DENGAN THALASEMIA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
Semester Tiga Tingkat Dua IIB
Nama Kelompok 2:
1. Rai Cristovel
2. Dandi Krisdianto
3. Putri Rahayu
4. Nurfadilah
5. Inri Susanti
Penyusun
i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Defenisi.................................................................................................2
B. Etiologi ................................................................................................2
C. Tanda dan gejala ..................................................................................2
D. Patofisiologi ........................................................................................3
E. Pathway ...............................................................................................4
F. Komplikasi ...........................................................................................5
G. Pemeriksaan penunjang........................................................................5
H. Penatalaksanaan ...................................................................................5
I. pengkajian.............................................................................................6
J. Diagnosa keperawatan .........................................................................7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orangtua kepada
anak. Thalasemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan hemoglobin yang
berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel darah
merah yang mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya ke sel-sel lainnya dalam tubuh.
Sekitar 100.000 bayi di seluruh dunia terlahir dengan jenis thalasemia berbahaya
setiap tahunnya.(Kliegam,2012)
Ada dua jenis thalassemia yaitu alpha dan beta. Kedua jenis thalassemia ini
diwariskan dengan cara yang sama. Penyakit ini diturunkan oleh orangtua yang
memiliki mutated gen atau gen mutasi thalasemia. Seorang anak yang mewarisi satu
gen mutasi disebut pembawa atau carrier, atau yang disebut juga dengan thalassemia
trait (sifat thalassemia). Kebanyakan pembawa ini hidup normal dan sehat. Anak yang
mewarisi dua sifat gen, di mana satu dariibu dan satu dari ayah, akan mempunyai
penyakit thalassemia. Jika baik ibu maupun ayah adalah pembawa, kemungkinan anak
mewarisi dua sifat gen.(Williams,2005)
dengan kata lain mempunyai penyakit thalasemia, adalah sebesar 25 persen. Anak
dari pasangan pembawa juga mempunyai 50 persen kemungkinan lahir sebagai
pembawa. Jenis paling berbahaya dari alpha thalassemia yang terutama menimpa
keturunan Asia Tenggara, Cina dan Filipina menyebabkan kematian pada jabang bayi
atau bayi baru lahir. Sementara itu, anak yang mewarisi dua gen mutasi beta
thalassemia akan menderita penyakit beta thalassemia. (Williams,2005)
Anak ini memiliki penyakit thalasemia ringan yang disebut dengan thalassemia
intermedia yang menyebabkan anemia ringan sehingga si anak tidak memerlukan
transfusi darah. Jenis thalassemia yang lebih berat adalah thalassemia major atau
disebut juga dengan Cooley's Anemia. Penderita penyakit ini memerlukan transfusi
darah dan perawatan yang intensif. Anak-anak yang menderita thalassemia major
mulai menunjukkan gejala-gejala penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-
anak ini terlihat pucat, lesu dan mempunyai nafsu makan rendah, sehingga
menyebabkan pertumbuhannya terlambat.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Thalasemia merupakan penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara
autosomal berdasarkan kelainan haemoglobin, dimana satu atau dua rantai Hb
kurang atau tidak terbentuk secara sempurna sehingga terjadi anemia hemolitik.
Kelainan hemolitik ini mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah didalam
pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (Indanah, 2010).
Thalasemia adalah penyakit yang diturunkan secara autosomal dari orang tua
kepada anaknya. Dimana adanya penurunan produksi jumlah hemoglobin yaitu
salah satu komponen terpenting darah yang berfungsi mensuplai oksigen ke seluruh
tubuh, sehingga mengakibatkan suplai oksigen keseluruh tubuh terganggu.
B. Etiologi
Thalasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan orang tua kepada
anaknya. Anak yang mewarisi gen thalasemia dari salah satu orang tua dan gen
normal dari orang tua lain adalah seorang pembawa (carries). Anak yang mewarisi
gen dari kedua orang tuanya menderita thalasemia sedang sampai berat. (Muncie &
Campbell, 2009)
C. Tanda dan Gejala
Pada penderita thalasemiamenurut James & Ashwil (2007) akan ditemukan
beberapa kelainan diantaranya :
1. Anemia dengan gejala seperti pucat, demam tanpa penyebab yang jelas, tidak
nafsu makan, infeksi berulang, dan pembesaran limfe atau hati
2
2. Anemia progresif yang ditandai dengan hipoksia kronis seperti nyeri kepala,
nyeri prekordial, tulang, penurunan toleransi terhadap latihan, lesu dan
anoreksia
3. Perubahan pada tulang, tulang akan mengalami penipisan dan kerapuhan akibat
sumsum tulang yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kekurangan
hemoglobin dalam sel darah. Hal ini terjadi pada kepala, frontal, parietal, molar
yang menjadi lebih menonjol, batang hidung menjadi lebih datar atau masuk ke
dalam dengan tulang pipih yang menonjol. Keadaan ini disebut facies cooley,
yang merupakan cirri khas thalasemia mayor.
Manifestasi klinik yang dapat dijumpai sebagai dampak patologis penyakit pada
thalasemia yaitu anemia yang menahun disebabkan eritropoises yang tidak efektif,
proses hemolisis dan reduksi sintesa hemoglobin (Indanah, 2010). Adanya anemia
tersebut mengakibatkan pasien memerlukan transfusi darah seumur hidupnya.
Pemberian transfusi darah secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya
penumpukan zat besi pada jaringan parenkim disertai dengan kadar serum besi
yang tinggi. Hal tersebut dapat menimbulkan hemosiderosis pada berbagai organ
tubuh seperti, jantung, hati, limpa serta kelenjar endokrin. Kondisi anemia kronis
menyebabkan terjadinya hypoxia jaringan dan merangsang peningkatan produksi
eritropoitin yang berdampak pada ekspansi susunan tulang sehingga pasien
thalasemia mengalami deformitas tulang, resiko menderita gout dan defisiensi
asam folat. Selain itu peningkatan eritropoitin juga mengakibatkan hemapoesis
ekstra medular. Hemapoesis eksta medular serta hemolisis menyebabkan terjadinya
hipersplenisme dan splenomegali. Hypoxia yang kronis sebagai dampak dari
anemia mengakibatkan penderita sering mengalami sakit kepala, irritable, aneroxia,
nyeri dada dan tulang serta intoleran aktifitas. Pada taraf lanjut pasien juga beresiko
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan reproduksi. Pasien dengan
thalasemia juga mengalami perubahan struktur tulang yang ditandai dengan
penampilan wajah khas berupa tulang maxilaris yang menonjol, dahi yang lebar
dan tulang hidung datar (Indanah, 2010).
D. Patofisiologi
Pada pasien thalasemia terjadi gangguan sintesis globin. Tidak seimbangnya
jumlah rantai α dan β globin yang disintesis menyebabkan hemoglobin tidak
terbentuk secara normal. Kondisi ini menyebabkan penurunan sintesis rantai β
dalam molekul hemoglobin yang terjadi secara parsial atau total. Penurunan rantai
β- akan dikompensasi oleh meningkatnya sintesis rantai α-, sedangkan rantai –γ
tetap aktif dan menghasilkan pembentukan hemoglobin yang cacat. (Rund &
Rachmilewitz, 2005)
3
E. Pathway
4
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada Klien Dengan Thalasemia
a) Fraktur patologis
b) Hepatosplenomegali
c) Gangguan tumbuh kembang
d) Disfungsi organ
e) Gagal jantung
f) Hemosiderosis
g) Hemokromatosis
G. Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi :
Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis
berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic
stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih
kurang khas.
Retikulosit meningkat.
2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
3. Pemeriksaan khusus :Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan
trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
4. Pemeriksaan lain :
Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang
sehingga trabekula tampak jelas.
H. Penatalaksanaan
5
2) Iron Chelator
Iron chelator diberikan untuk mencegah penumpukan zat besi
(hemocromatosis) akibat tranfusi dan akibat patogenesis dari thalasemia
sendiri serta mengontrol kadar besi didalam tubuh secara optimal (Indanah,
2010). Iron chelator yang diberikan berupa desferoksamin (desferal ®),
berfungsi untuk membantu mengekresikan besi dalam urin. Desferoksamin
diberikan dengan infusion bag dengan 1 – 2 g tiap unit darah yang
ditranfusikan atau melalui infus subcutan 20 – 4 mg/kg dalam 8 – 12 jam, 5 – 7
hari seminggu. Terapi ini diberikan setelah tranfusi darah 10 – 15 unit. Besi
yang terkelasi oleh desferoksamin diekresikan melalui urin dan feses.
Pemberian Vitamin C (200 mg/hari) membantu meningkatkan eksresi besi oleh
desferoksamin. Harapan hidup pasien thalasemia akan meningkat jika pasien
patuh terhadap terapi iron chelator ini. Selain harganya yang mahal, terapi ini
member efek samping pada pasien seperti bengkak, gatal, tuli, kerusakan pada
retina, kelainan tulang dan retardasi pertumbuhan (Indanah, 2010).
3) Splenektomi
Splenektomi adalah terapi thalasemia yang bertujuan mengurangi proses
hemolisis. Splenektomi dilakukan jika splenomegali cukup besar dan terbukti
adanya hipersplenisme serta dilakukan jika pasien berumur lebih dari 6 tahun
karena resiko infeksi pasca splenektomi (Indanah, 2010).
4) Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan alternatif pengobatan yang dipercaya
untuk kasus thalasemia. Proses penatalaksaan pengobatan thalasemia dengan
transplantasi sumsum tulang ini, harus dengan pertimbangan yang sangat
matang karena mengandung banyak resiko (Indanah, 2010) menyebutkan
penatalaksanaan transplantasi sumsum tulang yang mempertimbangkan
tingkatan hepatosplenomegali, ada tidaknya fibrosis postal pada biopsi hati
secara efektifitas iron chelation therapy sebelum penatalaksanaan transplantasi.
Terapi dengan transplantasi sumsum tulang mampu menghilangkan kebutuhan
pasien terhadap iron chelation therapy.
I. Pengkajian
6
tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami
penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
5. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan
tidak sesuai usia.
6. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua
juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia
mayor.
8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan
resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
a) Keadaan Umum = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang
seusia.
b) Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung
pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
c) Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d) Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e) Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran
jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
f) Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek
nomegali).
g) Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah
normal
h) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai
dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan
mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia
kronik.
i) Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi
warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya
penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
J. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman Oksigen ke sel.
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam , pasien
mampu mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
Kriteria hasil :
Kode Kriteria hasil IR ER
060001 Denyut jantung apikal 3 5
7
060002 Irama jantung apikal 3 5
060003 Pernapasan 3 5
060034 Tingkat kelelahan 3 5
060035 Kelemahan otot 3 5
060041 Paresthesia menurun atau hilang 3 5
00507 Warna Kulit 2 5
Intervensi :
a) Awasi tanda vital, palpasi nadi perifer
b) Lakukan pengkajian neurofaskuler periodik misalnya sensasi, gerakan nadi,
warna kulit atau suhu.
c) Berikan oksigen sesuai indikasi Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian
kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar kuku.
d) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien
dengan hipotensi).
e) Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori,
bingung.
f) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat
sesuai indikasi.
g) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hemoglobin, AGD, dll
h) Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
i) Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.
8
g) Berikan lingkungan yang tenang.
h) Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
i) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
j) Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
k) Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
l) Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai
toleransi.
m) Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.
9
110115 Lesi di kulit 4 5
110121 Kemerahan 3 5
Intervensi :
a) Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, aritema
dan ekskoriasi.
b) Ubah posisi secara periodik.
c) Pertahankan kulit kering
d) Anjurkan pasien dan keluarga menjaga kebersihan
e) Batasi penggunaan sabun.
f) Anjurkan klien dan keluarga mencuci tangan
10
6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.
Kriteria hasil :
Intervensi :
a) Berikan informasi tentang thalasemia secara spesifik.
b) Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya thalasemia.
c) Rujuk ke sumber komunitas, untuk mendapat dukungan secara psikologis.
d) Konseling keluarga tentang pembatasan punya anak/ deteksi dini keadaan janin
melalui air ketuban dan konseling perinahan: mengajurkan untuk tidak menikah
dengan sesama penderita thalasemia, baik mayor maupun minor.
e) Berikan informasi mengenai tindakan medis yang akan dilakukan
f) Gunakan teknik komunikasi terapeutik
g) Bantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang dilakukan
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh
haemoglobin (suryadi,2001)
Thalasemia adalah penyakit yang diturunkan secara autosomal dari orang tua
kepada anaknya. Dimana adanya penurunan produksi jumlah hemoglobin yaitu
salah satu komponen terpenting darah yang berfungsi mensuplai oksigen ke seluruh
tubuh, sehingga mengakibatkan suplai oksigen keseluruh tubuh terganggu.
Thalasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan orang tua kepada
anaknya. Anak yang mewarisi gen thalasemia dari salah satu orang tua dan gen
normal dari orang tua lain adalah seorang pembawa (carries). Anak yang mewarisi
gen dari kedua orang tuanya menderita thalasemia sedang sampai berat. (Muncie &
Campbell, 2009)
Pada penderita thalasemiamenurut James & Ashwil (2007) akan ditemukan
beberapa kelainan diantaranya :
4. Anemia dengan gejala seperti pucat, demam tanpa penyebab yang jelas, tidak
nafsu makan, infeksi berulang, dan pembesaran limfe atau hati
5. Anemia progresif yang ditandai dengan hipoksia kronis seperti nyeri kepala,
nyeri prekordial, tulang, penurunan toleransi terhadap latihan, lesu dan
anoreksia
6. Perubahan pada tulang, tulang akan mengalami penipisan dan kerapuhan akibat
sumsum tulang yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kekurangan
hemoglobin dalam sel darah. Hal ini terjadi pada kepala, frontal, parietal, molar
yang menjadi lebih menonjol, batang hidung menjadi lebih datar atau masuk ke
dalam dengan tulang pipih yang menonjol. Keadaan ini disebut facies cooley,
yang merupakan cirri khas thalasemia mayor.
12
DAFTAR PUSTAKA
Arijanty, L., & Nasar, S. S. (2006). Masalah nutrisi pada thalassemia. Sari Pediatri,
5(1), 21-6.
Aru W. Sudoyo, 2009 Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 5 InternaPublishing:
Jakarta
Fatriani, Liza, 2012 Talasemia
Ganie, R. A. (2005). Thalassemia: Permasalahan dan Penanganannya. Disampaikan
dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi pada
Fakultas Kedokteran. USU, Medan.
Indanah, 2010 Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan “self care behavior”
Pada Anak Usia Sekolah Dengan Talasemia Mayor Di RSUPN, Dr. Cipto Mangun
Kusumo Jakarta.
James, S.R. & Ashwill, J.W. (2007). Nursing care of the children: Principle’s
&practice (3rd ed.)St. Louis: Saunders Elsevier.
Muncie, H.J. & Campbell, J.S. (2009). Alpha and beta thalasemia.
Rund, D., & Rachmilewitz, E. (2005). Cognitive abilities, mood changes and
adaptive functioning in children with β thalassaemia. Current Psychiatry, 16(3): 244-54.
Tentang, P. O. T., Anak, P. T. P., Thalasemia, C., & Aceh B. Dara Khairina.
13