The effect of electrostatic field exposure to male mice (Mus musculus L.)
BPMSOH Swiss Webster strain on sperm concentrations and population of
spermatogenic cells.
Yurnadi1
1
Department of Medical Biology, Faculty of Medicine University of Indonesia, Jakarta
2
This article has been presented in the 12th National Congress of Biology association of
Indonesia (PBI) on July 25-26, 2000 in Bandung.
Correspondence :
Drs. Yurnadi M.Kes, Department of Medical Biology, Faculty of Medicine University of
Indonesia. Jalan Salemba Raya No. 6 Jakarta Pusat 10430, Telephone (021) 330379,
Facsimile (021) 330379, E-mail : biofkui@centrin.net.id, yvmartin@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian mengenai medan listrik telah banyak dilakukan, tetapi hasil penelitian dari
beberapa peneliti masih bersifat kontroversial. Dari penelitian Soeradi (1987) yang memberikan
pemajanan medan elektrostatik pada dosis 1 kV – 7 kV langsung terhadap testis tikus selama 1
jam/hari selama 30 hari, ternyata pada dosis 6 kV dan 7 kV menunjukkan adanya gangguan
spermatogenesis berupa penyusutan jumlah sel-sel epitel seminiferus dan penurunan jumlah anak,
serta beberapa anomali pada keturunannya. Pada penelitian ini akan dilihat apakah pemajanan
pada dosis 6 kV – 7 kV secara tegak lurus yang mengenai seluruh sistem saraf mencit akan
memberikan manifestasi yang sama terhadap konsentrasi spermatozoa dan populasi sel
spermatogenik mencit jantan (Mus musculus L.) strain Swiss Webster BPMSOH. Untuk
mengetahui hal tersebut maka dilakukan pemajanan medan elektrostatik pada dosis 6 kV dan 7
kV secara tegak lurus mengenai seluruh sistem saraf mencit jantan selama 4 jam/hari sejak
embrio hingga mencit berusia dewasa atau berumur 54 hari. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap dengan 3 perlakuan, yaitu Kontrol K (0 kV), PI (6 kV), dan PII (7 kV)
dengan ulangan 10 ekor mencit untuk setiap kelompok perlakuan.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa pemajanan medan elektrostatik 6 kV dan 7 kV
tidak mempengaruhi jumlah konsentrasi spematozoa vas deferen, diameter tubulus seminiferus,
dan jumlah sel-sel spermatogenik seperti sel spermatogonia A, sel spermatosit primer preleptoten,
sel spermatosit primer pakhiten, dan sel spermatid (p > 0,05). Kesimpulan dari penelitian ini
adalah pemajanan medan elektrostatik terhadap mencit jantan strain Swiss Webster BPMSOH
pada perlakuan selama 4 jam/hari selama satu generasi (umur 54 hari) tidak menyebabkan
penurunan jumlah konsentrasi spermatozoa vas deferen, penyusutan diameter tubulus
seminiferus, dan penurunan jumlah sel-sel spermatogenik seperti sel spermatogonia A, sel
2
spermatosit primer preleptoten, sel spermatosit primer pakhiten, dan sel spermatid pada testis
mencit.
ABSTRACT
Many researches to elucidate the effect of electric field had been done, but the results
were controversial. A research using direct electrostatic field exposure (doses 1 kV - 7 kV) to rat
testicle one hour daily during thirty days was conducted by Soeradi (1987). This research found
alterations of spermatogenesis in rat testicles which was showed by a decrease in seminiferous
ephitelium population, decrease of fecundity, and several abnormalities on its offspring that
happened on doses 6 kV and 7 kV. The aim of our research is to know whether exposures using
doses of 6 kV and 7 kV perpendicular to mice body (exactly to nervous system) will give the same
manifestation to sperm concentrations and spermatogenic cell population of male mice (Mus
musculus L.) BPMSOH Swiss Webster strain. This research used completely randomized design
with three treatments Control (0 kV), P I (6 kV), P II (7 kV) with ten (10) repetitions for each
treatment.
This research showed that electrostatic field exposure could not effect sperm
concentration of vas deverens, tubulus seminiferous diameter and spermatogenic cell population
such as spermatogonia A cells, primary spermatocyte (preleptoten cells), primary spermatocyte
(pachyten cells), and spermatid cells using doses of 6 kV and 7 kV (p>0,05). Conclusion, in this
research showed that perpendicular electrostatic field exposure using doses of 6 kV and 7 kV to
mice body (exactly to nervous system) four hour daily during fifty four days for one generation
(54 day olds) did not cause a decrease in sperm concentration in vas deverens, tubulus
seminiferous diameter and spermatogenic cell population such as spermatogonia A cells,
primary spermatocyte (preleptoten cells), primary spermatocyte (pachyten cells), and spermatid
cells.
3
PENDAHULUAN
Pada kehidupan modern dewasa ini, peralatan listrik makin banyak digunakan oleh
manusia untuk memperoleh kemudahan maupun kenikmatan. Peran listrik terlihat nyata dalam
berbagai prasarana kehidupan manusia seperti dalam bidang kedokteran (kesehatan), transportasi,
komunikasi, manufaktur, dan lain sebagainya. Namun, terlepas dari kebutuhan manusia akan
listrik, sering pula dipertanyakan apakah produk listrik (radiasi medan listrik) tersebut
mempunyai pengaruh biologis yang dapat merusak dan merugikan manusia atau makhluk hidup
Perkembangan dan pertumbuhan teknologi untuk menuju era industrialisasi seperti yang
telah ditekankan dalam pelita V ditujukan pada bidang industri. Untuk meningkatkan
pertumbuhan di bidang industri tersebut, diperlukan adanya dukungan yang kuat dari sumber
energi yang berkecukupan. Sumber energi yang ada di Indonesia dewasa ini dapat berasal dari
tenaga angin, air, diesel, panas bumi, gas, uap, dan tenaga nuklir yang merupakan alternatif
terakhir yang nantinya akan dapat diubah menjadi energi listrik (GBHN, 1993).
Dari publikasi beberapa media masa dinyatakan bahwa dalam pendistribusian arus listrik
tegangan tinggi seperti Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT = 70 - 150 kV) dan Saluran
Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET > 500 kV) dari sumber pembangkit tenaga listrik menuju
ke daerah yang membutuhkan. Seringkali arus listrik yang bertegangan tinggi tersebut
ditransmisikan melewati kawasan permukiman penduduk, ada yang membentang tepat di atas
rumah penduduk, dan ada pula yang hanya melewati bagian samping. Dari bentuk
pendistribusian ini diperkirakan bahwa transmisi arus listrik tersebut masih berada dalam daerah
radiasi medan listrik yang seringkali menimbulkan masalah, antara lain diduga merupakan faktor
pencetus stres yang mengancam sistem homeostasis yang berasal dari luar berupa radiasi
Dari media masa diberitakan kasus yang pernah terjadi pada tahun 1995 di Desa Singosari
(Jawa Timur), Ciledug (Tangerang), Cijawara dan Kiara Condong (Bandung), dan Cisaat Cirebon
(Jawa Barat) bahwa masyarakat yang bagian atas rumahnya dilalui transmisi listrik bertegangan
tinggi, menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan, seperti mual, pusing, dan stres. Selain
itu juga didapatkan bukti-bukti lain seperti lampu neon yang menyala dengan sendirinya tanpa
Seperti diketahui, tubuh manusia dan mungkin pula tubuh hewan vertebrata lainnya, tidak
dilengkapi dengan organ indera yang dapat mendeteksi adanya medan listrik di sekitar tubuhnya.
Dengan demikian, jika ia terpajan medan listrik lemah maupun kuat yang mungkin akan
merugikan kesehatan baik fisik, kerusakan jaringan tubuh maupun yang dapat mengancam
jiwanya kurang diperhatikan (Soeradi, 1987). Apabila keadaan seperti ini berlangsung secara
terus-menerus dalam waktu yang cukup lama, misalnya karena pekerjaan atau karena berada
dirumah yang letaknya di bawah atau berdekatan dengan transmisi listrik bertegangan tinggi atau
karena sering berhubungan dengan alat-alat rumah tangga yang sedang beroperasi dan bermuatan
listrik, dikhawatirkan pada suatu saat akan timbul gangguan kesehatan pada dirinya atau pada
keturunannya.
maupun elektrostatik telah dilakukan pada hewan percobaan dan manusia. Dari penelitian
tersebut dilaporkan beberapa kejadian, antara lain penurunan produksi telur sampai 15% dan
adanya abnormalitas dalam frekuensi kecil pada embrio seperti hernia cerebral, embrio tanpa
mata dan rahang atas (Krueger dkk, 1975); penekanan responsibilitas proses inisiasi mitosis
pada epidermis kulit kelinci yang dicukur akibat terganggunya keseimbangan ionik pada
intraseluler (Ng & Piekarski, 1975); menyebabkan adanya peningkatan kematian dan penurunan
berat badan mencit (Marino dkk, 1976); peningkatan angka kematian pada pekerja kelistrikan di
5
Washington karena leukemia, limfoma, karsinoma paru, pankreas serta otak (Milham, 1985);
hambatan spermatogenesis dan kelainan kongenital pada keturunan tikus (Soeradi, 1987);
pemanjangan siklus estrus tikus betina pada fase proestrus dan metestrus (Soeradi & Sartono,
1990); penurunan produksi serotonin dan melatonin sehingga risiko kanker payudara menjadi
meningkat (Reiter & Richardson, 1992); adanya gangguan sistem saraf pusat, seperti kelainan
electroencephalogram (EEG) yang disertai nyeri kepala, gangguan tidur, dan kesukaran
berkonsentrasi serta penurunan potensi seksual pada pekeraja muda (Korobkova dkk. dalam
Mansur, 1992); ditemukan adanya kemungkinan hubungan antara risiko leukemia dengan pekerja
listrik yang terpajan medan elektromagnetik di Norwegia (Tynes dkk, 1992); penurunan produksi
histon pada tingkat morula pada embrio landak laut, ayam, dan mencit (Cameron dkk, 1993);
kerusakan pada otot dan tulang pada tikus (Rommereim dkk. dalam Hendee & Boteler, 1994),
perubahan rasio seks mencit pada dosis 7 kV setelah dipajan selama dua generasi (Yurnadi,
1998), terjadi peningkatan frekuensi aberasi kromosom (double minute) dan proliferasi limfosit
mencit pada dosis 7 kV setelah dipajan selama selama 48, 72, dan 96 jam (Sari, 1998).
PERMASALAHAN
Dari beberapa penelitian di atas dapat diketahui bahwa pemajanan medan listrik dapat
menimbulkan gangguan biologik dan merugikan kesehatan. Demikian pula dari hasil penelitian
epidemiologi diperoleh laporan bahwa pemajanan medan listrik tegangan tinggi menyebabkan
Pada penelitian ini akan dilihat apakah pemajanan medan elektrostatik terhadap mencit
sejak embrio (awal kebuntingan induknya) sampai berumur 54 hari setelah dilahirkan akan
mempengaruhi konsentrasi spermatozoa vas deferen, diameter tubulus seminiferus, populasi sel-
6
sel spermatogenik seperti jumlah sel spermatogonia A, sel spermatosit primer preleptoten, sel
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemajanan medan elektrostatik secara
vertikal yang mengenai seluruh sistem saraf mencit jantan (Mus musculus L.) strain Swiss
Webster BPMSOH sejak embrio sampai dewasa (umur 54 hari). Hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi dan menjawab pertanyaan apakah pemajanan
medan elektrostatik dapat berpengaruh terhadap fertilitas makhluk hidup dengan menggunakan
mencit sebagai model, sehingga dengan adanya informasi ini maka dapat dilakukan perlindungan
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan dan betina
dewasa strain Swiss Webster BPMSOH umur 2,5 bulan, sehat dan fertil yang diberi makanan
dan minuman standar. Kandang tempat pemajanan dan serbuk gergaji untuk alas tidur mencit.
Adapun bahan kimia untuk pembuatan preparat histologi adalah alkohol seri, xilol, benzil
benzoat, parafin, kloroform, dan lain-lain. Satu set pisau bedah, alat gelas, dan alat tulis.
2. Cara Kerja
1. Rancangan Penelitian
dari 6 kV dan 7 kV per jam terhadap testis tikus menimbulkan gangguan pada sel epitel
seminiferus, maka perlakuan yang diberikan pada penelitian ini dimulai dari 6 kV ke atas.
Adapun rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
7
dengan 3 macam perlakuan, yaitu : Kontrol (K) tegangan 0 kV; perlakuan I (PI) tegangan 6
jam/hari. Dengan 3 macam perlakuan, maka jumlah ulangan diperhitungkan menurut Federer
Hewan percobaan dikelompokkan secara acak, dan setiap kelompok terdiri dari 5
ekor mencit betina yang mulai bunting berdasarkan pemeriksaan hapus vagina. Pemajanan
medan elektrostatik dilakukan secara tegak lurus dan berjarak + 10 cm dari hewan perlakuan.
Lama pemajanan dilakukan selama 4 jam/hari sampai mencit melahirkan anaknya (F1).
3. Pengambilan data
Setelah cukup masa perlakuan, maka mencit untuk setiap perlakuan dibius dan di
preparasi untuk diambil semennya dengan menyerut vas deferen yang telah dipotong dan
ditampung di bawah cawan petri untuk dianalisis jumlah spermanya. Kemudian testisnya
diambil untuk dibuatkan preparat histologi. Adapun parameter yang akan dianalisis, antara
lain : 1. Konsentrasi spermatozoa vas deferen; 2. Diameter tubulus seminiferus; 3. Jumlah sel
primer pakhiten; 6. Jumlah sel spermatid. Untuk parameter 3-6 penghitungan jumlah sel
spermatogenik dilakukan pada tahap VII siklus epitel seminiferus dan data hasil
4. Analisis Data
Data yang diperoleh dari setiap parameter dievaluasi dengan menggunakan metoda
statistik (Sokal & Rohlf, 1992; Stell & Torie, 1993) berupa Uji normalitas (Shapiro dan Wilk)
dan uji homogenitas (Bartlett). Jika data berdistribusi normal dan homogen dilanjutkan
8
dengan uji analysis of variance (ANOVA) dan jika terdapat perbedaan yang bermakna
dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT). Sebaliknya, jika data tidak berdistribusi
normal walaupun telah dilakukan transformasi data, maka dilakukan uji statistik non-
parametrik Kruskal-Wallis. Adapun taraf kemaknaan yang dipakai dalam penelitian ini adalah
kemaknaan 5%.
HASIL
Dari hasil penghitungan konsentrasi spermatozoa vas deferen diperoleh nilai rata-rata
sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 1. Setelah dilakukan uji normalitas dan
berdistribusi normal dan bervarians homogen (p > 0,05). Dari uji ANOVA diketahui bahwa
perlakuan tidak memberikan pengaruh yang bermakna terhadap konsentrasi spermatozoa vas
Tabel 1 : Nilai rata-rata konsentrasi spermatozoa vas deferen (mL) mencit setelah dipajan
medan elektrostatik selama 4 jam per hari sejak embrio sampai berumur 54 hari.
Dari data hasil pengukuran diameter tubulus seminiferus diperoleh nilai rata-rata
sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 2. Setelah dilakukan uji normalitas dan
normal dan bervarians homogen (p > 0,05). Dari uji ANOVA diketahui bahwa perlakuan
tidak memberikan pengaruh yang bermakna terhadap diameter tubulus seminiferus testis
Tabel 2 : Nila rata-rata diameter tubulus seminiferus testis mencit (m2) setelah dipajan
medan elektrostatik selama 4 jam per hari sejak embrio sampai berumur 54 hari.
sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 3. Setelah dilakukan uji normalitas dan
normal dan bervarians homogen (p> 0,05). Dari uji ANOVA diketahui bahwa perlakuan tidak
memberikan pengaruh yang bermakna terhadap jumlah sel spermatogonia A testis mencit (p>
0,05).
10
Tabel 3 : Nila rata-rata jumlah sel spermatogonia A testis mencit setelah dipajan
medan elektrostatik selama 4 jam per hari sejak embrio sampai berumur
54 hari.
Dari data hasil penghitungan jumlah sel spermatosit primer preleptoten (resting)
Tabel 4 : Rata-rata jumlah sel spermatosit primer preleptoten testis mencit setelah
dipajan medan elektrostatik 4 jam per hari sejak embrio sampai berumur
54 hari.
Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians menunjukkan bahwa data
jumlah sel spermatosit primer preleptoten berdistribusi normal dan bervarians homogen (p>
0,05). Dari uji ANOVA diketahui bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang
bermakna terhadap jumlah sel spermatosit primer preleptoten testis mencit (p> 0,05).
Dari data hasil penghitungan jumlah sel spermatosit primer pakhiten diperoleh nilai
rata-rata sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 5. Setelah dilakukan uji normalitas dan
berdistribusi normal dan bervarian homogen (p> 0,05). Dari uji ANOVA diketahui
bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang bermakna terhadap jumlah sel spermatosit
Tabel 5 : Rata-rata jumlah sel spermatosit primer pakhiten testis mencit setelah dipajan
medan elektrostatik selama 4 jam per hari sejak embrio sampai berumur
54 hari.
Dari data hasil penghitungan jumlah sel spermatid diperoleh nilai rata-rata
sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 6. Setelah dilakukan uji normalitas dan
homogenitas varians menunjukkan bahwa jumlah sel spermatid berdistribusi normal dan
bervarians homogen (p> 0,05). Dari uji ANOVA diketahui bahwa perlakuan tidak
memberikan pengaruh yang bermakna terhadap jumlah sel spermatid testis mencit (p> 0,05).
Tabel 6 : Rata-rata jumlah sel spermatid testis mencit setelah dipajan medan
elektrostatik selama 4 jam per hari sejak embrio sampai berumur 54 hari.
PEMBAHASAN
tubulus seminiferus, jumlah sel spermatogonia A, sel spermatosit primer preleptoten, spermatosit
melalui beberapa tahap perkembangan dari sel-sel spermatogenik. Jika salah satu tahap pada
perkembangan terjadi hambatan, maka pada tahap perkembangan berikutnya akan terhambat
pula, dan akhirnya jumlah spermatozoa yang dibentuk juga akan berkurang. Dari penelitian ini
diduga bahwa tahap-tahap dari perkembangan sel-sel spermatogenik tidak mengalami hambatan,
sehingga akan dihasilkan jumlah spermatozoa yang normal. Dengan perkataan lain bahwa
berlangsung selama 75 hari, termasuk selama dalam rahim, tidak mempengaruhi perkembangan
sel-sel spermatogenik.
Tidak adanya pengaruh yang ditimbulkan oleh pemajanan medan elektrostatik terhadap
sel-sel spermatogenik mencit, diduga disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : waktu (durasi)
pemajanan yang diberikan kurang lama, lokasi pemajanan tidak langsung terhadap testis,
perbedaan spesies dan perbedaan sifat kerentanan dari hewan percobaan yang digunakan,
dibandingkan dengan penelitian terdahulu pada tikus yang dipajan langsung terhadap testisnya
kongenital pada keturunannya (Soeradi, 1987). Selanjutnya pada penelitian lain dengan
menggunakan mencit yang dipajan medan elektrostatik selama dua generasi pada dosis 6 kV dan
7 kV, memperlihatkan pada dosis 7 kV menyebabkan perubahan rasio seks anak mencit
(Yurnadi, 1998).
spermatogenik pada tubulus seminiferus ditentukan oleh jumlah sel-sel spermatogenik. Artinya,
jika terjadi penyusutan sel-sel spermatogenik, maka akan terjadi pula penyusutan diameter
tubulus seminiferus. Hal tersebut di atas tidak terjadi pada mencit yang dipajan dengan dosis 6
Menurut Nelsen (dalam Amir, 1992) bahwa, diameter tubulus seminiferus ditentukan pula
oleh kerjasama antara follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH).
Kerjasama ini lebih ditentukan oleh adanya FSH, sebab tanpa FSH maka LH tidak dapat
mempertahankan keadaan normal ukuran diameter tubulus seminiferus, sehingga tubulus tersebut
akan mengecil. Dengan demikian kadar hormon FSH yang masih dalam batas normal sudah
Sel spermatogonia A merupakan sel induk gamet yang umumnya lebih tahan (resisten)
terhadap adanya pengaruh dari luar. Tahap kedua dari spermatogenesis adalah tahap di mana sel
spermatosit primer melakukan pembelahan meiosis. Pada tahap ini sel spermatosit primer akan
mengalami perubahan genetik yang penting dan merupakan tahap yang rentan terhadap pengaruh
dari luar, terutama pada sel spermatosit primer preleptoten (Jhonson & Everitt, 1988). Walaupun
dari penelitian ini pemajanan medan elektrostatik pada dosis 6 kV dan 7 kV tidak menyebabkan
penurunan jumlah populasi sel-sel spermatogenik, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadinya
proses perubahan morfologi dan biokimia dari sel-sel tersebut. Untuk mendukung aktivitas
tersebut, sel-sel spermatogenik sangat tergantung pada sumber energi terutama glukosa.
Khususnya sel spermatosit primer pakhiten dan sel spermatid diketahui menggunakan sumber
energinya secara tidak langsung dalam bentuk asam laktat dan piruvat yang disuplai oleh sel
Sertoli. Adapun produk asam laktat dan piruvat tersebut terutama dipengaruhi oleh hormon FSH
(Jutte dkk, 1981). Pada penelitian ini diduga bahwa pemajanan medan elektrostatik yang
diberikan tidak mempengaruhi produksi FSH, dimana pada keadaan ini tidak mempengaruhi sel
Sertoli yang pada gilirannya tidak pula menghambat perkembangan sel-sel spermatogenik.
15
Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan tentang pengaruh pemajanan medan elektrostatik terhadap
konsentrasi spermatozoa dan populasi sel-sel spermatogenik mencit jantan (Mus musculus L.)
strain Swiss Webster BPMSOH masing-masing pada dosis 6 kV dan 7 kV 4 jam perhari sejak
spermatosit primer preleptoten, sel spermatosit primer pakhiten, dan sel spermatid
Saran
Dari penelitian ini diketahui bahwa pemajanan medan elektrostatik pada dosis 6 kV dan 7
kV tidak berpengaruh terhadap kesuburan hewan percobaan. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut untuk melihat apakah ada pengaruh medan elektrostatik pada dosis 6 kV
dan 7 kV terhadap materi genetik (DNA) sel-sel spermatogenik dan juga dengan memberikan
waktu (durasi) pemajanan yang lebih lama (misalnya 24 jam per hari) sejak usia embrio sampai
mencit dewasa kemudian diteruskan pemajanannya hingga tiga atau empat generasi.
kepada Lembaga Penelitian Universitas Indonesia (LPUI) atas dukungan dana melalui
DIKMAKS 5.250 tahun anggaran 1999/2000 dengan kontrak nomor : 050/23/DIKS/1999 dan
16
juga kepada Profesor Dr. H. Oentoeng Soeradi yang telah memberikan bimbingan dan arahan
KEPUSTAKAAN
Abercrombie M. 1946. Estimation of nuclear population from microtom section. Anat Rec. 94 :
293-297.
Cameron IL, Hardman WE, Winter WD, Zimmerman S, Zimmerman AM. 1993. Environmental
magnetic fields : Influences on early embryogenesis. J Cell Biochem. 51 : 417-425.
Federer WY. 1963. Experimental design. Theory and application. Mac Millan New York.
Johnson M & Everitt B. 1988. Essential reproduction. 3rd ed. London: Blackwell Scientific
Publications. 150-174.
Jutte NHPM, Grootegoed JA, Rommerts FFG, Van del Mollen HJ. 1981. Exogenous lactate is
essential for metabolic activities in isolated spermatocytes and spermatid. J Reprod Fert.
62 : 399-405.
Korobkova V, Morozov Y, Stolarov M, Yakub Y. Influence of electric field in 500 and 750 kV
switchyards on maintenance staff and mean for its protection. Dalam: Mansyur M. 1992.
Pengaruh pemaparan medan listrik terhadap kualitas semen tenaga kerja PLN-GITET di
Jakarta dan sekitarnya. Tesis Magister Sain Hiperkes Medis P3S-UI. Jakarta.
Krueger WF, Giarola AJ, Bradley JW, Shrekenhamer A. 1975. Effects of electromagnetic fields
on fecundity in the chicken. Ann N Y Acad Sci. 247: 391-400.
Marino AA, Becker RO, Ulrich B. 1976. The effect of continuous exposures to low frequency
electric fields of three generation of mice : A pilot study. Experiment. 32 : 565-566.
Milham SJr. Mortality in worker exposed to electromagnetic fields. 1985. Env Heal Persp. 62 :
297-300.
Ng W & Piekarski K. 1975. The effect of an electrostatic field on mitosis of cells. Med Biol Eng.
107-111.
Reiter JA & Richardson BA. 1992. Magnetic field effect on pineal indole amine metabolism and
possible biological consequences. FASEB J. 6 : 2283-2287.
17
Rommereim DN, Kaune WT, Buschborn RL, Phillips RD, Sikhov MR. Reproduction and
development in rats : Chronologically exposed to 60 Hz electric fields. Dalam : Hendee
WR & Boteler JC. 1994. The question of health effects from exposure to
electromagnetic fields. Heal Phys. 66 : 127-134.
Sari P. 1998. Pemajanan medan elektrostatik pada mencit (Mus musculus L.) Strain Swiss
Webster dan pengaruhnya terhadap kromosom serta proliferasi sel. Tesis Magister
Biomedik P3S-UI. Jakarta.
Soeradi O. 1987. Pengaruh medan elektrostatik terhadap epitel seminiferus tikus dan anaknya.
(Disertasi). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Soeradi O & Sartono M. 1990. Lama siklus estrus tikus putih setelah pemaparan dengan medan
listrik elektrostatik. Maj Kedok Indon. 40 (8) : 426-430.
Sokal RR & Rohlf FJ. 1992. Pengantar biostatistika (Terjemahan). Edisi ke-2. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Stell RGD & Torrie JH. 1993. Prinsip dan prosedur statistika : Suatu pendekatan biometrik
(terjemahan). Edisi 3. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
WHO. 1984. Environmental health criteria 35. Extremely low frequency (ELF) fields. WHO
Geneve.
Yurnadi. 1998. Pengaruh pemajanan medan elektrostatik terhadap mencit albino (Mus musculus
L.) strain BPMSOH dan keturunannya. Maj Kedok Indon. 48 : 88-94.
Yurnadi. 2000. Medan listrik dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Maj Kedok Indon. 50 (8) :
393-397.