Anda di halaman 1dari 5

UAS AGAMA HINDU

Disusun Oleh :

Nama : Ni Nengah Bela Ariyanti

NIM : 018.06.0007

Kelas :A

Modul : Digestif II

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2020
1. Tiga Kerangka Dasar tersebut adalah:
a. Tattwa (Filsafat)
b. Susila (Etika)
c. Upacara (Yadnya)
Yadnya atau upacara itu bersifat lokal, karena di setiap daerah di bali khususnya serta
di india itu cara melaksanakan upacaranya berbeda-beda, meskipun tidak jauh beda,
mungkin yang berbeda dari segi sesajen yang digunakan. Sedangkan Tatwa dan Susila
itu beraifat universal, karena tatwa itu sendiri merupakan kebenaran, kenyataan,
hakekat hidup, sifat kodrati, dan segala sesuatu yang bersumber dari kebenaran, sehingga
itu bisa diimplementasikan terhadap orang banyak, lalu susila itu merupakan kerangka
dasar Agama Hindu yang kedua setelah filsafat (Tattwa). Susila memegang peranan
penting bagi tata kehidupan manusia sehari-hari. Susila merupakan kerangka dasar
Agama Hindu yang kedua setelah filsafat (Tattwa). Susila memegang peranan penting
bagi tata kehidupan manusia sehari-hari. Susila merupakan kerangka dasar Agama Hindu
yang kedua setelah filsafat (Tattwa). Susila memegang peranan penting bagi tata
kehidupan manusia sehari-hari. Susila menurut pandangan Agama Hindu adalah tingkah
laku hubungan timbal balik yang selaras dan harmonis antara sesama manusia dengan
alam semesta (lingkungan) yang berlandaskan atas korban suci (Yadnya), keikhlasan dan
kasih sayang. Pola hubungan tersebut berprinsip pada ajaran Tat Twam Asi (Ia adalah
engkau) mengandung makna bahwa hidup segala makhluk sama, menolong orang lain
berarti menolong diri sendiri, dan sebaliknya menyakiti orang lain berarti pula menyakiti
diri sendiri. Sehingga Tatwa dan suslia itu bersifat universal dan bisa di implementasikan
oleh banyak orang.

2. Hubungan antara karmaphala dengan punarbhawa adalah


karma Phala adalah Buah atau Hasil Perbuatan. Juga disebut dengan hukum karma atau
hokum hasil perbuatan sedangkan Phunarbawa sering disebut dengan reinkarnasi atau
samsara. Jadi, Ajaran PUNARBAWA yang pasti merupakan akibat dari hukum KARMA
PHALA. Oleh karena itu, harus ada kelahiran lain untuk menikmati perbuatan yang
tersisa. Kelahiran dan kematian terus berlanjut, sampai mencapai perbuatan yang kekal.
Karma-karma yang baik membawa kepada kelahiran dalam suasana yang lebih tinggi,
dan karma buruk ke suasana yang lebih rendah. Dengan kebajikan akan diperoleh
kenaikan status yang lebih tinggi dan dengan kejahatan, akan turun ke tingkatan lebih
rendah.

3. Tri Kaya Parisudha adalah tiga jenis perbuatan yang merupakan landasan ajaran
Etika Gama Bali yang dipedomani oleh setiap individu guna mencapai
kesempurnaan dan kesucian hidupnya, meliputi:
‘pikiran’ (Manacika) Yang berarti berpikir suci atau berpikir yang benar. Dalam
menjalankan tugas pelayanan kesehatan sangatlah perlu mengerjakan tugas dengan
pikiran yang positif, sebab jika pikiran positif maka tugas akan terselesaikan dengan baik
dan lancar, ‘perkataan’ (Wacika) Yang berarti berkata yang benar. Dalam menjalankan
tugas pelayanan kesehatan sangatlah perlu perilaku berkata dengan baik dan benar, jika
perkataan benar maka mudah dipercaya oleh pasien dan jika perkataan benar adanya
mampu membuat pasien dari sakit menjadi sembuh hanya dengan perkataan yang baik.
Bukan hanya itu orang - orang akan mudah percaya terhadap kita sebab perkataan baik
akan menghasilkan sesuatu yang jujur dan ‘perbuatan’ (Kayika) Yang berarti perbuatan
atau prilaku suci atau berprilaku yang benar. Dalam menjalankan tugas kesehatan
sangatlah perlu perilaku yang baik dan benar, jika perilaku kita baik terhadap pasien dan
juga sesama maka kita juga akan di perlakukan dengan baik sehingga munculah
keharmonisan didalam menjalankan tugas.

4. Menurut saya adalah mendahulukan oprasi terlebih dahulu dari pada melakukan
persembahnyangan piodalan di pura sebab oprasi merupakan hal yang mendesak dan
menyangkut nyawa orang dalam ajaran agama hindu mengenai Dasa Yama Brata
dikatakan pada Anresangsya dimana artinya tidak mementingkan diri sendiri atau
mendahului hal yang mendesak. Maka dari itu saya lebih memilih melakukan oprasi
karena merupakan hal yang mendesak, dan juga melakukan oprasi sama dengan
melakukan yadnya yaitu Manusia Yadnya, karena membantu sesama.

5. Tujuan upawasa adalah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Puasa
menurut Hindu adalah tidak sekedar menahan haus dan lapar, tidak untuk merasakan
bagaimana menjadi orang miskin dan serba kekurangan, dan tidak untuk menghapus dosa
dengan janji surga. Selain itu, puasa menurut Hindu adalah untuk mengendalikan nafsu
Indria, mengendalikan keinginan. Indria haruslah berada dibawah kesempurnaan pikiran,
dan pikiran berada dibawah kesadaran budhi. Jika indria kita terkendali, pikiran kita
terkendali maka kita akan dekat dengan kesucian, dekat dengan Tuhan. Jenis – jenis
puasa menurut hindu:
a. Puasa wajib
 Siwaratri jatuh setiap panglong ping 14 Tilem kapitu atau Prawaning Tilem
Kapitu, yaitu sehari sebelum tilem. Puasa total tidak makan dan minum
apapun dimulai sejak matahari terbit sampai dengan matahari terbenam.
 Nyepi jatuh pada penanggal ping pisan sasih kedasa (lihat kalender ketika
libur nasional). Puasa total tidak makan dan minum apapun dimulai ketika
fajar hari itu sampai fajar keesokan harinya (ngembak gni).
 Purnama dan tilem, puasa tidak makan atau minum apapun dimulai sejak fajar
hari itu hingga fajar keesokan harinya.
 Puasa untuk menebus dosa dinamakan dalam Veda Smrti untuk Kaliyuga:
Parasara Dharmasastra, sebagai “Tapta krcchra vratam” adalah puasa selama
tiga hari dengan tingkatan puasa: minum air hangat saja, susu hangat saja,
mentega murni saja tanpa makan dan minum sama sekali.
b. Puasa yang tidak wajib
 adalah puasa yang dilaksanakan di luar ketentuan di atas, misalnya pada hari-
hari suci: odalan, anggara kasih, dan buda kliwon. Puasa ini diserahkan pada
kebijakan masing-masing, apakah mau siang hari saja atau satu hari penuh.
Ingat bahwa pergantian hari menurut Hindu adalah sejak fajar sampai fajar
besoknya; bukan jam 00 atau jam 12 tengah malam.
c. Puasa berkatian dengan acara tertentu
 misalnya setelah mawinten atau mediksa, puasa selama tiga hari hanya dengan
makan nasi kepel dan air kelungah nyuh gading.
d. Puasa berkaitan dengan hal tertentu
 sedang bersamadhi, meditasi, sedang memohon petunjuk kepada Hyang
Widhi, setiap saat (tidak berhubungan dengan hari rerainan) dan jenis puasa
tentukan sendiri apakah total (tidak makan dan minum sama sekali) selama 1
hari 1 malam atau seberapa mampunya.

Anda mungkin juga menyukai