Anda di halaman 1dari 17

1

Pengaruh pemajanan medan elektrostatik terhadap konsentrasi spermatozoa


dan populasi sel spermatogenik mencit jantan (Mus musculus L.) strain Swiss-
Webster BPMSOH.

The effect of electrostatic field exposure to male mice (Mus musculus L.)
BPMSOH Swiss Webster strain on sperm concentrations and population of
spermatogenic cells.
Yurnadi1
1
Department of Medical Biology, Faculty of Medicine University of Indonesia, Jakarta
2
This article has been presented in the 12th National Congress of Biology association of
Indonesia (PBI) on July 25-26, 2000 in Bandung.

Correspondence :
Drs. Yurnadi M.Kes, Department of Medical Biology, Faculty of Medicine University of
Indonesia. Jalan Salemba Raya No. 6 Jakarta Pusat 10430, Telephone (021) 330379,
Facsimile (021) 330379, E-mail : biofkui@centrin.net.id, yvmartin@yahoo.com

KATAKUNCI : Medan elektrostatik; konsentrasi spermatozoa; tubulus seminiferus; sel-sel


spermatogenik.

ABSTRAK

Penelitian mengenai medan listrik telah banyak dilakukan, tetapi hasil penelitian dari
beberapa peneliti masih bersifat kontroversial. Dari penelitian Soeradi (1987) yang memberikan
pemajanan medan elektrostatik pada dosis 1 kV – 7 kV langsung terhadap testis tikus selama 1
jam/hari selama 30 hari, ternyata pada dosis 6 kV dan 7 kV menunjukkan adanya gangguan
spermatogenesis berupa penyusutan jumlah sel-sel epitel seminiferus dan penurunan jumlah anak,
serta beberapa anomali pada keturunannya. Pada penelitian ini akan dilihat apakah pemajanan
pada dosis 6 kV – 7 kV secara tegak lurus yang mengenai seluruh sistem saraf mencit akan
memberikan manifestasi yang sama terhadap konsentrasi spermatozoa dan populasi sel
spermatogenik mencit jantan (Mus musculus L.) strain Swiss Webster BPMSOH. Untuk
mengetahui hal tersebut maka dilakukan pemajanan medan elektrostatik pada dosis 6 kV dan 7
kV secara tegak lurus mengenai seluruh sistem saraf mencit jantan selama 4 jam/hari sejak
embrio hingga mencit berusia dewasa atau berumur 54 hari. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap dengan 3 perlakuan, yaitu Kontrol K (0 kV), PI (6 kV), dan PII (7 kV)
dengan ulangan 10 ekor mencit untuk setiap kelompok perlakuan.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa pemajanan medan elektrostatik 6 kV dan 7 kV
tidak mempengaruhi jumlah konsentrasi spematozoa vas deferen, diameter tubulus seminiferus,
dan jumlah sel-sel spermatogenik seperti sel spermatogonia A, sel spermatosit primer preleptoten,
sel spermatosit primer pakhiten, dan sel spermatid (p > 0,05). Kesimpulan dari penelitian ini
adalah pemajanan medan elektrostatik terhadap mencit jantan strain Swiss Webster BPMSOH
pada perlakuan selama 4 jam/hari selama satu generasi (umur 54 hari) tidak menyebabkan
penurunan jumlah konsentrasi spermatozoa vas deferen, penyusutan diameter tubulus
seminiferus, dan penurunan jumlah sel-sel spermatogenik seperti sel spermatogonia A, sel
2

spermatosit primer preleptoten, sel spermatosit primer pakhiten, dan sel spermatid pada testis
mencit.

KEYWORDS : Electrostatic field; sperm concentrations, tubulus seminiferous; spermatogenic


cells.

ABSTRACT

Many researches to elucidate the effect of electric field had been done, but the results
were controversial. A research using direct electrostatic field exposure (doses 1 kV - 7 kV) to rat
testicle one hour daily during thirty days was conducted by Soeradi (1987). This research found
alterations of spermatogenesis in rat testicles which was showed by a decrease in seminiferous
ephitelium population, decrease of fecundity, and several abnormalities on its offspring that
happened on doses 6 kV and 7 kV. The aim of our research is to know whether exposures using
doses of 6 kV and 7 kV perpendicular to mice body (exactly to nervous system) will give the same
manifestation to sperm concentrations and spermatogenic cell population of male mice (Mus
musculus L.) BPMSOH Swiss Webster strain. This research used completely randomized design
with three treatments Control (0 kV), P I (6 kV), P II (7 kV)  with ten (10) repetitions for each
treatment.
This research showed that electrostatic field exposure could not effect sperm
concentration of vas deverens, tubulus seminiferous diameter and spermatogenic cell population
such as spermatogonia A cells, primary spermatocyte (preleptoten cells), primary spermatocyte
(pachyten cells), and spermatid cells using doses of 6 kV and 7 kV (p>0,05). Conclusion, in this
research showed that perpendicular electrostatic field exposure using doses of 6 kV and 7 kV to
mice body (exactly to nervous system) four hour daily during fifty four days for one generation
(54 day olds) did not cause a decrease in sperm concentration in vas deverens, tubulus
seminiferous diameter and spermatogenic cell population such as spermatogonia A cells,
primary spermatocyte (preleptoten cells), primary spermatocyte (pachyten cells), and spermatid
cells.
3

PENDAHULUAN

Pada kehidupan modern dewasa ini, peralatan listrik makin banyak digunakan oleh

manusia untuk memperoleh kemudahan maupun kenikmatan. Peran listrik terlihat nyata dalam

berbagai prasarana kehidupan manusia seperti dalam bidang kedokteran (kesehatan), transportasi,

komunikasi, manufaktur, dan lain sebagainya. Namun, terlepas dari kebutuhan manusia akan

listrik, sering pula dipertanyakan apakah produk listrik (radiasi medan listrik) tersebut

mempunyai pengaruh biologis yang dapat merusak dan merugikan manusia atau makhluk hidup

lainnya (WHO, 1984; Soeradi, 1987).

Perkembangan dan pertumbuhan teknologi untuk menuju era industrialisasi seperti yang

telah ditekankan dalam pelita V ditujukan pada bidang industri. Untuk meningkatkan

pertumbuhan di bidang industri tersebut, diperlukan adanya dukungan yang kuat dari sumber

energi yang berkecukupan. Sumber energi yang ada di Indonesia dewasa ini dapat berasal dari

tenaga angin, air, diesel, panas bumi, gas, uap, dan tenaga nuklir yang merupakan alternatif

terakhir yang nantinya akan dapat diubah menjadi energi listrik (GBHN, 1993).

Dari publikasi beberapa media masa dinyatakan bahwa dalam pendistribusian arus listrik

tegangan tinggi seperti Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT = 70 - 150 kV) dan Saluran

Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET > 500 kV) dari sumber pembangkit tenaga listrik menuju

ke daerah yang membutuhkan. Seringkali arus listrik yang bertegangan tinggi tersebut

ditransmisikan melewati kawasan permukiman penduduk, ada yang membentang tepat di atas

rumah penduduk, dan ada pula yang hanya melewati bagian samping. Dari bentuk

pendistribusian ini diperkirakan bahwa transmisi arus listrik tersebut masih berada dalam daerah

radiasi medan listrik yang seringkali menimbulkan masalah, antara lain diduga merupakan faktor

pencetus stres yang mengancam sistem homeostasis yang berasal dari luar berupa radiasi

(peluahan) medan listrik yang langsung mengenai tubuh (Yurnadi, 2000).


4

Dari media masa diberitakan kasus yang pernah terjadi pada tahun 1995 di Desa Singosari

(Jawa Timur), Ciledug (Tangerang), Cijawara dan Kiara Condong (Bandung), dan Cisaat Cirebon

(Jawa Barat) bahwa masyarakat yang bagian atas rumahnya dilalui transmisi listrik bertegangan

tinggi, menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan, seperti mual, pusing, dan stres. Selain

itu juga didapatkan bukti-bukti lain seperti lampu neon yang menyala dengan sendirinya tanpa

dihubungkan dengan sumber listrik.

Seperti diketahui, tubuh manusia dan mungkin pula tubuh hewan vertebrata lainnya, tidak

dilengkapi dengan organ indera yang dapat mendeteksi adanya medan listrik di sekitar tubuhnya.

Dengan demikian, jika ia terpajan medan listrik lemah maupun kuat yang mungkin akan

merugikan kesehatan baik fisik, kerusakan jaringan tubuh maupun yang dapat mengancam

jiwanya kurang diperhatikan (Soeradi, 1987). Apabila keadaan seperti ini berlangsung secara

terus-menerus dalam waktu yang cukup lama, misalnya karena pekerjaan atau karena berada

dirumah yang letaknya di bawah atau berdekatan dengan transmisi listrik bertegangan tinggi atau

karena sering berhubungan dengan alat-alat rumah tangga yang sedang beroperasi dan bermuatan

listrik, dikhawatirkan pada suatu saat akan timbul gangguan kesehatan pada dirinya atau pada

keturunannya.

Sejumlah penelitian dengan menggunakan medan listrik, baik medan elektromagnetik

maupun elektrostatik telah dilakukan pada hewan percobaan dan manusia. Dari penelitian

tersebut dilaporkan beberapa kejadian, antara lain penurunan produksi telur sampai 15% dan

adanya abnormalitas dalam frekuensi kecil pada embrio seperti hernia cerebral, embrio tanpa

mata dan rahang atas (Krueger dkk, 1975); penekanan responsibilitas proses inisiasi mitosis

pada epidermis kulit kelinci yang dicukur akibat terganggunya keseimbangan ionik pada

intraseluler (Ng & Piekarski, 1975); menyebabkan adanya peningkatan kematian dan penurunan

berat badan mencit (Marino dkk, 1976); peningkatan angka kematian pada pekerja kelistrikan di
5

Washington karena leukemia, limfoma, karsinoma paru, pankreas serta otak (Milham, 1985);

hambatan spermatogenesis dan kelainan kongenital pada keturunan tikus (Soeradi, 1987);

pemanjangan siklus estrus tikus betina pada fase proestrus dan metestrus (Soeradi & Sartono,

1990); penurunan produksi serotonin dan melatonin sehingga risiko kanker payudara menjadi

meningkat (Reiter & Richardson, 1992); adanya gangguan sistem saraf pusat, seperti kelainan

electroencephalogram (EEG) yang disertai nyeri kepala, gangguan tidur, dan kesukaran

berkonsentrasi serta penurunan potensi seksual pada pekeraja muda (Korobkova dkk. dalam

Mansur, 1992); ditemukan adanya kemungkinan hubungan antara risiko leukemia dengan pekerja

listrik yang terpajan medan elektromagnetik di Norwegia (Tynes dkk, 1992); penurunan produksi

histon pada tingkat morula pada embrio landak laut, ayam, dan mencit (Cameron dkk, 1993);

kerusakan pada otot dan tulang pada tikus (Rommereim dkk. dalam Hendee & Boteler, 1994),

perubahan rasio seks mencit pada dosis 7 kV setelah dipajan selama dua generasi (Yurnadi,

1998), terjadi peningkatan frekuensi aberasi kromosom (double minute) dan proliferasi limfosit

mencit pada dosis 7 kV setelah dipajan selama selama 48, 72, dan 96 jam (Sari, 1998).

PERMASALAHAN

Dari beberapa penelitian di atas dapat diketahui bahwa pemajanan medan listrik dapat

menimbulkan gangguan biologik dan merugikan kesehatan. Demikian pula dari hasil penelitian

epidemiologi diperoleh laporan bahwa pemajanan medan listrik tegangan tinggi menyebabkan

pusing, mual, stres, dan gangguan kesehatan lainnya.

Pada penelitian ini akan dilihat apakah pemajanan medan elektrostatik terhadap mencit

sejak embrio (awal kebuntingan induknya) sampai berumur 54 hari setelah dilahirkan akan

mempengaruhi konsentrasi spermatozoa vas deferen, diameter tubulus seminiferus, populasi sel-
6

sel spermatogenik seperti jumlah sel spermatogonia A, sel spermatosit primer preleptoten, sel

spermatosit primer pakhiten, dan sel spermatid?

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemajanan medan elektrostatik secara

vertikal yang mengenai seluruh sistem saraf mencit jantan (Mus musculus L.) strain Swiss

Webster BPMSOH sejak embrio sampai dewasa (umur 54 hari). Hasil dari penelitian ini

diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi dan menjawab pertanyaan apakah pemajanan

medan elektrostatik dapat berpengaruh terhadap fertilitas makhluk hidup dengan menggunakan

mencit sebagai model, sehingga dengan adanya informasi ini maka dapat dilakukan perlindungan

atau minimalisasi pemajanan medan elektrostatik terhadap tubuh.

BAHAN DAN CARA KERJA

1. Bahan dan Alat.

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan dan betina

dewasa strain Swiss Webster BPMSOH umur 2,5 bulan, sehat dan fertil yang diberi makanan

dan minuman standar. Kandang tempat pemajanan dan serbuk gergaji untuk alas tidur mencit.

Adapun bahan kimia untuk pembuatan preparat histologi adalah alkohol seri, xilol, benzil

benzoat, parafin, kloroform, dan lain-lain. Satu set pisau bedah, alat gelas, dan alat tulis.

Seperangkat alat elektrostatik tegangan tinggi. Mikroskop binokuler dan kalkulator.

2. Cara Kerja

1. Rancangan Penelitian

Berdasarkan penelitian Soeradi (1987), pemajanan medan elektrostatik yang dimulai

dari 6 kV dan 7 kV per jam terhadap testis tikus menimbulkan gangguan pada sel epitel

seminiferus, maka perlakuan yang diberikan pada penelitian ini dimulai dari 6 kV ke atas.

Adapun rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
7

dengan 3 macam perlakuan, yaitu : Kontrol (K) tegangan 0 kV; perlakuan I (PI) tegangan 6

kV diberikan selama 4 jam/hari; perlakuan II (P II) tegangan 7 kV diberikan selama 4

jam/hari. Dengan 3 macam perlakuan, maka jumlah ulangan diperhitungkan menurut Federer

(1963) adalah 10 ekor mencit untuk setiap perlakuan.

2. Perlakuan hewan percobaan

Hewan percobaan dikelompokkan secara acak, dan setiap kelompok terdiri dari 5

ekor mencit betina yang mulai bunting berdasarkan pemeriksaan hapus vagina. Pemajanan

medan elektrostatik dilakukan secara tegak lurus dan berjarak + 10 cm dari hewan perlakuan.

Lama pemajanan dilakukan selama 4 jam/hari sampai mencit melahirkan anaknya (F1).

Mencit F1 jantan diteruskan pemajanannya sampai dewasa (berumur 54 hari).

3. Pengambilan data

Setelah cukup masa perlakuan, maka mencit untuk setiap perlakuan dibius dan di

preparasi untuk diambil semennya dengan menyerut vas deferen yang telah dipotong dan

ditampung di bawah cawan petri untuk dianalisis jumlah spermanya. Kemudian testisnya

diambil untuk dibuatkan preparat histologi. Adapun parameter yang akan dianalisis, antara

lain : 1. Konsentrasi spermatozoa vas deferen; 2. Diameter tubulus seminiferus; 3. Jumlah sel

spermatogonia A; 4. Jumlah sel spermatosit primer preleptoten; 5. Jumlah sel spermatosit

primer pakhiten; 6. Jumlah sel spermatid. Untuk parameter 3-6 penghitungan jumlah sel

spermatogenik dilakukan pada tahap VII siklus epitel seminiferus dan data hasil

penghitungannya dikoreksi dengan faktor koreksi Abercrombie (1946).

4. Analisis Data

Data yang diperoleh dari setiap parameter dievaluasi dengan menggunakan metoda

statistik (Sokal & Rohlf, 1992; Stell & Torie, 1993) berupa Uji normalitas (Shapiro dan Wilk)

dan uji homogenitas (Bartlett). Jika data berdistribusi normal dan homogen dilanjutkan
8

dengan uji analysis of variance (ANOVA) dan jika terdapat perbedaan yang bermakna

dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT). Sebaliknya, jika data tidak berdistribusi

normal walaupun telah dilakukan transformasi data, maka dilakukan uji statistik non-

parametrik Kruskal-Wallis. Adapun taraf kemaknaan yang dipakai dalam penelitian ini adalah

kemaknaan 5%.

HASIL

1. Konsentrasi spermatozoa vas deferen

Dari hasil penghitungan konsentrasi spermatozoa vas deferen diperoleh nilai rata-rata

sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 1. Setelah dilakukan uji normalitas dan

homogenitas varians menunjukkan bahwa data konsentrasi spermatozoa vas deferen

berdistribusi normal dan bervarians homogen (p > 0,05). Dari uji ANOVA diketahui bahwa

perlakuan tidak memberikan pengaruh yang bermakna terhadap konsentrasi spermatozoa vas

deferen mencit (p> 0,05).

Tabel 1 : Nilai rata-rata konsentrasi spermatozoa vas deferen (mL) mencit setelah dipajan
medan elektrostatik selama 4 jam per hari sejak embrio sampai berumur 54 hari.

No. Kontrol (0 kV) P I (6 kV) P II (7 kV)


1. 6,0 5,1 21,8
2. 15,8 29,5 24,5
3. 24,0 12,0 25,3
4. 21,8 23,5 41,0
5. 25,8 12,8 33,5
6. 28,5 14,5 20,8
7. 28,5 20,1 24,0
8. 26,0 11,0 17,3
9. 19,0 15,3 25,0
10. 27,5 9,0 5,5

X 222,9 152,8 238,7


X 22,3 15,3 23,9
SD 7,1 7,2 9,3
Keterangan : X = Jumlah X; X = Rata-rata; SD = Standar deviasi.
9

2. Diameter tubulus seminiferus

Dari data hasil pengukuran diameter tubulus seminiferus diperoleh nilai rata-rata

sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 2. Setelah dilakukan uji normalitas dan

homogenitas varians menunjukkan bahwa data diameter tubulus seminiferus berdistribusi

normal dan bervarians homogen (p > 0,05). Dari uji ANOVA diketahui bahwa perlakuan

tidak memberikan pengaruh yang bermakna terhadap diameter tubulus seminiferus testis

mencit (p> 0,05).

Tabel 2 : Nila rata-rata diameter tubulus seminiferus testis mencit (m2) setelah dipajan
medan elektrostatik selama 4 jam per hari sejak embrio sampai berumur 54 hari.

No. Kontrol (0 kV) P I (6 kV) P II (7 kV)


1. 239,4 192,3 224,3
2. 261,2 247,2 232,0
3. 218,3 213,8 206,0
4. 220,7 232,5 218,2
5. 235,5 200,4 207,8
6. 236,8 258,4 217,4
7. 231,8 194,8 254,0
8. 220,5 203,8 215,4
9. 228,6 221,9 237,3
10. 240,9 207,8 217,7

X 2333,7 2172,9 2230,1


X 233,4 217,3 223,0
SD 12,8 22,5 14,6

3. Jumlah sel spermatogonia A

Dari hasil penghitungan jumlah sel spermatogonia A diperoleh nilai rata-rata

sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 3. Setelah dilakukan uji normalitas dan

homogenitas varians menunjukkan bahwa data jumlah sel spermatogonia A berdistribusi

normal dan bervarians homogen (p> 0,05). Dari uji ANOVA diketahui bahwa perlakuan tidak

memberikan pengaruh yang bermakna terhadap jumlah sel spermatogonia A testis mencit (p>

0,05).
10

Tabel 3 : Nila rata-rata jumlah sel spermatogonia A testis mencit setelah dipajan
medan elektrostatik selama 4 jam per hari sejak embrio sampai berumur
54 hari.

No. Kontrol (0 kV) P I (6 kV) P II (7 kV)


1. 3,9 4,1 4,5
2. 3,5 5,9 4,2
3. 3,6 3,6 4,9
4. 5,9 4,2 4,7
5. 5,6 5,3 4,9
6. 5,4 5,2 3,9
7. 5,1 3,6 4,2
8. 4,1 6,1 4,4
9. 3,9 3,5 3,9
10. 4,9 4,4 4,5

X 45,8 46,1 43,9


X 4,6 4,7 4,4
SD 0,9 0,9 0,4

4. Jumlah sel spermatosit primer preleptoten (Resting)

Dari data hasil penghitungan jumlah sel spermatosit primer preleptoten (resting)

diperoleh nilai rata-rata sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 4.

Tabel 4 : Rata-rata jumlah sel spermatosit primer preleptoten testis mencit setelah
dipajan medan elektrostatik 4 jam per hari sejak embrio sampai berumur
54 hari.

No. Kontrol (0 kV) P I (6 kV) P II (7 kV)


1. 24,2 21,8 23,0
2. 28,2 27,7 25,6
3. 20,6 19,8 26,1
4. 21,2 23,1 23,3
5. 27,5 21,9 21,4
6. 19,2 26,3 24,8
7. 19,9 21,8 26,1
8. 24,7 19,7 23,9
9. 28,2 27,4 25,9
10. 24,9 21,3 24,1

X 238,5 230,6 244,4


X 23,9 23,1 24,4
SD 3,5 3,0 1,6
11

Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians menunjukkan bahwa data

jumlah sel spermatosit primer preleptoten berdistribusi normal dan bervarians homogen (p>

0,05). Dari uji ANOVA diketahui bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang

bermakna terhadap jumlah sel spermatosit primer preleptoten testis mencit (p> 0,05).

5. Jumlah sel spermatosit primer pakhiten

Dari data hasil penghitungan jumlah sel spermatosit primer pakhiten diperoleh nilai

rata-rata sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 5. Setelah dilakukan uji normalitas dan

homogenitas varians menunjukkan bahwa jumlah sel spermatosit primer pakhiten

berdistribusi normal dan bervarian homogen (p> 0,05). Dari uji ANOVA diketahui

bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang bermakna terhadap jumlah sel spermatosit

primer pakhiten testis mencit (p> 0,05).

Tabel 5 : Rata-rata jumlah sel spermatosit primer pakhiten testis mencit setelah dipajan
medan elektrostatik selama 4 jam per hari sejak embrio sampai berumur
54 hari.

No. Kontrol (0 kV) P I (6 kV) P II (7 kV)


40,3 42,8 53,6
50,9 51,7 55,3
37,5 41,9 45,7
45,4 42,9 48,2
58,7 44,6 39,6
49,8 54,8 45,4
51,9 43,8 55,4
54,5 46,6 44,7
50,7 49,2 51,7
55,1 56,4 42,3

X 494,8 474,8 481,8


X 49,5 47,5 48,2
SD 6,6 5,3 5,5
12

6. Jumlah sel spermatid

Dari data hasil penghitungan jumlah sel spermatid diperoleh nilai rata-rata

sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 6. Setelah dilakukan uji normalitas dan

homogenitas varians menunjukkan bahwa jumlah sel spermatid berdistribusi normal dan

bervarians homogen (p> 0,05). Dari uji ANOVA diketahui bahwa perlakuan tidak

memberikan pengaruh yang bermakna terhadap jumlah sel spermatid testis mencit (p> 0,05).

Tabel 6 : Rata-rata jumlah sel spermatid testis mencit setelah dipajan medan
elektrostatik selama 4 jam per hari sejak embrio sampai berumur 54 hari.

No. Kontrol (0 kV) P I (6 kV) P II (7 kV)


1. 129,3 116,8 47,4
2. 129,4 139,6 152,4
3. 121,4 121,3 122,0
4. 122,4 144,2 126,2
5. 144,5 127,9 101,4
6. 126,3 153,8 120,4
7. 125,2 127,2 137,9
8. 134,8 113,9 115,7
9. 140,3 136,2 141,8
10. 160,9 127,0 135,5

X 1334,6 1307,9 1300,8


X 133,5 130,8 130,1
SD 12,2 12,6 15,7

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemajanan medan elektrostatik tidak

menyebabkan penurunan jumlah konsentrasi spermatozoa vas deferen, penyusutan diameter

tubulus seminiferus, jumlah sel spermatogonia A, sel spermatosit primer preleptoten, spermatosit

primer pakhiten, dan sel spermatid, secara bermakna (p > 0,05).


13

Sebagaimana diketahui, spermatogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa

melalui beberapa tahap perkembangan dari sel-sel spermatogenik. Jika salah satu tahap pada

perkembangan terjadi hambatan, maka pada tahap perkembangan berikutnya akan terhambat

pula, dan akhirnya jumlah spermatozoa yang dibentuk juga akan berkurang. Dari penelitian ini

diduga bahwa tahap-tahap dari perkembangan sel-sel spermatogenik tidak mengalami hambatan,

sehingga akan dihasilkan jumlah spermatozoa yang normal. Dengan perkataan lain bahwa

pemajanan medan elektrostatik terhadap mencit pada dosis 6 kV dan 7 kV 4 jam/hari,

berlangsung selama 75 hari, termasuk selama dalam rahim, tidak mempengaruhi perkembangan

sel-sel spermatogenik.

Tidak adanya pengaruh yang ditimbulkan oleh pemajanan medan elektrostatik terhadap

sel-sel spermatogenik mencit, diduga disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : waktu (durasi)

pemajanan yang diberikan kurang lama, lokasi pemajanan tidak langsung terhadap testis,

perbedaan spesies dan perbedaan sifat kerentanan dari hewan percobaan yang digunakan,

dibandingkan dengan penelitian terdahulu pada tikus yang dipajan langsung terhadap testisnya

pada dosis 6 kV dan 7 kV yang menghambat spermatogenesis, dan menimbulkan kelainan

kongenital pada keturunannya (Soeradi, 1987). Selanjutnya pada penelitian lain dengan

menggunakan mencit yang dipajan medan elektrostatik selama dua generasi pada dosis 6 kV dan

7 kV, memperlihatkan pada dosis 7 kV menyebabkan perubahan rasio seks anak mencit

(Yurnadi, 1998).

Diameter tubulus seminiferus pada mencit normal menunjukkan, bahwa sel-sel

spermatogenik pada tubulus seminiferus ditentukan oleh jumlah sel-sel spermatogenik. Artinya,

jika terjadi penyusutan sel-sel spermatogenik, maka akan terjadi pula penyusutan diameter

tubulus seminiferus. Hal tersebut di atas tidak terjadi pada mencit yang dipajan dengan dosis 6

kV dan 7 kV 4 jam/hari , berlangsung selama 75 hari termasuk selama dalam rahim.


14

Menurut Nelsen (dalam Amir, 1992) bahwa, diameter tubulus seminiferus ditentukan pula

oleh kerjasama antara follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH).

Kerjasama ini lebih ditentukan oleh adanya FSH, sebab tanpa FSH maka LH tidak dapat

mempertahankan keadaan normal ukuran diameter tubulus seminiferus, sehingga tubulus tersebut

akan mengecil. Dengan demikian kadar hormon FSH yang masih dalam batas normal sudah

cukup untuk mempertahankan ukuran diameter tubulus seminiferus.

Sel spermatogonia A merupakan sel induk gamet yang umumnya lebih tahan (resisten)

terhadap adanya pengaruh dari luar. Tahap kedua dari spermatogenesis adalah tahap di mana sel

spermatosit primer melakukan pembelahan meiosis. Pada tahap ini sel spermatosit primer akan

mengalami perubahan genetik yang penting dan merupakan tahap yang rentan terhadap pengaruh

dari luar, terutama pada sel spermatosit primer preleptoten (Jhonson & Everitt, 1988). Walaupun

dari penelitian ini pemajanan medan elektrostatik pada dosis 6 kV dan 7 kV tidak menyebabkan

penurunan jumlah populasi sel-sel spermatogenik, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadinya

perubahan materi genetik (DNA) dalam sel-sel spermatogenik.

Selama spermatogenesis, aktivitas sel-sel spermatogenik sangat tinggi dengan melibatkan

proses perubahan morfologi dan biokimia dari sel-sel tersebut. Untuk mendukung aktivitas

tersebut, sel-sel spermatogenik sangat tergantung pada sumber energi terutama glukosa.

Khususnya sel spermatosit primer pakhiten dan sel spermatid diketahui menggunakan sumber

energinya secara tidak langsung dalam bentuk asam laktat dan piruvat yang disuplai oleh sel

Sertoli. Adapun produk asam laktat dan piruvat tersebut terutama dipengaruhi oleh hormon FSH

(Jutte dkk, 1981). Pada penelitian ini diduga bahwa pemajanan medan elektrostatik yang

diberikan tidak mempengaruhi produksi FSH, dimana pada keadaan ini tidak mempengaruhi sel

Sertoli yang pada gilirannya tidak pula menghambat perkembangan sel-sel spermatogenik.
15

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan tentang pengaruh pemajanan medan elektrostatik terhadap

konsentrasi spermatozoa dan populasi sel-sel spermatogenik mencit jantan (Mus musculus L.)

strain Swiss Webster BPMSOH masing-masing pada dosis 6 kV dan 7 kV 4 jam perhari sejak

embrio sampai berumur 54 hari dapat disimpulkan pemajanan medan elektrostatik :

1. Tidak berpengaruh terhadap konsentrasi spermatozoa vas deferen.

2. Tidak mempengaruhi ukuran diameter tubulus seminiferus.

3. Tidak mempengaruhi jumlah sel-sel spermatogenik seperti sel spermatogonia A, sel

spermatosit primer preleptoten, sel spermatosit primer pakhiten, dan sel spermatid

Saran

Dari penelitian ini diketahui bahwa pemajanan medan elektrostatik pada dosis 6 kV dan 7

kV tidak berpengaruh terhadap kesuburan hewan percobaan. Oleh karena itu perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut untuk melihat apakah ada pengaruh medan elektrostatik pada dosis 6 kV

dan 7 kV terhadap materi genetik (DNA) sel-sel spermatogenik dan juga dengan memberikan

waktu (durasi) pemajanan yang lebih lama (misalnya 24 jam per hari) sejak usia embrio sampai

mencit dewasa kemudian diteruskan pemajanannya hingga tiga atau empat generasi.

UCAPAN TERIMA KASIH


Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Lembaga Penelitian Universitas Indonesia (LPUI) atas dukungan dana melalui

DIKMAKS 5.250 tahun anggaran 1999/2000 dengan kontrak nomor : 050/23/DIKS/1999 dan
16

juga kepada Profesor Dr. H. Oentoeng Soeradi yang telah memberikan bimbingan dan arahan

selama penelitian berlangsung.

KEPUSTAKAAN

Abercrombie M. 1946. Estimation of nuclear population from microtom section. Anat Rec. 94 :
293-297.

Cameron IL, Hardman WE, Winter WD, Zimmerman S, Zimmerman AM. 1993. Environmental
magnetic fields : Influences on early embryogenesis. J Cell Biochem. 51 : 417-425.

Federer WY. 1963. Experimental design. Theory and application. Mac Millan New York.

GBHN. 1993. Bahan penataran dan referensi penataran. UI Press Jakarta.

Johnson M & Everitt B. 1988. Essential reproduction. 3rd ed. London: Blackwell Scientific
Publications. 150-174.

Jutte NHPM, Grootegoed JA, Rommerts FFG, Van del Mollen HJ. 1981. Exogenous lactate is
essential for metabolic activities in isolated spermatocytes and spermatid. J Reprod Fert.
62 : 399-405.

Korobkova V, Morozov Y, Stolarov M, Yakub Y. Influence of electric field in 500 and 750 kV
switchyards on maintenance staff and mean for its protection. Dalam: Mansyur M. 1992.
Pengaruh pemaparan medan listrik terhadap kualitas semen tenaga kerja PLN-GITET di
Jakarta dan sekitarnya. Tesis Magister Sain Hiperkes Medis P3S-UI. Jakarta.

Krueger WF, Giarola AJ, Bradley JW, Shrekenhamer A. 1975. Effects of electromagnetic fields
on fecundity in the chicken. Ann N Y Acad Sci. 247: 391-400.

Marino AA, Becker RO, Ulrich B. 1976. The effect of continuous exposures to low frequency
electric fields of three generation of mice : A pilot study. Experiment. 32 : 565-566.

Milham SJr. Mortality in worker exposed to electromagnetic fields. 1985. Env Heal Persp. 62 :
297-300.

Nelsen OE. Comparative embryology of vertebrates. Dalam : Amir A. 1992. Pengaruh


penyuntikan biji pepaya gandul (Carica papaya L.) terhadap sel-sel spermatogenik
mencit dan jumlah anak hasil perkawinannya. Tesis Magister Biomedik P3S-UI. Jakarta.

Ng W & Piekarski K. 1975. The effect of an electrostatic field on mitosis of cells. Med Biol Eng.
107-111.

Reiter JA & Richardson BA. 1992. Magnetic field effect on pineal indole amine metabolism and
possible biological consequences. FASEB J. 6 : 2283-2287.
17

Rommereim DN, Kaune WT, Buschborn RL, Phillips RD, Sikhov MR. Reproduction and
development in rats : Chronologically exposed to 60 Hz electric fields. Dalam : Hendee
WR & Boteler JC. 1994. The question of health effects from exposure to
electromagnetic fields. Heal Phys. 66 : 127-134.
Sari P. 1998. Pemajanan medan elektrostatik pada mencit (Mus musculus L.) Strain Swiss
Webster dan pengaruhnya terhadap kromosom serta proliferasi sel. Tesis Magister
Biomedik P3S-UI. Jakarta.

Soeradi O. 1987. Pengaruh medan elektrostatik terhadap epitel seminiferus tikus dan anaknya.
(Disertasi). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Soeradi O & Sartono M. 1990. Lama siklus estrus tikus putih setelah pemaparan dengan medan
listrik elektrostatik. Maj Kedok Indon. 40 (8) : 426-430.

Sokal RR & Rohlf FJ. 1992. Pengantar biostatistika (Terjemahan). Edisi ke-2. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.

Stell RGD & Torrie JH. 1993. Prinsip dan prosedur statistika : Suatu pendekatan biometrik
(terjemahan). Edisi 3. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Tynes T, Andersen A, Langmark F. 1992. Incidence of cancer in Norwegian workers potentially


exposed to electromagnetic fields. Am J Epid. 136 : 81-88.

WHO. 1984. Environmental health criteria 35. Extremely low frequency (ELF) fields. WHO
Geneve.

Yurnadi. 1998. Pengaruh pemajanan medan elektrostatik terhadap mencit albino (Mus musculus
L.) strain BPMSOH dan keturunannya. Maj Kedok Indon. 48 : 88-94.

Yurnadi. 2000. Medan listrik dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Maj Kedok Indon. 50 (8) :
393-397.

Anda mungkin juga menyukai