Anda di halaman 1dari 50

BAB 1

PENDAHULUAN

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran

dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun

roHeni tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan

budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera(1). Sedangkan pengertian

secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha

mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Kesehatan dan keselamatan Kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses

produksi baik jasa maupun industry(2). Menurut Keputusan Menteri

Ketenagakerjaan (Kepmenaker) nomor 463/MEN/1993 definisi K3 ialah upaya

perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lainnya ditempat

kerja/perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap sumber

produksi dapat digunakan secara aman dan efisien(3). Keselamatan dan Kesehatan

kerja (K3) diatur dalam Undang-Undang No 1 tahun 1970 mengenai Keselamatan

Kerja, Undang-undang No.23 tahun 1992 mengenai Kesehatan Kerja, dan

Undang-undang No.13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan(4).

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek yang

penting, hal ini disebabkan K3 sangat berkaitan erat dengan jiwa dan hidup

pekerja. Semua area kerja tentunya memiliki potensi bahaya. Potensi bahaya

inilah yang akan mengakibatkan kecelakaan sehingga dapat mengancam jiwa

pekerja. Agar pekerja dapat bekerja dengan baik maka perlu adanya
penanggulangan dan penanganan kecelakaan di lingkungan kerja. Keselamatan

dan kesehatan kerja menjadi salah satu aspek perlindungan tenaga kerja dengan

cara penerapan teknologi pengendalian segala aspek yang berpotensi

membahayakan para pekerja. Perlu dilakukan pengendalian yang ditujukan

kepada sumber yang berpotensi menimbulkan penyakit akibat pekerjaan,

pencegahan kecelakaan dan penyerasian peralatankerja baik mesin dan

karakteristik manusia yang menjalankan pekerjaan tersebut. Dengan menerapkan

teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja diharapkan tenaga kerja

akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja dan tingkat kesehatan yang tinggi(5).

Berdasarkan Kementrian Kesehatan tahun 2011 - 2013 terjadi peningkatan

jumlah kasus kecelakaan akibat kerja yaitu tahun 2011 (9.891 kasus), tahun 2012

(21.735 kasus), tahun 2013 (35.917 kasus) sedangakan jumlah kasus kecelakaan

kerja tahun 2014 mengalami penurunan yaitu 24.910 kasus. Selain itu, Jumlah

kasus penyakit akibat terjadi peningkatan yaitu tahun 2011 (57.929 kasus), tahun

2012 (60.322 kasus), tahun 2013 (97.144 kasus) sedangkan jumlah kasus penyakit

akibat kerja mengalami penurunan pada tahun 2014 (40.694 kasus) (6).

Fakta menunjukkan bahwa kondisi tempat kerja industri mebel umumnya

memiliki resiko kecelakaan dan gangguan kesehatan karena pengaruh dari sifat

pekerjaannya, karakteristik pekerja, dan budaya keselamatan kerja serta adanya

penggunaan mesin-mesin berbahaya dan tata letak ruang kerja yang kurang baik

(Ratnasingam et al. 2011)(7). Para pekerja selalu terpapar partikel debu kayu,

kebisingan dari penggunaan mesin-mesin perkakas seperti gergaji, mesin serut

listrik, gurinda dan bor, serta terpapar bahan kimia pada kegiatan pelapisan warna
pada tahapan finishing mebel, sampai diatas ambang batas yang diizinkan

(Whitehead 1982; Whysall et al. 2006; Ratnasingam et al. 2010). Selain itu

penggunaan mesin-mesin perkakas yang berhubungan dengan menangani,

menyimpan, mengangkat dan mengangkut beban secara manual yang bersifat

membahayakan keselamatan dan kesehatan pekerja (Kemenakertran 2003) (8)

Sebagai seorang dokter yang berkompeten salah satu pelayanan yang

diberikan kepada masyarakat adalah pelayanan dalam bidang Ilmu Kedokteran

Kerja. Ilmu ini mempelajari tentang potensi dan faktor risiko dari pekerjaan.

Pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja dilakukan agar mencegah

kecelakaan kerja dan mencegah penyakit akibat kerja pada pekerja salah satunya

pada pekerja mebel kayu. Hal ini yang mendorong kelompok kami agar

melakukan kunjungan Kedokteran Kerja di Bengkel UD Heni Mebel Kupang.

1.2 Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang, masalah yang dapat diidentifikasi yaitu faktor

risiko yang dapat menyebabkan terjadinya masalah kesehatan terhadap para

pekerja, serta keselamatan peralatan dan lingkungan Bengkel Mebel UD Heni

Mebel Kupang.

1.3 Rumusan masalah

1.3.1 Apa saja faktor risiko pekerjaan yang dapat mempengaruhi kesehatan dan

keselamatan pekerja di lingkungan kerja Bengkel Mebel UD Heni Mebel

Kupang?

1.3.2 Bagaimana status kesehatan para pekerja di lingkungan kerja Bengkel

Mebel UD Heni Mebel Kupang.?


1.3.3 Apa saja masalah kesehatan yang dapat dialami oleh pekerja di

lingkungan kerja Bengkel Mebel UD Heni Mebel Kupang?

1.4 Tujuan

1.4.1 Mengetahui faktor risiko pekerjaan yang dapat mempengaruhi kesehatan

dan keselamatan pekerja di lingkungan kerja Bengkel Mebel UD Heni

Mebel Kupang..

1.4.2 Mengetahui status kesehatan pekerja Bengkel Mebel UD Heni Mebel

Kupang..

1.4.3 Mengetahui masalah kesehatan yang ada pada pekerja di lingkungan kerja

Bengkel Mebel UD Heni Mebel Kupang.

1.5 Manfaat

1.5.1 Penulis

Menambah informasi dan pengetahuan penulis mengenai kesehatan dan

keselamatan kerja serta hal-hal yang terkait, khususnya di lingkungan kerja

Bengkel Mebel UD Heni Mebel Kupang.

1.5.2 Pekerja

a. Mengetahui faktor risiko yang dapat mengakibatkan munculnya masalah

kesehatan

b. Mengetahui pentingnya menggunakan alat pelindung diri untuk menjaga

kesehatan dan keselamatan kerja.

c. Mengetahui status kesehatan pribadi penyakit apa saja yang dapat

dialami oleh pekerja di lingkungan kerja Bengkel Mebel UD Heni Mebel

Kupang.
1.5.3 Pemilik Bengkel Mebel UD Heni Mebel Kupang

a. Mengetahui masalah-masalah kesehatan yang mungkin terjadi terkait

dengan hal-hal yang ada pada lingkungan kerja Bengkel Mebel UD Heni

Mebel Kupang.

b. Mengetahui faktor risiko yang dapat mengakibatkan munculnya masalah

kesehatan pada para pekerja.

c. Mengetahui pentingnya menggunakan alat pelindung diri untuk menjaga

kesehatan dan keselamatan kerja para pekerja.

d. Mengetahui hal-hal yang dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko

terjadinya gangguan kesehatan di lingkungan kerja Bengkel Mebel UD

Heni Mebel Kupang.

1.5.4 Puskesmas

a. Sebagai informasi bagi puskesmas terutama bidang Unit Kesehatan Kerja

(UKK) untuk menjadi perhatian terhadap industri mebel beserta

pekerjanya yang berada di wilayah kerja Puskesmas Bakunase

b. Memberikan intervensi dan pelayanan kesehatan di tempat kerja

c. Memberikan edukasi mengenai pentingnya kesehatan dan keselamatan

kerja

d. Melakukan pengecekan berkala di tempat kerja dan pemeriksaan

kesehatan bagi pekerjanya


1.5.5 Dinas tenaga kerja dan transmigrasi

a. Sebagai informasi dan edukasi bagi Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi yang menaungi para pekerja akan pentingnya penerapan

sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

b. Memberikan informasi untuk memperketat penggunaan alat pelindung

diri (APD) bagi para pekerja khususnya pekerja di lingkungan kerja

Bengkel Mebel UD Heni Mebel Kupang.


BAB 2

TIJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Keselamatan dan Kesehatan

Kerja adalah suatu kondisi kerja yang terbebas dari ancaman bahaya yang

mengganggu proses aktivitas dan mengakibatkan terjadinya cedera, penyakit,

kerusakan harta benda, serta gangguan lingkungan. Kebijakan keselamatan kerja

di Indonesia menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1970 memberlakukan tiga

unsur, yakni unsur tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi sesuatu usaha, unsur

tenaga kerja yang bekerja, dan unsur bahaya kerja di tempat kerja. Aturan

keselamatan kerja untuk bidang kehutanan terdapat dalam Pasal 2 ayat 2d dalam

undang-undang tersebut yang berbunyi “wajib diterapkan dalam pekerjaan

pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya” (4)

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah semua kondisi dan faktor

yang dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja

maupun orang lain ditempat kerja. K3 merupakan upaya perlindungan yang

ditujukan agar tenaga kerja dan orang lainnya ditempat kerja/perusahaan selalu

dalam keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap sumber produksi dapat

digunakan secara aman dan efisien (Kepmenaker Nomor 463/MEN/1993).

Kesehatan kerja merupakan kesehatan fisik maupun kesehatan psikis pekerja

berhubungan secara langsung dengan pekerjaannya meliputi cara kerja, metode

kerja, kondisi kerja dan kondisi lingkungan tempat seseorang bekerja yang dapat

menyebabkan kecelakaan, penyakit maupun perubahan kesehatan.(1,3)


Konsep dasar kesehatan kerja sendiri memiliki hubungan timbal balik

antara kesehatan dan pekerjaan sehingga menyebabkan keadaan sehat (baik dari

segi fisik, mental maupun sosial). Kesehatan kerja sendiri memiliki tujuan

melindungi tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya serta menjamin

kesejahteraan hidup dan peningkatan kinerja. Selain itu, kesehatan keselamatan

kerja juga menjamin keselamatan seluruh individu yang berada di lingkungan

kerja dan sumber daya bahan produksi dipergunakan secara efektif dan efisien.

Kedokteran kerja berfokus pada pencegahan evaluasi, diagnosis, pengobatan dan

rehabilitasi.(1,2)

Berdasarkan Kementrian Kesehatan tahun 2011 - 2013 terjadi

peningkatan jumlah kasus kecelakaan akibat kerja yaitu tahun 2011 (9.891 kasus),

tahun 2012 (21.735 kasus), tahun 2013 (35.917 kasus) sedangakan jumlah kasus

kecelakaan kerja tahun 2014 mengalami penurunan yaitu 24.910 kasus. Selain itu,

Jumlah kasus penyakit akibat terjadi peningkatan yaitu tahun 2011 (57.929 kasus),

tahun 2012 (60.322 kasus), tahun 2013 (97.144 kasus) sedangkan jumlah kasus

penyakit akibat kerja mengalami penurunan pada tahun 2014 (40.694 kasus). (6)

Tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:

a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja

baik secara fisik, sosial, dan psikologis.

b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya

selektif mungkin.

c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.


d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi

pegawai.

e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.

f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan

atau kondisi kerja.

g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja

2.2 Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) di Tempat Kerja

Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) adalah merupakan

pertolongan pertama yang harus segera diberikan kepada korban yang

mendapatkan kecelakaan atau penyakit mendadak dengan cepat dan tepat sebelum

korban dibawa ke tempat rujukan.

Pengawasan pelaksaan P3K di tempat kerja perlu memperhatikan faktor

fasilitas dan faktor personil. Dari aspek fasilitas, terdapat kotak P3K, isi Kotak

P3K, buku Pedoman, ruang P3K, dan perlengkapan P3K (alat perlindungan, alat

darurat, alat angkut dan transportasi). Dari faktor personil, dapat diperhatikan

penanggung jawabnya: dokter pimpinan PKK, Ahli K3, dan petugasnya yang

memiliki sertifikat pelatihan P3K di tempat kerja.

Pembinaan Pengawasan pelaksaan P3K di tempat kerja harus didukung

oleh faktor internal dan faktor eksternal perusahaan. Faktor internal perusahaan

terdiri dari Pengurus Perusahaan, Dokter Perusahaan, ahli K3/Ahli K3 Kimia,

Auditor Internal dan faktor eksternal perusahaan yaitu pegawai Pengawas

Ketenagakerjaan dan auditor Eksternal.(9)


2.3 Industri Mebel

2.3.1 Defenisi

Mebel kayu adalah istilah yang digunakan untuk perabot rumah tangga

yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang, tempat duduk, tempat

mengerjakan sesuatu dalam bentuk meja atau tempat menaruh barang di

permukaannya, misalnya mebel kayu sebagai tempat penyimpanan biasanya

dilengkapi dengan pintu, laci dan rak, Contoh lemari pakaian, lemari buku, dan

lain-lain. Mebel kayu dapat terbuat dari kayu, bambu, logam, plastik dan lain

sebagainya. Mebel kayu sebagai produk artistik biasanya terbuat dari kayu pilihan

dengan warna dan tekstur indah yang dikerjakan dengan penyelesaian akhir yang

halus(10).

Menurut Anizar (2009), industri mebel kayu adalah pekerja sektor informal yang

menggunakan berbagai jenis kayu sebagai bahan baku/utama alam proses

produksinya serta menerapkan cara kerja yang bersifat tradisional(11).

2.3.1 Proses Produksi Industri Mebel Kayu

Pada dasarnya pembuatan mebel dari kayu melalui lima proses utama

yaitu : proses pengergajian kayu, penyiapan bahan baku, proses penyiapan

komponen, proses perakitan dan pembentukan (bending), dan proses akhir(11):

1. Pengegergajian Kayu

Bahan baku kayu tersedia dalam bentuk kayu gelondongan sehingga masih perlu

mengalami penggergajian agar ukutannya menjadi lebih kecil seperti balok atau

papan. Pada umunya, pengergajian ini menggunakan gergaji secara mekanis atau
dengan gergaji besar secara manual. Proses ini menimbulkan debu yang sangat

banyak dan juga menumbulkan bising.

2. Penyiapan Bahan Baku

Proses ini dilakukan dengan menggunakan gergaji baik dalam benuk manual

maupun mekanis, kampak, parang, dan lain-lain. Proses ini juga menghasilkan

debu terutama ukuran yang besar karena menggunakan mata gergaji atau alat yang

lainnya yang relatif kasar serta suara bising.

3. Penyiapan Komponen

Kayu yang sudah dipotong menjadi ukuran dasar bagian mebel, kemudian

dibentuk menjadi komponen-komponen mebel sesuai yang diinginkan dengan

cara memotong, meraut, mengamplas, melobangi, dan mengukir, sehingga jika

dirakit akan membentuk mebel yang indah dan menarik.

4. Perakitan dan Pembentukan

Komponen mebel yang sudah jadi, dipasang dan dihungkan satu sama lain hingga

menjadi mebel. Pemasagan ini dilakukan dengn mengunakan baut, sekrup, lem,

paku ataupun pasak kayu yang kecil dan lain-lain untuk merekatkan hubungan

antara komponen.

5. Penyelesaian Akhir

Kegiatan yang dilakukan pada penyelesaian akhir ini meliputi :

(1) Pengamplasan / penghalusan permukaan mebel

(2) Pendempulan lubang dan sambungan

(3) Pemutihan mebel dengan H202

(4) Pemlituran atau ”sanding sealer”


(5) Pengecatan dengan ”wood stain” atau bahan pewarna lain

(6) Pengkilapan dengan menggunakan melamic clear.

Pada bagian ini menimbulkan debu kayu dan bahan kimia serta pewarna yang

tersedia di udara, seperti H2O2, sanding sealer, melamic clear, dan wood stain

yang banyak menguap dan berterbangan di udara, terutama pada penyemprotan

yang mengggunakan sprayer.

6. Pengepakan

Proses pengepakan sebenarnya bukan lagi bagian pembuatan mebel karena

sebelum masuk proses ini mebel telah selesai. Tahap ini merupakan langkah

penyiapan mebel untuk dipasarkan dan hanya ditemukan terutama pada industri

mebel sektor formal.

2.3.3 Bahaya dan Akibat yang Terjadi Pada Industri Mebel(12)

a. Pengergajian

1. Debu Kayu

Debu kayu terjadi akibat proses penggergajian dapat masuk kedalam tubuh

melalui saluran pernafasan dan dapat pula menyebabkan alergi terhadap kulit.

Dampak negatif dari debu terhadap kesehatan dapat berupa :

 Iritasi dan alergi terhadap saluran pernafasan.

 Alergi terhadap kulit.

2. Bising

Kegiatan pengergajian, pemotongan, pelubangan, dan penyambungan umumnya

akan menimbulkan kebisingan yang dapat meneyebabkan gangguan aktivitas,

konsentrasi dan pendengaran, gangguan pendengaran yang timbul pada awalnya


masih bersifat sementara, tetapi pada pemajanan tingkat kebisingan tertentu,

misalnya lebih dari 85 Db (A) dan dalam waktu yang lama, dapat menyebabkan

kerusakan pendengaran yang menetap sehingga menyebabkan tuli yang tidak

diobati dari pekerja yang bersangkutan.

3. Posisi kerja yang tidak benar/tidak ergonomis (seperti jongkok, membungkuk,

akan menimbulkan nyeri otot dan punggung).

b. Penyiapan Bahan Baku/Penyiapan Komponen

 Debu dan pertikel kecil kayu banyak terjadi pada kegiatan ini yaitu pada

proses pemotongan kayu sebagai persiapan komponen mebel, juga pada

proses pembentukan kayu. Debu kayu ini dapat masuk ke dalam tubuh

melalui saluran pernafasan, serta dapat pula menyebabkan iritasi dan alergi

terhadap saluran pernafasan pernafasan dan kulit.

 Kebisingan yang ditimbulkan pada proses ini dapat menyebabkan

gangguan aktivitas, konsentrasi dan pendengaran, baik sementara maupun

tetap. Akibat cara kerja yang kurang konsentrasi dapat menimbulkan

kecelakaan/bahaya seperti tertusuk paku, sekrup dan lain-lainnya.

 Sikap dan posisi kerja yang tidak benar/tidak ergonomis (seperti jongkok,

membungkuk) akan menimbulkan nyeri otot dan punggung serta gangguan

fungsi dan bentuk otot.

 Cara kerja yang kurang hati-hati dapat menimbulkan luka terpukul,

tersayat atau tertusuk.

c. Penyerutan dan Pengamplasan


Debu yang terjadi akibat proses penyerutan dan pengamplasan dapat masuk ke

dalam tubuh melalui saluran pernafasan serta dapat menyebabkan alergi pada

kulit. Dampak negatif terhadap terhadap kesehatan dapat berupa:

 Iritasi dan alergi saluran pernafasan.

 Alergi terhadap kulit.

d. Perakitan

 Suara bising berupa ketukan dan suara nyaring lainnya dapat menggangu

konsentrasi, aktivitas dan gangguan pendengaran. Akibat cara kerja yang

kurang konsentrasi dapat menimbulkan kecelakaan/bahaya seperti tertusuk

paku, sekrup dan lain-lainnya.

e. Pemutihan/Pengecatan

 Uap cat/zat kimia seperti H2O2, thinner, sanding sealer, melamic clear,

wood stain serta jenis cat lainnya dapat mengakibatkan :

 Peradangan pada saluran pernafasan, dengan gejala batuk, pilek,

sesak nafas, demam.

 Iritasi pada mata dengan gejala mata pedih, kemerahan, berair.


BAB 3

LAPORAN KUNJUNGAN

3.1 Profil Usaha

 Jenis usaha : Mebel Kayu

 Nama usaha : UD.. Heni Mebel

 Alamat : Jl. Banteng, Kelurahan Nunleu, Kecamatan Kota

Raja, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur

 Berdiri : Sejak 2012

 Nama pemilik : Sardjito

 Luas ruang usaha : 16 x 16 m2

 Jumlah karyawan : 4 orang

 Jam kerja : 09.00-17.00 wita (8 jam)

3.2 Gambaran Situasi Lingkungan Kerja

UD. Heni Mebel berlokasi di Jl. Banteng, Kelurahan Nunleu, Kecamatan

Kota Raja, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Tempat usaha ini didirikan

pada tahun 2012 dan sekarang memiliki 4 orang pekerja yang mana terdiri

dari 1 orang kepala tukang yang sudah bekrja selama 1 tahun dan 3 orang

pembantu tukang yang baru bekerja kira-kira 1-3 bulan. UD. Heni Mebel

merupakan tempat usaha yang menyediakan jasa pembuatan perabot rumah

tangga seperti kursi, meja, lemari, rak, tempat tidur dan lainnya yang dibuat

dari kayu. UD. Heni Mebel buka setiap hari kecuali hari minggu dengan jam

kerja dimulai dari pukul 09.00 sampai pukul 17.00 WITA.


UD. Heni Mebel ini berdiri di atas lahan dengan luas ± 16 x 16 m 2 dan

terletak di pinggir jalan besar sehingga banyak kendaraan yang tiap harinya

melewati jalan tersebut. Hal ini juga mempengaruhi kebisingan di tempat kerja

tersebut. UD. Heni Mebel dilengkapi dengan dapur kecil untuk tempat

membuat makanan dan minuman bagi pekerja serta terdapat WC di bagian

belakang tempat usaha tersebut. Saat kunjungan, terdapat 1 pekerja yang

dipercaya untuk melakukan proses pekerjaan mulai dari penyiapan komponen,

proses perakitan dan pembentukan (bending) hingga menjadi perabotan sesuai

orderan. Pekerja tersebut diberikan upah kerja sesuai dengan jumlah orderan

yang masuk dan biasanya pekerja menerima upah kerja sebesar Rp 2.000.000

per bulan. Setiap hari pemilik usaha akan datang untuk mengawasi pekerjaan

yang dilakukan pekerjanya. Pemilik usaha memberi kebebasan kepada pekerja

untuk menggunakan dapur yang ada untuk membuat makan pagi dan siang

ataupun untuk membuat minuman. Bahan baku dapur juga disediakan oleh

pemilik usaha. Tempat usaha UD. Heni Mebel tidak menyediakan kotak P3K

sehingga bila pekerja mengalami keluhan sakit di tempat kerja biasanya

pemilik usaha akan pergi membelikan obat yang dibutuhkan pekerja. Saat

kunjungan, didapati bahwa pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri

(APD) saat bekerja. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa pekerja

tidak memiliki BPJS Kesehatan maupun BPJS ketenagakerjaan. Pekerja juga

mengatakan bahwa sudah menjadi kebiasaan melakukan pekerjaan tanpa

menggunakan APD. Apabila merasa kurang sehat pekerja hanya

menggunakan masker. Pemilik usaha pun mengaku bahwa tidak disediakan


APD khusus untuk pekerja sehingga bila mengalami kecelakaan kerja akan

langsung dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Tempat usaha tersebut juga

tidak menyediakan alat pemadam kebakaran yang mana hal tersebut

menambah risiko dalam hal keselamatan kerja.

3.3 Proses Pembuatan Meubel di UD. Heni Meubel

Pada dasarnya pembuatan mebel dari kayu melalui 4 proses utama yaitu:

penyiapan bahan baku, proses penyiapan komponen, proses perakitan dan

pembentukan (bending), dan proses akhir(11.12).

1. Penyiapan Bahan Baku

Proses ini dilakukan dengan menggunakan gergaji baik dalam benuk manual

maupun mekanis, kampak, parang, dan lain-lain. Proses ini juga menghasilkan

debu terutama ukuran yang besar karena menggunakan mata gergaji atau alat yang

lainnya yang relatif kasar serta suara bising.

2. Penyiapan Komponen

Kayu yang sudah dipotong menjadi ukuran dasar bagian mebel, kemudian

dibentuk menjadi komponen-komponen mebel sesuai yang diinginkan dengan

cara memotong, meraut, mengamplas, melobangi, dan mengukir, sehingga jika

dirakit akan membentuk mebel yang indah dan menarik.

3. Perakitan dan Pembentukan

Komponen mebel yang sudah jadi, dipasang dan dihungkan satu sama lain hingga

menjadi mebel. Pemasagan ini dilakukan dengn mengunakan baut, sekrup, lem,

paku ataupun pasak kayu yang kecil dan lain-lain untuk merekatkan hubungan

antara komponen.
4. Penyelesaian Akhir

Kegiatan yang dilakukan pada penyelesaian akhir ini meliputi :

(1) Pengamplasan / penghalusan permukaan mebel

(2) Pendempulan lubang dan sambungan

(3) Pemutihan mebel dengan H202

(4) Pemlituran atau ”sanding sealer”

(5) Pengecatan dengan ”wood stain” atau bahan pewarna lain

(6) Pengkilapan dengan menggunakan melamic clear.

Pada bagian ini menimbulkan debu kayu dan bahan kimia serta pewarna yang

tersedia di UD.ara, seperti H2O2, sanding sealer, melamic clear, dan wood stain

yang banyak menguap dan berterbangan di UD.ara, terutama pada penyemprotan

yang mengggunakan sprayer.

5. Pengepakan

Proses pengepakan sebenarnya bukan lagi bagian pembuatan mebel karena

sebelum masuk proses ini mebel telah selesai. Tahap ini merupakan langkah

penyiapan mebel untuk dipasarkan dan hanya ditemukan terutama pada industri

mebel sektor formal.


3.4 Alur Kerja Proses Pembuatan Mebel

proses pemotongan
Pengangkutan
penggergajian bagian-bagian
bahan mentah
bahan mentah mebel

pengamplasan/p
perakitan dan
meraut bagian- enghalusan
pemasangan
bagian mebel permukaan
mebel
mebel

pendempulan/lu
pengecatan
bang dan pemlituran
mebel
sambungan

pengecekan
tahap akhir

Gambar Proses pembuatan mebel


3.5 Identifikasi Faktor Risiko di Tempat Kerja
Tabel 3.1 Identifikasi Faktor Risiko di tempat Kerja
No. Urutan Bahaya potensial Gangguan Pengendalian Risiko
Proses Kerja kesehatan yang
mungkin
terjadi
Fisik Kimia Biologi Biomekanik Psikologi
1. Pengangkutan 1. Debu dan - 1. Bakteri 1. Postur - 1. infeksi 1. Peningkatan
bahan mentah pertikel kecil 2. Parasit tubuh tidak mikroorganisme pengetahuan tentang
kayu 3. Virus baik saat 2. gangguan keselamatan kerja
2. Tertusuk 4. Jamur bekerja musculoskeletal melalui pelatihan dan
serpihan kayu 3. ISPA edukasi kepada pekerja
tajam 4. Iritasi mata 2. Kenakan APD
lengkap seperti sarung
Keluhan nyeri tangan karet, celemek,
pada punggung sepatu boot dan masker
belakang dan 3. Disediakan alat
kesemutan bantu angkut (troli)
pada tangan
2. Proses 1. Debu - - 1.Posisi - Gangguan 1. Peningkatan
penggergajian 2. Bising berdiri yang pendengaran pengetahuan tentang
bahan mentah 3.Getaran cukup lama Gangguan keselamat kerja melalui
4. Tertusuk 2. Postur muskuloskeletal pelatihan dan edukasi
serpihan kayu tubuh tidak Cara kerja yang kepada pekerja
tajam baik saat kurang hati-hati 2. Gunakan APD
bekerja dapat lengkap
menimbulkan seperti sarung tangan
luka karet, celemek, sepatu
terpukul,tersayat boot dan masker
atau tertusuk 3. Selalu mengeringkan
kaki saat selesai bekerja
Keluhan nyeri 4. Melakukan
pada punggung peregangan
belakang dan
kesemutan
pada tangan

3. Pemotongan 1. Bising - - Posisi - 1.Gangguan 1. Peningkatan


bagian-bagian 2. Debu dan berdiri, muskuloskeletal pengetahuan tentang
mebel, meraut serbuk kayu waktu kerja 2. Gangguan keselamat kerja melalui
bagian-bagian 3.Tertusuk pendengaran pelatihan dan edukasi
mebel, serpihan kayu 3. Tangan kepada pekerja
perakitan dan dan benda terkena alat 2. Gunakan APD
pemasangan tajam pemotong seperti sarung tangan
mebel, karet, celemek, sepatu
pengamplasan/ Ditemukan: boot dan masker.
penghalusan Keluhan nyeri 5. Pembersihan luka
permukaan pada punggung dan pengobatan luka
mebel belakang dan 6. Memperhatikan
kesemutan postur posisi saat
pada tangan bekerja
7. Melakukan
peregangan.
4. Pemlituran dan 1. Uap thiner, Iritasi - Posisi berdiri - 1.Ganguan 1. Peningkatan
pengecatan cat penggunaan , setengah pernapasan pengetahuan tentang
cairan kimia berdiri dan 2. Iritasi pada keselamat kerja melalui
seperti sedikit mata pelatihan dan edukasi
thiner, cat membungku kepada pekerja
k dengan Didapatkan: 2.Penggunaan APD
durasi kerja Iritasi pada seperti sarung tangan
yang lama mata karet, celemek, sepatu
karena dicat boot dan masker dan
secara penanganan laserasi
manual dengan menggunakan
pencucian luka,
pembersihan,
pengobatan dan
penutupan luka.

5. Pengecekan - - - Posisi - 1. Ganguan 1. Peningkatan


tahap akhir pengangkata muskuloskletal pengetahuan tentang
n beban yang keselamat kerja melalui
salah pelatihan dan edukasi
kepada pekerja
Gangguan 2. Istirahat yang cukup
kesehatan yang 3. Melakukan
ditemukan : peregangan.
Nyeri pada
punggung
bawah
Identitifikasi Bahaya, Penilaian Risiko, Skala Prioritas, Pengendalian Risiko K3 dan Penanggung Jawab K3
Penilaian Risiko
Uraian
No Potensi Cedera Kekerapa Keparahan Tingkat Pengendalian Risiko K3
Pekerjaan
n Risiko
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1.Kaki tergencet 1 1 1 1. Penggunaan APD : Sepatu, sarung
2.Tangan Terjepit 1 1 1 tangan
3.Pegal-pegal/Nyeri 2 1 2 2. SOP cara pengangkatan yang
otot benar
Pengangkutan
1. 4. Tertusuk serpihan 3. Pekerja harus lebih fokus dan
bahan mentah
kayu tajam berhati-hati dalam bekerja
4. Pengawasan penggunaan APD
5. Disediakan alat bantu angkut
seperti troli
1.Jari terkena gergaji 1 1 3 1. Penggunaan APD seperti masker
2.Pendengaran 3 1 3 dan sarung tangan
terganggu 3 2 6 2. Gergaji dilengkapi dengan
3.Menghirup serbuk penutup/pelindung gergaji.
Proses
2. kayu 3. Menggunakan earplug.
penggergajian
4. Getaran alat gergaji 4. Pekerja harus lebih fokus dan
5. Tertusuk serpihan berhati-hati dalam bekerja
kayu

Pemotongan 1. Jari terkena mesin 1 1 1 1. Penggunaan APD seperti masker,


bagian-bagian potong 1 1 1 harus sering menggunakan masker
3. mebel, meraut 2. Jari terkena mesin 3 2 6 2. Pekerja harus lebih fokus dan
bagian-bagian serut 1 1 1 berhati-hati dalam bekerja
mebel, 3. Menghirup serbuk 3 2 6 3. Coba memperhatikan jenis alat
perakitan dan kayu yang dipakai, seberapa sering
pemasangan 4. Tangan terkena intensitas getaran yang ditimbulkan ,
mebel, mesin grinda lalu cara penggunaan alat yang benar
pengamplasan/ 5. Pegal-pegal/nyeri sesuai SOP.
penghalusan sendi terkena getaran 4. Memperhatikan perubahan postur
permukaan mesin posisi saat bekerja
mebel 6. Tertusuk serpihan 5. Istirahat dan lakukan
kayu dan benda tajam perenggangan

Pemlituran dan 1. Menghirup bau cat 2 2 4 1. Penggunaan APD harus


pengecatan yang menyengat 2 2 4 diperhatikan seperti masker dan
2. Posisi mengecat sarung tangan
4. dan metode manual 2. Istirahat dan lakukan
yang membutuhkan perenggangan
durasi kerja yang lama 3. Disediakan alat cat semprot listrik

Keterangan :

Akibat/Keparahan Tingkat Resiko


3.6 Identifikasi Tenaga Kerja dan Status Kesehatan Tenaga Kerja

Berikut ini adalah daftar pekerja yang memiliki masalah kesehatan:

1. Tn. DL, Tukang Mebel (22 tahun)

Pada anamnesis, Tn. DL sudah bekerja sebagai tukang mebel

sudah ± 6 tahun yang lalu namun baru kerja di UD. Heni Mebel selama 1

tahun. Pasien mengeluhkan sering mengalami nyeri dibagian belakang

sampai daerah pinggang. Keluhan ini dialami setelah bekerja ± 4 tahun

setelah bekerja sebagai tukang. Keluhan sakit bagian belakang sampai

didaerah pinggang tersebut dianggap biasa karena menurut Tn.DL keluhan

tersebut akibat cape bekerja dan hanya membutuhkan istirahat. Menurut

Tn.DL, keluhan ini diperberat pada saat pasien mengangkat beban yang

berat, jongkok, dUD.uk terlalu lama dan diperingan dengan berbaring.

Selain itu pasien juga mengalami rasa kesemutan pada tangan kanan.

Keluhan ini dialami ± 6 bulan yang lalu. Keluhan ini sering timbul pada

saat pasien sedang bekerja terutama memegang alat yang harus digenggam

misalnya pada saat gergaji atau skap kayu. Keluhan ini hilang atau

berkurang jika pasien istirahat sejenak atau berhenti beberapa saat

kemudian. Keluhan ini pasien merasa biasa dan belum pernah berobat ke

puskesmas. Keluhan belakang sakit dan keluhan kesemutan baru pertama

kali dialami oleh pasien. Pasien mengaku pernah mengalami iritasi pada

mata. Keluhan ini berawal dari serbuk kayu masuk kedalam mata pasien

saat pasien sedang skap kayu dan pernah terkena lem china pada saat

melakukan perakitan mebel. Kejadian tersebut membuat mata pasien


menjadi merah dan perih sehingga pasien langsung memeriksakan diri ke

puskesmas dan mendapatkan pengobatan. Sehari-hari dalam bekerja

pasien tidak menggunakan APD yang lengkap. Pasien hanya

menggunakan masker tapi kadang-kadang saja. Pasien bekerja dari pagi

pkl. 09.00 sampai 17.00. Pasien merupakan tukang tetap dan sehari hari

pasien bekerja sendiri dan bekerja pada dua mebel milik bapak Sardjito.

Pada pemeriksaan Fisik ditemukan Tinell Test Positif . Berdasarkan

keluhan – keluhan pasien yang didapatkan pada saat anamnesis dan

pemeriksaan fisik Tn. DL dicurigai pasien mengalami Lowback Pain dan

Carpal Tunel Syndrome.

2. Tn. S Pekerja Mebel (21 tahun)

Pada anamnesis, Tn T baru bekerja sebagai tukang ± 3 bulan.

Pasien mengeluhkan nyeri di bagian belakang ± 1 bulan yang lalu.

Keluhan nyeri tidak menjalar. Berkurang dengan istirahat dan diperberat

dengan mengangkat beban yang berat dan bekerja dalam durasi yang lama.

Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan. Berdasarkan anamnesis

dan pemeriksaan fisik Tn. S dicurigai mengalami myalgia.

3. Tn. RB Pekerja Mebel (19 th)

Pada anamnesis, Tn RB baru bekerja sebagai tukang ± 1 bulan.

Saat anamnesis pasien tidak ada keluhan kesehatan. Pasien kadang-kadang

mengalami nyeri di. Berkurang dengan istirahat. Pada pemeriksaan fisik

tidak ditemukan kelainan. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik

Tn. RB dicurigai mengalami myalgia.


4. Tn. YD, Pekerja Mebel (21 th)

Pada anamnesis, Tn YD baru bekerja sebagai tukang ± 1 bulan.

Saat ini tidak ada keluhan kesehatan. Pasien kadang-kadang mengalami

nyeri di punggung belakang. Keluhan nyeri tidak menjalar, berkurang

dengan istirahat. Keluhan nyeri ini baru pertama kali dirasakan pasien.

Keluahan yeri ini muncul ketika pasien bekerja terlalu lama dan terlalu

capek. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan. Berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan fisik Tn.YD dicurigai mengalami myalgia.


Tabel 3.2 Identifikasi Tenaga Kerja dan Status Kesehatan Tenaga Kerja

Tanda-
Nama/um
N Tugas Tanda Keluhan Pemeriksaan Fisik Diagnosa Kerja & Terapi
ur
o. Vital
1. Tn. DL, Tukang TD: Mengeluhkan Mata : 1. LBP dd myalgia
(22 thn) Kayu 120/80 nyeri dibagian kedUD.ukan bola mata simetris, ptosis Planning diagnose : Foto
mmHg belakang sudah (-), nistagmus (-), tanda radang (-), x-ray vertebra
anemis (-/-), ikterik (-/-).
N: lama dirasakan lumbosacral AP/Lat
THT :
88x/m tetapi dianggap Otorhea (-), nyeri tekan tragus (-),
RR: 19 biasa, deviasi septum nasi (-), rhinorhea (-) Planning Terapi :
x/m berkurang Gangguan Penghidu (-), bibir kering a. Medikamentosa
T: dengan warna merah kehitaman, gigi geligi 1. Paracetamol 500 mg,
36,7oC istirahat. Selain normal, lidah di tengah, tonsil 3X1 sehari, atau
itu juga pasien hiperemis (-) 2. Asam mefenamat 500
Pulmo :
kesemutan pada mg, 2X1 sehari
Inspeksi : pergerakan dada simetris
kedua tangan Palpasi : Vocal fremitus D=S b. Non Medikamentosa
tetapi keluhan Perkusi : Sonor di seluruh paru-paru 1. Beristirahat jika lelah
ini hilang Auskultasi : Ves +/+, Wh -/-, Rh -/- 2. Relaksasi otot
dengan Cor : S1S2 tunggal, gallop (-), 3. Tidur di tempat yang
beristirahat murmur (-) nyaman
bekerja. Abdomen : datar, supel, bising usus 4. Hindari berdiri yang
(+), nyeri tekan epigastrium (+),
terlalu lama
hepar/lien tidak teraba, perkusi
timpani seluruh regio abdomen. 5. Mengangkat beban
Ekstremitas : dengan benar
Tanda-
Nama/um
N Tugas Tanda Keluhan Pemeriksaan Fisik Diagnosa Kerja & Terapi
ur
o. Vital
Deformitas (-), UD.em (-), 6. Dapat menggunakan
Ekstremitas atas : Tinnel test (+/+) krim analgetik
7. Pengaturan waktu
Ektremitas Bawah :Patrick test (+/+),
istirahat kerja yang baik
Kontra Patrick test (+/+), Laseque test
(-/-)
2.Susp CTS dextra
Kulit : tidak ada kelainan Planning diagnose : Foto x-
ray wrist joint dextra AP/Lat

Planning Terapi
a. Medikamentosa
1. Paracetamol 500
mg, 3X1 sehari,
atau
2. Asam mefenamat
500 mg, 2X1
sehari
b. Non Medikamentosa
1. Beristirahat jika
lelah
2.Menggunakan
sarung tangan tebal saat
Tanda-
Nama/um
N Tugas Tanda Keluhan Pemeriksaan Fisik Diagnosa Kerja & Terapi
ur
o. Vital
bekerja untuk mengurangi
intensitas getaran
BAB 4

PEMBAHASAN DAN DISKUSI

4.1 Kesehatan dan keselamatan kerja

Kesehatan dan keselamatan kerja memiliki tujuan untuk memelihara

kesehatan, keselamatan lingkungan kerja, melindungi rekan kerja, keluarga

pekerja dan orang lain yang mungkin terpengaruh kondisi lingkungan kerja. K3

sangat berkaitan erat dengan jiwa dan hidup pekerja. Lingkungan kerja

memiliki potensi bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan sehingga dapat

mengancam jiwa pekerja. Sehingga perlu dikaji penyebab serta dampak yang

ditimbulkan pada setiap aspek, dimana seperti diketahui bahwa potensi bahaya

dapat berupa berbagai bentuk, dimana risiko bisa menjadi tinggi. (1,2)

Berdasarkan kasus kedokteran kerja yang ditemukan di mebel kayu

ditemukan beberapa potensi dalam lingkungan kerja. Potensi bahaya yang

ditimbulkan muncul dari letak tempat usaha serta alur pekerjaan (proses

pembuatan mebel). Potensi bahaya yang muncul berupa bahaya fisik akibat

kebisingan karena letak tempat usaha berada di samping jalan raya. Selain itu

alat-alat yang dugunakan dalam proses pembuatan mebel juga menghasilkan

kebisingan. Potensi bahaya fisik lainnya yaitu debu dan serbuk kayu yang

dihasilkan saat bekerja. Bila debu dan serbuk kayu terhirup dapat menyebabkan

gangguan di saluran pernapasan serta dapat pula menyebabkan iritasi pada

mata.
Potensi bahaya lain diantaranya adalah bahaya biomekanik yang

berhubungan dengan postur pekerja saat melakukan pekerjaan dimana pekerja

harus berada pada posisi setengah membungkuk dalam waktu yang cukup lama

dan ditambah dengan posisi mengangkat beban yang sering keliru sehingga

dapat menyebabkan kelainan pada sistem muskuloskeletal khususnya bagian

punggung. Potensi bahaya lain adalah potensi bahaya biologis dimana bahan

utama yaitu kayu berpotensi sebagai sumber bakteri, virus maupun parasit bagi

pekerja yang dapat memicu timbulnya mikroorganisme.

4.2 Faktor Risiko Pekerja

Dalam melaksanakan pekerjaan terdapat berbagai risiko akibat kerja.

Beberapa faktor risiko yang ditemukan diantaranya :

a. Risiko lingkungan kerja berupa paparan debu dan partikel kayu. Pekerja selalu

terpapar debu dan partikel kayu akibat dari kegiatan pemotongan kayu,

penyerutan dan pengamplasan kayu. Paparan debu dan partikel kayu dapat

meningkatkan risiko infeksi saluran pernfasan bagian atas (ISPA). Selain itu,

dapat menyebabkan iritasi pada mata.(12)

b. Risiko lingkungan kerja berupa kebisingan yang ditimbulkan dari bunyi mesin

pemotong dan penyerut kayu dapat menyebabkan gangguan fungsi pendengaran

pada pekerja. Manusia mempunyai kemampuan untuk mendengarkan frekuensi

-frekuensi suara mulai dari 20 hertz hingga 20.000 hertz. Sementara itu,

manusia juga dapat mendengar suara dalam skala decibel (tingkat kebisingan)

dari 0 (pelan sekali), hingga 140 desibel (suara tinggi dan menyakitkan). Jika

suara yang didengar lebih dari 140 desibel, bisa terjadi kerusakan pada gendang
telinga dan organ-organ di dalam gendang telinga. Ambang batas maksimum

yang aman bagi manusia adalah 90 desibel. Apabila seseorang bekerja melebihi

ambang batas yang telah ditolerir, maka untuk jangka panjang akan mengalami

gangguan pendengaran. Batas toleransi suara kendaraan bermotor tertulis dalam

Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup No. 07 Tahun 2009.(13)

c. Risiko biomekanik sangat terlihat. Hal ini disebabkan karena penyesuaian

posisi pekerja saat bekerja seperti membungkuk atau setengah membungkuk

pada saat melakukan pemotongan penyerutan, pengamplasan, serta berdiri

maupun setengah berdiri terlalu lama yang dapat menyebabkan gangguan

muskuloskeletal.(15)

d. Risiko trauma fisik akibat kontak dengan alat bantu kerja. Pekerja akan sering

menggunakan alat potong atau alat serut elektrik. Penggunan alat tersebut

biasanya menimbulkan getaran, dan penggunaan dalam waktu lama tanpa

pelindung seperti sarung tangan dapat menyebabkan gangguan muskuloskletal.

Risiko lain yang ditimbulkan seperti trauma tangan atau kaki yang disebabkan

oleh palu karena ketidaktelitian dalam bekerja(15).

e. Risiko biologis yang mungkin muncul pada pengangkutan bahan mentah,

kontak langsung dengan bahan mentah dengan kelembapan dari bahan mentah

berisiko untuk terinfeksi mikroorganisme(15).

Berdasarkan faktor risiko yang telah dijabarkan diperlukan adanya alat

perlindungan diri atau perlengkapan wajib yang harus digunakan pada saat bekerja

untuk menghindari bahaya dan risiko kerja diri sendiri maupun orang lain. Alat

pelindung diri adalah alat-alat yang mampu memberikan perlindungan terhadap


bahaya kecelakaan. Alat pelindung diri harus mampu melindungi pemakainya dari

bahaya-bahaya kecelakaan yang mungkin ditimbulkan, oleh karena itu, alat pelindung

diri dipilih secara hati-hati agar dapat memenuhi beberapa ketentuan yang diperlukan.

Alat perlindungan diri yang dapat digunakan oleh pekerja pada kasus kedokteran

kerja ini adalah :

1. Sepatu boot

Dipergunakan untuk melindungi kaki dari bahaya jatuh, kejatuhan

benda berat dan tertusuk oleh benda tajam).

Gambar 4.1 Sepatu Boot (16)


2. Masker

Berfungsi melindungi diri dari sumber-sumber bahaya seperti

pencemaran oleh partikel debu kayu, uap cat.


Gambar 4.3 Masker (10)
3. Sarung tangan

Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat

atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk

sarung tangan di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.(16)

Gambar 4.4 Sarung tangan (16)

4. Alat pelindung telinga

Berfungsi melindungi telinga dari kebisingan alat pemotong dan penyerut

kayu.
Gambar 4.5 Pelindung telinga(16)

Selain alat pelindung diri, hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi

faktor risiko ergonomik yaitu dapat dilakukan peregangan ketika sebelum bekerja,

disela-sela kerja maupun sesudah bekerja.

5. Kaca Mata

Gangguan kesehatan akibat debu dapat menyebabkan iritasi pada mata,

sehingga penggunaan kaca mata direkomendasikan untuk mengurangi gangguan

kesehatan yang ditimbulkan.


Tabel 4.1 Jenis-Jenis Stretching untuk LBP(17)
Jenis Stretching Deskripsi Gambar
Cat and camel Dengan posisi merangkak tumpukan badan pada
punggung, dengan cara melengkungkan badan lalu
tahan posisi dan rendahkan perlahan sampai
melentur. Ulangi 10-15 kali.
Rotasi lumbar Ayun perlahan lutut dari sisi yang sakit kesisi
yang sehat, ulangi pada kedua kaki. Ulangi 10-15
kali

Tail wag Pertahankan posisi merangkak dengan


menggerakan pinggul secara perlahan kedepan
dan kebelakang. Ulangi 10-15 kali

Latissimus dorsi Mulailah dengan berlutut dan gerakan tangan


stretch sampai kedepan kepala serta dorong bokong
sampai ke belakang. Tahan sampai 10-15 detik.
Ulangi 2-3 kali
Mid back Posisi tangan pada pinggang, lalu tekuk sedikit
stretch punggung sampai terasa peregangan nyata tahan
sampai 10-15 detik. Ulangi 2-3 kali
Cross chest Tarik lengan kiri melewati dada dan dorong siku
stretch mendekati dada dengan tangan kanan.
Tahanselama 10-15 detik. Ulangi 2-3 kali.

4.3 Gangguan kesehatan akibat kerja

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada saat

kunjungan kasus kedokteran kerja didapatkan beberapa gangguan

kesehatan pada pekerja di Mebel Heni. Gangguan kesehatan yang

didapatkan pada kasus kedokteran kerja pada pekerja diantaranya adalah

(Low back pain, myalgia, dan Carpal Tunnel Syndrome).

1. LBP adalah suatu sindroma klinis dengan manifestasi berupa nyeri

dan rasa tidak nyaman di daerah sudut bawah kosta (tulang rusuk)

sampai lumbosacral (sekitar tulang ekor). Pada saat anamnesis


pasien mengeluhkan sering mengalami nyeri dibagian belakang

sampai daerah pinggang.

Berdasarkan etiologi, LBP dibedakan menjadi viscerogenik,

vaskulogenik, neurogenik, spondilogenik, miogenik dan psikogenik.

Menurut Harsono faktor risiko LBP dapat dilihat dari beberapa faktor

yang terdiri dari faktor pekerjan, faktor individu dan faktor

lingkungan. Faktor pekerjaan terdiri dari posisi saat bekerja, masa

bekerja, durasi bekerja, repetisi atau pengulangan gerakan kerja yang

dilakukan secara terus menerus, pekerjaan statis, pekerjaan yang

membutuhkan tenaga atau beban Faktor individu meliputi usia, jenis

kelamin, kebiasan merokok, olahraga, tinggi badan dan obesitas.

Faktor lingkungan terdiri dari getaran atau vibrasi dan temperature

ekstrim.

Pada kasus ini didapatkan faktor resiko yang dapat

menyebabkan terjadinya keluhan nyeri punggung pada pasien ini

posisi berdiri , setengah berdiri dan sedikit membungkuk dengan

durasi kerja yang lama karena dicat secara manual, posisi

pengangkatan beban yang salah.

Beberapa cara kerja yang sesuai dengan ergonomi, yaitu

dengan menghindari kegiatan menunduk atau melekukkan

kebelakang, hindari membungkuk, hindari gerakan memutar dan

asimetrik. Jika harus berputar usahakan hanya sampai dua pertiga


putaran. Jika bekerja pada posisi berdiri, usahakan dapat sesekali

duduk pada waktu senggang untuk relaksasi otot kaki.

Gambar 4.1 Posisi yang dominan saat bekerja yaitu posisi menunduk dengan durasi
yang lama.

Diagnosis LBP dapat ditegakan dengan Anamnesis,

pemeriksaan klinis neurologik, elektrokardiagnosis, dan radiografi.

Pada kasus ini, dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik

didapatkan test patrcl dan kontra Patrick (+) sehingga kemungkinan

pasien mengalami LBP

2. Myalgia

Myalgia merupakan kondisi penumpukan asam laktat akibat

penggunaan otot yang berlebihan sehingga otot mengalami kekurangan

oksigen. Pekerja ditempat ini sering menglami myalgia karena

menggunakan posisi yang sama dalam durasi yang lama ketika bekerja

dimana pekerja bekerja setiap hari. (7)

3. Carpal Tunnel syndrome (CTS)


Menurut Rambe (2004), Carpal Tunnel syndrome adalah

gangguan pada saraf yg disebabkan karena terperangkapnya nevus

medianus yang melewati terowongan karpal. Gangguan pada saraf ini

berhubungan dengan pekerjaan yang mempunyai paparan getaran

dalam jangka waktu yang panjang dan secara berulang.

Faktor peyebab utama CTS getaran lokal, tekanan mekanik ,

gerakan berulang dan kontraaksi sangat kuat, penggunanaan sarung

tangan karet yang sempit, masa kerja, riwayat pekerjaan, penyakit-

penyakit degenerative.

Pada kasus ini, pekerja sering menggunakan mesin gergaji dengan

getaran yg cukup tinggi namun pasien pekerja tidan mengunakan

sarung tangan, masa kerja, riwayat pekerjaan, pekerja pun mendukung

terjadinya resiko pekerja mengalami CTS

Penegakan Diagnosis CTS sebagai akibat pekerjaan juga dapat

dilakukan dengan kriteri diagnostik yang diterapkan oleh National

Institute for Occupational Safety and Health NIOSH) pada tahun 1989

berupa :

1) Terdapat salah satu atau lebh gejala paresthesia, nyeri, sakit, mati

rasa atau baal pada jari tangan atau tangan yang berlangsung

sedikitnya satu minggu atau bila tidak terjadi terus menerus, sering

terjadi pada berbagai kesempatan


2) Secara objektif dijumpai hasil Tinnel test atau phallen positif atau

berkurangnya sampai hilangnya rasa pada kulit telapak tangan

dan jari tangan.

3) Adanya riwayat pekerjaan seperti melakukan pekerjaan berulang,

pekerjaan yang disertai kekuatan tangan, fleksi, ekstensi, dan

deviasi gerakan pergelangan dari jari tangan, menggunakan alat

dengan getaran tinggi serta terjadinya tekanan pada pergelangan

atau telapak tangan.

Hasil pemeriksaan Fisik berupa test tinnel dan test palen positif

mengindikasikan bahwa terjadi CTS. Hal ini juga didukung oleh adanya

keluhan yang didapatkan dari anamnesis.

Pada kasus ini dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah

didapatkan, dengan adanya Tinel test positif mengindikasikan bahwa terjdinya

CTS pada pekerja.

4.4 Penatalaksanaan dan Intervensi

4.4.1 Penatalaksanaan terhadap Penyakit Akibat Kerja

a) Medikamentosa

 LBP dd myalgia :

- Paracetamol 500 mg, 3X1 sehari, atau

- Asam mefenamat 500 mg, 2X1 sehari

 Susp CTS dextra

- Paracetamol 500 mg, 3X1 sehari, atau


- Asam mefenamat 500 mg, 2X1 sehari

b) Non Medikamentosa

 LBP dd Myalgia

- Beristirahat jika lelah

- Relaksasi otot

- Tidur di tempat yang nyaman

- Hindari berdiri yang terlalu lama

- Mengangkat beban dengan benar

- Pengaturan waktu istirahat kerja yang baik

 CTS

- Beristirahat jika lelah

- Menggunakan sarung tangan tebal saat bekerja untuk

mengurangi intensitas getaran

Gambar 4.2 Edukasi mengenai posisi yang tepat saat mengangkut beban yang berat.
4.4.2 Intervensi Pengendalian Risiko

- Penyediaan kotak P3K di tempat usaha.

- Memberi rekomendasi kepada pemilik usaha agar menyediakan

APD bagi pekerja.

- Memberikan edukasi kepada pemilik usaha dan para pekerja

mengenai posisi saat bekerja yang ergonomis.

- Mengedukasikan tentang pentingnya kesehatan dan keselamatan

kerja dan merekomendasikan apabila mengalami kecelekaan akibat

kerja sesegara mungkin ke fasilitas kesehatan terdekat.

Gambar 4.3 Penyediaan Kotak P3K


Gambar 4.4 Pemberian APD minimal (Kacamata, masker dan sarung
tangan) untuk pekerja
Gambar 4.5 Edukasi berupa cara mengangkat beban yang benar. Ditempelkan pada
tempat usaha.
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Terdapat beberapa faktor risiko pekerjaan yang dapat mempengaruhi

kesehatan dan keselamatan pekerja di lingkungan kerja tempat usaha UD.

Heni Mebel seperti potensi mengalami trauma fisik dan gangguan

neuromuscular. .

2. Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pekerja menunjukkan bahwa

beberapa pekerja mengalami masalah kesehatan. Permasalahan kesehatan

yang didapatkan diantaranya LBP, myalgia dan CTS.

5.2 Saran

1. Kepada Pemilik tempat usaha UD. Heni Mebel

a. Peninjauan dan pengaturan ulang (mewajibkan pekerja menggunakan

APD) lingkungan kerja untuk meminimalkan semua risiko yang terkait

dengan terjadinya gangguan kesehatan dan keselamatan kerja para

pekerja.

b. Pemeriksaan kesehatan bagi para pekerja secara rutin (dalam satu tahun

minimal 2 kali pemeriksaan) terutama bagi para pekerja yang sudah mulai

memiliki keluhan terkait masalah kesehatan. Serta mendaftarkan pekerja

menjadi anggota jaminan kesehatan.

c. Penjelasan atau edukasi terhadap para pekerja mengenai kegunaan alat

pelindung diri yang sudah disediakan agar memotivasi mereka dalam

penggunaannya.
d. Penyediaan kotak P3K untuk pekerja/buruh yang jumlahnya dibawah 25

orang sesuai standar dari Peraturan Menteri Tenaga Kerjadan

Transmigrasi Republik Indonesia tahun 2008.

2. Kepada pekerja di tempat usaha UD. Heni Mebel

a. Selalu menggunakan alat perlindungan diri saat bekerja

b. Melakukan peregangan selama bekerja, dan memposisikan tubuh dengan

posisi yang baik.

c. Segera melaporkan diri kepada pemilik tempat kerja apabila mengalami

sakit atau cedera akibat kerja.

3. Kepada Dinas tenaga kerja dan transmigrasi

Dapat mensosialisasikan keselamatan dan kesehatan kerja di setiap usaha baik

besar maupun kecil.


DAFTAR PUSTAKA

1. Tarwaka. Keselamatan dan Kesehatan Kerja : Manajemen dan Implementasi

K3 di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press; 2014.

2. Budiono S. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Semarang:

Universitas Diponegoro; 2003

3. Permenaker RI NO. Per.04/Men/1993 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja.

4. Undang-Undang republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 Tentang

Keselamatan Kerja, 1970.

5. Sucipto CD. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta: Gosyen

Publising; 2014

6. Kementrian Kesehatan RI. Situasi Kesehatan Kerja. Jakarta : Pusat Data dan

Informasi Kementrian Kesehatan RI; 2015. p. 2-3.

7. Ratnasingam, et al. Assesment of Dust Emission and Working Conditions in

the Bamboo and Wooden Furniture Industries in Malaysia. 2011.

8. Organization IL. Keselamatan & kesehatan kerja (K3). Jakarta: Organization,

International Labour; 2015. p. 2-3.

9. Wulandy. Industri Meubel dalam Perspektif Usaha Mikro Kecil Menengah

(UMKM). Sala Tiga: Press Tekhie; 2011.

10. Soehatman Ramli. Manajemen risiko dalam perspektif K3 OHS Risk

Management. Dian Rakyat. Jakarta. 2010

11. Anizar. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Graha Ilmu.

Yogyakarta. 2009.
12. Redja, George E. Principles of Risk Management and Insurance. Eight

Edition. Person Education Inc. 2003

13. Santoso G. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Prestasi

Pustaka;2004.

14. Suma'mur. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV. Haji

Masagung; 1989

15. Universitas Sumatera Utara. Low Back Pain. Available at:

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../4/ChapterII.pdf%0A [Accessed

May 23, 2017].

16. SCBD. Buku Pedoman Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Jakarta : SCBD. 2017

17. Sapto, J., Herry K. Pengaruh stretching terhadap nyeri punggung bawah

lingkup gerak sendi pada penyadap getah karet PT. perkebunan nusantara IX

(Persero)Kendal. UJPH.2013. p. 1−9.

Anda mungkin juga menyukai