Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTARPuji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke

hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-


Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga modulini dapat
diselesaikan. Terima kasih juga kami ucapkan kepada tim
penyusunyang telah berkontribusi dengan memberikan ide, saran dan
tulisannya.Kami berharap semoga modulini bisa menambah
pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami
memahami bahwa modulini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun agarselanjutnya kami menyusun yang lebih baik lagi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena
biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian
(Hutapea, 2005).  Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita (Constantinides 1994).

Kondisi kesehatan fisik dan mental pada orang lansia biasanya mulai menurun. Beberapa
perubahan fisik yang diasosiasikan dengan penuaan dapat terlihat jelas oleh seseorang pengamat
biasa meskipun mereka berdampak pada beberapa lansia lebih dari yang lain.

Saat ini, jumlah masyarakat Indonesia hampir sekitar 250 juta dan komposisi masyarakatnya
juga sangat beragam. Dan Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki komposisi
masyarakat yang disebut “Triple Burden”, dimana jumlah kelahiran bayi yang masih tinggi,
masih dominannya penduduk muda, dan jumlah lansia yang terus meningkat. Seiring
meningkatnya jumlah lansia, berbagai macam gangguan kesehatan juga dapat dialami para
lansia. Oleh karena itu dibutuhkan pelayanan kesehatan yang mampu mengatasi permasalahn
lansia, diantaranya dengan tindakan keperawatan.
Keperawatan gerontik adalah ilmu yang membahas fenomena biologis, psiko dan sosial
serta dampaknya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia dengan penekanan pada upaya
prevensi dan promosi kesehatan sehingga tercapai status kesehatan yang optimal bagi lanjut usia.
Aplikasi secara praktis Keperawatan gerontik adalah dengan menggunakan proses keperawatan
(pengkajian, diagnosa keperawatan,perencanaan, implementasi dan evaluasi).

1.2.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
a.     Untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah keperawatan gerontik.
b.    Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan dasar bagi lansia.
c.     Untuk mengetahui pendekatan keperawatan lansia.
d.    Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan pada lansia.

b.pengkajian musculoskeletal
Seseorang yang telah lanjut usia atau lansia rentan untuk mengalami gangguan kesehatan. Hal
tersebut disebabkan anggota tubuhnya yang sudah menua dan sistem kekebalan tubuh semakin
lemah. Salah satu kelainan yang terjadi menyerang lansia adalah gangguan muskuloskeletal. 

Gangguan muskuloskeletal adalah jenis penyakit degeneratif yang berisiko terhadap lansia. Hal
ini dapat membuat jaringan tubuh rusak seiring berjalannya waktu.

Kelainan yang menyerang muskuloskeletal menyerang sistem alat gerak tubuh, seperti otot,
tulang, sendi, dan jaringan ikat seperti tendon dan ligamen. Gangguan ini menyebabkan kondisi
jangka pendek, seperti patah tulang dan terkilir. Pada kondisi panjangnya adalah cacat pada
tubuh.

Hal ini ditandai perasaan nyeri dan keterbatasan pada mobilitas dan fungsional, sehingga
mengurangi kemampuan seseorang untuk beraktivitas. Kondisi yang umum terjadi pada lansia
adalah nyeri pada punggung dan leher. Pada tahap yang parah dapat terjadi kerapuhan tulang,
cedera, dan peradangan sistemik.

Gangguan muskuloskeletal berbanding lurus dengan usia. Jaringan-jaringan akan mengalami


peningkatan kerapuhan pada tulang, hilangnya ketahanan tulang rawan, menurunnya elastisitas
ligamen, kekuatan otot yang melemah, dan penyebaran lemak yang mengurangi kemampuan
jaringan untuk menjalankan fungsinya.

Karena beberapa hal tersebut, lansia rentan terhadap gangguan muskuloskeletal. Selain itu,
gangguan ini juga dapat disebabkan faktor pekerjaan, yang membuat seseorang melakukan hal
berulang kali sehingga beberapa bagian tubuh selalu digerakkan dan mengalami gangguan.

Faktor risiko lainnya saat seseorang mengalami gangguan ini adalah aktivitas yang berlebihan
sehingga penggunaan otot melewati batas. Selain itu, gaya hidup tertentu, seperti pada atlet juga
berisiko terhadap gangguan yang menyerang sistem alat gerak pada tubuhmu.

Cara Diagnosis Gangguan Muskuloskeletal

Rencana perawatan seseorang dapat berbeda-beda tergantung dari penyebab dan gejala yang
ditimbulkan. Maka dari itu, penting untuk mendapatkan diagnosis yang akurat. Untuk
mendiagnosis gangguan pada sistem alat gerak, ini pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan,
seperti:

 Rasa sakit pada beberapa bagian tubuh;


 Timbul kemerahan;
 Mengalami bengkak;
 Otot-otot yang melemah;
 dan atrofi otot.
Selain itu, dokter juga melakukan pengujian pada refleks tubuh pengidapnya. Refleks yang tidak
biasa mengindikasikan terjadinya kerusakan saraf pada tubuh. Dokter juga melakukan tes
pencitraan, seperti sinar X atau pemindaian dengan MRI. Hal ini dilakukan untuk memeriksa
tulang dan jaringan lunak.

Cara Mencegah Gangguan Muskuloskeletal

Kelainan ini memiliki beberapa faktor risiko yang mirip dengan penyakit tidak menular lainnya,
seperti aktivitas fisik yang sedikit, obesitas, merokok, dan mengalami gizi buruk. Dengan
mengurangi atau menghentikan hal-hal tersebut, kamu bisa mencegah terjadinya gangguan pada
sistem alat gerak di tubuh.

Selain itu, merawat beberapa kondisi muskuloskeletal umumnya membutuhkan perawatan dari
spesialis dan/atau ahli bedah. Kondisi ini umumnya dikelola dengan mengubah kebiasaan sehari-
hari kamu, seperti berolahraga, menurunkan berat badan menjadi ideal, dan melakukan terapi
psikologis.

c.pengkajian sistem neurologi

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM SYARAF


Sistem persarafan terdiri dari otak medula spinalis dan saraf perifer struktur-struktur ini
bertanggung jawab untuk control dan koordinasi aktivitasi sel tubuh melalui inpuls-inpuls
elektrik.
1.      OTAK
Otak dibagi menjadi tiga bagian besar : serebrum, batang otak dan serebelum. Semua
berada dalam satu bagian struktur tulang yang disebut tengkorak, yang juga melindungi otak dari
cedera. Otak manusia mencapai 2% dari keseluruhan berat tubuh, mengkonsumsi 25% oksigen,
dan menerima 1,5% curah jantung. Empat tulang yang berhubungan membentuk tulang
tengkorak : tulang frontal, parietal, temporal dan oksipital. Pada dasar tengkorak terdiri dari 3
bagian fossa-fossa. Bagian fossa anterior berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer. Bagian
tengah fossa berisi lobus parietal, temporal dan oksipital dan bagian fossa posterior berisi batang
otak dan medulla.

2.      MENINGEN
Meningen atau lapisan pelindung otak terdiri dari plameter, lapisan arahmoid dan dura
meter.
a.       Pia Meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat erat pada otak lapisan ini
mengandung banyak pembuluh darah untuk mensuplai jaringan otak.
b.      Lapisan araknoid (tengah) terletak dibagian eksternal pia meter dan mengandung sedikit
pembuluh darah.
1)      Ruang subaraktoid memisahkan laposan araknoid dari piameter dan mengandung cairan
serebrospinal. Pembuluh darah, serta jaringan penghubung seperti selaput yang mempertahankan
posisi araknoid, serta jaringan penghubung seperti selaput yang mempertahankan posisi araknoid
terhadap piamater di bawahnya.
2)      Berkas kecil jaringan araknoid, viliaraknoid, menonjol ke dalam sinus vena (dural) durameter.
c.       Duramater lapisan terluar, adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua lapisan
1)      Lapisan periosteal luas pada dura mater melekat di permukaan dalam kranium dan berperan
sebagai periosteum dalam pada tulang tengkorak.
2)      Lapisan meningeal dalam pada dura mater tertanam sampai ke dalam fisura otak dan terlipat
kembali ke arahnya untuk membentuk bagian falks serebrum, falks serebrum, tentorium
serebrum dan sela diafragma.
3)      Ruang subdural memisahkan dura mater dari araknoid pada regia krarial dan medula spinalis.
4)      Ruangepidural adalah ruang potensial antara periorteal luar dan lapisan meningeal dalam pada
dura mater di regia medula spinalis.
3.      SEREBRUM
Serebrum terdiri dari 2 hemisfer dan 4 lobus subtansia grisea terdapat pada bagian luar
dinding serebrum dan substansia alba menutupi dinding serebrum bagian dalam.Sebagian besar
hemisfer serebri berisi jaringan sistem saraf pusat (SSP) Keempat Lobus serebrum adalah :
a.       Frontal – Lobus terbesar : terletak pada fossa anterior. Area ini mengontrol perilaku individu,
membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
b.      Parietal – Lobus sensori. Area ini menginterprestasikan sensasi. Sensasi rasa yang tidak
berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak
bagian tubuhnya.
c.       Temporal – Berfungsi menginterprestasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran, ingatan jangka
pendek sangat berhubungan dengan daerah ini.
d.      Oksipital – Terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini bertanggung jawab
menginterprestasikan penglihatan.

4.      DIENSEFALON
a.       Talamus terdapat pada sisi inferior thalamus dan membentuk dasar serta bagian bawah sisi
dinding ventrikel ketiga. Hipotalamus berfungsi dalam :
1)      Pengendali aktifitas SSO seperti pengetahuan frekuensi jantung, TD, suhu tubuh.
2)      Pusat otak untuk emosi seperti kesenangan, nyeri, gembira, marah
3)      Memproduksi hormone.
b.      Kelenjar hipofisis dianggap sebagai master kelenjar karena sejulah hormone-normon dan
funbgsinya diatur oleh kelenjar ini. Dengan hormone ini dapat mengontrol fungsi ginjal,pancreas
dan organ-organ reproduksi, tiroid, korteks adrenal dan organ lain.

5.      BATANG OTAK


Terletak pada fossa anterior dan terdiri dari otak tengah, pons dan medulla oblongata.
Otak tengah menghubungkan pons dan serebelum dengan hemisfer serebrum. Bagian ini berisi
jalur dan motorik dan sebagai pusat refleks pendegaran dan penglihatan. Pons terletak di depan
serebelum antara otak tengah dan medulla dan meerupakan jembatan antara dua bagian
serebelum, dan juga antara medulla dan serebrum. Pons berisi jaras sensorik dan motorik.
Medulla oblongata meneruskan serabut-serabut motorik dari otak ke medulla spinalis dan
serabut-serabut motorik dari otak ke medulla spinalis dan serabut sensorik tersebut menyilang
pada daerah ini.

6.      SEREBELUM
Terletak di sisi inferior pons dan merupakan bagian terbesar kedua dari otak terdiri dari
bagian sentral terkonstriksi, vermis, dan dua massa lateral, hemisfer serebelar. Serebelum
bertanggung jawab untuk mengkoordinasi dan mengendalikan ketepatan gerakan otot dengan
baik. Bagian ini memastikan bahwa gerakan yang diletuskan di suatu tempat di SSP berlangsung
dengan halus bukannya mendadak dan tidak terkoordinasi. Serebelum juga berfungsi untuk
mempertahankan postur. Bagian ini membantu mempertahankan ekuilibrium tubuh. Informasi
sensorik dari telinga dalam dibawa ke lobus serebelum.

7.      MEDULA SPINALIS


Korda jaringan otak yang terbungkus dalam kolumna vertebrata yang memanjang dari
medulla batang otak sampai ke area vertebrata lumbal pertama disebut medulla spinalis.
Berfungsi mengendalikan berbagai aktifitas refleks dalam tubuh. Dan menstransmisi impuls ke
dan dari otak melalui traktus asenden dan desenden.
Saraf-saraf spinal. Medulla spinalis tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen servikal, 12
torakal, 5 lumbal, 5 sakral dan 5 segmen koksigius. Medulla spinalis mempunyai 31 pasang saraf
spinal.
Traktur spinalis adalah substansi putih korda yang terdiri dari akson termielinisasi, dibagi
menjadi funikulus anterior, posterior dan leteral. Dalam funikulus, atau traktus.
a.       Traktus sensorik atau asenden membawa informasi dari tubuh ke otak.
1)      Fasikulus grasilis dan fasikulus kuneatus.
Fungsi : menyampaikan informasi mengenai sentuhan, tekanan, vibrasi, posisi tubuh, dan
gerakan sendi dari kulit, persendian, dan tendon otot.
2)      Traktus spinoserebelar ventral (anterior)
Fungsi : membawa informasi mengenai propriosepsi bawah sadar (kesadaran akan posisi tubuh,
keseimbangan, dan arah gerakan).
3)      Traktus spinoserebelar dossal (posterior)
Fungsi : membawa informasi mengenai propriosepsi bawah sadar (kesadaran akan posisi tubuh,
keseimbangan, dan arah gerakan).
4)      Traktus spinotalamik ventral (anterior)
Fungsi : membawa informasi mengenai sentuhan, suhu dan nyeri.
b.      Traktus Motorik (desenden), membawa impuls motorik dari otak ke medulla spinalis dan saraf
spinal menuju tubuh.
1)      Traktus kortikospinal lateral (piromidal)
Fungsi : menghantar impuls untuk koordinasi dan ketepatan gerakan volunteer.
2)      Traktus kortikospinal (piromidal) ventral (anterior)
Fungsi : menghantar impuls untuk koordinasi dam ketepatan gerakan volunteer.
3)      Traktus ekstrapiramidal. Serabut dalam sistem ini berasal dari pusat lain; misalnya nuclei
motorik dalam korteks serebral dan area subkortikal di otak.

8.      SISTEM SARAF PERIFER


a.       Saraf Kranial
1)      Saraf Olfaktori ( CN I )
2)      Saraf Optik ( CN II )
3)      Saraf Okulomotor ( CN III)
4)      Saraf Troklear € CN IV )
5)      Saraf Trigeminal ( CN V)
6)      Saraf Abdusen ( CN VI )
7)      Saraf Fasial ( CN VII )
8)      Saraf Vestikbulokoklear ( CN VIII )
9)      Saraf Glosafaringeal ( CN IX)
10)  Saraf Vagus ( CN X)
11)  Saraf Aksesori Spinal ( CN XI )
12)  Saraf Hipoglosal ( CN XII )
b.      Saraf Spinal
1)      Saraf Servikal (8 pasang), C1 sampai C8
2)      Saraf Toraks (12 pasang), T1 sampai T12
3)      Saraf Lumbal (5 pasang), L1 sampai L5
4)      Saraf Sacral (5 pasang), S1 sampai S5
5)      Saraf Koksiks (satu pasang).

C.    PEMERIKSAAN NEUROLOGIK


Pemeriksaan neurologik dibagi menjadi 5 komponen, yaitu : fungsi serebral, saraf-saraf
kronial, sistem motorik, sistem sensorik dan status refleks.
1.      FUNGSI SEREBRAL
Serebral yang tidak normal dapat menyebabkan ganguan pada komunikasi, fungsi
intelektual, dan dalam pola tingkah laku emosional.
a.       Status Mental
Dengan melakukan pengkajian terhadap penampilan pasien dan tingkah lakunya, dengan melihat
tata berpakaian pasien, kerapihan, kebersihan diri, postur, sikap, gerakan tubuh, ekspresi wajah,
aktifitas motorik, gaya bicara dan tingkat kesadaran.
b.      Fungsi Intelektual
Pengkaji menentukan apakah pasien diorientasikan pada waktu, tempat dan orang. Apakah
pasien mengetahui hari apa hari ini? Apakah pasien mengetahui siapa yang mengkaji dan apa
tujuan ia berada di ruangan?
Orang yang mempunyai IQ rata-rata mampu mengulang tujuh angka tanpa terputus-putus dan
mampu untuk mengatakan kembali 5 angka ke belakang.
c.       Daya Pikir
Mengkaji kemampuan berpikir klien sangat penting selama melaksanakan kegiatan wawancara.
Apakah pikiran klien bersifat spontan, alamiah, jernih, relevan dan masuk akal ? Apakah klien
mempunyai kesulitan berpikir.
d.      Status Emosional
Apakah tingkah laku klien datar, pemarah, cemas, apatis ? Apakah alam perasaannya berubah-
ubah secara normal atau iramanya tidak dapat diduga dari gembira sedih selama wawancara ?
e.       Persepsi
Agnosia adalah ketidakmampuan menginteprestasikan atau mengenal benda yang dilihat dengan
menggunakan perasaan yang special.
f.       Kemampuan Motorik
Pengkajian terhadap integrasi motor kortikal dapat terlihat jelas dengan memerintahkan klien
untuk melakukan aktifitas yang berhubungan dengan keterampilan.

2.      GLASGOW COMA SCALE


Penilaian Respon Skor
Mata Spontan 4
Dengan perintah 3
Dengan nyeri 2
Tidak berespon 1
Motorik Dengan perintah 6
Melokalisasikan nyeri 5
Menarik area yang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak berespon 1
Verbal Berorientasi 5
Bicara membingungkan 4
Kata-kata yang tidak tepat 3
Suara tidak dapat dimengerti 2
Tidak ada respon 1

3.      PEMERIKSAAN REFLEKS


Derajat Refleks
Hiperaktif dengan klonus terus-menerus    = + 4   
Hiperaktif                                                    = + 3   
Normal                                                        = + 2   
Hipoaktif                                                     = + 1   
Tidak ada refleks                                         = 0      

Refleks Patologis
a.       Refleks Bisep
Refleks bisep di dapat melalui peregangan tendon bisep pada saat siku dalam keadaan
fleksi.orang yang menguji menyokong lengan bawah dengan 1 tangan sambil menempatkan jari
telunjuk dengan menggunakan palu refleks.
b.      Refleks Triseps
Untuk menimbulkan refleks triseps, lengan K difleksikan pada siku dan diposisikan di depan
dada. Pemeriksaan menyokong lengan K dan mengidentifikasikan tendon triseps dengan
mempalpasi 215-5cm di atas siku.Pemukulan langsung pada tendon normalnya menyebabkan
konstraksi otot triseps dan ekstensi siku.

c.       Refleks Brakhioradialis


Pada saat pengkajian refleks Brakhioradialis, penguji meletakkan lengan K di atas meja lab atau
disilangkan di atas perut. Ketukan palu dengan lembut 2.5-5 cm di atas siku. Pengkajian
dilakukan dengan lengan dalam keadaan fleksi dan supinasi.
d.      Refleks Patella
Refleks patella di timbulkan dengan cara mengetok tendon patella tepat di bawah partela. K
dalam keadaan duduk atau tidur terlentang. Jika K terlentang, pengkaji menyokong kaki untuk
memudahkan relaksasi otot. Konstraksi guadrisep dan ekstensi lutut adalah respon normal.
e.       Refleks Ankle
Buat pergelangan kaki dalam keadaan rileks, kaki dalam keadaan dorsi fleksi pada pergelangan
kaki dan palu di ketok pada bagian tendon achiles refleks normal yang muncul adalah fleksi pada
bagian plantar. Jika penguji tidak dapat menimbulkan refleks pergelangan kaki dan kemungkinan
tidak dapat rileks, K diinstruksikan untuk berlutut pada sebuah kursi atau tinggi sama dengan
penguji.Tempatkan pergelangan kaki dengan posisi dorso fleksi dan kurangi tegangan otot
gastroknemius. Tendon achiles digores menurun dan terjadi fleksi plantar. Bila terjadi refleks
yang sangat hiperaktif maka keadaan ini disebut klonus. Klonus yang terus-menerus indikasi
adanya penyakit SSP dan membutuhkan evaluasi dokter.
f.       Refleks Kontraksi Abdominal
Refleks superficial yang ada ditimbulkan oleh goresan pada kulit dinding abdomen atau pada sisi
paha untuk pria. Hasil yang didapat adalah konstraksi yang tidak disadari otot abdomen dan
selanjutnya menyebabkan skotrum tertarik.

Refleks Non – patologis


a.       Refleks Babinsky
Refleks yang diketahui jelas, sebagai indikasi adanya penyakit SSP yang mempengaruhi traktus
kortikospinal, disebut respon Babinsky. Bila bagian lateral telapak kaki seseorang dengan SSP
utuh digores, maka terjadi kontraksi jari kaki dan menarik bersama-sama. Pada K yang
mengalami penyakit SSP pada sistem motorik, jari-jari kaki menyebar dan menjauhi. Keadaan
ini normal pada bayi tetapi bila ada pada orang dewasa keadaan ini abnormal.
b.      Kaku kuduk
c.       Refleks kernik ; flexi lutut 90o
d.      Refleks brudzinski I
e.       Refleks brudzinski II : flexi lutut 135o
f.       Refleks Laseque II : flexi lutut 60-70o

4.      PEMERIKSAAN TONUS OTAK


a.       Nervus I (olfaktorius)
–        Fungsi : sensasi terhadap bau-bauan
–        Pemeriksaan klinis : Dengan mata tertutup diperintahkan mengidentifikasi bau yang sudah di
kenal (kopi, tembakau). Masing-masing lubang hidung diuji secara terpisah.
b.      Nervus II (optikus)
–        Fungsi : ketajaman penglihatan
–        Pemeriksaan Klinis: Pemeriksaan dengan kartu Sneilen, lapang pandang, pemeriksaan oftal
maskopi
c.       Nervus III (okulomotorius), Nervus IV (thoklear), Nervus V, Nervus VI (abdusen)
–        Fungsi : fungsi saraf cranial IV dan VI dalam pengaturan gerakan-gerakan mata. N III tarut
dalam pengaturan gerakan kelopak mata, konstriksi otot pada pupil dan otot siliaris dengan
mengontrol akomodasi pupil.
–        Pemeriksaan klinis : Kaji rotasi ocular, menkonjugasikan gerakan nistagmus. Kaji refleks pupil
dan periksa kelopak mata terhadap adanya ptosis.
d.      Nervus V (trigeminus)
–        Fungsi : sensasi pada wajah, refleks kornea, mengunyah.
–        Pemeriksaan klinis : Anjurkan K menutup kedua mata. Sentuhkan kapas pada dahi,pipi dan
dagu. Bandingkan kedua sisi yang berlawanan. Sensitivitas terhadap nyeri daerah permukaan
dahi yang menggunakan benda runcing dan diakhiri dengan spatel lidah yang tumpul secara
bergantian. Catat masing-masing gerakan dari tusukan benda tajam dan tumpul. Jika responnya
tidak sesuai uji, sensahi suhu dengan tabung kecil yang berisi air panas atau dingin dan gunakan
saling bergantian.
Pada saat pasien melihat ke atas, lakukan sentuhan ringan dengan sebuah gumpalan kapas kecil
di daerah temporal masing-masing kornea. Bila terjadi kedipan mata keluarnya air mata adalah
merupakan respon yang normal.
Pegang daerah rahang dan rasakan gerakan dari sisi ke sisi palpasi otot maseter dan temporal,
apakah kekuatannya sama atau tidak ada.
e.       Nervus VII (fasial)
–        Fungsi : gerakan otot wajah, ekspresi wajah, sekresi air mata dan ludah, rasa kecap 2/3 anterior
lidah.
–        Pemeriksaan klinis : Observasi simetris gerakan wajah saa tersenyum, bersiul, mengangkat alis,
mengerutkan dahi saat menutup mata rapat-rapat (juga saat membuka mata). Observasi apakah
wajah paralysis flaksid (lipatan dangkal nasolabial).
K mengekstensikan lidah, kemampuan lidah membedakan rasa gula dan garam.
f.       Nervus VIII (vestiboluklear)
–        Fungsi : keseimbangan dan pendengaran
–        Pemeriksaan klinis : Uji bisikan suara dan bunyi detak jam. Uji untuk lateralisasi (weber). Uji
untuk konduksi udara dan tulang (rinne)
g.      Nervus IX (glosofaringeus)
–        Fungsi : rasa kecap 1/3 lidah bagian posterior
–        Pemeriksaan klinis : Kaji kemampuan K untuk membedakan rasa gula dan garam 1/3 lidah
posterior.
h.      Nervus X (vagus)
–        Fungsi : kontraksi faring, gerakan simetris dari pita suara, gerakan simetris palatum mole,
gerakan dan sekresi visera torakal daan abdominal.
–        Pemeriksaan klinis : Tekan spatel lidah pada lidah posterior, atau menstimulasi faring posterior
untuk menimbulkan refleks menelan.
Adanya suara serak.
Minta pasien mengatakan “ah”. Observasi terhadap peninggian ovula simetris dan palatum mole.
i.        Nervus XI (aksesoris spinal)
–        Fungsi : gerakan otot stemokleidomastoid dan trapezius
–        Pemeriksaan klinis : Palpasi dan catat kekuatan otot trapezius pada K saat mengangkat bahu
sambil dilakukan penekanan. Palpasi dan catat kekuatan otot sternokleidomastoid K saat
memutar kepala sambil dilakukan penanganan dengan tangan penguji ke arah yang berlawanan.
j.        Nervus XII (hipoglosus)
–        Fungsi : gerakan lidah
–        Pemeriksaan klinis : Bila K menjulurkan lidah keluar, terhadap deviasi atau tremor. Kekuatan
lidah menguji dengan cara K menjulurkan lidah dan menggerakkan ke kiri atau kanan sambil di
beri tahanan.

5.      PEMERIKSAAN SENSORIK


–        Sensasi Taktil
–        Sensasi nyeri dan Suhu
–        Vibrasi dan propriosepsi
–        Merasakan Posisi
–        Integrasi Sensasi

D.    PERTIMBANGAN GERONTOLOGIK


Sistem saraf pada lansia mengalami banyak perubahan dari normal menuju proses penuaan dan
lebih ekstreem lagi lebih rentan terhadap penyakit sistemik umum.
1.      Perubahan Struktural. Lansia sering mengalami bentuk tubuh menjadi fleksi dan
memperlihatkan kekuatan otot, tresmon dan lambat dalam bergerak.
2.      Perubahan Sensori. Isolasi sensori karena berkurangnya penglihatan dan pendengaran
menyebabkan konfusi, cemas, disorientasi, salah inteprestasi dan perasaan yang tidak adekuat.
3.      Regulasi suhu dan persepsi nyeri. Manifestasi lain pada perubahan nerologik dihubungkan
dengan pengaturan suhu dan kemampuan untuk merasa nyeri.
4.      Perubahan penghidu dan pengecap. Ketajaman sensasi rasa pada pucuk pengecap menurun
dengan pertambahan usia bersamaan dengan perubahan sensasi olfaktorius yang menyebabkan
penurunan nafsu makan.
5.      Perubahan visual dan taktil. Pernurunan sensasi raba pada benda yang tumpul.
6.      Status mental. Meliputi dementia, delirium dan depresi.

E.     PENUAAN SISTEM NEUROLOGIS


1.      Perubahan structural
a.       Lansia sering mengalami bentuk tubuh fleksi dan memperlihatkan kekakuan otot,tremor dan
lambt dalam brgerak. Perubahan struktur yang terjadi diantarnya adalah penurunan jumlah otak
dan sinaps. Hilangnya neuron terjadi pada lapisan tertentu dan bagian otak ,tetapi tidak selalu
menyeluruh mengenai ssp. Hilangnya memori,terutama kejadian baru dan reaksi berulang yang
lambat dapat mengganggu individu lansia dan mereka juga mengalami kesulitan memilih
beberapa respon padam satu situasikecuali diberi waktu yang cukup untuk mencapai keputusan.
b.      Struktur dan fungsi system syaraf berubah dengan bertambahnya usia yang tidak bias diganti.
Terjadi penurunan sintesis dan metabolisme neurotransmitter utama. Impuls saraf dihantarkan
lebih lambat sehingga lansia memerlukan waktu yang lebih lama untuk merespon dan bereaksi.
Kinirja sistem saraf autonm berkurang efisiensinya dan hipotensi postural yang menyebabkan
seseorang merasa pusing. Tekanan darah sistolik meningkat disebabkan karena kelenturan
dandang pembuluh darah yang berkurang seirang dengan bertambahnya usia.
c.       Selain itu perubahan structural meliputi dilatasi ventrikel,atrofi otak dan meningkatnya
variailitas ukuran otak:
–        Penurunan berat otak 10-20 %
–        Reduksi dari jumlah fungsi neuron
–        Peningkatan jumlah flak senile dan penyusutan neurofibril
–        Akumulasi dari limfofusin

2.      Perubahan synaptic


a.       Perubahan synaptic meliputi kehilagan dendrite dan dendritik pada beberapa sel dan
peningkatan jumlah dendrite didalam sel lainnya. Perubahan ini dapat mempengaruhi dalam
pembebasan neurotransmitter kimia sehingga mempengaruhi dalam pembentukan dopamine dan
menyebabkan perubahan transmisi antara sel syaraf dan otot berkurang.
b.      Perubahan yang terjadi pada system saraf autonom berpengaruh terhadap kontraksi otot-otot
yang tidak dibawah control kesadaran. Saraf simpatis yang bagiannya terdiri dari norepinefrin
dan asetilkoli dipercaya sebagai pemicu dalam penekanan alam perasaan dan
mempengaruhimdalam kekaauan pergerakan seperti pada penyakit Parkinson.

PENGARUH TERHADAP LANSIA:


a.       Fisik :
         Lansia akan mengalami kesulitan dalam memulai suatu pergerakan dan terjadi kekakuan otot
         Sikap tubuhnya menjadi bungkuk dan sulit mempertahankan keseimbangan sehingga cenderung
mudah jatuh kedepan atau kebelakang
         Wajah penderita menjadi kurang ekspresif karena otot-otot wajah untuk membentuk ekspresi
tidak bergerak
b.      Fungsi tubuh;
         Kekakuan dan imobilitas bias menyebabkan sakit otot dan kelelahan
         Lansia sering ersedak karena kekakuan pada otot wajahbdan tenggorokan menyebabkan
kesulitan menelan
         Hilannnya pengendalian terhada kandung kemih
         Penglihatan ganda
         Terjadi edema atau pembengkakan otak
c.       Persepsi-sensori
         Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
         Penglihatan ganda
         Hilangnya rasa atau adanya ensasi abnormal pada salah satu sisi wajah
d.      Psikososial
         Stress emosional atau kelelahan
         Depresi atau ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi
e.       Bahasa dan bicara
         Sulit memikirkan atau mengucpkan kata-kata yang tepat
         Lansia berbicara sangat pelan tanpa aksen dan menjadi gagap karena mengalami kesulitan
dalam mengartikulasikan pikirannya.
f.       Memori
         Masalah umum pada lansia meliouti meluoakan nama benda dan lemah dalam percakapan atau
peristiwa baru. Memotri jangka pendek mungkin menurun seirang dengan usia tetapi daya ingat
jangka panjang sering dipertahankan. Kerusakan memori seperti gejala pelupa mungkin
disebabkan sindrom amnesia.
g.      Kognitif
         Penurunan kognitif sangat rendah dalam proses penuaan yang normal. Ketrampilan kognitif
dapat dikategorikan sebagai ketrampilan intelektual dan dasar ketrampilan psikomotor.

F.     MASALAH-MASALAH PADA LANSIA


1.      EPILEPSI
Adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kecenderungan untuk mengalami kejan berulang.
Gejala :
–        Kejang parsial simplex dimulai dengan muatan listrik di bagian otak tertentu dan muatan ini
tetap terbatas di daerah tersebut.
–        Penderita mengalami sensasi. Gerakan atau kelainan psikis yang abnormal, tergatung kepada
daerah otak yang terkena. Jika terjadi di bagian otak yang mengendalikan gerakan otot lengan
kanan akan bergoyang dan mengalami sentakan : jika terjadi pada lobus temporalis anterior
sebelah dalam, maka penderita akan mencium bau yang sangat menyenangkan atau sangat tidak
menyenangkan.
–        Pada penderita yang mengalami kelainan psikis bisa mengalami déjà vu (merasa pernah
mengalami keadaan sekarang di masa lalu).

Penyebab :
–        Tumor, infeksi atau kadar gula maupun natrium yang abmormal.
Pencegahan
–        Jika penyebabnya adalah tumor, infeksi atau kadar gula maupun natrium yang abnormal, maka
keadaan tersebut harus diobati terlebih dahulu. Jika keadaan tersebut sudah teratasi, maka
kejangnya sendiri tidak memerlukan pengobatan.
–        Jika penyebabnya tidak dapat disembuhkan atau dikendalikan secara total, maka diperlukan obat
anti kejang untuk mencegah terjadinya kejang lanjutan.
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati kejang.
Obat Jenis Epilepsi Efek samping yang mungkin
terjadi
-     Karbamazepin -     Generalisata pansial -     Jumlah sel darah putih dan sel
darah berkurang.
-     Etoksimid -     Petit mal -     Jumlah sel darah putih dan darah
merah berkurang.
-     Gabofentin -     Parsial -     Terang
-     Lamotrigin -     Generalisata, parsial -     Ruam kulit
-     Fenobarbital -     Generalisata, parsial -     Terang
-     Fenitoin -     Generalisata, parsial -     Pembengkakan gusi
-     Primidon -     Generalisata, parsial -     Terang
-     Valproat -     Kejang infantile, petit -     Penambahan berat badan, rambut
mal rontok.

2.      TREMOR
Adalah suatu gerakan gemetar yang berirama dan tidak terkendali, yang terjadi otot berkontraksi
dan bereleksasi secara berulang-ulang.
Penyebab:
–        Tremor terjadi karena adanya gangguan pada persarafan yang menuju ke otot yang terkena.
Gejala:
Tremor bisa timbul sekali-sekali, untuk sementara waktu atau hilang timbul: dengan kecepatan
sekitar 6-10 tremor / detik. Tremor bisa terjadi pada otot kepala, tangan, lengan, kelopak mata
dan otot lainnya; tetapi jarang mengenai bagian bawah tubuh. Bisa juga terjadi pada salah satu
maupun kedua sisi tubuh.
Pengobatan:
Jika sifatnya ringan dan tidak menganggu sehari-hari, biasanya tidak diperlukan pengobatan.
Obat-obat yang bisa mengurangi tremor adalah propanolol, misolin, dan anti kejang lainnya,
seperti obat penenang yang ringan.

3.      DELIRIUM
Adalah keadaan yang bersifat sementara dan biasanya terjadi secara mendadak, dimana penderita
mengalami penurunan kemampuan dalam memusatkan perhatiannya dan menjadi linglung,
mengalami disorientasi dan tidak mampu berpikir secara jernih.
Penyebab :
–        Alkohol, obat-obatan dan bahan beracun.
–        Efek toksik dari pengobatan
–        Kadar elektrolit, garam dan mineral (misalnya kalsium, natrium atau magnesium) yang tidak
normal akibat pengobatan, dehidrasi atau penyakit tertentu.
–        Infeksi akut disertai demam.
–        Hidrosefalus bertekanan normal: yaitu suatu keadaan dimana cairan yang membantali otak tidak
diserap sebagaimana mestinya.
–        Hematoma subdural
–        Meningtis, ensefalitis, sifilis
–        Kekurangan vitamin B 12
–        Hipotiroidisme
–        Tumor otak
–        Stroke

Gejala:
Penderita tidak mampu memusatkan perhatian, tidak dapat berkonsentrasi, tidak dapat mengingat
peristiwa yang baru saja terjadi. Mengalami disorientasi waktu, dan bingung dengan tempat
dimana ia berada. Pikiran kacau, mengigau dan terjadi inkoherensia.
Pengobatan:
Pengobatan tergantung pada penyebabnya:
–        Infeksi diatasi dengan antibiotic
–        Demam diatasi dengan obat penurun panas.
–        Kelainan kadar garam dan mineral dalam darah diatasi dengan pengaturan kadar cairan dan
garam dalam darah.
Untuk meringankan agitasi diberikan obat-obat benzodiazepine (misalnya diazepam, triazolam,
dan temazepam). Obat anti-psikosa (misalnya haloperidol, trioridazin danklorpromazin) biasanya
diberikan hanya kepada penderita yang mengalami paranoid atau sangat ketakutan atau penderita
yang tidak dapat ditenangkan denagn benzodiazepine. Jika penyebabnya adalah alcohol,
diberikan benzodiazepine sampai masa agitasi penderita hilang.

4.      DIMENSIA
Adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembanmg secara perlahan, dimana
terjadi gangguan ingatan, pikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan
bisa terjadi kemunduran kepribadian.
Penyebab:
–        Penyakit Alzheiner
–        Serangan stroke yang berturut-turut
–        Penyakit Parkinson
–        AIDS
Gejala :
–        Terjadi penurunan dalam ingatan, kemampuan untuk mengingat waktu untuk mengenali orang,
tempat dan benda.
–        Penderita memiliki kesulitan dalam menemukan dan menggunakan kata yang tepat dan dalam
pemikiran abstrak.
–        Sering terjadi perubahan kepribadian.
–        Dimensia karena penyakit Alzheimer, gejala awalnya: lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi,
depresi, ketakutan, kekecewaan, penurunan emosi.
Pengobatan:
–        Obat takrin membantu penderita dengan penyakit Alzheirmer
–        Jika hilangnya ingatan disebabkan oleh depresi, diberikan obat anti – depresi.
–        Obat anti-psikotik efektif diberikan kepada penderita yang mengalami halusinasi atau paranoia.

5.      DISTONIA
Adalah kelainan gerakan dimana konstraksi otot yang terus-menerus menyebabkan gerakan
berputar dan berulang atau menyebabkan sikap tubuh yang abnormal.
Penyebab:
Adanya kelainan di beberapa daerah di otak (ganglia basalis, thalamus, korteks serebri).
Diduga terdapat kerusakan pada kemampuan tubuh untuk mengolah sekumpulan bahan kimia
yang disebut neurotransmitter, yang membantu sel-sel di dalam otak untuk berkomunikasi satu
sama lain.
Gejala distonik bisa disebabkan oleh :
–        Cedera ketika lahir (terutama karena kekurangan oksigen)
–        Infeksi tertentu
–        Reaksi terhadap obat tertentu, logam berat atau keracunan monoksida.
–        Trauma
–        Stroke
Gejala:
–        Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis, keram kaki, dan kecenderungan tertariknya satu
kaki ke atas atau kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak tertentu.
–        Leher berputar atau tertarik di luar kesadaran penderita, terutama ketika penderita merasa lelah.
–        Tremor dan kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara.
Klasifikasi Distonia:
–        Distonia Generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh.
–        Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu.
–        Distonia Multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak berhubungan.
–        Distonia Segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang berdekatan.
–        Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang sama, seringkali merupakan
akibat dari stroke.
Pengobatan:
–        Obat yang diberikan merupakan sekumpulan obat yang mengurangi kadar neurotransmitter
asetilkolin, yaitu triheksifenidil, beenztropin, dan prosiklin HCL.
–        Obat yang mengatur neurotransmitter GABA bisa digunakan bersama dengan obat di atas atau
diberikan tersendiri, yaitu: diazepam, lorazepam, klorazepam dan baklofen.
–        Dopamine
–        Untuk mengendalikan epilepsy diberikan obat anti kejang karbamazepin.
Racun Botulinum
–        Sejumlah kecil racun ini bisa disuntikkan ke dalam otot yang terkena untuk mengurangi distonia
fokal.

6.      ALZHEIMER
Merupakan salah satu bentuk demensia yang paling sering ditentukan di klinik.
Penyebab:
Terjadi kehilangan sel saraf di otak di area yang berkaitan dengan fungsi daya ingat, kemampuan
berpikir serta kemampuan mental lainnya. Keadaan ini diperburuk dengan penurunan zat
neurotransmitter, yang berfungsi untuk menyampaikan sinyal antara satu sel otak ke sel otak
yang lain.
Gejala:
–        Mengajukan pertanyaan yang sama pada suatu saat berulang-ulang atau mengulangi cerita yang
sama, dan kata-kata yang sama terus-menerus.
–        Lupa cara untuk melakukan kegiatan rutin. Misalnya lupa cara memasak dan sebagainya.
–        Gangguan berbahasa.
–        Disorientasi
–        Gangguan berpikir secara abstrak.
–        Gangguan kepribadian
–        Gangguan untuk membuat keputusan sehingga menjadi tergantung pada pasangannya.
Pengobatan:
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan penyakit Alzheimer. Obat-
obatan yang ada bersifat memperlambat progresivitas penyakit.
Pencegahan:
Dengan mengetahui faktor resiko di atas dan hasil penelitian yang lain, dianjurkan beberapa cara
untuk mencegah penyakit Alzheimer, diantaranya:
–        Bergaya hidup sehat
–        Mengkonsumsi sayur dan buah segar
–        Menjaga kebugaran mental (mental fitness)
7.      ATAKSIA
Merupakan suatu penyakit dimana bagian dari sistem saraf yang mengendalikan gerakan
mengalami kerusakan.
Penyebab:
Sebagian besar gangguan yang menghasilkan ataksia disebut serebellum (otak kecil) memburuk
atau atrofi. Kadang urat saraf tulang belakang (spinal cord) juga terpengaruh. Degenerali serebral
dan spino serebral digunakan untuk mendeskripsikan perubahan yang terjadi pada sistem saraf
manusia, namun bukan diagnosa yang spesifik. Degenerali serebral dan spino serebral memiliki
banyak penyebab.
Gejala:
–        Kelainan reresif umumnya menyebabkan gejala yang dimulai sejak masa kanak-kanak
dibandingkan dewasa.
–        Tidak adanya koordinasi tangan, lengan dan kaki dan kemampuan berbicara adalah gejala umum
lainnya.
–        Gerakan mata yang lambat
4.pengkajian sistem nilai dan keyakinan
Kebutuhan Spiritualitas 1.Konsep Spiritual a.Definisi Spiritualitas adalah keyakinan
dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta, sebagai
contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha
Kuasa. Spiritualitas mengandung pengertian hubungan manusia dengan Tuhannya
dengan menggunakan instrumen (medium) sholat, puasa, zakat, haji, doa dan
sebagainya (Hawari, 2002). b.Aspek spiritualitas Kebutuhan spiritual adalah
harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini termasuk menemukan arti, tujuan,
menderita, dan kematian; kebutuhan akan harapan dan keyakinan hidup, dan
kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan. Ada 5 dasar kebutuhan
spiritual manusia yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan misteri, pengabdian, rasa
percaya dan harapan di waktu kesusahan (Hawari, 2002). Menurut Burkhardt
(dalamHamid, 2000) spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut:

1) Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian


dalam kehidupan 2) Menemukan arti dan tujuan hidup 3) Menyadari
kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri
4) Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang
Maha Tinggi. c.Dimensi spiritual Dimensi spiritual berupaya untuk
mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar,
berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang
menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi
spiritual juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul diluar kekuatan
manusia (Kozier, 2004). Spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu
dimensi eksistensial dan dimensi agama, Dimensi eksistensial berfokus
pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus
pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa.
Spirituaiitas sebagai konsep dua dimensi. Dimensi vertikal adalah hubungan
dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan
seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang
dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan
2) 9lingkungan. Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua dimensi
tersebut (Hawari, 2002). 2.Kebutuhan spiritual Kebutuhan spiritual adalah
kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan
rnemenuhi kewajiban agamas serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau
pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan
Tuhan. Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan mencari arti dan tujuan hidup,
kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, serta kebutuhan untuk memberikan
dan mendapatkan maaf (Kozier, 2004). Menginventarisasi 10 butir
kebutuhan dasar spiritual manusia (Clinebell dalam Hawari, 2002), yaitu :
a.Kebutuhan akan kepercayaan dasar (basic trust), kebutuhan ini secara
terus-menerus diulang guna membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini
adalah ibadah. b.Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, kebutuhan untuk
menemukan makna hidup dalam membangun hubungan yang selaras dengan
Tuhannya (vertikal) dan sesama manusia (horisontat) serta alam sekitaraya
c.Kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan
keseharian, pengalaman agama integratif antara ritual peribadatan dengan
pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.
d.Kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur mengadakan
hubungan dengan Tuhan, tujuannya agar keimanan seseorang tidak
melemah. e.Kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa. rasa
bersaiah dan berdosa ini merupakan beban mental bagi seseorang dan
tidak baik bagi kesehatan jiwa seseorang. Kebutuhan ini mencakup dua hal
yaitu pertama secara vertikal adalah kebutuhan akan bebas dari rasa
bersalah, dan berdosa kepada Tuhan. Kedua secara horisontal yaitu bebas
dari rasa bersalah kepada orang lain f.Kebutuhan akan penerimaan diri dan
harga diri {self acceptance dan self esteem), setiap orang ingin dihargai,
diterima, dan diakui oleh lingkungannya. g.Kebutuhan akan rasa aman,
terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa depan. Bagi orang
beriman hidup ini ada dua tahap yaitu jangka pendek (hidup di dunia) dan
jangka panjang (hidup di akhirat). Hidup di dunia sifatnya sementara yang
merupakan persiapan bagi kehidupan yang kekal di akhirat nanti.
h.Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi
sebagai pribadi yang utuh. Di hadapan Tuhan, derajat atau kedudukan
manusia didasarkan pada tingkat keimanan seseorang. Apabila seseorang
ingin agar derajatnya lebih tinggi dihadapan Tuhan maka dia senantiasa
menjaga dan meningkatkan keimanannya.
.Kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesama
manusia. Manusia hidup saling bergantung satu sama lain. Oleh karena itu,
hubungan dengan orang disekitarnya senantiasa dijaga. Manusia juga tidak
dapat dipisahkan dari lingkungan alamnya sebagai tempat hidupnya. Oleh
karena itu manusia mempunyai kewajiban untuk menjaga dan melestarikan
alam ini. j.Kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan
nilai-nilai religius. Komunitas keagamaan diperlukan oleh seseorang dengan
sering berkumpul dengan orang yang beriman akan mampu meningkatkan
iman orang tersebut. 3.Pola Normal Spiritual Dimensi spiritual adalah
sesuatu yang terintegrasi dan berhubungan dengan dimensi yang lain
dalam diri seorang individu. Spiritualitas mewakili totalitas keberadaan
seseorang dan berfungsi sebagai perspektif pendorong yang menyatukan
berbagai aspek individual. Dimensi spiritual merupakan salah satu dimensi
penting yang perlu diperhatikan oleh perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada seorang klien. Keimanan atau keyakinan religius
adalah sangat penting dalam kehidupan personal individu. Keyakinan
tersebut diketahui sebagai suatu faktor yang kuat dalam penyembuhan dan
pemulihan fisik (Hamid, 2000). Oleh karena itu, menjadi suatu hal penting
bagi perawat untuk meningkatkan pemahaman tentang konsep spiritual
agar dapat
memberikan asuhan spiritual dengan baik kepada klien. Setiap individu
memiliki definisi dan konsep yang berbeda mengenai spiritualitas. Kata-
kata yang digunakan untuk menjabarkan spiritualitas termasuk makna,
transenden, harapan, cinta, kualitas, hubungan, dan eksistensi (Potter &
Perry, 2005). Setiap individu memiliki pemahaman tersendiri mengenai
spiritualitas karena masing-masing memiliki cara pandang yang berbeda
mengenai hal tersebur. Perbedaan definisi dan konsep spiritualitas
dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup seseorang,
serta persepsi mereka tentang hidup dan kehidupan. Pengaruh tersebut
nantinya dapat mengubah pandangan seseorang mengenai konsep
spiritulitas dalam dirinya sesuai dengan pemahaman yang ia miliki dan
keyakinan yang ia pegang teguh (Hawari, 2002). Konsep spiritual memiliki
arti yang berbeda dengan konsep religius. Banyak perawat dalam
praktiknya tidak dapat membedakan kedua konsep tersebut karena
menemui kesulitan dalam memahami keduanya. Kedua hal tersebut
memang sering digunakan secara bersamaan dan saling berhubungan satu
sama lain. Konsep religius biasanya berkaitan dengan pelaksanaan suatu
kegiatan atau proses melakukan suatu tindakan. Konsep religius merupakan
suatu sistem penyatuan yang spesifik mengenai praktik yang berkaitan
bentuk ibadah tertentu. Emblen dalam Potter dan Perry mendefinisikan
religi sebagai suatu sistem keyakinan dan ibadah

13terorganisasi yang dipraktikan seseorang secara jelas menunjukkan spiritualitas


mereka (Hawari, 2002) Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa religi adalah proses pelaksanaan suatu kegiatan ibadah yang berkaitan
dengan keyakinan tertentu. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk
menunjukkan spiritualitas diri mereka. Sedangkan spiritual memiliki konsep yang
lebih umum mengenai keyakinan seseorang. Terlepas dari prosesi ibadah yang
dilakukan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan tersebut (Hawari, 2002)
Konsep spiritual berkaitan dengan nilai, keyakinan, dan kepercayaan seseorang.
Kepercayaan itu sendiri memiliki cakupan mulai dari atheisme (penolakan
terhadap keberadaan Tuhan) hingga agnotisme (percaya bahwa Tuhan ada dan
selalu mengawasi) atau theism (Keyakinan akan Tuhan dalam bentuk personal
tanpa bentuk fisik) seperti dalam Kristen dan Islam. Keyakinan merupakan hal
yang lebih dalam dari suatu kepercayaan seorang individu. Keyakinan mendasari
seseorang untuk bertindak atau berpikir sesuai dengan kepercayaan yang ia ikuti
(Hawari, 2004). Keyakinan dan kepercayaan akan Tuhan biasanya dikaitkan
dengan istilah agama. Di dunia ini, banyak agama yang dianut oleh masyarakat
sebagai wujud kepercayaan mereka terhadap keberadaan Tuhan. Tiap agama yang
ada di dunia memiliki karakteristik yang berbeda mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan kepercayaan dan keyakinan sesuai dengan
4.Pola normal spiritual Pola normal spiritual sangat erat hubungannya dengan
kesehatan, Karena dari pola tersebut dapat menciptakan suatu bentuk perilaku
adaptif ataupun maladaptif berhubungan dengan penerimaan kondisi diri. Dimensi
spiritual merupakan dimensi yang sangat penting diperhatikan oleh perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada semua klien. Carson (2002) menyatakan
bahwa keimanan atau keyakinan religius adalah sangat penting dalam kehidupan
personal individu. Lebih lanjut dikatakannya bahwa keimanan diketahui sebagai
suatu faktor yang sangat kuat (powerful) dalam penyembuhan dan pemulihan fisik,
yang tidak dapat diukur. Mengingat pentingnya peranan spiritual dalam
penyembuhan dan pemulihan kesehatan maka penting bagi perawat untuk
meningkatkan pemahaman tentang konsep spiritual agar dapat memberikan asuhan
spiritual dengan baik kepada semua klien. 5.Perkembangan Aspek Spiritual
Perawat yang bekerja di garis terdepan harus mampu memenuhi semua kebutuhan
manusia termasuk juga kebutuhan spiritual klien. Berbagai cara dilakukan perawat
untuk memenuhi kebutuhan klien mulai dari pemenuhan makna dan tujuan
spiritual sampai dengan memfasilitasi klien untuk mengekspresikan agama dan
keyakinannya. Pemenuhan aspek spiritual pada klien tidak terlepas dari pandangan
terhadap lima dimensi

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kegiatan asuhan keperawatan dasar bagi lansia dimaksudkan untuk memberikan bantuan,
bimbingan pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu
maupun kelompok, seperti di rumah / lingkungan keluarga, Panti Werda maupun Puskesmas,
yang diberikan oleh perawat.
Dalam keperawatan lanjut usia diperlukan pendekatan baik fisik, psikis, social maupun
spiritual. Keperawatan lanjut usia berfokus pada peningkatan kesehatan (helth promotion),
pencegahan penyakit (preventif), mengoptimalkan fungsi mental, dan mengatasi gangguan
kesehatan yang umum.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat kelompok sampaikan bagi pembaca khususnya mahasiswa/i
keperawatan, hendaknya dapat menguasai konsep asuhan keperawatan lansia dan memberikan
asuhan keperawatan lansia dengan benar dan tepat sehingga dapat sesuai dengan evaluasi yang
diharapkan.

Anda mungkin juga menyukai