding van Inlandsche Artsen). Sejak dikala itu, mahasiswa STOVIA mulai terbuka
pikirannya dan mereka mulai mengadakan pertemuan-pertemuan dan diskusi yang sering
dikerjakan di perpustakaan STOVIA oleh beberapa mahasiswa, antara lain Soetomo, Goenawan
Mangoenkoesoemo, Goembrek, Saleh, dan Soeleman. Mereka memikirkan nasib bangsa yang
benar-benar buruk dan senantiasa dianggap bodoh dan tak bermartabat oleh bangsa lain
(Belanda), serta bagaimana cara memperbaiki keadaan yang amat buruk dan tak adil itu. Para
pejabat pangreh praja (sekarang pamong praja) kebanyakan hanya memikirkan kepentingan
sendiri dan jabatan. Dalam praktik mereka pun tampak menindas rakyat dan bangsa sendiri,
misalnya dengan menarik pajak sebanyak-banyaknya untuk menyenangkan hati atasan dan para
penguasa Belanda.

Para pemuda mahasiswa itu juga menyadari bahwa mereka membutuhkan sebuah organisasi
untuk mewadahi mereka, seperti halnya golongan-golongan lain yang mendirikan perkumpulan
hanya untuk golongan mereka seperti Tiong Hoa Hwee Koan untuk orang Tionghoa dan Indische
Bond untuk orang Indo-Belanda. Pemerintah Hindia Belanda terang juga tak bisa diharapkan
mau menolong dan memperbaiki nasib rakyat kecil kaum pribumi, bahkan sebaliknya, merekalah
yang selama ini menyengsarakan kaum pribumi dengan mengeluarkan undang-undang-undang-
undang yang benar-benar merugikan rakyat kecil.

Para pemuda itu akhirnya berkesimpulan bahwa merekalah yang seharusnya mengambil prakarsa
menolong rakyatnya sendiri. Pada waktu itulah timbul gagasan Soetomo untuk mendirikan
sebuah perkumpulan yang akan mempersatukan segala orang Jawa, Sunda, dan Madura yang
diharapkan bisa dan bersedia memikirkan serta memperbaiki nasib bangsanya. Perkumpulan ini
tak bersifat eksklusif tetapi terbuka untuk siapa saja tanpa mengamati kedudukan, kekayaan,
atau pendidikannya. Pada hari Minggu, tanggal 20 Mei 1908 Sutomo dan kawan-kawannya di
ruang kelas Sekolah Kedokteran STOVIA di Batavia atau Jakarta mendirikan sebuah perkumpulan
yang diberi nama Budi Utomo (Budi Luhur).

Para pelajar yang aktif dalam penyusunan Budi Utomo hal yang demikian ialah M. Suradji,
Muhammad Saleh, Mas Suwarno, Muhammad Sulaiman, Gunawan, dan Gumbreg. Pada akhir
pidatonya, Sutomo mengatakan, “berhasil dan tidaknya usaha ini bergantung kepada
kesungguhan hati kita, bergantung kepada kesanggupan kita bekerja. Saya yakin bahwa nasib
Tanah Air di masa depan Berlokasi di tangan kita.” Ucapan itu disambut dengan tepuk tangan
yang amat meriah.

Budi Utomo setelah terbentuk, para pengurus dan anggotanya segera mempropagandakan
mengenai maksud dan tujuan penyusunan organisasi hal yang demikian kepada segala
masyarakat, secara khusus kelompok pelajar, pegawai, kaum priayi, dan pedagang kecil.
Propaganda itu ternyata mendapat sambutan hangat. Berita tentang penyusunan Budi Utomo
akhirnya tersiar juga melewati surat kabar sehingga diketahui oleh pelajar-pelajar di bermacam-
macam kota. Akhirnya, para pelajar di kota-kota, seperti Yogyakarta, Magelang, dan Probolinggo
ikut mendirikan cabang-cabang Budi Utomo. Nama Sutomo sebagai pendiri dan ketua awam
Budi Utomo makin populer sekaligus mengundang risiko besar.

Beberapa staf pengajar dan pemerintah Belanda menuduh Sutomo dan kawan-kawannya
sebagai pemberontak. Sutomo diancam akan dipecat dari sekolahnya. Akan tetapi, kawan-
kawannya mempunyai solidaritas tinggi. seandainya Sutomo dikeluarkan, mereka akan ikut keluar
juga. Dalam persidangan di sekolah, Sutomo masih dipertahankan oleh pemimpin awam STOVIA,
Dr. H. E. Roll sehingga ia dan kawan-kawannya tak jadi dikeluarkan dari sekolah. Jelaslah bahwa
tiap-tiap perjuangan pasti mendapat tantangan, rintangan, bahkan ancaman, tetapi mereka
tetap tegar.

Budi Utomo berkembang makin besar sehingga perlu menyelenggarakan kongres. Untuk
keperluan itu, mereka mempersiapkan segala sesuatunya atas usaha sendiri. Dr. Wahidin
berkampanye keliling daerah untuk memperoleh dukungan dan bantuan dari segala pihak.
Kongres Budi Utomo yang pertama berhasil diselenggarakan pada tanggal 5 Oktober 1908 di
Yogyakarta.

Dalam kongres dihasilkan beberapa keputusan penting, seperti:

1. Merumuskan tujuan utama Budi Utomo, yaitu kemajuan yang selaras untuk negara dan
bangsa, secara khusus dengan memajukan pendidikan, pertanian, peternakan, perdagangan,
teknik dan industri, ilmu pengetahuan dan seni budaya bangsa Indonesia;

2. Kedudukan pusat perkumpulan berada di Yogyakarta;

3. Menyusun kepengurusan dengan R.T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar (Jawa Tengah)


sebagai Ketua;

4. Kegiatan Budi Utomo secara khusus ditujukan pada bidang pendidikan dan kebudayaan;

5. Wilayah gerakannya difokuskan di Jawa dan Madura;

6. BU tak ikut mengadakan kegiatan politik.

Pada tahun awal berkembangnya Budi Utomo bisa menjadi tempat penyaluran keinginan rakyat
yang ingin maju dan tempat mengabdi tokoh-tokoh terkemuka kepada bangsanya. Tokoh-tokoh
yang pernah menjabat Ketua Budi Utomo, antara lain R.T. Tirtokusumo (1908–1991), Pangeran
Aryo Noto Dirodjo dari Istana Paku Alam (1911–1914), R.Ng. Wedyodipura atau Radjiman
Wedyoningrat (1914–1915), dan R.M. Ario Surjo Suparto atau Mangkunegoro VII (1915). Oleh
karena pemimpin Budi Utomo umumnya berasal dari kaum bangsawan, banyaklah dana yang
disumbangkan untuk kemajuan pendidikan. Demikian, lahirlah badan bantuan pendidikan atau
studiefonds yang diberi nama Darma Wara. Hal inilah yang dicita-citakan oleh dr. Wahidin.

Sejak tahun 1908 hingga tahun 1915, Budi Utomo hanya bergerak di bidang sosial dan budaya
secara khusus pada bagian pendidikan. Namun, setelah tahun 1925 itu Budi Utomo ikut terjun ke
dunia politik. Perubahan haluan ini terjadi karena adanya pengaruh dari organisasi pergerakan
lain yang bercorak politik, seperti Indische Partij dan Sarekat Islam. Tujuan Budi Utomo berpolitik
ialah untuk mendapat bagian dalam pemerintahan yang akan dipegang oleh golongan pelajar
pribumi.

B. Masa Perkembangan Budi Utomo

Budi Utomo mengalami fase perkembangan penting dikala kepemimpinan Pangeran Noto
Dirodjo. dikala itu, Douwes Dekker, seorang Indo-Belanda yang benar-benar properjuangan
bangsa Indonesia, dengan terus terang mewujudkan kata “politik” ke dalam tindakan yang nyata.
Berkat pengaruhnyalah pengertian mengenai “tanah air Indonesia” makin lama makin bisa
diterima dan masuk ke dalam pemahaman orang Jawa. Maka muncullah Indische Partij yang
sudah lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi persnya. Perkumpulan ini bersifat
politik dan terbuka bagi segala orang Indonesia tanpa terkecuali. Baginya “tanah air” (Indonesia)
ialah di atas segala-galanya.Pada masa itu pula timbul Sarekat Islam, yang pada mulanya
dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar ataupun kecil di Solo
dengan nama Sarekat Dagang Islam, untuk saling memberi bantuan dan dukungan. tak berapa
lama, nama itu diubah oleh, antara lain, Tjokroaminoto, menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan
untuk mempersatukan segala orang Indonesia yang hidupnya tertindas oleh penjajahan. Sudah
pasti keberadaan perkumpulan ini ditakuti orang Belanda. Munculnya gerakan yang bersifat
politik semacam itu rupanya yang menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang.
Kepemimpinan perjuangan orang Indonesia diambil alih oleh Sarekat Islam dan Indische Partij
karena dalam arena politik Budi Utomo memang belum berpengalaman.Karena gerakan politik
perkumpulan-perkumpulan hal yang demikian, makna nasionalisme makin dimengerti oleh
kalangan luas. Ada beberapa kasus yang memperkuat makna hal yang demikian. Ketika
Pemerintah Hindia Belanda hendak merayakan ulang tahun kemerdekaan negerinya, dengan
menggunakan uang orang Indonesia sebagai bantuan kepada pemerintah yang dipungut melalui
penjabat pangreh praja pribumi, misalnya, rakyat menjadi benar-benar marah.

Kemarahan itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian bernama Ki Hadjar


Dewantara) untuk menulis sebuah artikel “Als ik Nederlander was” (Seandainya Saya Seorang
Belanda), yang dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang benar-benar pedas kepada pihak
Belanda. Tulisan itu pula yang menjebloskan dirinya bersama dua teman dan pembelanya, yaitu
Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo ke penjara oleh Pemerintah Hindia Belanda (lihat:
Boemi Poetera). Namun, sejak itu Budi Utomo tampil sebagai motor politik di dalam pergerakan
orang-orang pribumi.Agak berbeda dengan Goenawan Mangoenkoesoemo yang lebih
mengutamakan kebudayaan dari pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo ialah
manifestasi dari perjuangan nasionalisme. berdasarkan Soewardi, orang-orang Indonesia
mengajarkan kepada bangsanya bahwa “nasionalisme Indonesia” tidaklah bersifat kultural, tetapi
murni bersifat politik. Dengan demikian, nasionalisme terdapat pada orang Sumatera ataupun
Jawa, Sulawesi ataupun Maluku.

Pendapat hal yang demikian bertentangan dengan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa
Budi Utomo hanya mengenal nasionalisme Jawa sebagai alat untuk mempersatukan orang Jawa
dengan menolak suku bangsa lain. Demikian pula Sarekat Islam juga tak mengenal pengertian
nasionalisme, tetapi hanya mempersyaratkan agama Islam agar seseorang bisa menjadi anggota.
Namun, Soewardi tetap mengatakan bahwa pada hakikatnya akan segera tampak bahwa dalam
perhimpunan Budi Utomo ataupun Sarekat Islam, nasionalisme “Indonesia” ada dan merupakan
unsur yang paling penting.

C. Harapan dan Hambatan Pergerakan Budi Utomo


Sebagai suatu organisasi yang bagus, Budi Utomo memberikan usulan kepada pemerintah Hidia
Belanda sebagai mana berikut ini :

1. Meninggikan tingkat pendidikan di sekolah guru bagus guru bumi putera ataupun sekolah
priyayi.

2. Memberi beasiswa bagi orang-orang bumi putera.

3. Menyediakan lebih banyak tempat pada sekolah pertanian.

4. Izin pendirian sekolah desa untuk Budi Utomo.

5. Mengadakan sekolah VAK / kejuruan untuk para bumi putera dan para perempuan.

6. Memelihara tingkat pelajaran di sekolah-sekolah dokter jawa.

7. Memberikan kesempatan bumi putra untuk mengenyam bangku pendidikan di sekolah


rendah eropa atau sekolah Tionghoa – Belanda.

Pemerintah Hindia-Belanda mengesahkan Budi Utomo sebaga badan hukum yang sah karena
dinilai tak membahayakan, namun tujuan organisasi Budi Utomo tak maksimal karena banyak
hal, yakni :

1. Mengalami kesulitan dinansial

2. Kelurga R.T. Tirtokusumo lebih memperhatikan kepentingan pemerintah kolonial daripada


rakyat.

3. Lebih memajukan pendidikan kaum priyayi dibanding rakyat jelata.

4. Keluarga anggota-anggota dari golongan mahasiswa dan pelajar.

5. Bupati-bupati lebih suka mendirikan organisasi masing-masing.

6. Bahasa belanda lebih menjadi prioritas diperbandingkan dengan Bahasa Indonesia.

7. Pengaruh golongan priyayi yang mementingkan jabatan lebih kuat diperbandingkan yang
nasionalis.

Anda mungkin juga menyukai