Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA

Di susun oleh :
Kelompok III :
 Agus Mujadit
 Dandi Krisdianto
 Emi Febrianti
 Inri Susanti
 Karmila
 Nurfadila
 Putri Rahayu
 Rai Cristovel
 Rivaldi Lahuna
 Reski Liansyah

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


TAHUN AJARAN 2019/2020

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. PENGERTIAN
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya
konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli (Axton & Fugate, 1993)
Pneumonia adalah Suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (FKUI).
Pneumonia adalah Radang parenkim paru. Menurut anatomi, pneumonia dibagi
menjadi pneumonia laboris, pneumonia lobularis, bronkopneumonia & pneumonia
interstisialis (Makmuri MS).
Pneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang terjadi pada masa
anak-anak dan sering terjadi pada masa bayi.
B. ETIOLOGI
Lebih dari 90% pneumonia bakterial disebabkan oleh “Diplococcus pneumoniae”
(pneumo kokus), seringkali menimbulkan pneumonia lobaris. “Staphylococcus
aureus”merupakan penyebab sebanyak 1-5%, terutama mengenai bayi dan orang tua.
Pneumonia stafilokok ini lebih sering terjadi pada penderita diabetes militus,
Penyakit berat dan sebagai superinfeksi waktu epidemi influenza. Klebsiela
spesies merupakan penyebab sebanyak 1- 5%, seringkali pada alkoholisme, orang tua
dan diabetes militus. “Hemophilus influenza” dapat menjadi penyebab pada anak usia
6 bulan sampai 3 tahun dan orang dewasa yang menderita penyakit paru-paru lain
yang berat. “Streptococcus hemolyticus” biasanya menyebabkan infeksi traktus
respiratorius bagian atas, jarang-jarang dapat menimbulkan pneumonia, terutama
sebagai komplikasi morbili atau influenza. Bakteri anaerob mungkin juga sebagai
penyebab.
Bakteri gram negatif merupakan kuman penting pada infeksi di rumah sakit.
Seringkali terjadi pada penderita yang di intubasi trakeal dan pernapasan buatan.Yang
sering ialah Pseudomonas.

C. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa
mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius
difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di
saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan
berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan
humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal
yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organisme-
organisme infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah
mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun
didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami
aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa
faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru melalui
perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi
akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus tersebut dapat menyebar ke saluran
napas bagian bawah dan menyebabkan pneumonia virus.
Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan
yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian
bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi
di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain
melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus
( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks)
dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir atau
bakteremia/viremia generalisata.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut
yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di
alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan
konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia
menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa
dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas,
seperti yang terjadi pada bronkiolitis.
D. KLASIFIKASI
Macam pneumonia antara lain:
a. Pneumonia Lobaris
Terjadi pada seluruh atau satu bagian besar dari lobus paru dan bila kedua lobus
terkena bisa dikatakan sebagai pneumonia lobaris.
b. Pneumonia Interstisial
Pneumonia interstisial dapat terjadi di dalam dinding alveolar dan jaringan
peribronkhial serta interlobaris.
c. Bronkhopneumonia
Terjadi pada ujung akhir bronkhiolus yang dapat tersumbat oleh eksudat
mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus.
E. KOMPLIKASI
Bila tidak ditangani secara tepat maka kemungkinan akan terjadi komplikasi
sebagai berikut :
a. Otitis media akut (OMA) à terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan
akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke
telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan
tertarik ke dalam dan timbul efusi.
b. Efusi pleura.
c. Emfisema.
d. Meningitis.
e.  Abses otak.
f. Endokarditis.
g. Osteomielitis.
F. TANDA DAN GEJALA
 Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik secara
mendadak (38– 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).
 Batuk, mula-mula kering  (non produktif) sampai produktif.
 Nafas : sesak, pernafasan cepat dangkal,
 Penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi interkosta, cuping hidung kadang-
kadang terdapat nasal discharge (ingus).
 Suara nafas : lemah, mendengkur, Rales (ronki), Wheezing.
 Frekuensi napas :
 Umur 1 - 5 tahun 40 x/mnt atau lebih.
 Umur 2 bln-1 tahun 50 x/mnt atau lebih.
 Umur < 2 bulan 60 x/mnt.
      Nadi cepat dan bersambung.
 Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
 Kadang-kadang terasa nyeri kepala dan abdomen.
 Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia dan perut kembung.
 Mulut, hidung dan kuku biasanya sianosis.
 Malaise, gelisah, cepat lelah.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.   Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat
juga menyatakan abses).
2.   Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua
organisme yang ada.
3.   Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
4.   Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat
penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
5.    Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis.
6.    Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
7.    Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu
perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya :
      Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
      Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus.
     Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia mikroplasma.
 Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda.
   Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
 Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Terdiri atas nama, jenis kelamin, alamat, usia, pekerjaan, dan status perkawinan.
2. FOKUS PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji :
a. Riwayat penyakit
Demam, batuk, pilek, anoreksia, badan lemah/tidak bergairah, riwayat penyakit
pernapasan, pengobatan yang dilakukan di rumah dan penyakit yang menyertai.
b. Tanda fisik
Demam, dyspneu, tachipneu, menggunakan otot pernafasan tambahan, faring
hiperemis, pembesaran tonsil, sakit menelan.
c. Faktor perkembangan : umum, tingkat perkembangan, kebiasaan sehari-hari,
mekanisme koping, kemampuan mengerti tindakan yang dilakukan.
d. Pengetahuan pasien/ keluarga: pengalaman terkena penyakit pernafasan,
pengetahuan tentang penyakit pernafasan dan tindakan yang dilakukan
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status penampilan kesehatan : lemah
b. Tingkat kesadaran kesehatan : kesadaran
normal, letargi, strupor, koma, apatis tergantung tingkat penyebaran penyakit
c. Tanda-tanda vital
1) Frekuensi nadi dan tekanan darah : Takikardi, hipertensi
2) Frekuensi pernapasan : takipnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal,
penggunaan otot bantu pernapasan, pelebaran nasal.
3) Suhu tubuh
Hipertermi akibat penyebaran toksik mikroorganisme yang direspon oleh
hipotalamus.
d. Berat badan dan tinggi badan
Kecenderungan berat badan anak mengalami penurunan.
e. Integumen
Kulit
1) Warna : pucat sampai sianosis
2) Suhu : pada hipertermi kulit terbakar panas akan tetapi setelah hipertermi
teratasi kulit anak akan teraba dingin.
3) Turgor : menurun ketika dehidrasi
f. Kepala dan mata
Kepala
1) Perhatikan bentuk dan kesimetrisan
2) Palpasi tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakan yang nyata
3) Periksa higine kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan rambut, perubahan
warna.
g. Sistem Pulmonal
1) Inspeksi : Adanya PCH - Adanya sesak napas, dyspnea, sianosis sirkumoral,
distensi abdomen. Batuk : Non produktif Sampai produktif dan nyeri dada.
2) Palpasi : Fremitus raba meningkat disisi yang sakit, hati kemungkin
membesar.
3) Perkusi :  Suara redup pada paru yang sakit.
4) Auskultasi : Rankhi halus, Rankhi basah, Tachicardia.
h. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit kepala.
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah
menurun.
i. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang.
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi.
j. Sistem Genitourinaria
Subyektif : mual, kadang muntah.
Obyektif : konsistensi feses normal/diare.
k. Sistem Digestif
Subyektif : -
Obyektif : produksi urine menurun/normal.
b. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah.
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan
otot aksesoris pernafasan.
4.   PEMERIKSAAN PENUNJANG
Studi Laboratorik :
      Hb : menurun/normal
      Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
      Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.   Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum.
2.   Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan kapiler
alveolus.
3. Nyeri dada berhubungan dengan kerusakan parenkim paru.
4.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
5. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
6.    Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
C. RENCANA KEPERAWATAN
 Prioritas Diagnosa
1.  Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan kapiler
alveolus.
3. Nyeri dada berhubungan dengan kerusakan parenkim paru.
4. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses
infeksi.
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
 Rencana Keperawatan
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan peradangan, penumpukan
secret.
Tujuan : Setelah diberikan askep selama ..x 24 jam diharapkan bersihan jalan
nafas efektif, ventilasi paru adekuat dan tidak ada penumpukan secret.
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
1) Monitor frekuensi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
Rasional : takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris
terjadi karena peningkatan tekanan dalam paru dan penyempitan bronkus.
Semakin sempit dan tinggi tekanan semakin meningkat frekuensi pernapasan.
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan atau tak ada aliran udara
Rasional : suara mengi mengindikasikan terdapatnya penyempitan bronkus
oleh sputum. Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan
cairan. Krekels terjadi pada area paru yang banyak cairan eksudatnya.
3) Bantu pasien latihan nafas dan batuk secara efektif.
Rasional : nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru atau
jalan napas lebih kecil. Batuk secara efektif mempermudah pengeluaran
dahak dan mengurangi tingkat kelelahan akibat batuk.
4) Suction sesuai indikasi.
Rasional : mengeluarkan sputum secara mekanik dan mencegah obstruksi
jalan napas.
5) Lakukan fisioterapi dada.
Rasional : merangsang gerakan mekanik lewat vibrasi dinding dada supaya
sputum mudah bergerak keluar.
6) Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan
air hangat daripada dingin.
Rasional : meningkatkan hidrasi sputum. Air hangat mengurangi tingkat
kekentalan dahak sehingga mudah dikeluarkan.
7) Kolaborasi pemberian obat bronkodilator dan mukolitik melalui inhalasi
(nebulizer).
Rasional : memudahkan pengenceran dan pembuangan sekret dengan cepat.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan kapiler
alveolus.
Tujuan : setelah diberikan askep selama...x24 jam diharapkan
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
1) Observasi frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernapas.
Rasional : Distres pernapasan yang dibuktikan dengan dispnea dan takipnea
sebagai indikasi penurunan kemampuan menyediakan oksigen bagi jaringan.
2) Observasi warna kulit, catat adanya sianosis pada kulit, kuku, dan jaringan
sentral.
Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vasokonstriksi. Sedangkan sianosis
daun telinga, membran mukosa dan kulit sekitar mulut (membran hangat)
menunjukkan hipoksemia sistemik.
3) Kaji status mental dan penurunan kesadaran.
Rasional : Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan somnolen sebagai
petunjuk hipoksemia atau penurunan oksigenasi serebral.
4) Awasi frekuensi jantung atau irama
Rasional : Takikardia biasanya ada sebagai akibat demam atau dehidrasi
tetapi dapat sebagai respons terhadap hipoksemia
5) Awasi suhu tubuh.
Rasional : Demam tinggi saat meningkatkan kebutuhan metabolik dan
kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigensi seluler.
6) Kolaborasi pemberian terapi oksigen dengan benar, misalnya dengan
masker, masker venturi, nasal prong.
Rasional : tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 di atas 60
mmHg (normal PO2 80-100 mmHg). Oksigen diberikan dengan metode
yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pasien.
3. Nyeri dada berhubungan dengan kerusakan parenkim paru.
Tujuan : setelah diberikan askep...x24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang.
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
1) Tentukan karakteristik nyeri, misalnya tajam, konstan, ditusuk, selidiki
perubahan karakter atau lokasi atau intensitas nyeri.
Rasional : nyeri pneumonia mempunyai karakter nyeri dalam dan meningkat
saat inspirasi dan biasanya menetap. Nyeri dapat dirasakan pada bagian
apeks atau tengah dada, kalau pada dada bagian bawah nyeri kemungkinan
timbul komplikasi perikarditis.
2) Pantau tanda vital.
Rasional : nyeri akan meningkatkan mediator kimia serabut persarafan yang
dapat merangsang vasokonstriksi pembuluh darah sistemik, meningkatkan
denyut jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jaringan (meningkatkan
RR).
3) Berikan tindakan distraksi, misalnya mendengarkan musik anak, menonton
film tentang anak-anak.
Rasional : mengurangi fokus terhadap nyeri dada sehingga dapat
mengurangi ketegangan karena nyeri.
4) Berikan tindakan nyaman, misalnya pijatan punggung, perubahan posisi,
musik tenang, relaksasi, atau latihan napas.
Rasional : tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan mempertahankan efek terapi
analgesik.
4. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
Tujuan : Setelah diberikan askep ....x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi
terpenuhi
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
1) Identifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah, misalnya sputum
banyak, pengobatan aerosol, dispnea berat, nyeri.
Rasional : sputum akan merangsang nervus vagus sehingga berakibat mual,
dispnea dapat merangsang pusat pengaturan makan di medula oblongata.
2) Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin. Berikan
atau bantu kebersihan mulut setelah muntah. Setelah tindakan aerosol dan
drainase postural, dan sebelum makan.
Rasional : menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan pasien
dan dapat menurunkan mual.
3) Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
Rasional : menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini.
4) Auskultasi bunyi usus. Observasi atau palpasi distensi abdomen.
Rasional : bunyi usus mungkin menurun/ tak ada bila proses infeksi berat
atau memanjang. Distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara
atau menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada saluran GI.
5) Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering (roti
panggang, krekers) dan atau makanan yang menarik untuk pasien.
Rasional : tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan
mungkin lambat untuk kembali.
6) Evaluasi status nutrisi umum. Ukur berat badan dasar.
Rasional : adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau alkoholisme) atau
keterbatasan keuangan dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan
terhadap infeksi dan atau lambatnya respons terhadap terapi.
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan :
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
1) Kaji suhu tubuh dan nadi setiap 4 jam.
Rasional : untuk mengetahui tingkat perkembangan pasien.
2) Pantau warna kulit dan suhu.
Rasional : sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respons tubuh terhadap
demam.
3) Berikan dorongan untuk minum sesuai pesanan.
Rasional : peningkatan suhu tubuh meningkatkan peningkatan IWL,
sehingga banyak cairan tubuh yang keluar dan harus diimbangi pemasukan
cairan.
4) Lakukan tindakan pendinginan sesuai kebutuhan, misalnya kompres hangat.
Rasional : demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan
kebutuhan oksigen dan menggangu oksigenasi seluler.
5) Kolaborasi pemberian antipiretik yang diresepkan sesuai kebutuhan.
Rasional : mempercepat penurunan suhu tubuh.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
Tujuan : setelah diberikan askep...x24 jam diharapkan
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
1) Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan atau kelelahan
Rasional : menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan memudahkan
pilihan intervensi.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi. Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat.
Rasional : menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan
istirahat.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan
aktivitas dilanjutkan dengan respons individual pasien terhadap aktivitas dan
perbaikan kegagalan pernapasan.
4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau
menunduk ke depan meja atau bantal.
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai
dan kenutuhan oksigen.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien.

E. EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.

DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Widya Harwina. 2010. Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: TIM
Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC,
Jakarta.
Doengoes Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta.
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4, EGC,
Jakarta.
Riyadi, Sujono dan Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta : Graha
Ilmu
Suparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta
Suriadi, SKp, MSN. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.
Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKUI.
http://ardyanpradanaoo7.blogspot.com/2011/02/laporan-pendahuluan-asuhan-
keperawatan.html (diakses 13 Maret 2013)
http://stikmuh-ptk.medecinsmaroc.com/t3-askep-anak-dengan-pneumonia (diakses 13 Maret
2013)
http://wildanprasetya.blog.com/2009/04/18/askep-pneumonia/ (diakses 13 Maret 2013)
http://wwwensufhy.blogspot.com/2011/04/asuhan-keperawatan-anak-pneumonia.html
(diakses 13 Maret 2013)

Anda mungkin juga menyukai