Anda di halaman 1dari 5

TUJUAN

Bab kelima ini difokuskan untuk mempelajari gejala optik nonlinier yaitu
memahami respon medium yang terhadap gangguan medan elektromagnet atau cahaya
yang berintensitas tinggi. Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. mendiskripsikan terjadinya efek optik non linier di dalam medium.
2. menjelaskan konsep susceptibilitas bahan
3. mengklasifikasikan gejala-gejala optik linier
4. menjelaskan gejala optik nonlinier orde satu, orde kedua dan orde ke tiga

MATERI AJAR
A. Pendahuluan
Pada umumnya, relasi linier yang dibangun dari dua besaran fisis merupakan
suatu pendekatan. Respon semua medium yang dikenai eksitasi pada prinsipnya adalah
non linier. Secara khusus, medium tidak merespon secara linier penyinaran oleh
gelombang elektromag,net. Namun demikian, ketika kita menggunakan sumber cahaya
berintensitas lemah, pendekatan linier sudah memadai. Pada intensitas cahaya yang
lemah, polarisasi berbanding lurus dengan pergeseran muatan-muatan listrik juga dengan
medan listrik. Pendekatan ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Di dalam bahan dielektrik
misalnya, cahaya berinteraksi dengan atom-atom, cahaya menyebabkan pergeseran kecil
muatan-muatan listrik (elektron dan ion) dalam bahan. Dipole-dipole yang berosilasi
terbentuk dan bahan terpolarisas.
Kita dapat membatasi kajian gerakan elektron dengan menganggap inti yang lebih
berat adalah diam. Penggambaran yang lebih sederhana dari gerakan listrik adalah model
elektron terikat secara elastik. Pada intensitas cahaya yang lemah, gaya pemulih adalah
proporsional dengan pergeseran elektron. Response dari medium maka adalah linier:
dipole-dipole yang dipaksa oleh gelombang optik beramplitudo lemah dan frekuensi ,
bergetar dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang. Dilain pihak, seperti
digambarkan oleh gambar V-1 prinsip superposisi yang timbul dari kelinieran sistem
menyatakan bahwa beberapa reponse dari eksitasi berfrekuensi berbeda merupakan
jumlah dari response-reponse masing-masing eksitasi. Sehingga medium tidak
menghasilkan frekuensi baru.
Diteksi cahaya dan semua proses modulasi cahaya merupakan proses non linier.
Sebelum tahun 1960 proses non linier tersebut di abaikan dan dianalisa menggunakan
sistem optik yang didasarkan pada teori linier. Pengabaian ini disebabkan belum
tersedianya sumber medan optik yang kuat. Sejak keberhasilan Theodore Harold
Maiman pada Juli 1960 mendemonstrasikan laser ruby, sumber cahaya yang
menghasilkan sifat-sifat optik non linier menjadi tersedia (Q-switched ruby laser adalah
1012 kali lebih terang dari pada lampu high-pressure mercury arc lamp). Eksperimen
optik non linier yang pertama adalah yang dilakukan oleh Peter A. Franken dkk, di
University Of Michigan; yang berhasil menunjukkan gejala pembangkitan harmonik
kedua dan rektifikasi optik (gambar V-3)
Prinsip optik linier tidak berlaku lagi jika amplitudo medan listrik gelombang
yang merambat dalam medium menjadi sebanding besarnya dengan medan listrik
interatomik (105 - 1010 V/m). Dapat dijelaskan secara kualitatif asal dari ketak linieran
dari medium yang terinduksi oleh medan yang sangat kuat dengan meninjau model
elektron yang terkait secara elastik. Jika eksitasi optik adalah kuat, amplitudo getaran
meningkat dan kita keluar dari domain elastik dari hukum Hooke. Gaya pemulih, yang
tidak lagi proporsional dengan pergeseran, mengarah ke potensial takharmonik. Gaya ini
mengakibatkan suatu response tak linier dari medium: response dari eksitasi sinusoida
tetap periodik tetapi menyatakan beberapa harmonik. Gambar V-2 mengilustrasikan
penggandaan frekuensi: sebagai contoh sebuah kristal non linier KTP (KTiPO4) disinari
oleh sinar inframerah 1.06 µm menghasilkan cahaya hijau 0.523 µm. Begitu juga,
response beberapa eksitasi simultan berfrekuensi berbeda menghasilkan kombinasi
frekuensi eksitasi.

Gambar V-1. Ilustrasi prinsip superposisi dalam medium linier: medan listrik E
gelombang menginduksi suatu Polarisasi di dalam medium.
(a) (b)

Gambar V-2. Interaksi non linier gelombang optik dalam medium: cahaya
berubah "warna" saat melintasi medium (a) double frekuensi, (b) pembentukan
gelombang yang frekuensinya merupakan jumlah dari frekuensi -frekuensi gelombang
datang

(a)

(b)

Gambar III.3. Eksperimen optik non linier pertama: (a). Pembangkitan Harmonik kedua:
Sinar merah (694,3 nm) dari sebuah laser rubi berdaya 10 kilowatt, difokuskan ke dalam
plat kuarsa tipis dimana ia memancarkan sinar berdaya sangat lemah (10-4 watt) di daerah
UV (347,15 nm). (b).Rektifikasi optik: Kedua permukaan kristal yang sejajar sinar di
lapisi logam, dapat ditunjukkan sebuah tegangan kontinyu proporsional kuadrat intensitas
sinar laser. Kita harus menggunakan laser pulsa: tegangan V bervariasi sebagai fungsi
waktu.
Interpretasi kuantum efek ketak linieran adalah sebagai berikut: Efek ketak
linieran masuk dalam ketegori gejala multi foton, sebagai contoh pembangkitan harmonik
kedua merupakan proses tiga foton. Dengan menganggap foton sebagai partikel,
pembangkitan harmonik kedua dapat dituliskan dalam bentuk reaksi berikut:
Foton (h) + foton (h)  foton(2h)
Probabilitas agar supaya reaksi seperti di atas terjadi adalah maksimum jika kedua
syarat kekekalan momentum dan energi terpenuhi. Kekekalan energi berkaitan dengan
penggandaan frekuensi dan kekekalan momentum berkaitan dengan syarat kecocokan
fase. Kita tinjau kasus dimana vektor momentum ketiga gelombang adalah sejajar,
dengan dinytakan oleh 1 dan 2 , kecepatan cahaya pada frekuensi  dan 2 adalah

Kekekalan energi h + h = 2h

Kekekalan momentum n1 (h/c) + n1( h/c) = n2(2h/c)

Untuk dapat menyelesaikan modul ini anda diharuskan membaca Materi Belajar
dalam e-Book Optik Nonlinier Bab V.

EVALUASI
1. Jelaskan terjadinya efek optik non linier di dalam medium.
2. Klasifikasikan gejala-gejala optik linier
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan susceptibilitas bahan.
4. Jelaskan gejala optik nonlinier orde satu, orde kedua dan orde ke tiga

KEPUSTAKAAN
[1] U. Fano, Description of states in quantum mechanics by density matrix and operator
techniques, Rev. Mod. Phys. 29, 74, 1957.
[2] J.A. Armstrong, N. Bloembergen, J. Ducuing, P.S. Perserhan, Interaction between
light waves in nonlinear dielectrics, Phys. Rev. 127, 1918, 1962.
[3] Lihat sebagai contoh dalam H.J. Hoffman, Thermally induced phase conjugation by
transient real-time holography : a review, Jour. Opt. Soc. Am B3, 253, 1986.
[4] P. Gunter and J.P. Huignard Eds, Photorefractive materials and their applications,
Vol. 61 and 62, Springer-Verlag. Berlin, 1988 and 1989.
[5] N. Bloembergen and Y.R. Shen, Optical nonlinearities of a plasma, Phys. Rev. 141,
298, 1966.
[6] S.S. Jha and N. Bloembergen, Nonlinier optical coefficients in group IV and III-V
semiconductor, IEEE Jour. Quant. Electron. QE4, 670, 1968.
[7] Y.R. Shen, The principles of nonlinear optics, John Wiley & Sons, New York, 1984.
[8] N. Bloembergen, Nonlinear Optics, Frontier in Physics, Fourth printing, 1982.
[9] A. Yariv, Quantum electronics, John Wiley & Sons, New York, 1975.

Anda mungkin juga menyukai