Pendahuluan
Persalinan menyebabkan berbagai perubahan pada uterus dan serviks uteri. Persalinan dibagi
empat fase, pembagian ini berhubungan dengan perubahan fisiologi miometrium uterus dan
serviks uteri, fase ini terdiri dari: fase pertama atau fase pendahuluan, fase kedua atau fase
persiapan, fase ketiga adalah proses persalinan, fase keempat adalah fase pemulihan.
a. Pematangan Serviks
Hormon progesteron dan reseptor estrogen pada pematangan serviks
Penelitian yang dilakukan pada manusia dan babi, tidak terjadi perubahan konsentrasi
yang siknifikan pada hormon P4 (Progesteron) dan hormon E2 (Estradiol). Terjadi
penurunan Progesteron dan ER (Estrogen Reseptor) alfa sebaliknya terjadi peningkatan
ER beta pada servik manusia pada kehamilan aterm, dapat disimpulkan terjadinya
persalinan melibatkan respon dari serviks dan uterus terhadap P4 dan reseptor E2.8
Jika pematangan serviks uteri terjadi pada awal kehamilan, keadaan ini memungkinkan
persalinan prematur.9 Sebelum terjadi kontraksi uterus, serviks uteri akan mengalami
remodeling yang ekstensif, keadaan ini akan membuat serviks menjadi lentur dan dapat
dilatasi pada saat kontraksi uterus adekuat. Modifikasi serviks selama fase 2 ditandai
dengan ditemukannya perubahan jaringan ikat yang disebut pematangan serviks.
Perubahan dari pelembutan serviks menjadi pematangan serviks terjadi beberapa minggu
sampai beberapa hari sebelum kontraksi, dimana terjadi perubahan jumlah dan komposisi
kolagen, proteoglikan dan glikosaminoglikan dalam matriks.
Kolagen
Selama pematangan serviks fibril kolagen akan menjadi tidak teratur, terpecah dan terjadi
pertambahan jarak diantara fibril. Matriks metaloprotease (MMP) adalah enzim protease
yang mampu menghancurkan matriks ekstraselular protein, di antaranya adalah
kolagenase, MMP-2 dan MMP-9 (gelatinase) yang merupakan anggota dari famili MMP
yang berfungsi untuk menghancurkan kolagen. 1 Sebagian peneliti menyatakan bahwa
aktifitas kolagenase dan hilangnya kolagen tidak selalu terjadi, ini dapat dilihat dari
penelitian Buhimschi dkk10 2004 menemukan bahwa pematangan serviks pada tikus
terjadi lebih pada perubahan struktur tiga dimensi dari kolagen dari pada terjadinya
degradasi kolagen oleh enzim kolagenase. Yu pada serviks tikus yang matang dilakukan
analisa ultra-struktur dengan menggunakan mikroskop elektron ditemukan penyebaran
kolagen lebih mendominasi dari pada degradasi kolagen. 11 Read menemukan bahwa
tidak ada perbedaan kandungan kolagen antara serviks tikus hamil dan serviks tikus tidak
hamil.2
Yoshida mendapatkan kadar MMP-1 berperan dalam degradasi kolagen tipe I dan III
dalam serviks yang matang keadaan ini dipengaruhi oleh peregangan mekanik yang
berulang. Efek peregangan mekanik yang berulang ini akan bermakna meningkatkan
kadar MMP-1 (14,6 ± 1,1 ng/ml) yang dihasilkan dari sel fibroblas yang ada di serviks
uteri dibandingkan dengan kontrol 7,7 ± 0,2 ng/ml (p < 0,05). 12 Timmons menemukan
pada saat pelembutan serviks ditandai dengan peningkatan pergantian dan pengurangan
ikatan silang kolagen, sedangkan pada saat serviks matang ditemukan ikatan silang
kolagen menghilang di matriks dan ini digantikan oleh kolagen muda sehingga kekuatan
jaringan akan menurun.13 Gonzales 2011 menemukan pada saat serviks matang dengan
pemeriksaan Masson’s trichrome (TC) staining susunan serat kolagen yang longgar dan
pengurangan jumlah kolagen.14
Ruscheinsky dalam penelitiannya menemukan bahwa berat molekul yang besar dari HA
mendominasi pada saat pematangan serviks. HA akan mengisi celah sehingga
menyebabkan peningkatan viskoelastisitas dan penghancuran matriks. Berat molekul
rendah dari HA merupakan proinflamasi, penelitian yang dilakukan pada tikus
menemukan bahwa berat molekul rendah meningkat pada saat pasca persalinan. 17
Takemura menemukan bahwa adanya tekanan yang berulang pada saat persalinan akan
memacu produksi HA selama pematangan serviks. Persalinan menyebabkan peregangan
mekanik yang berulang secara bermakna yang mengakibatkan peningkatkan sekresi HA
dari sel fibroblas dan meningkatkan ukuran HA. Ditemukan berat molekul HA setelah
adanya peregangan mekanik yang berulang dalam 48 jam lebih besar dari berat molekul
sebelum peregangan, yaitu 1350 kDa setelah peregangan sedangkan sebelum peregangan
sebesar 1043 kDa.18 Myers menemukan collagen extractability, kandungan sulfated
GAG yang lebih tinggi, hidrasi serviks dan disorganisasi jaringan kolagen terjadi pada
serviks wanita hamil. 19
e. Aquoporin
Pada saat kehamilan, sel epitel endoserviks akan berproliferasi menjadi kelenjar
endoserviks yang mengisi sebagian besar massa serviks sampai akhir kehamilan. Epitel
serviks juga berperan dalam perubahan serviks dengan cara hidrasi jaringan melalui
peran aquaporin yaitu suatu water channel protein.22
a. Kala Satu
Ditandai dengan terjadinya dilatasi serviks yang dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten
dan fase aktif. Fase aktif terdiri dari fase akselerasi dan fase deselerasi.
i. Fase Laten
Lamanya fase laten dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya obat-obatan sedatif
dan obat-obat yang merangsang kontraksi. Lamanya fase laten sedikit berpengaruh
pada proses persalinan, akan tetapi fase akselerasi cukup menentukan keberhasilan
persalinan. Fase laten merupakan fase persiapan dilatasi sedangkan fase aktif
merupakan dilatasi. Onset dari fase laten adalah dimulainya ibu merasakan adanya
kontraksi yang teratur, dimana jika jarak antara kontraksi lebih dari satu kali setiap
10 menit. dan fase laten berakhir setelah pembukaan memasuki serviks 3-5 cm
CHAPTER 20
ometrial activity. These forces are greatest and last longest at the tion of progress—arrest disorder. A woman must be in the active
fundus—considered fundal dominance—and they diminish to- phase of labor with cervical dilatation to at least 3 to 4 cm to be
merupakan penyebab
ward the cervix. 80%
Caldeyro-Barcia and kasus arrest
colleagues (1950) from disorder.
diagnosed withKriteria ACOG
either of these. Handa and (American
Laros (1993) diag- College
Montevideo, Uruguay, inserted small balloons into the my- nosed active-phase arrest, defined as no dilatation for 2 hours or
of Obstetricians and Gynecologists), kriteria
ometrium at various levels (see Chap. 18, p. 437). They re-
ported that in addition to a gradient of activity, there was a time
untuk menegakkan diagnosa arrest
more, in 5 percent of term nulliparas. This incidence has not
changed since the 1950s (Friedman, 1978). Inadequate uterine
differential in the onset of the contractions in the fundus, mid- contractions, defined as less than 180 Montevideo units, calcu-
disorder jika:
zone, and lower fase laten Larks
uterine segments. sudah lengkap
(1960) described the yaitu pembukaan
lated as shown serviks
in Figure 20-3, were diagnosed in≥ 4 cm
80 percent of dengan
women with active-phase arrest.
stimulus as starting in one cornu and then several milliseconds
later in the other. The excitation waves then join and sweep over Protraction disorders are less well described, and the time
kontraksi > 200 Montevideo dalam 10 menit namun
necessary before tidak
diagnosing ditemukan
slow progress
the fundus and down the uterus. The Montevideo group also perubahan
is undefined. The
ascertained that the lower limit of contraction pressure required World Health Organization (1994) has proposed a labor man-
agement partograph in which protraction is defined as less than
pembukaan serviks dalam 2 jam pengamatan, Hauthfor a dkkminimum melaporkan
to dilate the cervix is 15 mm Hg. This figure is in agreement
1 cm/hr cervical dilatation
with the findings of Hendricks and co-workers (1959), who of 4 hours. Criteria dalam
reported that normal spontaneous contractions often exert for the diagnosis of protraction and arrest disorders have been
penelitiannya persalinan dengan induksi dengan
recommended
pressures of approximately 60 mm Hg. oksitosin akan
by the American Collegeefektif jikaandkekuatan
of Obstetricians
Gynecologists (1995a). These criteria were adapted from those
From these observations, it is possible to define two types of
uterine dysfunction. In the more common hypotonic uterine dys- of Cohen and Friedman (1983), shown in Table 20-2.
1
kontraksi uterus 200 - 225 montevideo unit. Hauth and co-workers (1986, 1991) reported that when labor
function, there is no basal hypertonus and uterine contractions
is effectively induced or augmented with oxytocin, 90 percent of
have a normal gradient pattern (synchronous), but pressure
during a contraction is insufficient to dilate the cervix. In the women achieve 200 to 225 Montevideo units, and 40 percent
second type, hypertonic uterine dysfunction or incoordinate uter- achieve at least 300 Montevideo units. These results suggest that
Montevideoine dysfunction, either basal tone is elevated appreciably or the
pressure gradient is distorted. Gradient distortion may result
there are certain minimums of uterine activity that should be
achieved before performing cesarean delivery for dystocia. Ac-
from contraction of the uterine midsegment with more force cordingly, the American College of Obstetricians and Gynecolo-
Montevideo adalah jumlah dari setiap kekuatan tekanan kontraksi uterus dalam
than the fundus or from complete asynchronism of the im- gists (1989) has suggested that before the diagnosis of arrest dur-
pulses originating in each cornu or a combination of these two. ing first-stage labor is made, both of these criteria should be met:
90 90 90
60 60 60
30 30 30
1 75 75 75
2 3 4 5
50 50 50
25 25 25
FIGURE 20 -3 Montevideo units are calculated by subtracting the baseline uterine pressure from the peak contraction pressure for each
contraction in a 10-minute window and adding the pressures generated by each contraction. In the example shown, there were five
contractions, producing pressure changes of 52, 50, 47, 44, and 49 mm Hg, respectively. The sum of these five contractions
1 is 242
Montevideo units. Gambar 3. Perhitungan kekuatan kontraksi berdasarkan Montevideo
b. Kala Dua
Pada kala dua jarak antara setiap kontraksi 1 menit sekali, bahkan kurang dari 1 menit
sekali. Kala 2 dimulai pada saat pembukaan serviks lengkap dan berakhir setelah bayi
dilahirkan. Lama persalinan kala 2 adalah 50 menit untuk nulipara dan 20 menit untuk
multipara.
c. Kala tiga
Kala ini berlangsung setelah persalinan di mana terjadi pelepasan plasenta dan selaput
ketuban dari dinding rahim
Apoptosis adalah suatu kejadian yang paling menonjol pada saat involusi serviks uteri
setelah melahirkan. Ramos dalam penelitiannya menemukan aktifitas apoptosis pada sel
epitel serviks tikus pada saat kehamilan tidak pernah melebihi 1,8%. Peningkatan aktifitas
26
apoptosis terjadi pada setelah persalinan yang mencapai 9%. Adanya serat otot dalam
serviks uteri diduga juga berperan dalam pengembalian bentuk serviks uteri secara cepat.27
Para peneliti menemukan bahwa perbaikan yang cepat terjadi pada serviks paska persalinan
disebabkan adanya serat otot serviks, walaupun faktor jaringan ikat masih merupakan faktor
yang dominan, yang terdiri dari serat kolagen, elastik. 28
Battlehner menemukan serat elastik pada serviks meningkat pada akhir kehamilan yang
kemungkinan berperan dalam involusi serviks uteri setelah persalinan. 28 Westergren-
Thorsson menemukan selama involusi terjadi peningkatan 2-3 kali lipat pembentukan
kolagen I, III dan proteoglikan kecil, biglikan dan dekorin yang berakibat terjadi peningkatan
konsentrasi proteoglikan kecil dan non-extractable collagen, selain itu terjadi peningkatan
TGF-β sebanyak 2 kali lipat setelah persalinan dibandingkan jumlah TGF-β pada kehamilan
aterm, sehingga dapat diperkirakan TGF-β penting dalam proses rekonstruksi serviks.20
5. Distosia
Adalah persalinan yang sulit, ditandai dengan melambatnya persalinan yang disebabkan
kekuatan kontraksi yang kurang adekuat, kelainan presentasi, kelainan janin, panggul yang
abnormal, kelainan jaringan lunak yang mengganggu penurunan kepala. Saat ini istilah yang
dipakai untuk persalinan yang tidak efektif sebagai gangguan kemajuan persalinan (failure to
progress) yaitu perlambatan pembukaan serviks dan perlambatan penurunan. Gifford dkk
menemukan bahwa hampir 25% kasus bedah sesar disebabkan karena perlambatan
pembukaan serviks dari 0-3 cm.1
Kegagalan persalinan kala satu fase aktif adalah tidak ditemukan perubahan serviks uteri
dalam 2 jam dengan kontraksi uterus 200 montevideo ACOG 1995, sedangkan Arulkumaran
dkk29 memperpanjang pemantauan dari 2 jam menjadi 4 jam dan melaporkan 1,3% lahir
dengan bedah sesar jika kontraksi adekuat dan pembukaan serviks uteri paling sedikit 1 cm
setiap jam. Jika pembukaan serviks uteri tidak progresif dalam 4 jam, maka dalam 50%
dilakukan bedah sesar.