Anda di halaman 1dari 2

BOLEHKAH KOMISI PENYIARAN MENGAWASI KONTEN DIGITAL

Oleh : Dhenindra Bagaskara


Pleton 12
PENDAHULUAN
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), adalah lembaga yang bertugas sebagai
pengawas siaran public di Indonesia. Beberapa tahun terakhir KPI menuai
berbagai macam kriitikan dari para penikmat siaran terutama televisi karena KPI
dianggap terlalu berlebihan dalam memberikan sensor dalam tayangan televise,
terlebih lagi yang akhir-akhir ini tengah hangat diperbincangkan masalah KPI
yang menegur tindakan kekerasan dalam kartun “Spongebob” dan sekarang ada
sebuah wacana bahwa Komisi Penyiaran Indonesia akan memperluas pengawasan
ke ranah media baru seperti Netflik, Youtube, Facebook, dan hal tersebut menuai
kontoversi dan pertentangan dari penikmat konten digital.
KPI beralasan pengawasan konten yang berada di media digital bertujuan
agar konten layak tonton serta memiliki nilai edukasi, serta menjauhkan
masyarakat dari konten berkualitas rendah. Sejumlah masyarakat menolak wacana
Komisi Penyiaran Indonesia yang hendak mengawasi konten media digital,
mengingat banyak siaran di televise yang disensor berlebihan membuat wacana
perluasan pengawasan ini menjadi momok bagi penonton maupun para konten
kreator. Pada laman petisi online Change.org, sekitar 70 ribu warganet (data per
15 Agustus 2019) telah menandatangani petisi menolak masuknya KPI ke ranah
media baru.
Lalu, patut dan layak kah KPI melakukan ekspansi pengawasan di luar
media konvensional?

PEMBAHASAN
Pertentangan yang terjadi di ranah public mengenai rencana KPI ini
diperkuat oleh mandate bahwa KPI hanya bertugas mengawasi penyiaran yang
menggunakan frekuensi public. Mandate ini tercantum dalam Undang-undang
penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang merupakan dasar utama pembentukan
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Maksud dari frekuensi public adalah spectrum frekuensi radio yang
merupakan gelombang elektromaknetik dan digunakan untuk penyiaran.
Frekuensi radio ini merupakan sumber daya alam terbatas dan merupakan
kekayaan nasional. Oleh karena itu sudah sepantasnya frekuensi public di awasi
dan dilindungi oleh negara.
Menurut Wisnu Prasetya, seorang pengamat media, mengatakan bahwa
pengawasan konten media digital bukan ranah hak dari KPI melainkan dari
KOMINFO, sedangkan dari pihak platform digital seperti Netflik, Youtube, dan
sebagainya juga sudah menetapkan aturan bagi konten yang di unggah ke media
tersebut. “Ibarat lapangan sepakbola adalah ranahnya KPI, tetapi kemudia KPI
mau melompat pagar ke lapangan tenis”, begitulas ungkapan dari Wisnu Prasetya.
Dan menurut diri pribadi, KPI sebenarnya juga punya hak untuk mengawsi media
digital, akan tetapi mereka tidak berhak mengatur dan melarang berbagai konten
di media digital karena itu bukan hak mereka. Membatasi sebuah konten dengan
memberikan berbagai aturan ketat, itu sama saja membatasi seorang konten
kreator dalam berkarya dan menyuarakan pendapatnya, sedangkan dari pihak
penikmat konten media digital kami seperti tidak mendapat hak katas apa yang
ingin kita saksikan. Mereka melarang berbagai konten dengan dalih konten tidak
pantas, kurang mengedukasi, dan sebagainya padahal mereka justru membatasi
sebuah informasi, saya jadi teringat tentang masa Orde Baru yang katanya mereka
membatasi para seniman dalam menyuarakn aspirasinya.
Sebenarnya sah saja mereka mengawasi dan melindungi para anak-anak
dari konten-konten negative, tetapi hal tersebut merupakan wewenang dari
KOMINFO dan juga peran dari orang tua, karena sekarang orang tua dapat
memberikan pengaturan kepada akun Youtube dan Neflik anaknya mengenai
batasan usia anak dalam menonton sebuah konten, dan jika sudah diaktifkan
pengaturan tersebut, bagaimanapun anak mau mengakses konten tersebut tetap
tidak akan bisa, di sinilah peran orang tua dalam pengawasan anak menjadi
penting. Dari pihak platform Youtube sendiri juga sudah ada pelarangan terkait
konten negative ataupun plagiasi, sehingga tidak ada pembatasan konten yang
berlebihan bagi para konten kreator.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulanya adalah KPI boleh mengawasi konten media digital ataupun
media penyiaran, akan tetapi tidak memiliki hak untuk mengatur dalam hal jenis
konten dalam media digital, karena para konten kreator berhak berkarya dan
mengapresiasikan pendapatnya, sedangkan para penikmat konten digital juga
berhak memiliki akses terhadap jenis konten dan informasi sesuai dengan batasan
usia dan pengawasan orang tua.
Saranya adalah, KPI menuntaskan dulu problematika dalam dunia
penyiaran Indonesia, hal-hal apa saja yang masih menjadi masalah, termasuk
memperbaharui peraturan mengenai penyiaran, sehingga KPI tidak terkesan
terlalu mengekang dalam konten penyiaran.

DAFTAR PUSTAKA
Annas, Faris Budiman. KPI, Netflik, dan Polemik Pengawasan Media Baru.
https://m.cnnindonesia.cpm/hiburan/20190818221103-221-422520/kpi-netflix-
dan-polemik-pengawasan-media-baru. Diakses tanggal 21 September 2019
Banting Tulang. Jika KPI Awasi Konten Digital ft. Wisnu Prasetya.

Anda mungkin juga menyukai