Pengetahuan Tradisional
Pengetahuan tradisional yang mel
ekat dalam kehidupan sehari‐hari
masyarakat berupa kebiasaan atau tata
cara beraktifitas yang merupakan hasi
l
arahan sistem nilai budaya lokal, m
enghasilkan pola perilaku yang bert
umpu
pada orientasi kognitif dari masyaraka
tnya baik secara individu maupun sec
ara
sosial. Pengetahuan tradisional dem
ikian akan menjadi Kearifan Tradisi
onal
atau lebih dikenal dengan Kearifan L
okal (Local Wisdom).
Konsep Mandar, juga memiliki
tata nilai aturan peradatan yang tercer
min
dalam keterkaitan dengan pandan
gan mereka kepada mikro dan
makro
kosmos yang menjunjung tinggi nil
ai‐nilai tradisi, yang terpatri dalam
nilai
budaya “Waimarandanna o diada o
dibiasa“ (Kejernihan air/ nilai berasal
dari
adat dan kebiasaan leluhur). Kons
ep kata “Wai“ atau yang umum di
artikan
dengan “Air“ sebenarnya merupak
an simbolisasi dari makna kearifan
yang
mendalam dan dibutuhkan dalam uns
ur‐unsur “Adat” yang berfungsi seba
gai
aturan main “Rule” dalam masyara
kat Mandar. Kata Mandar tidak h
anya
mempunyai atau bermakna konotat
if yang berarti kumpulan etnis geog
rafis
dan administratif dari masing‐masing
kabupaten yang bermukim atau berdia
m
dan dihuni oleh rakyat di tanah Ma
ndar yaitu Kabupaten Polewali Man
dar,
Mamasa, Majene, Mamuju dan Ma
muju Utara tetapi makna ke‐
Mandaran
pada hakikinya adalah suatu kon
sep Mandar yang merupakan ku
mpulan
Kearifan Tradisional dan Nilai Buday
a luhur yang dimiliki oleh Orang Man
dar.
Daerah Mandar yang dahulunya
merupakan konfederasi dari 14 keraja
an
yang tergabung dalam PituUlunn
a Salu ( Tujuh Kerajaan Hulu
) dan Pitu
Babbana Binanga ( Tujuh Kerajaan
Pesisir ) dimana kerajaan induknya ad
alah
Kerajaan Balanipa yang letaknya
sekarang berada di Kecamatan Tin
ambung
Kabupaten Polewali Mandar (Polma
n). Dalam kenyataannya, Mandar seb
agai
suatu etnis sebenarnya bukan dibat
asi oleh batas demarkasi geografis
tetapi
merupakan suatu identitas terhadap b
udaya dan kearifan lokal dan merupak
an
pendukung sebuah struktur masyarak
at.
Setelah hak dan tanggung jawab d
alam sebuah komunitas masyarakat
mulai tersusun dengan baik, dalam
tingkatan persatuan dan kesatuan d
ari
masyarakat mandar yang tergabung
dalam Persatuan Pitu Babbana B
inanga
dan Pitu Ulluna Salu, mereka me
lakukan sebuah perjanjian di “Alla
mungan
Batu di Luyo“ di mana para Tom
akaka berkumpul dan menyatakan se
bagai
berikut:
103
Profil Keanekaragaman Hayati Provins
i Sulawesi Barat
“Memmata disawai to Pitu Ulunna Salu
Memamata di mangiwang i To Pitu Bab
bana Binanga
Andiangtuu Mala sisara Mata maputeh
anna Mata malotong
Sitteng tommi tu’u Andiangi Mala sisara
Pitu Ulunna
Salu anna Pitu Babbana Binanga”
Artinya:
Orang Pitu Ulunna Salu wajib melestari
kan dataran tinggi
bagaikan ular sawah yang tetap melata.
Pitu Babanna Binanga menjaga lestariny
a laut seperti ikan
Mangiwang yang menjaga lestarinya laut.
Mata hitam dan Mata putih tidak dapat di
pisahkan
Begitulah perumpamaan, bersatunya oran
g Pitu Ulunna Salu
Dan Pitu Babbana Binanga
Kearifan Tradisi Nelayan Panjala deng
an Lingkungan Laut Majene
Motangnga adalah “masterpiece”
kegiatan perikanan di kalangan
nelayan mandar. Motangnga secara harfia
h berarti “menengah” yaitu kegiatan
menangkap/mencari telur ikan terbang
di atas palung Selat Makassar dan
sekitarnya, disebut motangnga karena pa
da kegiatan tersebut nelayan harus
berhanyut‐hanyut ditengah lautan selam
a 10 – 15 hari atau lebih/ kurang
sambil menunggui alat tangkapnya yang b
erada di depan perahunya didatangi
ikan terbang untuk memasuki “buaro
” dan melekatkan telurnya di alat
tangkap. !
Ada beberapa hal yang membeda
kan antara motangnga dengan cara
menangkap ikan lainnya yaitu: persiapan
yang lebih kompleks, trip, pantangan‐
pantangan atau pemali yang lebih banyak,
keterlibatan keluarga secara khusus
dan komunitas disekitar nelayan secara u
mum yang lebih tinggi, pendapatan
ekonomi yang lebih besar dan menguntun
gkan lebih banyak pihak, pengolahan
hasil penangkapan yang unik, dan mem
iliki unsur‐unsur sosial budaya yang
mungkin khas mandar.
Adapun yang mengatakan motangn
ga sebab musim penangkapan ikan
terbang dilakukan antara akhir musim bar
at dengan awal musim timur (April –
Agustus) atau pertengahan antar dua
musim. Nelayan yang melakukan
kegiatan motangnga disebut Potangng
a dan secara umum lokasi untuk
motangnga yang dilakukan oleh nelaya
n mandar adalah di atas palung Selat
104
Profil Keanekaragaman Hayati Provins
i Sulawesi Barat
Makassar dikedalaman 2.000 – 3000 m
dengan penentuan titik tidak secara
langsung tetapi dilakukan dengan pengeta
Kearifan Tradisi Tau Pagbuttu dalam Mengelola Perladangan di Dataran Tinggi
huan secara turun‐temurun.
Tutallu Polewali Mandar
Sistem perladangan di dataran ting
gi Tutallu masih berlangsung seperti
dulu, sobboq sebagai figur yang me
miliki pengetahuan plus/lebih tentang
perladangan masih tetap penting, keg
iatan ini terutama pada perintisan,
penebasan, penanaman dan panen. Penget
ahuan plus yang dimaksud adalah
pengetahuan tentang astronomi lokal po
laqi yang dengan pengetahuan itu
situasi dan kondisi iklim pada satu musim
perladangan dapat diketahui.
Dengan pengetahuan tersebut T
au Paqbuttu dapat menyesuaikan
kegiatannya dengan situasi dan kondisi ikl
im pada saat itu. Selain pengetahuan
astronomi lokal, seorang sobboq diyaki
ni pula memiliki pengetahuan religio‐
magis yang berhubungan dengan kekuatan
supranatural yang berbentuk roh‐
roh halus, mahluk‐mahluk gaib dan semac
amnya yang diyakini sebagai penjaga
hutan, terutama hutan‐hutan primer paqqa
mbi pangale.
Kearifan Tradisi To Bunggu Mamuju Utara Menjaga Tradisi untuk Memelihara
Tau Paqbuttu di dataran Tutallu,
mengenal tiga warna tanah yaitu (1)
tanah berwarna hitam atau coklat gelap
litaq malotong yang menunjukkan
bahwa tanah tersebut subur dan dapat
ditanami jenis tanaman apa saja, (2)
tanah berwarna kuning pucat litaq mari
ri yang menunjukkan tanah tersebut
kurang subur sehingga hanya beberapa
tanaman saja yang dapat tumbuh
!
dengan baik pada tanah seperti it
u, (3) tanah berwarna kuning
mengindikasikan bahwa tanaman apapu
n sulit tumbuh dengan subur pada
jenis tanah tersebut. Tanda‐tanda lain y
ang juga biasanya ikut diperhatikan
adalah suara‐suara burung atau hewa
n lainnya dalam menentukan lokasi
perladangan.
Keseimbangan Ekosistem Hutan
To Bunggu yang saat ini bermuk
im di beberapa desa di Kecamatan
Bambaira, Bambalamotu dan Pasangka
yu, sebenarnya berasal dari daerah
pegunungan terutama dari Gunung
Watambune Kecamatan Morowali
Donggala Sulawesi Tengah. Mereka masi
h menggunakan bahasa Kaili da’a dan
Kaili inde. To Bunggu. Sampai sekarang
suku ini tergolong sebagai komunitas
peramu, berburu dan peladang terutama
yang masih bermukim di tengah‐
tengah hutan dengan kehidupan yang teris
olasi.
105
Profil Keanekaragaman Hayati Provins
i Sulawesi Barat
To Bunggu sebagai peramu dan ber
buru, melakukannya di semak‐semak,
hutan perdu, hutan sekunder dan sungai‐
sungai. Kegiatan tersebut, merupakan
pekerjaan pokok setiap hari untuk men
gumpulkan kebutuhan pangan yang
berupa tumbuhan yang mengadung kar
bohidrat, vitamin maupun mineral.
Aktivitas mereka juga dilakukan di hut
an karena di hutan‐hutan terdapat
binatang buruan, sama halnya di sungai‐
sungai mereka bisa mendapatkan ikan‐
ikan sungai yang mengadung protein.
Pantangan bagi To Bunggu adalah
wujud idealisme kebudayaan yang
dilatari oleh sistem nilai yang meng
hasilkan pengetahuan untuk tidak
melakukan sesuatu sehingga terhindar d
ari masalah bahkan bencana. Makna
simbolik dari suatu pantangan memberi pe
mahaman mendalam tentang suatu
hasil perilaku yang hanya diketahui
melalui interpretasi isoterik maupun
eksoterik, tetapi pada umumnya selalu dia
nggap baik jika mematuhi pantangan
tersebut. Salah satu pantangan terseb
ut adalah: (1) Tabu menebang dan
mengambil tanaman yang berdekatan la
ngsung dengan tanaman padi. Jika
tabu ini tidak dipatuhi, maka padi akan di
mangsa oleh hama tanaman seperti
walang sangit, burung pipit, tikus dan babi
. (2) Pohon besar Pu’u bate dilarang
ditebang, karena pohon besar merupa
kan tanaman konservasi melalui
perakaran, terutama akar tunggang ya
ng menghujam ke dalam tanah,
begitupun akar samping yang kuat dan
dalam sehingga menjadi tanaman
!
konservasi yang mampu mencegah erosi lereng.