Anda di halaman 1dari 4

‘Hajar’ Prabowo, TGB Bikin Geram Umat

Posted by admin

Date: 26-11-2018 | 15:00

in: Kolom

Foto: Prabowo Subianto dan Tuan Guru Bajang. (ist)

Oleh: Tony Rosyid*

Jakarta, Swamedium.com – Pilpres makin dekat. Suhu politik makin panas. Satu
sama lain intens mengintai dan siap memangkas. Sedikit saja kesalahan, poin buat
lawan untuk menebas. Benar sekalipun, bisa dibuatkan persepsi seolah-olah
kesalahannya jelas. Ini namanya black campaign. Bila perlu, jebak dan dorong
lawan untuk melakukan kesalahan, agar mudah dilibas.
Apapun ucapan, sikap dan perilaku capres-cawapres, potensial dijadikan “target
penyerangan”. Media dan medsos jadi tempat penggorengan. Terasa asik dan
dilakukan secara massif. Terus digoreng secara kreatif, sampai betul-betul membuat
lawan terkapar pasif.

“Tampang Boyolali”, melangkahi kuburan hingga “Ojol”, jadi sarapan pagi tim
Jokowi. Prabowo didemo dan dilaporkan polisi. Begitu juga “sontoloyo”, “genderuwo”
, “tabok” hingga “produksi mobil Esemka” yang isunya tak kunjung berhenti.

Yang terakhir adalah isu pindahnya kedutaan Australia ke Yerusalem. Prabowo


berkomentar bahwa ia menghargai hak negara Australia. Dan ia tak ikut campur
urusan internal negara tetangga itu.

Komentar Prabowo lalu diramaikan di media, hari demi hari. Di medsos jadi sarapan
pagi. Diframming seolah Prabowo mendukung Australia. Dibully dan jadi sasaran
protes dan caci maki.

Tidak hanya pendukung amatiran yang berlaga untuk menyerang. Tapi kelompok elit
yang dekat dengan penguasa juga ikut meradang. Salah satunya ada nama Zainul
Majdi. Orang mengenal dengan nama Tuan Guru Bajang (TGB). Akhir-akhir ini
memang dekat dengan Jokowi dan Luhut Binsar Panjaitan. Emang TGB ada di kubu
Jokowi? Ah, loe kurang gaul. Kayak gak pernah buka media aja.

Publik mengetahui bahwa TGB mendukung Jokowi. Keluar dari barisan kubu 212
yang saat ini mendukung Prabowo-Sandi. Kok 212 jadi politisi? Tanya TGB suatu
hari. Itu keniscayaan politik tuan, jawab lawan menimpali. Faktanya, 212 tidak hanya
berhadapan dengan Ahok, tapi juga massif berseberangan dengan Jokowi. Sedari
awal mereka saling tidak menyukai. Pertempuran melawan Jokowi bahkan lebih
intens hari demi hari. Memerlukan durasi sangat panjang dan melelahkan hingga
hari ini. Sudah lebih dari setahun tak juga berhenti.

Beragam komunikasi Jokowi-212 sudah dilakukan sebagai upaya rekonsiliasi. Ke


Makkah, poros Jakarta terus membujuk dengan bungkus jalin erat silaturahmi. Tapi,
tak juga berhasil hingga saat ini. Malah berujung pada pemasangan “Bendera
Tauhid” di rumah yang dihuni Habib Rizieq beserta keluarga yang dicintai. Jalan
buntu akhirnya menghadang Ikhtiar rekonsiliasi. Gagal total.
Komentar Prabowo yang diframming seolah Prabowo dukung keputusan Australia,
memberi “peluang dan umpan” untuk TBG. Sebuah momentum. Bisa jadi sangat
indah. Pertama, TGB berkesempatan untuk membuat persepsi bahwa ia konsisten
dalam perjuangan pro-umat. Membela Palestina adalah bagian dari perjuangan
Umat.
Bachtiar Nasir, ketua salah satu organisasi yang konsen memperjuangkan Palestina
merdeka buru-buru mengklarifikasi. Bahwa ucapan Prabowo telah diplintir. Faktanya
bukan seperti yang diframming media selama ini. Tanggapan Bachtiar Nasir ini
seolah menutup celah bagi TGB untuk kembali mendapat “persepsi keumatan” .
Kedua, dengan melakukan “kritik keras” kepada Prabowo, TGB berpeluang
dianggap sebagai pendukung loyal dan bekerja nyata untuk Jokowi. Dalam politik,
pengakuan semacam ini diperlukan. Tak cukup sekedar deklarasi. Apa yang
dilakukan oleh Kapitra dan Ngabalin selama ini lebih jelas, tegas dan nyata. Apakah
TGB akan mengikuti jejak kedua orang ini?
Di sisi lain, “kritik keras” TGB ke Prabowo membuat dahi umat berkerut. Mengapa
TGB melakukan itu? Sangat bersemangat. Sampai segitunya. Dengan sikap TGB
ini, pertanyaan umat selama ini terkait “nyebrangnya” TGB mulai mendapat ruang
kembali untuk berdiskusi. Tidakkah TGB lahir dari umat? Bukankah akan terasa
nyaman jika TGB berjuang bersama di gerbong umat? Apalagi Alumni Mesir, teman-
teman seperjuangan TGB, juga ambil posisi melawan Jokowi.
Lepas bahwa pilihan politik dan dukung mendukung di pilpres adalah hak setiap
orang, dan itu harus dihargai. Tapi, dukungan TGB ke Jokowi dan mengambil jarak
bahkan berhadap-hadapan dengan komunitasnya, juga dengan asal partainya
sendiri, yaitu Demokrat, terasa ganjil. Semakin ganjil ketika TGB “menyerang”
Prabowo. Aneh dan mendorong publik terus mempertanyakan. Ada apa?
Dilihat dari aspek posisioning, TGB lemah di hadapan kubu Jokowi. Karena tidak
membawa partai dan gerbong pendukung. Sejak pindah haluan, TGB nyaris
ditinggalkan oleh mayoritas alumni Al-Azhar. Dari situ lahirlah organisasi baru untuk
Alumni Mesir yang Senen lalu (19/11) memberi dukungan kepada Prabowo-Sandi.
Secara ideologi, apakah TGB cocok dengan PDIP, Nasdem, Perindo dan PSI?
Rasa-rasanya butuh waktu panjang untuk beradaptasi. Apalagi PSI tegas menolak
Perda Syariah. Bukannya di kubu Jokowi ada PKB dan PPP? Ah, kayak gak tahu
aja, kenapa dua partai itu mendukung Jokowi. Emang mereka berani tidak dukung
Jokowi? Ada-ada aja.
TGB dapat jatah Menag? Berat! Karena ada PPP dan NU. Jelas gerbong dan
pengikutnya. Jatah Mendagri? Ada PDIP. Cahyo Kumolo masih bersedia. Kok main
jatah-jatahan? Ah, gak usah munafik! Power sharing itu bagian dari logika dukung
mendukung dalam politik. Mengikuti teori pertukaran, dalam politik mesti ada barter.
Gue dukung, loe ngasih ape ke gue. Emang seperti relawan? Rela ditinggal kawan?
Menganggap TGB relawan, tentu kurang pas.
Kalau begitu, lalu apa yang membuat TGB “ngotot” dukung Jokowi, dan “hajar”
Prabowo? Nah, ini yang selalu jadi isu menarik. Banyak yang berprasangka: TGB
tersandera. Ah, yang benar? Namanya aja prasangka. Belum tentu benar. Belum
tentu hoax juga.
Protes anggota fraksi PDIP kepada KPK soal bocornya kasus divestasi saham
Newmont yang dikait-kaitkan dengan nama TGB (m.merdeka.com, 3 Oktober 2018)
semakin memperkuat dugaan publik bahwa TGB sedang tersandera. Jika “rumor” itu
benar, sekali lagi “rumor”, akan banyak pihak yang memaklumi. Sebagian orang
ngerti, lalu bisa memahami. Tapi, “kritik pedas” TGB yang dipersepsikan publik
sebagai bentuk penyerangan kepada Prabowo itu telah membangkitkan emosi. umat
marah. Nama TGB yang selama ini mulai turun isunya, naik kembali dan jadi
pembicaraan publik. Apakah oleh TGB ini disengaja? Atau hanya sebuah
keterpaksaan? Hanya TGB dan Tuhan yang tahu. Yang pasti, serangan TGB
kepada Prabowo membuat umat semakin geram.
*Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

Sumber: www.swamedium.com/2018/11/26/hajar-prabowo-tgb-bikin-geram-umat/2/

Anda mungkin juga menyukai