Anda di halaman 1dari 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/342330009

PERSEPSI SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN ONLINE DI MASA PANDEMI


PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI EMPAT TANJUNGPINANG

Conference Paper · June 2020

CITATIONS READS

0 6,656

2 authors, including:

Bobby Briando
Universiti Utara Malaysia
22 PUBLICATIONS   29 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

PROPHETIC ETHICS View project

All content following this page was uploaded by Bobby Briando on 20 June 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Webinar dan Call for Papers “Menyongsong Era Merdeka Belajar” 2020

PERSEPSI SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN ONLINE DI MASA PANDEMI


PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI EMPAT TANJUNGPINANG

Suci Zuriati1, Bobby Briando2


1
SMA Negeri 4 Tanjungpinang, 2Politeknik Imigrasi
e-mail: sucizuriati@gmail.com

Abstrak

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persepsi siswa terhadap pembelajaran
online. Selama masa pandemi terkait wabah Covid 19, siswa melakukan aktivitas belajar
jarak jauh secara online. Analisis data yang digunakan untuk menyelesaikan penelitian ini
menggunakan metode survey skala Likert dengan total sampel adalah 180 responden yang
merupakan siswa-siswa kelas X dan XI jurusan IPA pada Sekolah Menengah Atas Negeri
Empat (SMAN 4) Kota Tanjungpinang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam
pelaksanaan pembelajaran jarak jauh terdapat beberapa dimensi yang harus menjadi perhatian
utama. Dimensi tersebut antara lain: Materi atau mode ajar, Interaksi siswa, dan Suasana belajar.
Oleh karena itu, penelitian ini memiliki fokus pada persepsi siswa terhadap dimensi pelaksanaan
pembelajaran online.
Kata kunci: Pandemi; Persepsi; Pembelajaran Online

Pendahuluan
Wabah virus corona (covid-19) yang melanda lebih dari 200 Negara di Dunia telah
meberikan tantangan tersendiri bagi lembaga pendidikan. Dalam mengantisipasi penyebaran
wabah tersebut, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan seperti isolasi, pola
perilaku hidup bersih dan sehat dengan selalu mencuci tangan setelah beraktivitas, social and
physical distancing, Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) sampai kepada tatanan
kehidupan normal baru (new normal). Kondisi ini mengharuskan warga termasuk siswa dan
tenaga pendidik untuk tetap stay at home, bekerja, beribadah dan belajar di rumah
(Jamaluddin, Ratnasih, Gunawan, & Paujiah, 2020).
Kondisi demikian tentu saja menuntut lembaga pendidikan untuk melakukan inovasi
dalam proses pembelajaran. Salah satu bentuk inovasi tersebut ialah dengan melakukan
pembelajaran secara online atau daring (dalam jaringan). Hal ini kemudian di respon oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan menerbitkan beberapa Surat Edaran (SE)
terkait pencegahan dan penanganan Covid-19. Pertama, Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020
tentang pencegahan dan penanganan Covid-19 di Lingkungan Kemendikbud. Kedua, Surat
Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan. Ketiga,
Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa
Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19) yang antara lain memuat arahan tentang
proses belajar dan mengajar dari rumah (Arifa, 2020).
Sekolah, dimana setiap hari terjadi aktivitas berkumpul dan berinteraksi antara guru dan
siswa dapat menjadi sarana penyebaran Covid-19. Guna melindungi warga sekolah dari
paparan Covid-19, berbagai wilayah menetapkan kebijakan belajar dari rumah. Kebijakan
tersebut mulai dari jenjang prasekolah hingga pendidikan tinggi, baik negeri maupun swasta.
Kebijakan belajar di rumah dilaksanakan dengan tetap melibatkan pendidik dan peserta didik
melalui Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sekarang menjadi pilihan utama karena adanya pandemi
ini. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang pada
pelaksanaannya tidak bertatap muka langsung di kelas namun melalui teknologi informasi
dengan menggunakan fasilitas internet. Salah satu bentuknya adalah metode e-learning. e-
learning merupakan suatu metode belajar berbasis internet. Dengan mengintegrasikan
koneksi internet, diharapkan kegiatan pembelajaran dapat mempermudah interaksi antara
tenaga pengajar dan peserta didik meskipun tidak bertatap muka secara langsung. Sistem
pembelajaran dengan mengintegrasikan koneksi internet dengan proses belajar mengajar
dikenal dengan sistem Online learning atau sistem belajar secara virtual (Bentley, Selassie, &
Shegunshi, 2012).
Online learning sampai saat ini masih dianggap sebagai terobosan atau paradigma baru
dalam kegiatan belajar mengajar dimana dalam proses kegiatan belajar mengajar antara
peserta didik dan tenaga pengajar tidak perlu hadir di ruang kelas. Mereka hanya
mengandalkan koneksi internet serta aplikasi pendukung untuk melakukan proses kegiatan
belajar dan proses tersebut dapat dilakukan dari tempat yang berjauhan. Karena kemudahan
dan kepraktisan sistem belajar virtual atau online learning, tidak heran bila banyak satuan
pendidikan yang menggunakan sistem pembelajaran online. Dengan demikian, pembelajaran
online dapat dilakukan dari manapun dan kapanpun sesuai dengan kesepatakan yang telah
ditentukan antara tenaga pengajar dan peserta didik (Adijaya & Santosa, 2018)
Namun pertanyaannya adalah apakah aktifitas belajar dalam pembelajaran online
memiliki nuansa yang sama atau sekurangnya mendekati dengan aktivitas belajar dalam
pembelajaran secara tatap muka. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Fortune, Spielman, & Pangelinan (2011) ada beberapa masalah yang dihadapi dalam
pembelajaran online antara lain: materi ajar, interaksi belajar dan lingkungan belajar. Materi
ajar yang digunakan dalam pembelajaran online apakah sudah sesuai dengan kebutuhan
peserta didik?. Apakah instruksi-instruksi dalam materi ajar yang digunakan dalam
pembelajaran online mudah dimengerti oleh peserta didik? dan lain sebagainya. Interaksi
belajar juga memegang peranan penting dalam proses belajar-mengajar. Bonk, Magjuka, Liu,
& Lee (2005) menjelaskan bahwa interaksi memiliki peranan penting dalam proses
pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam proses belajar mengajar perlu dibangun hubungan
yang baik antara tenaga pengajar dan peserta didik agar materi yang diajarkan dapat
tersampaikan secara baik. Yang terakhir adalah lingkungan belajar. Lingkungan belajar
memiliki peranan penting dalam membantu peserta didik agar merasa nyaman dan
bersemangat dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti terkait persepsi siswa
terhadap pembelajaran online di masa pandemi pada Sekolah Menengah Atas Negeri Empat
(SMAN 4) Tanjungpinang. Dalam penelitian ini, yang menjadi pertanyaan penelitian adalah
“Apa persepsi siswa terhadap pembelajaran online tersebut?”.

Metode
Metode Likert scale survey digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan menyebar
angket secara daring menggunakan google form kepada 180 siswa yang terdiri dari Kelas IPA
X dan IPA XI di Sekolah Menengah Atas Negeri Empat (SMAN 4) Kota Tanjungpinang.
Metode tersebut digunakan karena menurut Sugiyono (2011) metode skala Likert cocok
digunakan untuk mengeksplorasi persepsi siswa. Metode Likert scale survey adalah metode
penelitian kuantitatif untuk mendapatkan data dari sekelompok orang dengan pendekatan
setuju/tidak setuju, puas/tidak puas, dan sebagainya tentang sikap, opini, tingkah laku,
persepsi atau karakteristik dari orang tersebut. Dalam jenis penelitian ini, peneliti
mengumpulkan data secara kuantitatif, data tersebut berupa kuesioner yang dapat dianalisis
secara statistik untuk menunjukkan trend dari respon yang diberikan oleh populasi sasaran
tentang fenomena yang dibahas (Creswell, 2014, 2016). Data diolah menggunakan aplikasi
SPSS ver.23. Data yang didapat dan diolah dari google form tersebut disajikan dalam bentuk

2
tabel atau diagram untuk mengetahui kecenderungan persepsi peserta didik terhadap
pelaksanaan pembelajaran online selama masa pandemi.

Hasil dan Pembahasan


Per tanggal 17 April 2020, diperkirakan 91,3 % atau sekitar 1,5 miliar siswa di seluruh dunia
tidak dapat bersekolah karena munculnya pandemi Covid-19 (UNESCO, 2020). Dalam jumlah
tersebut termasuk di dalamnya kurang lebih 45 juta siswa di Indonesia atau sekitar 3% dari jumlah
populasi siswa yang terkena dampak secara global (Badan Pusat Statistik, 2020). Meluasnya
penyebaran Covid-19 telah memaksa pemerintah menutup sekolah-sekolah dan mendorong
pembelajaran jarak jauh di rumah. Berbagai inisiatif dilakukan untuk memastikan kegiatan belajar
tetap berlangsung meskipun tidak adanya sesi tatap muka langsung. Teknologi, lebih spesifiknya
internet, ponsel pintar, dan laptop sekarang digunakan secara luas untuk mendukung pembelajaran
jarak jauh. Salah satu penyedia jasa telekomunikasi terbesar di Indonesia mencatat peningkatan arus
broadband sebesar 16% selama krisis Covid-19, yang disebabkan oleh tajamnya peningkatan
penggunaan platform pembelajaran jarak jauh.
Di beberapa daerah, proses pembelajaran dari rumah telah berlangsung sejak 16 Maret 2020
dan diperpanjang dengan mempertimbangkan situasi di masing-masing daerah. Dari sisi sumber daya
manusia, tenaga pengajar maupun peserta didik ada yang memang sudah siap. Tetapi banyak pula
yang terpaksa harus siap menghadapi pembelajaran yang biasanya dilaksanakan secara tatap muka
berubah menjadi sistem belajar jarak jauh secara daring (Arifa, 2020). Bagi sekolah yang telah
terbiasa menggunakan perangkat teknologi dalam kegiatan belajar mengajar tentu tidak banyak
menghadapi kendala. Tetapi tidak demikian bagi sekolah yang belum pernah melaksanakan
pendidikan jarak jauh sebelumnya, terutama di daerah dengan fasilitas yang terbatas baik sisi piranti
maupun jaringan (Purwanto et al., 2020).

Profil Responden
Responden dalam penelitian ini adalah siswa-siswi Sekolah Menengah Atas Negeri 4
Tanjungpinang jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Kelas X dan Kelas XI yang sedang menempuh
pelajaran pada semester II (Genap) Tahun Ajaran 2019/2020. Jumlah responden sebanyak 180 orang.
Adapaun data sebaran demografi responden adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Jenis Kelamin Siswa
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-Laki 83 46.1 46.1 46.1
Perempuan 97 53.9 53.9 100.0
Total 180 100.0 100.0

Responden dalam penelitian ini sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 1 berjumlah 180 siswa
dengan rincian 83 orang siswa atau 46,1% dan 97 orang siswi atau 53,9% dari total keseluruhan.
Tabel 2. Umur Siswa

N Minimum Maximum Mean


Umur 180 15.00 19.00 16.27
Valid N 180

Umur siswa dan siswi sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel.2 dalam penelitian ini rata-rata
adalah 16 tahun. Untuk usia tertinggi adalah 19 tahun dan terendah adalah 15 tahun.
Tabel 3. Kelas
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kelas X 89 49.4 49.4 49.4
Kelas XI 91 50.6 50.6 100.0
Total 180 100.0 100.0

3
Responden dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X dengan jumlah 89 orang atau
49,4% dan kelas XI dengan jumlah 91 orang atau 50,6% dari total seluruh responden yang berjumlah
180 orang.
Tabel 4. Domisili Kecamatan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Bukit Bestari 53 29.4 29.4 29.4
Valid
Tanjungpinang Barat 5 2.8 2.8 32.2
Tanjungpinang Kota 2 1.1 1.1 33.3
Tanjungpinang Timur 120 66.7 66.7 100.0
Total 180 100.0 100.0

Sebaran responden dalam penelitian ini berada dalam wilayah kerja Kota Tanjungpinang yang
terdiri dari 4 wilayah kecamatan yaitu: 53 orang atau 29,4% berada di Kecamatan Bukit Bestari; 5
orang atau 2,8% berada di Kecamatan Tanjungpinang Barat; 2 orang atau 1,1% berada di Kecamatan
Tanjungpinang Kota; dan 120 orang atau 66,7% berada di Kecamatan Tanjungpinang Timur.

Kondisi Pembelajaran Online


Kondisi pembelajaran online adalah situasi yang mendukung siswa dalam melaksanakan
pembelajaran online. Kondisi tersebut dapat berupa media atau alat yang digunakan untuk
pembelajaran online, kendala yang dihadapi saat pelaksanaan pembelajaran online serta aplikasi yang
digunakan saat pelaksanaan pembelajaran online. Adapaun data lengkapnya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 5. Alat Belajar
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Komputer Desktop (PC) 2 1.1 1.1 1.1
Komputer Jinjing (Laptop) 16 8.9 8.9 10.0
Smartphones 162 90.0 90.0 100.0
Total 180 100.0 100.0

Tabel 5 menunjukkan bahwa alat atau device yang digunakan dalam pembelajaran online
paling banyak menggunakan Smartphones atau telepon pintar yaitu 162 orang atau 90% dari total
responden. Hal ini dikarenakan hampir seluruh siswa atau siswi telah memiliki telepon pintar dalam
kesehariannya. Sebanyak 16 orang atau 8,9% menggunakan komputer jinjing atau laptop dan sisanya
sebanyak 2 orang atau 1.1% menggunakan Komputer Desktop (PC)

Tabel 6. Kendala Belajar


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memiliki Perangkat
(Komputer, Laptop, 6 3.3 3.3 3.3
Smartphone)
Tidak Memiliki Kuota
57 31.7 31.7 35.0
Internet
Jaringan Internet Sulit 98 54.4 54.4 89.4
Kondisi Kesehatan 3 1.7 1.7 91.1
Pemadaman Listrik 16 8.9 8.9 100.0
Total 180 100.0 100.0

Pembelajaran dengan sistem online yang dilaksanakan oleh siswa atau siswi tentunya
memiliki beberapa hambatan seperti tidak memiliki alat untuk belajar, keterbatasan kuota yang

4
dimiliki, jaringan yang sulit dan tidak stabil, kondisi kesehatan saat mengikuti pembelajaran online
serta masalah klasik yang sering ditemui yaitu pemadaman listrik berkala.
Dari sekian banyak kendala yang dialami oleh responden, terdapat dua jenis kendala yang
paling banyak dialami selama siswa belajar online, yakni jaringan internet yang sulit sebanyak 98
orang atau 54,4%. Jaringan sulit merupakan hambatan dalam proses pembelajaran dengan sistem
online, karena berkaitan dengan kelancaran proses pembelajaran. Keberadaan responden yang jauh
dari pusat kota atau beberapa kota belum memiliki kualitas provider yang mumpuni tentu menjadi
kendala tersendiri dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan lancar. Hal ini juga ditemui
dalam penelitian yang dilakukan oleh Jamaluddin et al. (2020) terakait pembelajaran daring masa
pandemi covid 19 pada calon guru: hambatan, solusi dan proyeksi.
Hambatan berikutnya yang sering ditemui adalah tidak memiliki kuota atau terbatasnya kuota.
Sebanyak 57 orang atau 31,7% menyatakan bahwa hambatan dalam belajar online adalah tidak
memiliki kuota internet. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian, karena tidak semua peserta didik
memiliki kondisi ekonomi yang mencukupi untuk membeli kuota internet. Dalam hal ini institusi
harus dapat menerapkan langkah strategis seperti halnya menyiapkan aplikasi pembelajaran online
yang rendah kuota. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Jamaluddin et al. (2020) cara yang paling
efektif dalam menekan kuota adalah dengan menyiapkan dan menyediakan aplikasi rendah kuota.
Seperti yang dilakukan oleh UIN Sunan Gunung Djati Bandung dalam menyediakan aplikasi E-
Knows yang tidak memerlukan kuota besar untuk mengaksesnya. Selain itu, terdapat pelayanan
berupa kuota gratis puluhan Giga Byte (GB) dengan cara kerjasama dengan provider untuk
mengakses layanan pendidikan.
Hambatan berikutnya adalah terjadinya pemadaman listrik yang dilakukan oleh PLN
setempat, sebanyak 16 responden atau 8,9% menyatakan bahwa hambatan belajar online adalah
karena pemadaman listrik. Tidak memiliki perangkat dalam menunjang belajar online sebanyak 6
responden atau 3,3% dan sisanya adalah karena kondisi kesehatan sebanyak 3 responden atau 1,7%
dari total keseluruhan.
Tabel 7. Aplikasi Belajar
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Zoom 66 36.7 36.7 36.7
Google Meeting 2 1.1 1.1 37.8
Google Classroom 58 32.2 32.2 70.0
Whatsapp Group 54 30.0 30.0 100.0
Total 180 100.0 100.0

Aplikasi merupakan salah satu tools yang dapat membantu jalannya sistem pembelajaran
online. Dalam penelitian ini, berdasarkan Tabel 7 diatas media yang paling banyak digunakan adalah
aplikasi Zoom Meeting. Hal ini terlihat dari responden yang memilih media belajar online Zoom
sebanyak 66 orang atau 36,7%. Salah satu alasan aplikasi ini banyak digunakan oleh tenaga pengajar
adalah karena aplikasi ini tersedia secara gratis dan memiliki kuota peserta yang cukup representatif.
Disamping itu, banyak kemudahan yang bisa dilakukan, salah satunya adalah sharing bahan ajar
secara langsung dengan peserta didik. Aplikasi berikutnya adalah Google Classroom sebanyak 58
responden atau 32,2%. Aplikasi ini memang sudah cukup familiar dikalangan peserta didik dan tenaga
pengajar. Whatsapp Group menempati posisi ketiga dalam penggunaan aplikasi belajar online yaitu
sebanyak 54 responden atau 30%. Sedangkan aplikasi Google Meeting hanya 2 responden atau 1,1%.
Aplikasi ini memang belum familiar di kalangan tenaga pengajar dan peserta didik.

Dinamika Pembelajaran Online


Pembelajaran online atau pembelajaran virtual dianggap sebagai paradigma baru dalam proses
pembelajaran karena dapat dilakukan dengan cara yang sangat mudah tanpa harus bertatap muka di
suatu ruang kelas dan hanya mengandalkan sebuah aplikasi berbasis koneksi internet maka proses
pembelajaran sudah dapat dilaksanakan. Pembelajaran online adalah sebuah jenis atau proses
pembelajaran yang mangandalkan koneksi internet untuk mengadakan proses pembelajaran (Moore,
Dickson, & Galyen, 2011). Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tenaga pengajar dan

5
peserta didik dapat melakukan pembelajaran hanya dengan mengandalkan koneksi internet dan media
pendukungnya serta tidak perlu ruang kelas untuk melakukan proses pembelajaran. Secara eksplisit
sesungguhnya proses kegiatan dalam pembelajaran online memiliki suatu konsekuensi bahwa segala
aktivitas dapat dilakukan secara lebih mobile dan dinamis. Ini tentu saja sejalan dengan konsep
merdeka belajar yang diamanatkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayan terkait dengan upaya
sekolah dalam menanamkan aspek Life Long Learning Capacity (LLC) sebagai tema sentral Revolusi
Industri Ke-4.
Life Long Learning Capacity (LLC) akan berkembang cepat jika siswa menguasai literasi dan
numerasi dasar (basic literacy and numeracy), salah satu aplikasinya adalah melalui literasi dan
numerasi digital. Kemampuan literasi dan numerasi semakin penting artinya dalam lingkungan digital,
namun sulit dikembangkan dengan pendekatan pembelajaran konten (mata pelajaran). Diperlukan
suatu proses pelatihan terus menerus dengan cara aktif dalam lingkungan digital sehingga mindset
digital melalui aplikasi literasi dan numerasi digital dapat tercapai (UNESCO, 2013).
Namun dalam kenyataannya, pembelajaran online sebagai supporting system dari Life Long
Learning Capacity (LLC) bukan suatu jenis pembelajaran yang tanpa permasalahan dalam prosesnya.
Ada beberapa permasalahan yang biasa muncul dalam pembelajaran online, seperti yang dikatakan
oleh Fortune et al. (2011) bahwa ada tiga hal permasalahan yang biasa muncul dalam pembelajaran
online yaitu: Materi atau mode ajar, Interaksi siswa, dan Suasana belajar.

Dimensi Materi Ajar


Materi ajar memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Materi ajar yang
disajikan harus dapat memenuhi kriteria yang ideal bagi siswa diantaranya: Konten yang sesuai
dengan kebutuhan siswa, materi ajar yang sistematis sehingga memudahkan siswa dalam
mempelajarinya, dan penggunaan kosakata dan gaya penulisan yang jelas sehingga mudah dipahami
oleh siswa.
Tabel 8
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Sangat Tidak Setuju (STS) 8 4.4 4.4 4.4
Valid
Tidak Setuju (TS) 27 15.0 15.0 19.4
Netral (N) 92 51.1 51.1 70.6
Setuju (S) 32 17.8 17.8 88.3
Sangat Setuju (SS) 21 11.7 11.7 100.0
Total 180 100.0 100.0

Berdasarkan Tabel 8 terkait dengan mode belajar yang berhubungan dengan materi ajar atas
respon terhadap pernyataan, “Secara umum, Saya senang dan puas dengan mode pembelajaran
online”. Sebanyak 92 responden atau 51,1% menyatakan netral. 32 responden atau 17,8% menyatakan
setuju,. 27 responden atau 15% menyatakan tidak setuju. 21 responden atau 11,7% menyatakan sangat
setuju dan 8 responden atau 4,4% menyatakan sangat tidak setuju. Dari data yang ditampilkan
tersebut, mayoritas responden menjawab netral terkait mode pembelajaran yang telah dilaksanakan
dalam pembelajaran online. Oleh karena hal tersebut, tenaga pengajar sebaiknya melakukan inovasi
dan variasi dalam pemberian materi ajar sehingga dapat meningkatkan minat peserta didik dalam
mengikuti pembelajaran online.

Tabel 9
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Tidak Setuju (STS) 8 4.4 4.4 4.4
Tidak Setuju (TS) 29 16.1 16.1 20.6
Netral (N) 89 49.4 49.4 70.0
Setuju (S) 33 18.3 18.3 88.3
Sangat Setuju (SS) 21 11.7 11.7 100.0
Total 180 100.0 100.0

6
Berdasarkan Tabel 9 terkait pernyataan: “Saya senang dengan materi pelajaran pada
pembelajaran online dalam berbagai format multimedia dan diskusi online yang efektif dan variatif”.
Sebanyak 89 responden atau 49,4% menyatakan netral. 33 responden atau 18,3% menyatakan setuju.
29 responden atau 16,1% menyatakan tidak setuju. 21 responden atau 11,7% menyatakan sangat
setuju dan 8 responden atau 4,4% menyatakan sangat tidak setuju. Data menunjukkan bahwa
mayoritas jawaban terkait pernyataan diatas menjawab netral. Namun di posisi kedua, responden
menjawab setuju. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa materi telah disampaikan dengan baik
dalam bentuk multimedia dan diskuis online yang efektif dan variatif, akan tetapi guru perlu lebih
meningkatkan lagi kreatifitas dalam penyajian bahan ajar.

Tabel 10
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Tidak Setuju (STS) 2 1.1 1.1 1.1
Tidak Setuju (TS) 17 9.4 9.4 10.6
Netral (N) 74 41.1 41.1 51.7
Setuju (S) 62 34.4 34.4 86.1
Sangat Setuju (SS) 25 13.9 13.9 100.0

Total 180 100.0 100.0

Berdasarkan Tabel 10 terkait pernyataan: “Pembelajaran online ini layak mendapat apresiasi
dan perhatian di kalangan siswa”. Sebanyak 74 responden atau 41,1% menyatakan netral. 62
responden atau 34,4% menyatakan setuju. 25 responden atau 13,9% menyatakan sangat setuju. 14
responden atau 9,4% menyatakan tidak setuju dan 2 responden atau 1,1% menyatakan sangat tidak
setuju. Hal ini mengindikasikan bahwa pembelajaran online layak mendapat apresiasi dan perhatian di
kalangan siswa.
Tabel 11
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Tidak Setuju (STS) 7 3.9 3.9 3.9
Tidak Setuju (TS) 15 8.3 8.3 12.2
Netral (N) 82 45.6 45.6 57.8
Setuju (S) 40 22.2 22.2 80.0
Sangat Setuju (SS) 36 20.0 20.0 100.0
Total 180 100.0 100.0

Berdasarkan Tabel 11 terkait pernyataan: “Saya senang dengan sistem penilaian online untuk
penilaian mata pelajaran saya”. Sebanyak 82 responden atau 45,6% menyatakan netral. 40 responden
atau 22,2% menyatakan setuju. 36 responden atau 20% menyatakan sangat setuju. 15 responden atau
8,3% menyatakan tidak setuju dan 7 responden atau 3,9% menyatakan sangat tidak setuju. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwasannya kecenderungan siswa senang dengan sistem penilaian online
pada saat guru memberikan nilai pada mata pelajaran mereka.
Tabel 12
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Sangat Tidak Setuju (STS) 28 15.6 15.6 15.6
Valid
Tidak Setuju (TS) 41 22.8 22.8 38.3
Netral (N) 82 45.6 45.6 83.9
Setuju (S) 19 10.6 10.6 94.4
Sangat Setuju (SS) 10 5.6 5.6 100.0

Total 180 100.0 100.0

7
Berdasarkan Tabel 12 terkait pernyataan: “Saya kecewa dengan sistem penilaian online untuk
penilaian mata pelajaran saya”. Sebanyak 82 responden atau 45,6% menyatakan netral. 41 responden
atau 22,8% menyatakan tidak setuju. 28 responden atau 15,6% menyatakan sangat tidak setuju. 19
responden atau 10.6% menyatakan setuju dan 10 responden atau 5,6% menyatakan sangat setuju.
Data ini menunjukkan bahwasannya kecenderungan siswa tidak setuju dengan pernyataan bahwa
mereka kecewa dengan sistem penilaian online untuk mata pelajaran yang ditempuh.

Tabel 13
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Tidak Setuju (STS) 3 1.7 1.7 1.7
Tidak Setuju (TS) 20 11.1 11.1 12.8
Netral (N) 57 31.7 31.7 44.4
Setuju (S) 64 35.6 35.6 80.0
Sangat Setuju (SS) 36 20.0 20.0 100.0
Total 180 100.0 100.0

Berdasarkan Tabel 13 terkait pernyataan: “Pembelajaran online mengarahkan siswa untuk dapat
belajar secara mandiri dan kreatif”. Sebanyak 64 responden atau 35,6% menyatakan setuju. 57
responden atau 31,7% menyatakan netral. 36 responden atau 35,6% menyatakan sangat setuju. 20
responden atau 11,1% menyatakan tidak setuju dan 3 responden atau 1,7% menyatakan sangat tidak
setuju. Data ini menunjukkan bahwa siswa memiliki kecenderungan menyetujui bahwasannya
pembelajaran online dapat mengarahkan mereka untuk belajar secara mandiri dan lebih kreatuf.

Dimensi Suasana atau Lingkungan Belajar


Lingkungan belajar berperan sangat penting dalam proses pembelajaran untuk menciptakan
suasana nyaman dan memotivasi siswa dalam belajar sehingga dapat menggapai hasil belajar yang
lebih baik. Lingkungan belajar menjadi salah satu bagian penting dalam membantu siswa memiliki
semangat belajar yang tinggi, oleh karena itu lingkungan belajar harus mampu menciptakan
ketenangan serta memotivasi dalam kegiatan belajar mengajar (Radovan & Makovec, 2015).

Tabel 14
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Sangat Tidak Setuju (STS) 38 21.1 21.1 21.1
Valid
Tidak Setuju (TS) 42 23.3 23.3 44.4
Netral (N) 63 35.0 35.0 79.4
Setuju (S) 11 6.1 6.1 85.6
Sangat Setuju (SS) 26 14.4 14.4 100.0
Total 180 100.0 100.0

Berdasarkan Tabel 14 terkait pernyataan: “Belajar dari rumah lebih bak daripada belajar dari
sekolah”. Sebanyak 63 responden atau 35% menyatakan netral. 42 responden atau 23,3% menyatakan
tidak setuju. 38 responden atau 21,1% menyatakan sangat tidak setuju. 26 responden atau 21,1%
menyatakan sangat setuju dan 11 responden atau 6,1% menyatakan setuju. Dari data tersebut dapat
dilihat bahwa kecenderungan siswa tidak setuju jika dikatakan belajar dari rumah lebih baik dari pada
belajar dari sekolah. Hal ini menarik dikaji, karena tidak semua siswa menikmati proses belajar dari
rumah. Kecenderungan siswa merasa lebih baik berada di dalam kelas sehingga memiliki semangat
yang tinggi dikarenakan lingkungan dan teman-teman dapat memperkuat temuan penelitian diatas
sebagaimana simpulan yang dinyatakan oleh Adijaya & Santosa (2018) bahwa biasanya seseorang
didalam kelas akan memiliki semangat yang lebih baik bila ia memiliki teman-teman yang giat dalam
belajar.

8
Tabel 15
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Tidak Setuju (STS) 9 5.0 5.0 5.0
Tidak Setuju (TS) 11 6.1 6.1 11.1
Netral (N) 41 22.8 22.8 33.9
Setuju (S) 39 21.7 21.7 55.6
Sangat Setuju (SS) 80 44.4 44.4 100.0
Total 180 100.0 100.0

Berdasarkan Tabel 15 terkait pernyataan: “Belajar di dalam kelas secara tatap muka langsung
lebih baik daripada belajar secara virtual atau online”. Sebanyak 80 responden atau 44,4 persen
menyatakan sangat setuju. 41 responden atau 22,8 persen menyatakan netral. 39 responden atau
21,7% menyatakan setuju. 11 responden atau 6,1% menyatakan tidak setuju dan 9 responden atau 5%
menyatakan sangat tidak setuju. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwasannya siswa
sangat setuju jika belajar di dalam kelas secara tatap muka langsung lebih baik daripada belajar secara
virtual atau online. Temuan ini memiliki kontradiksi dengan semangat Life Long Learning Capacity
(LLC) yang lebih mengedepankan belajar mandiri dan kreatif melalui pendekatan teknologi informasi
dan komunikasi.
Tabel 16
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Sangat Tidak Setuju (STS) 9 5.0 5.0 5.0
Valid
Tidak Setuju (TS) 28 15.6 15.6 20.6
Netral (N) 90 50.0 50.0 70.6
Setuju (S) 32 17.8 17.8 88.3
Sangat Setuju (SS) 21 11.7 11.7 100.0
Total 180 100.0 100.0

Berdasarkan Tabel 16 terkait pernyataan: “Saya lebih berani dan percaya diri melalui
pembelajaran secara online”. Sebanyak 90 responden atau 50% menyatakan netral. 32 responden atau
17,8% menyatakan setuju. 28 responden atau 15,6% menyatakan tidak setuju. 21 responden atau
11,7% menyatakan sangat setuju dan 9 responden atau 5% menyatakan sangat tidak setuju. Dari data
yang diperoleh, siswa memiliki kecenderungan netral terkait keberanian dan rasa percaya diri melalui
pembelajaran secara online
Tabel 17
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Sangat Tidak Setuju (STS) 18 10.0 10.0 10.0
Valid
Tidak Setuju (TS) 35 19.4 19.4 29.4
Netral (N) 81 45.0 45.0 74.4
Setuju (S) 23 12.8 12.8 87.2
Sangat Setuju (SS) 23 12.8 12.8 100.0
Total 180 100.0 100.0

Berdasarkan Tabel 17 terkait pernyataan: “Siswa merasa terganggu dengan adanya


pembelajaran online terhadap aktivitas kegiatan lainnya”. Sebanyak 81 responden atau 45%
menyatakan netral. 35 responden atau 19,4% menyatakan tidak setuju. 21 responden atau 12,8%
menyatakan setuju. 21 responden atau 12,8% menyatakan sangat setuju dan 18 responden atau 10%
menyatakan sangat tidak setuju. Dari data tersebut, siswa memiliki kecenderungan netral atas
pernyataan yang menyatakan pemebelajaran online mengganggu aktivitas kegiatan mereka.

9
Tabel 18
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Tidak Setuju (STS) 5 2.8 2.8 2.8
Tidak Setuju (TS) 12 6.7 6.7 9.4
Netral (N) 66 36.7 36.7 46.1
Setuju (S) 59 32.8 32.8 78.9
Sangat Setuju (SS) 38 21.1 21.1 100.0
Total 180 100.0 100.0

Berdasarkan Tabel 18 terkait pernyataan: “Siswa dapat mengatur waktu dan aktivitas dengan
lebih baik dan bermanfaat”. Sebanyak 66 responden atau 36,7% menyatakan netral. 59 responden atau
32,8% menyatakan setuju. 38 responden atau 21,1% menyatakan sangat setuju. 12 responden atau
6,7% menyatakan tidak setuju dan 5 responden atau 2,8% menyatakan sangat tidak setuju.
Berdasarkan data tersebut, siswa memiliki kecenderungan dapat mengatur waktu dan aktivitasnya
dengan lebih baik dan bermanfaat melalui pembelajaran online.

Tabel 19
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Tidak Setuju (STS) 5 2.8 2.8 2.8
Tidak Setuju (TS) 14 7.8 7.8 10.6
Netral (N) 58 32.2 32.2 42.8
Setuju (S) 52 28.9 28.9 71.7
Sangat Setuju (SS) 51 28.3 28.3 100.0
Total 180 100.0 100.0

Berdasarkan Tabel 19 terkait pernyataan: “Saya bersedia mengirim tugas apapun melalui
pembelajaran online sebelum tanggal pengumpulan tugas”. Sebanyak 58 responden atau 32,2%
menyatakan netral. 52 responden atau 28,9% menyatakan setuju. 51 responden atau 28,3%
menyatakan sangat setuju. 14 responden atau 7,8% menyatakan tidak setuju dan 5 responden atau
2,8% menyatakan sangat tidak setuju. Dari data yang diperoleh, siswa memiliki kecenderungan setuju
terkait pengiriman tugas melalui pembelajaran online secara tepat waktu.

Tabel 20
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Sangat Tidak Setuju (STS) 23 12.8 12.8 12.8
Valid
Tidak Setuju (TS) 18 10.0 10.0 22.8
Netral (N) 57 31.7 31.7 54.4
Setuju (S) 50 27.8 27.8 82.2
Sangat Setuju (SS) 32 17.8 17.8 100.0
Total 180 100.0 100.0

Berdasarkan Tabel 20 terkait pernyataan: “Saya memiliki masalah akses internet untuk kelas
pembelajaran online saya”. Sebanyak 57 responden atau 31,7% menyatakan netral. 50 responden atau
27,8% menyatakan setuju. 32 responden atau 17,8% menyatakan sangat setuju. 23 responden atau
12,8% menyatakan sangat tidak setuju dan 18 responden atau 10% menyatakan tidak setuju. Dari data
tersebut, siswa memiliki kecenderungan setuju bahwa ada masalah terkait akses internet dalam
pembelajaran online yang mereka jalani.

10
Tabel 21
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Tidak Setuju (STS) 15 8.3 8.3 8.3
Tidak Setuju (TS) 18 10.0 10.0 18.3
Netral (N) 61 33.9 33.9 52.2
Setuju (S) 43 23.9 23.9 76.1
Sangat Setuju (SS) 43 23.9 23.9 100.0
Total 180 100.0 100.0

Dimensi Interaksi Siswa


Interaksi siswa sangat penting dalam proses pembelajaran baik antara siswa dengan siswa
maupun antara siswa dengan guru untuk membangkitkan semangat belajar, sehingga pada akhirnya
siswa dapat menggapai hasil yang maksimal. Interaksi siswa dengan siswa dan siswa dengan guru
harus selalu dibangun untuk meningkatkan komunikasi dan diskusi tentang setiap kegiatan dalam
proses belajar mengajar (Lin & Lin, 2015).
Sebagai contoh, bila seorang siswa tidak memahami sebuah pertanyaan atau konsep, ia dapat
bertanya kepada guru untuk menjelaskan permasalahan tersebut hingga ia mengerti dan sebaliknya,
bila guru yang menjelaskan tersebut ada permasalahan maka ia dapat bertanya kepada guru lain.
Interaksi tersebut harus tetap terjaga karena dapat membantu mereka mencapai hasil belajar yang
maksimal
Berdasarkan Tabel 21 terkait pernyataan: “Interaksi antara teman-teman lain sulit selama
pembelajaran online”. Sebanyak 61 responden atau 33,9 % menyatakan netral. 43 responden atau
23,9% menyatakan setuju. 43 responden atau 23,9% menyatakan sangat setuju. 18 responden atau
10% menyatakan tidak setuju dan 15 responden atau 8,3% menyatakan sangat tidak setuju, dari data
tersebut, siswa memiliki kecenderungan netral namun kearah menyetujui terkait sulitnya berinteraksi
dengan teman-teman lain saat pembelajaran online.

Tabel 22
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Tidak Setuju (STS) 7 3.9 3.9 3.9
Tidak Setuju (TS) 20 11.1 11.1 15.0
Netral (N) 80 44.4 44.4 59.4
Setuju (S) 46 25.6 25.6 85.0
Sangat Setuju (SS) 27 15.0 15.0 100.0
Total 180 100.0 100.0

Berdasarkan Tabel 22 terkait pernyataan: “Guru selalu menjawab pertanyaan saya secara jelas
dan tepat saat pembelajaran online”. Sebanyak 80 responden atau 44,4% menyatakan netral. 46
responden atau 25,6% menyatakan setuju. 27 responden atau 15% menyatakan sangat setuju. 20
responden atau 11,1% menyatakan tidak setuju dan 7 responden atau 3,9% menyatakan sangat tidak
setuju. Dari data tersebut, kecenderungan siswa menyatakan netral kearah setuju terkait jawaban
pertanyaan yang dijawab secara jelas dan tepat oleh guru dapat membantu siswa dalam belajar.

Tabel 23
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Tidak Setuju (STS) 2 1.1 1.1 1.1
Tidak Setuju (TS) 7 3.9 3.9 5.0
Netral (N) 73 40.6 40.6 45.6
Setuju (S) 44 24.4 24.4 70.0
Sangat Setuju (SS) 54 30.0 30.0 100.0
Total 180 100.0 100.0

11
Berdasarkan Tabel 23 terkait pernyataan: “Saya berpartisipasi aktif dalam diskusi pembelajaran
online”. Sebanyak 73 responden atau 40,6% menyatakan netral. 54 responden atau 30% menyatakan
sangat setuju. 44 responden atau 24,4% menyatakan setuju. 7 responden atau 3,9% menyatakan tidak
setuju dan 2 responden atau 1,1% menyatakan sangat tidak setuju. Dari data yang diperoleh, siswa
memiliki kecenderungan aktif dalam diskusi pembelajaran secara online.

Tabel 24
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Tidak Setuju (STS) 7 3.9 3.9 3.9
Tidak Setuju (TS) 6 3.3 3.3 7.2
Netral (N) 61 33.9 33.9 41.1
Setuju (S) 61 33.9 33.9 75.0
Sangat Setuju (SS) 45 25.0 25.0 100.0
Total 180 100.0 100.0

Berdasarkan Tabel 24 terkait pernyataan: “Pembelajaran online membantu saya


mengembangkan keterampilan dan pengetahuan tentang Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK)”. Sebanyak 61 responden atau 33,9% menyatakan netral. 61 responden atau 33,9% menyatakan
setuju. 45 responden atau 25% menyatakan sangat setuju. 7 responden atau 3,9% menyatakan sangat
tidak setuju dan 6 responden atau 3,3% menyatakan tidak setuju. Dari data tersebut diketahui
bahwasannya siswa memiliki kecenderungan setuju terkait pernyataan bahwa pembelajaran online
dapat meningkatkan keterampilam dan pengetahuan siswa tentang Teknologi Informasi dan
Komunikasi.
Tabel 25
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Tidak Setuju (STS) 7 3.9 3.9 3.9
Tidak Setuju (TS) 9 5.0 5.0 8.9
Netral (N) 67 37.2 37.2 46.1
Setuju (S) 57 31.7 31.7 77.8
Sangat Setuju (SS) 40 22.2 22.2 100.0
Total 180 100.0 100.0

Berdasarkan Tabel 25 terkait pernyataan: “Saya dapat memperoleh manfaat dan pengetahuan
secara luas dengan mode pembelajaran berbasis online”. Sebanyak 67 responden atau 37,2%
menyatakan netral. 57 responden atau 31,7% menyatakan setuju. 40 responden atau 22,2%
menyatakan sangat setuju. 9 responden atau 5% menyatakan tidak setuju dan 7 responden atau 3,9%
menyatakan sangat tidak setuju. Berdasarkan data tersebut, siswa memiliki kecenderungan setuju
bahwasannya belajar online dapat memberikan manfaat dan pengetahuan secara luas.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan, secara umum siswa memiliki
kecenderungan positif terhadap pelaksanaan pembelajaran secara online. Hal ini terlihat dari temuan
yang telah dibahas bahwasannya siswa dapat beradaptasi dan menyesuaikan dengan segala dimensi
yang terdapat dalam proses pembelajaran online. Meskipun secara statistik dapat dilihat
kecenderungan siswa menanggapi bahwa aktivitas belajar dari sekolah lebih baik dari pada belajar
secara online dari rumah. Menurut hemat penulis, kedua aktivitas tersebut sejatinya dibutuhkan oleh
siswa dalam menumbuhkan aspek kognitif dan aspek meta kognitif. Dengan belajar disekolah, siswa
dapat berinteraksi dan bersosialiasi dengan teman-temannya dan tentu saja ini dapat menumbuhkan
semangat solidaritas dan kesetiakawanan serta menumbuhkan persuadaran, namun, di sisi lain, siswa
yang paham dan melek teknologi serta familiar dengan aktivitas literasi dan numerasi berbasis
teknologi informasi tidak dapat di elakkan. Perpaduan dari keduanya akan menjadikan siswa memiliki
kemampuan yang holistik sehingga dapat menjadi teladan dan harapan bagi generasi hadapan.

12
Solusi yang dapat dijadikan acuan dalam menanggapi berbagai hambatan sebagai upaya
peningkatan belajar dari rumah adalah dengan cara mewujudkan pendidikan bermakna yang tidak
hanya fokus pada capaian aspek akademik dan kognitif. Salah satu caranya adalah dengan mengikuti
arahan dalam Surat Edaran Mendikbud No.4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan dalam Masa
Darurat Penyebaran Coronavirus Desease (Covid-19). Poin 2 surat edaran tersebut menjelaskan
proses belajar dari rumah dilaksanakan dengan ketentuan: Pertama, dilaksanakan untuk memberikan
pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tututan menuntaskan seluruh capaian
kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan. Kedua, difokuskan pada pendidikan kecakapan
hidup, antara lain mengenai pandemi Covid-19. Ketiga, aktivitas dan tugas pembelajaran dapat
bervariasi antarsiswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk mempertimbangkan
kesenjangan akses/fasilitas belajar di rumah. Keempat, bukti atau produk aktivitas belajar dari rumah
diberi umpan balik yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru, tanpa diharuskan memberi
skor/nilai secara kuantitatif.
Sebagai wujud peningkatan kualitas pendidikan online secara berkelanjutan. Ada beberapa hal
yang harus diupayakan, antara lain: Pertama, lembaga pendidikan harus mulai meningkatkan sarana
dan prasarana pendukung pembelajaran daring seperti infrastruktur, Learning Management System
(LMS), dan repository yang memadai. Kedua, peningkatan kapasitas pendidik yang mendukung
pelaksanaan pembelajaran online. Ketiga, perluasan dukungan platform teknologi untuk kegiatan
pembelajaran diharapkan dapat terus berlanjut hingga setelah masa darurat Covid-19 telah berakhir.
Berbagai upaya dan peningkatan wawasan terkait pelaksanaan pembelajaran online harus
berkesinambungan guna menghadapi semakin pesatnya arus teknologi informasi dan komunikasi
sebagai syarat dalam menumbuhkan aktivitas Life Long Learning Capacity (LLC). Selain itu
pembentukan generasi yang rabbani dalam mencapai kehidupan masyarakat yang madanni menjadi
benteng dalam menghalau arus globalisasi dan westernisasi, sehingga bangsa Indonesia akan memiliki
generasi yang tangguh dan bermanfaat untuk kemaslahatan ummat (Briando & Embi, 2020).

Simpulan
Proses belajar dari rumah melalui pembelajaran online yang merupakan manifestasi dari
program pendidikan jarak jauh walapun belum dapat dikatakan ideal telah memberikan dampak yang
cukup relevan terhadap pentingnya penguasan dan penggunaan teknologi informasi dalam dunia
pendidikan. Meskipun disadari bahwa tantangan pembelajaran online lebih bersifat teknis seperti
terkait bahan ajar, kondisi lingkungan dan interaksi dalam proses pembelajaran. Namun disisi lain
kemampuan menumbuhkan pembelajaran yang bermakna menjadi suatu hal yang urgent untuk
dipenuhi. Terpenuhi seluruh aspek yang dapat mendukung dan membentuk siswa yang ideal tentu
sudah menjadi keharusan dan kewajiban bagi kita semua dalam menghadapi semakin kuatnya arus
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Akhirnya semua itu akan bermuara pada
terbentuknya Long Life Learning Capicity yaitu generasi masa depan yang memiliki kemampuan
literasi dan numerasi juga memiliki kesadaran menjadi generasi rabbani.

Daftar Rujukan
Adijaya, N., & Santosa, L. P. (2018). Persepsi Mahasiswa dalam Pembelajaran Online.
Wanastra Jurnal, 10(2), 105–110. https://doi.org/2579-3438
Arifa, F. N. (2020). Tantangan Pelaksanaan Kebijakan Belajar Dari Rumah Dalam Masa
Darurat Covid-19. Info Singkat;Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual Dan Strategis,
XII(7/I), 6. Retrieved from http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info Singkat-
XII-7-I-P3DI-April-2020-1953.pdf
Bentley, Y., Selassie, H., & Shegunshi, A. (2012). Design and Evaluation of Student-Focused
eLearning. Electronic Journal of E-Learning, 10(1), 1–2.
Bonk, S. ., Magjuka, C. ., Liu, R. ., & Lee, S. (2005). The Importance of Interaction in Web
Based Education: A Program Level Case Study of Online MBA Courses. Journal of
Interactive Online Learning, 4(1), 1–19.
Briando, B., & Embi, M. A. (2020). Work Ethic Principles of State Civil Apparatus in The
Ministry of Law and Human Rights of The Republic of Indonesia. International Journal

13
of Advanced Science and Technology, 29(7 Special Issue), 2770–2782.
Creswell, J. W. (2014). Research Design : Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches (4th ed.). United States of America: SAGE Publication.
Creswell, J. W. (2016). Reserach Design. California: SAGE Publication.
Fortune, M. ., Spielman, M., & Pangelinan, D. . (2011). Student;s Perception of Online or
Face to face Learning and Social Media in Hospitality, Recreation and Tourism.
MERLOT Journal of Online Learning and Teaching, 7(1), 1–16.
Jamaluddin, D., Ratnasih, T., Gunawan, H., & Paujiah, E. (2020). Pembelajaran Daring Masa
Pandemik Covid-19 Pada Calon Guru : Hambatan, Solusi dan Proyeksi. Karya Tulis
Ilmiah UIN Sunan Gunung Djjati Bandung, pp. 1–10. Retrieved from
http://digilib.uinsgd.ac.id/30518/
Lin, E., & Lin, C. . (2015). The Effect of Teacher-Student Interaction on Students Learning
Achievement in Online Tutoring Environment. International Journal of Technical
Research and Application, 22(22), 19–22.
Moore, J. ., Dickson, D. ., & Galyen, K. (2011). E-Learning, Online learning, and Distance
Learning Environemnet: Are They The Same? Internet and Higher Education, 14(2),
129–135.
Purwanto, A., Pramono, R., Asbari, M., Santoso, P. B., Mayesti, L., Wijayanti, Putri, R. S.
(2020). Studi Eksploratif Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Proses Pembelajaran
Online di Sekolah Dasar. EduPsyCouns:Journal of Education, Psychology and
Counseling, 2(1), 1–12.
Radovan, M., & Makovec, D. (2015). Adult Learners Learning Environment Perceptions and
Satisfaction in Formal Education: Case Study of Four East-European Countries.
International Education Studies, 8(2), 101–112.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif/Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.

14

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai