Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera
karena salah satu sebab. Penyebab trauma adalah kecelakaan lalu lintas,
industri, olahraga, dan rumah tangga.
Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas ± 12.000
orrang per tahun (Chairudin, 1998). Taruma yang dialami seseorang
akan menyebabkan masalah-masalah sebagai berikut.
1. Biaya yang besar untuk mengembalikan fungsi setelah mengalami
trauma.
2.    Resiko kematian yang tinggi.
3.  Prodiktivitas menurun akibat banyak kehilangna waktu bekerja.
4.  Kecatatan sementara dan permanen.
Di masyarakat, seorang perawa/Ners perlu mengetahui perawatan
klien trauma muskuloskletal yang mungkin dijumpai, baik dijalan
maupun selama melakukan asuhan keperawatan di rumah sakit. Selain
itu, ia perlu mengetahui dasar-dasar penanggulan suatu trauma yang
menimbulkan masalah pada sistem muskuloskletal dengan melakukan
penanggulangan awal dan merujuk ke rumah sakit terdekat agar
mengurangi resiko yang lebih besar.
Resiko yang lebih fatal yang perlu diketahui adalah kematian.
Peristiwa yang sering terjadi pada klien dibagi dalam tiga periode
waktu sebagai berikut :
1. Kematian dalam detik-detik pertama sampai menit berikutnya
(50%).
Kematian disebabkan oleh laserasi otak dan pangkal otak,
kerusakan sumsum tulang belakang bagian atas, kerusakan jantung,
oarta, serta pembuluh-pembuluh darah besar. Kebanyakan klien
tidak dapat ditolong an meninggal ditempat.
2.   Kematian dalam menit pertama sampai beberapa jam (35%).
Kematian disebabkan oleh perdarahan subdural atau epidural,
hematopneumotoraks, robekan limpa, laserasi hati, fraktur panggul,
serta fraktur multipel dengan resimo besar akibat perdarahan yang
masif.
Sebagian klien pada tahap ini dapat diselamatkan dengan
pengetahuan dan penanggulangan trauma yang memadai.
3. Kematian setelah beberapa hari ampai beberapa minggu setelah
taruma (15%). Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan
beberapa organ atau sepsis. Peran perawat dalam membantu
mengurangi resiko tersebut cukup besar. Resiko kegagalan organ
dan reaksi sepsis dapat dikurangi secara signifikan dengan asuhan
keperawatan yang komprehensif.

Penanggulangan klien taua memerlukan peralatan serta


Keterampilan khusus yang tidak semuanya dapat dilakukan oleh
perawat,berhubung keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki
setiap Ners bervariasi, serta peralatan yang tersedia kurang memadai.
Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur
disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau
disangganya. Gangguan yang paling sering terjadi akibat trauma
muskuloskletal adalah kontusio, strain, sprain dan dislokasi.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk
mendukung kegiatan belajar mengajar jurusan keperawatan
khususnya pada mata kuliah keperawatan Muskuloskeletal II
tentang Asuhan Keperawatan Klien dengan Trauma
Muskuloskeletal: Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengertian Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.
b. Mengetahui penyebab terjadinya Kontusio, Sprain, Strain dan
Dislokasi.
c.   Mengetahui patofisiologi Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.
d.   Mengetahui manifestasi klinis Kontusio, Sprain, Strain dan
Dislokasi.
e.   Mengetahui evaluasi diagnostic Kontusio, Sprain, Strain dan
Dislokasi.
f.   Mengetahui penatalaksanaan Kontusio, Sprain, Strain dan
Dislokasi.
g. Mengetahui proses asuhan keperawatan Kontusio, Sprain, Strain
dan Dislokasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. ANATOMI MUSKULOKALETAL
Sistem musculoskeletal merupakan suatu sistem yang dibentuk
oleh tulang, sendi dan otot.
1. Tulang (system skelet)
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, terbagi 4 kategori:
Tulang panjang
Tulang ini agak melengkung tujuannya agar kuat menahan
beban dan tekanan. Contohnya humerus, radius, ulna, femur,
tibia, dan fibula.
a. Bagian tulang panjang
 Diafisis: bagian tengah tulang berbentuk silinder dari tulang
kortikal yang memiliki kekuatan besar
 Matafisis: bagian tulang yang melebar dekat ujung akhir
batang. Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular
atau tulang spongiosa yang mengandung sumsum merah.
Sumsum merah terdapat juga dibagian epifisis dan diafisis
tulang. Pada anak-anak sumsum merah mengisi sebagian
besar bagian dalam tulang panjang tetapi kemudian diganti
olah sumsum kuning setelah dewasa.
 Epifisis: lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan
longitudinal pada anak-anak. Bagian ini akan menghilang
pada tulang dewasa. Bagian epifisis yang letaknya dekat
sendi tulang panjang bersatu dengan metafisis sehingga
pertumbuhan memanjang tulang terhenti.
b. Tulang pendek
Parbandingan tebal dan panjang hampir sama, terdapat pada
pergelangan tangan dan kaki, bentuknya seperti kubus.

Tulang pipih
Iga, tengkorak, panggul dan scapula. Bentuknya pipih
berfungsi untuk perlindungan.
Tulang tak teratur, tulang pada wajah dan vertebra.
Tulang diliputi dibagian luar oleh membrane fibrus padat
dinamakan periosteum yang memberi nutrisi ke tulang dan
memungkinnya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan
ligament.

Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-sel
tulang terdiri atas: Osteoblast, yang berfungsi dalam pembentukan
tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas
98% kolagen dan 2% substansi dasar (glukosaminoglikan/asam
polisakarida dan proteoglikan) Osteosit adalah sel dewasa yang
terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang yang terletak dalam osteon
(unit matriks tulang)Osteoklast adalah multinuclear yng berperan
dalam penghancuran, resorpsi dan remodelling tulang.
Jaringan tulang mempunyai vaskularisasi yang sangat baik. Tulang
kanselus menerima asupan darah yang sangat banyak melalui
pembuluh metafisis dan epifisis. Pembuluh periosteum mangangkut
darah ke tulang kompak melalui kanal Volkmann ang sangat kecil.
Selain itu, ada arteri nutrient yang menembus periosteum dan
memasuki rongga meduar melalui foramina. Arteri nutrient memasok
darah ke sumsum dan tulang.
Pembentukan tulang
Ossifikasi adalah proses dimana matriks tulang terbentuk dan
pengerasan mineral ditimbun dalam serabut kolagen dalam suatu
lingkungan elektronegatif.2 model dasar ossifikasi :
Intramembran. Tulang tumbuh di dalam membrane, terjadi
pada tulang wajah dan tengkorak.
Endokondal. Pembentukan tulang rawan terlebih dahulu
kemudian mengalami resorpsi dan diganti oleh tulang. Kebanyakan
tulang terbentuk dan mengalami penyembuhan melalui ossifikasi
endokondal.

Pemeliharaan tulang
Faktor yang mengatur pembentukan dan resorpsi tulang :
Stress terhadap tulang Vitamin D, meningkatkan jumlah kalsium
dengan meningkatkan penyerapan kalsium dari saluran pencernaan.
Hormone paratiroid dan kalsitonin. Hormone paratiroid mengatur
konsentrasi kalsium dalam darah. Kalsitonin meningkatkan
penimbunan kalsium dalam tulang.
Pasokan darah
Penyembuhan tulang
Inflamasi
Bila fraktur, terjadi perdarahan dalam jaringan yang cedera dan
terjadi pembentukan hematoma. Ujung fragmen tulang mengalami
devitalisasi. Tempat cedera akan diinvasi makrofag, terjadi inflamasi,
pembengkakan dan nyeri.
Proliferasi sel
Terbentuk benang-benang fibril, jaringan untuk revaskularisasi
dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast akan
menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada
patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan osteoid.
Pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan
tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen
patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan 7
tulang serat imatur. Perlu waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang
tergabung dalam tulang aan atau jaringan fibrus.
Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu
patah tulang melalui proses penulangan endokondral. Mineral terus
menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dan keras.
Remodeling. Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan
jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural
sebelumnya.

Fungsi sistem skelet 


Mendukung dan memberi bentuk jaringan tubuh
Melindungi bagian tubuh tertentu seperti hati, ginjal, otak dan
paru-paru
Tempat melekatnya otot dan tendon
Sumber mineral seperti garam dan fosfat
Tempat produksi sel darah merah

b. Sistem Persendian
Tulang dalam tubuh dihubungkan satu sama lain dengan sendi atau
artikulasi yang memungkinkan berbagai macam gerakan.

Ada 3 macam sendi yaitu :


Sendi sinartrosis merupakan sendi yang tidak dapat digerakkan
misalnya pada persambungan tulang tengkorak.
Sendi amfiartrosis, seperti sendi pada vertebra dan simfisis pubis
yang memungkinkan gerakan terbatas.
Sendi diartrosis adalah sendi yang dapat digerakkan secara bebas
Pada sendi yang dapat digerakkan, ujung persendian tulang ditutupi oleh
tulang rawan hialin yang halus. Persendian tulang tersebut dikelilingi oleh
selubung fibrus kuat kapsul sendi. Kapsul dilapisi oleh membrane,
sinovium, yang mensekresi cairan pelumas dan peredam getaran ke dalam
kapsul sendi.

Ligamen, mengikat tulang dalam sendi. Ligamen dan tendon otot yang
melintasi sendi, menjaga stabilitas sendi. Bursa adalah suatu kantung yang
berisi cairan sinovial, biasanya merupakan bantalan bagi pergerakan
tendon, ligamen dan tulang di siku, lutut dan beberapa sendi lainnya.

c. Sistem Otot

Sistem otot adalah sistem tubuh yang memiliki fungsi seperti untuk alat
gerak,menyimpan glikogen dan menentukan postur tubuh.Terdiri atas otot
polos, otot jantungdan otot rangka.Arti definisi / pengertian Jaringan
adalah sekumpulan sel yang memiliki bentuk,struktur dan fungsi yang
sama. Jadi jaringan otot adalah sekumpulan sel-sel otot. Untuk
menggerakkan anggota tubh kita, diperlukan sistem otot. Sistem otot
terdiri dari beberapa bagian yang saling terpisah yang disebut otot-otot.
Sebagian besar otot kita melekat pada kerangka tubuh. Otot dapat
mengerut juga meregang. Oleh karena itu, susunan otot adalah suatu
sistem alat untuk menguasai gerak aktif dan posisitubuh kita. Pada setiap
otot terlihat beberapa empal yang merupakan bagian yang aktif
mengerut.Otot merupakan alat gerak aktif yang mampu menggerakkan
tulang, kulit danrambut setelah mendapat rangsangan. Otot memiliki
empat kemampuan khusus yaitu :
Kontraktibilitas: kemampuan untuk berkontraksi / memendek
Ekstensibilitas: kemampuan untuk melakukan gerakan kebalikan dari
gerakan yang ditimbulkan saat kontraksi
Elastisitas: kemampuan otot untuk kembali ke ukuran semula
setelah berkontraksi.
Eksitabilitas: Kemampuan otot merespons dengan kuat jika distimulasi
oleh impuls saraf
Otot diklasifikasikan berdasarkan struktural ada tidaknya lurik, dan
secara fungsional berdasarkan kendali konstruksinya, dan juga
berdasarkan lokasi.
a. Bagian-bagian Otot
Sarkolema: membran yang melapisi suatu sel otot yang fungsinya
sebagai pelindung otot
Sarkoplasma: cairan sel otot yang fungsinya untuk tempat dimana
miofibril dan miofilamen berada
Miofibril merupakan serat-serat pada otot.
Miofilamen: benang-benang/filamen halus yang berasal dari
miofibril. Miofibril terbagi atas dua macam, yakni miofilamen homogen
(terdapat pada otot polos) dan miofilamen heterogen (terdapat pada otot
jantung/otot cardiak dan pada otot rangka/otot lurik).Di dalam miofilamen
terdapat protein kontaraktil yang disebut aktomiosin (aktindan miosin),
tropopin dan tropomiosin. Ketika otot kita berkontraksi (memendek) maka
protein aktin yang sedang bekerja dan jika otot kita melakukan relaksasi
(memanjang) maka miosin yang sedang bekerja.
b. Jenis-jenis Otot
Otot rangka adalah otot lurik, volunter, dan melekat pada rangka.
Serabut sangat panjang, sampai 30 cm, berbentuk silindris, dengan lebar
berkisar antara 10-100 mikron. Memiliki banyak inti dan kontraksinya
cepat dan kuat.
Otot polos adalah otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini
ditemukan pada dinding organ berongga seperti kandung kemih, uterus,
dinding tuba. Berbentuk spindel, berukuran kecil sekitar 20 mikron sampai
0,5 mikron pada ibu hamil. Kontraksinya kuat dan lamban.
Otot jantung adalah otot lurik, involunter, dan hanya ditemukan pada
jantung.Serabut membentuk cabang dengan inti di tengah. Panjang
berkisar 85-100 mikron dan diameter 15 mikron. Kontraksi otot jantung
kuat dan berirama.

c. Jenis Dan Macam Gangguan Pada Otot Manusia

Pada manusia terdapat beberapa gangguan pada otot yang terdapat pada
tubuh yaitu:
Kelelahan Otot: suatu keadaan di mana otot tidak mampu lagi
melakukan kontraksi sehingga mengakibatkan terjadinya kram otot atau
kejang-kejang otot.
Astrofi Otot: penurunan fungsi otot akibat dari otot yang menjadi kecil dan
kehilangan fungsi kontraksi. Biasanya disebabkan oleh penyakit
poliomielitis.
Distrofi Otot: suatu kelainan otot yang biasanya terjadi pada anak-anak
karenaadanya penyakit kronis atau cacat bawaan sejak lahir.
Kaku Leher / Leher Kaku / Stiff: suatu kelainan yang terjadi karena otot
yang radang / peradangan otottrapesius leher karena salah gerakan atau
adanya hentakan pada leher serta menyebabkanrasa nyeri dan kaku pada
leher seseorang.
Hipotrofit Otot: suatu jenis kelainan pada otot yang menyebabkan
otot menjadi lebih besar dan kuat disebabkan karena aktivitas otot yang
berlebihan yang umumnya karena kerja dan olahraga berlebih.
Hernis Abdominal: kelainan pada dinding otot perut yang mengakibatkan
penyakit hernia atau turun berok, yaitu penurunan usus yang masuk ke
dalam rongga perut.
B. KONTUSIO
a. Pengertian
Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
cedera pada jaringan lunak yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma
tumpul yang langsung mengenai jaringan, seperti pukulan, tendangan,
atau jatuh
Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan
tumpul,mis : pukulan, tendangan atau jatuh
Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau
pukulan pada kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit rusak dan
pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan cairan seluler merembes
ke jaringan sekitarnya.
Kontusio adalah suatu injuri yang biasanya diakibatkan
adanya benturan terhadap benturan benda keras atau pukulan. Kontusio
terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada kerusakan
kulit. Kontusio yang disebabkan oleh cedera akan sembuh  dengan
sendirinya tanpa pengobatan, meskipun demikian luka memar di bagian
kepala mungkin dapat menutupi cedera yang lebih gawat dalam kepala.
Kontusio dapat menjadi bagian dari cedera yang luas, misalnya karena
kecelakaan bermotor

b.      Etiologi
-       Benturan benda keras.
-       Pukulan.
-       Tendangan/jatuh
c.       Manifestasi Klinis
1.      Perdarahan pada daerah injury
(ecchymosis)         karena rupture pembuluh darah kecil, juga
berhubungan dengan fraktur.
2.      Nyeri, bengkak dan perubahan warna.
3.      Hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan
jaringan yang luas dan kehilangan darah yang banyak 
d.      Gejala
-       Nyeri
-       Bengkak
-       Perubahan warna
-       Kompres dingin intermitten kulit berubah
menjadi hijau/kuning, sekitar satu minggu kemudian, begkak
yang merata, sakit, nyeri dan pergerakan terbatas.
-       Kontusio kecil mudah dikenali karena
karakteristik warna biru atau ungunya beberapa hari setelah
terjadinya cedera. 
-       Kontusio ini menimbulkan daerah kebiru-biruan
atau kehitaman pada kulit.
-       Bila terjadi pendarahan yang cukup, timbulnya
pendarahan didaerah yang terbatas disebut hematoma.
-       Nyeri pada kontusio biasanya ringan sampai
sedang dan pembengkakan yang menyertai sedang sampai
berat

e. Patofisiologi
Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa
ada kerusakan kulit. Kontusio dapat juga terjadi di mana pembuluh darah
lebih rentan rusak dibanding orang lain. Saat pembuluh darah pecah maka
darah akan keluar dari pembuluhnya ke jaringan, kemudian menggumpal,
menjadi Kontusio atau biru. Kontusio memang dapat terjadi jika sedang
stres, atau terlalu lelah. Faktor usia juga bisa membuat darah mudah
menggumpal. Semakin tua, fungsi pembuluh darah ikut menurun
Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalamifagositosis dan
didaurulang oleh makrofaga. Warna biru atau unguyang terdapat pada
kontusio merupakan hasil reaksi konversi
dari hemoglobin menjadi bilirubin. Lebih lanjut bilirubin akan dikonversi
menjadi hemosiderin yang berwarna kecoklatan.
Tubuh harus mempertahankan agar darah tetap berbentuk cairan
dan tetap mengalir dalam sirkulasi darah. Hal tersebut dipengaruhi oleh
kondisi pembuluh darah, jumlah dan kondisi sel darah trombosit, serta
mekanisme pembekuan darah yang harus baik. Pada purpura simplex,
penggumpalan darah atau pendarahan akan terjadi bila fungsi salah satu
atau lebih dari ketiga hal tersebut terganggu

f.        Penatalaksanaan
Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman :
a.       Tinggikan daerah injury
b.      Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama
(20-30 menit setiap pemberian) untuk  vasokonstriksi,
menurunkan edema, dan menurunkan rasa tidak nyaman
c.       Berikan kompres hangat disekitar area injury
setelah 24 jam prtama (20-30 menit) 4 kali sehari untuk
melancarkan sirkulasi dan absorpsi
d.      Lakukan pembalutan untuk mengontrol
perdarahan dan bengkak
e.       Kaji status neurovaskuler pada daerah
extremitas setiap 4 jam bila ada indikasi
f.   Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk
menghentikan pendarahan kapiler.
e. Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan
mempercepat pemulihan jaringan-jaringan lunak yang rusak.
g.    Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan
maupun pertandingan berikutnya.
C. SPRAIN
a. Pengertian
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi akibat
gerakan menjepit atau memutar. Sprain adalah bentuk cidera berupa
penguluran atau kerobekan pada ligament (jaringan yang
menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul sendi, yang
memberikan stabilitas sendi. Kerusakan yang parah pada ligament atau
kapsul sendi dapat menyebabkan ketidakstabilan pada sendi. Fungsi
ligamen adalah menjaga stabilitas, namun masih mampu melakukan
mobilitas. Ligamen yang sobek akan kehilangan kemampuan
stabilitasnya. Pembuluh darah akan terputus dan terjadilah edema, yaitu
sendi terasa nyeri tekan dan gerakan sendi terasa sangat nyeri 

b.      Etiologi
-     Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup
gerak sendi yang normal, seperti melingkar atau memutar
pergelangan kaki.
-     Sprain dapat terjadi di saat persendian anda terpaksa
bergeser dari posisi normalnya karena anda terjatuh, terpukul
atau terkilir.

c.       Manifestasi klinis
-       Nyeri
-       Inflamasi/peradangan
-       Ketidakmampuan menggerakkan tungkai.

d.      Tanda Dan Gejala


1.    Sama dengan strain (kram) tetapi lebih parah.
2.    Edema, perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.
3.    Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
4.    Tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan konstan

e.       Patofisiologi
Kekoyakan ( avulsion ) seluruh atau sebagian dari dan
disekeliling sendi, yang disebabkan oleh daya yang tidak semestinya,
pemelintiran atau mendorong / mendesak pada saat berolah raga atau
aktivitas kerja. Kebanyakan keseleo terjadi pada pergelangan tangan dan
kaki, jari-jari tangan dan kaki. Pada trauma olah raga (sepak bola) sering
terjadi robekan ligament pada sendi lutut. Sendi-sendi lain juga dapat
terkilir jika diterapkan daya tekanan atau tarikan yang tidak semestinya
tanpa diselingi peredaan

.f.  Penatalaksanaan
1.      Pembedahan.
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi
sepenuhnya; pengurangan-pengurangan perbaikan terbuka
terhadap jaringan yang terkoyak.
2.      Kemotherapi
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam)
untuk meredakan nyeri dan peradangan. Kadang diperlukan
Narkotik (codeine 30-60 mg peroral setiap 4 jam) untuk nyeri
hebat.
3.      Elektromekanis.
a.    Penerapan dingin dengan kantong es 24 0C
b.    Pembalutan / wrapping eksternal. Dengan
pembalutan, cast atau pengendongan (sung)
c.    Posisi ditinggikan. Jika yang sakit adalah
bagian ekstremitas.
d.    Latihan ROM. Tidak dilakukan latihan
pada saat terjadi nyeri hebat dan perdarahan. Latihan
pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung
jaringan yang sakit.
e.    Penyangga beban. Menghentikan
penyangga beban dengan penggunaan kruk selama 7
hari atau lebih tergantung jaringan yang sakit.
D. STRAIN
a. Pengertian
Strain merupakan tarikan otot akibat penggunaan dan peregangan
yang berlebihan atau stres lokal yang berlebihan (Arif Muttaqin, 2008:
69).
Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan
pada struktur muskulo-tendinous (otot dan tendon). Strain akut pada
struktur muskulo-tendinous terjadi pada persambungan antara otot dan
tendon.
      Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan berlabihan,
peregangan berlebihan, atay stres yang berlebihan. Strain adalah
robekan mikroskopis tidak komplet dengan perdarahan kedalam
jaringan
 
b.      Etiologi
-     Strain terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi
secara mendadak, seperti pada pelari atau pelompat.
-    Pada strain akut : Ketika otot keluar dan
berkontraksi secara mendadak.
-    Pada strain kronis : Terjadi secara berkala oleh
karena penggunaaan yang berlebihan/tekanan berulang-
ulang,menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon).

c.       Manifestasi klinis
Gejala pada strain otot yang akut bisa berupa:
-       Nyeri
-       Spasme otot
-       Kehilangan kekuatan dan
-       Keterbatasan lingkup gerak sendi.
Strain kronis adalah cidera yang terjadi secara berkala oleh
karena penggunaan berlebihan atau tekakan berulang-ulang,
menghasilkan :
-       Tendonitis (peradangan pada tendon). Sebagai
contoh, pemain tennis bisa mendapatkan tendonitis pada
bahunya sebagai hasil tekanan yang terus-menerus dari servis
yang berulang-ulang.

d.      Patofisiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma
langsung (impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi
akibat otot tertarik pada arah yang salah,kontraksi otot yang berlebihan
atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin
muscles (otot pada kunci paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan
otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah
sekitar cedera kontusio dan membengkak

e.       Klasifikasi Strain
1.      Derajat I/Mild Strain (Ringan) 
Derajat i/mild strain (ringan)  yaitu adanya cidera akibat
penggunaan yang berlebihan pada penguluran unit
muskulotendinous yang ringan berupa stretching/kerobekan ringan
pada otot/ligament
a.       Gejala yang timbul :
  Nyeri local
  Meningkat apabila bergerak/bila ada beban pada otot
b.      Tanda-tandanya :
  Adanya spasme otot ringan
  Bengkak
  Gangguan kekuatan otot
  Fungsi yang sangat ringan
c.       Komplikasi
  Strain dapat berulang
  Tendonitis
  Perioritis
d.      Perubahan patologi
Adanya inflamasi ringan dan mengganggu jaringan otot dan
tendon namuntanda perdarahan yang besar.
e.       Terapi
Biasanya sembuh dengan cepat dan pemberian
istirahat,kompresi dan elevasi,terapi latihan yang dapat membantu
mengembalikan kekuatan otot.
2.      Derajat II/Medorate Strain (Ringan)
Derajat ii/medorate strain (ringan) yaitu adanya
cidera pada unit muskulotendinous akibat
kontraksi/pengukur yang berlebihan.
a.       Gejala yang timbul
  Nyeri local
  Meningkat apabila bergerak/apabila ada tekanan otot
  Spasme otot sedang
  Bengkak
  Tenderness
  Gangguan kekuatan otot dan fungsi sedang
b.      Komplikasi sama seperti pada derajat I :
  Strain dapat berulang
  Tendonitis
  Perioritis
c.       Terapi :
  Immobilisasi pa da daerah cidera
  Istirahat
  Kompresi
  Elevasi
d.      Perubahan patologi  :
Adanya robekan serabut otot
3.      Derajat III/Strain Severe (Berat)
Derajat III/Strain Severe (Berat) yaitu adanya
tekanan/penguluran mendadakyang cukup berat. Berupa robekan
penuh pada otot dan ligament yang menghasilkan ketidakstabilan
sendi.
a.       Gejala :
  Nyeri yang berat
  Adanya stabilitas
  Spasme
  Kuat
  Bengkak
  Tenderness
  Gangguan fungsi otot
b.      Komplikasi ;
Distabilitas yang sama
c.       Perubahan patologi :
Adanya robekan/tendon dengan terpisahnya otot dengan tendon.
d.      Terapi :
Imobilisasi dengan kemungkinan pembedahan untuk
mengembalikanfungsinya.

f.        Manifestasi Klinis
1.      Biasanya perdarahan dalam otot, bengkak, nyeri
ketika kontraksi otot
2.      Nyeri mendadak
3.      Edema
4.      Spasme otot
5.      Haematoma

g.       Komplikasi
1.      Strain yang berulang
2.      Tendonitis
h.       Penatalaksanaan
1.      Istirahat. Akan mencegah cidera tambah dan
mempercepat penyembuhan
2.      Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian
akan mengontrol pembengkakan.
3.      Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah
atau kering diberikan secara intermioten 20-48 jam pertama yang
akan mengurangi perdarahan edema dan ketidaknyamanan.
Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 – 72 jam
sedangkan mati rasa biasanya menghilang dalam 1 jam. Perdarahan
biasanya berlangsung selama 30 menit atau lebih kecuali jika
diterapkan tekanan atau dingin untuk menghentikannya. Otot,
ligament atau tendon yang kram akan memperoleh kembali
fungsinya secara penuh setelah diberikan perawatan konservatif.

E. DISLOKASI
a. Pengertian
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari
kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang
bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang
seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat
mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah
karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi
rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari
mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang
membutuhkan pertolongan segera.
b.      Etiologi
Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor
predisposisi, diantaranya :
Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
1. Trauma akibat kecelakaan
2. Trauma akibat pembedahan ortoped
3. Terjadi infeksi di sekitar sendi       
c.       Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.    Dislokasi congenital:Terjadi sejak lahir akibat
kesalahan pertumbuhan
2.    Dislokasi patologik: Akibat penyakit sendi dan atau
jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis
tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang
3.  Dislokasi traumatic.Kedaruratan ortopedi (pasokan darah,
susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan
akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan).
Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan
tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak
struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan
terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi
menjadi :
1).   Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip.
Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
 2).  Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh
frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang
minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi
pada shoulder joint dan patello femoral joint.Dislokasi
biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang
disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh
karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
d.      Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Cedera olah raga: Olah raga yang biasanya menyebabkan
dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh
misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket
dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan
jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain. 
2.  Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga:
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi
3. Terjatuh:
  Terjatuh dari tangga atau terjatuh
saat berdansa diatas lantai yang licin
  Tidak diketahui
 Faktor predisposisi(pengaturan posisi)
 Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
 Trauma akibat kecelakaan.
 Trauma akibat pembedahan ortopedi(ilmu yang
mempelajarin tentang tulang
 Terjadi infeksi disekitar sendi.
e.       Patofisiologi
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan
.Humerus terdorong kedepan ,merobek kapsul atau menyebabkan
tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput
hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke
bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah
;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi dan bawah
karakoid).
f.        Manifestasi Klinis
Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan
tangan sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis
gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot
suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.
 Nyeri
 Perubahan kontur sendi
 Perubahan panjang ekstremitas
 Kehilangan mobilitas normal
 Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
 Deformitas
  Kekakuan
g.       Penatalaksanaan
 Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat
semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
 Kaput tulang yang mengalami dislokasi
dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.
 Sendi kemudian dimobilisasi dengan
pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam
posisi stabil.
 Beberapa hari sampai minggu setelah
reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang
berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.
 Memberikan kenyamanan dan melindungi
sendi selama masa penyembuhan.
h.       Komplikasi
Komplikasi Dini
 Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ;
pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin
terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut.
 Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.
 Fraktur disloksi
Komplikasi lanjut.
 Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang
lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama
pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan
rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi.
 Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum
glenoid robek atau
 Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
 Kelemahan otot

KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1.      Pengkajian.
a.       Identitas pasien.
b.      Keluhan Utama.
Nyeri, kelemahan, mati rasa, edema, perdarahan,
perubahan mobilitas / ketidakmampuan untuk
menggunakan sendi, otot dan tendon.
c.       Riwayat Kesehatan
d.      Riwayat penyakit sekarang
  Kapan keluhan dirasakan, apakah sesudah
beraktivitas kerja atau setelah berolah raga.
  Daerah mana yang mengalami trauma.
  Bagaimana karakteristik nyeri yang dirasakan.
e.       Riwayat Penyakit Dahulu.
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami sakit
seperti ini atau mengalami trauma pada sistem
muskuloskeletal lainnya
f.        Riwayat Penyakit Keluarga.
Apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit seperti ini.
g.       Pemeriksaan Fisik.
  Inspeksi : Kelemahan, Edema,
Perdarahan  perubahan warna kulit, Ketidakmampuan
menggunakan sendi.
  Palpasi : Mati rasa
  Auskultasi
  Perkusi
h.       Pemeriksaan Penunjang
Pada sprain untuk diagnosis perlu dilaksanakan
rontgen untuk membedakan dengan patah tulang.

2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Nyeri akut berhubungan dengan peregangan
atau kekoyakan pada otot, ligament atau tendon ditandai
dengan kelemahan, mati rasa, perdarahan, edema, nyeri.
b.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan nyeri / ketidakmampuan, ditandai dengan
ketidakmampuan untuk mempergunakan sendi, otot dan
tendon.
c.       Defisit perawatan diri berhubungan dengan
ketidakmampuan dalam melaksanakan aktivitas
ditandai dengan gerakan yang minim (imobilisasi)
d.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi  mengenai penyakit dan program
pengobatan .

3.      Intervensi Keperawatan .
a.       Nyeri akut berhubungan dengan
peregangan atau kekoyakan pada otot, ligament atau
tendon ditandai dengan kelemahan, mati rasa,
perdarahan, edema, nyeri.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat
berkurang dan terkontrol.

Kriteria Hasil :

 Menunjukkan nyeri berkurang atau terkontrol.

 Terlihat rileks, dapat tidur atau beristirahat dan


beraktifitas sesuai kemampuan.

 Mengikuti program farmakologis yang diresepkan.

 Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktifitas


hiburan kedalam program control nyeri.

Intervensi :

INTERVENSI
1.    Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas( skala
0-10). Catat factor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa
sakit non verbal.

2.    Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah


baring, gips, pembebat.

3.    Tinggikan bagian ekstremitas yang sakit.

4.    Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah


sehubungan dengan cedera.
5.    Libatkan dalam aktifitas hiburan yang sesuai untuk
situasi individu.

6.    Kolaborasi :
-    Lakukan kompres dingin/es 24-48 jam pertama dan sesuai
keperluan.
-    Berikan obat sesuai indikasi narkotik dan analgesik non
narkotik.

b.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan


dengan nyeri / ketidakmampuan, ditandai dengan
ketidakmampuan untuk mempergunakan sendi, otot dan
tendon.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi
kerusakan mobilitas fisik.

Kriteria Hasil :

  Mempertahankan fungsi posisi.

  Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan


dan fungsi dari kompensasi bagian tubuh.

  Mendemonstrasikan teknik yang memungkinkan


melakukan aktifitas.

Intervensi :

INTERVENSI
1.    Kaji tingkat mobilitas yang masih dapat dilakukan
klien.
2.    Instruksikan klien / bantu dalam rentang gerak klien /
aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.

3.    Bantu atau dorong perawatan diri / kebersihan (seperti


mandi).

4.    Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan


kursi atau kloset, menggunakan pegangan tangga pada bak atau
pancuran dan toilet, peggunaan alat bantu mobilitas atau kursi
roda penyelamat.

c.       Defisit perawatan diri berhubungan dengan


ketidakmampuan dalam melaksanakan aktivitas ditandai
dengan gerakan yang minim (imobilisasi)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu
melakukan perawatan diri secara mandiri
Kriteria Hasil :
  Klien mendiskusikan cedera dan dampaknya dalam hidup.
  Klien mampu berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
Intervensi :
INTERVENSI
1.    Dorong penggunaan mekanisme penyelesaian masalah.

2.    Libatkan orang yang berarti dan layanan pendukung bila


dibutuhkan dan perlu.

3.    Dorong partisipasi aktiv dalam aktivitas hidup sehari-hari


dalam batasan terapeutik.
d.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai penyakit dan program pengobatan.
 Tujuan : setelah dilakuakn intevensi keperawatan klien dapat mengetahui
tentang penyakitnya dan mengetahui tentang program pengobatan.

Kriteria Hasil :
  Menujukkan pemahaman akan proses penyakit.
  Ikut serta dalam program pengobatan dan memuali gaya hidup yang
diperlukan.
Intervensi :

INTERVENSI
1.    Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan

2.    Beriakan informasi mengenai terapi obat–obatan


,intreraksi,efek samping ,dan pentingnya ketaatan program

Dorong periode istrahat adekuat dengan aktivitas yang


terjadwal.

4.    Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen
farmakoterapeutik

5.    Berikan informasi mengenai alat bantu,misalnya


tongkat,palang keamanan,tempat duduk toilet yang bias di
naikkan .

Anda mungkin juga menyukai