Anda di halaman 1dari 21

SIFAT DAN KETERAMPILAN KEPEMIMPINAN

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH


Kepemimpinan Pendidikan
yang Dibina Oleh Bapak Dr. H. Burhanuddin, M. Ed., Ph. D

Disusun oleh:

Milenia Alvioneta 180131601014


Muh Yusril Faizin 180131601044
Nena Fauziah Indra Sari 180131601036
Nila Andriani 180131601075
Sri Wahyuni 180131601093

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
SEPTEMBER 2019
PEMBAHASAN

A. Pengantar Pendekatan Sifat


Konstruksi yang paling sering digunakan dalam pendekatan sifat yakni
sifat, keterampilan, dan nilai individu dari pemimpin itu sendiri. Berikut jenis
konstruk dan tipe penelitian dalam pendekatan sifat :
1. Atribut Individu yang Relevan untuk Kepemimpinan
Istilah sifat merujuk pada berbagai atribut individu termasuk aspek
kepribadian, tempramen, kebutuhan, motif, dan nilai-nilai. Ciri-ciri dari
kepribadian yakni disposisi yang relatif stabil untuk berperilaku dengan cara
tertentu, contohnya kepercayaan diri, kestabilan emosi, dan tingkat energi.
Motif juga dapat diartikan sebagai kebutuhan yang melibatkan
keinginan, rangsangan, dan peristiwa tertentu. Psikolog biasanya
membedakan antara kebutuhan fisiologis dan motif sosial seperti prestasi,
penghargaan, afiliasi, kekuatan, dan kemandirian. Motif dalam pendekatan
sifat kepemimpinan menjadi sangat penting karena fokus pada informasi
atau peristiwa agar para pemimpin dapat memberikan energi yang positif
dan dapat mempertahankan perilaku yang baik di lingkungan organisasinya.
Banyak bukti yang menyebutkan bahwa sifat datang secara turun temurun
yang dapat diubah melalui stimulus atau pengalamannya. Beberapa sifat
mugkin lebih dipengaruhi oleh pengalaman atau pembelajaran yang
diterima.
Nilai dapat diartikan sebagai sikap yang diinternalisasi mengenai
benar dan salah, etis dan tidak etis, moral dan tidal bermoral, contohnya
seperti keadilan, kejujuran, kebebasan, kesetaraan, kesetiaan, kesopanan dan
orientasi kerja (keunggulan). Nilai-nilai menjadi sangat penting karena
dapat mempengaruhi prefensi dan perilaku seseorang serta presepsi
masalah.
Konsep diri, identitas diri, dan identitas sosial melibatkan nilai-nilai
kepercayaan dalam pekerjaan, hubungan dengan orang lain, dan peran aktif
yang dibutuhkan dalam organisasi.

1
2

Keterampilan yakni istilah yang mengacu pada kemampuan untuk


melakukan sesuatu secara efektif. Seperti sifat, keterampilan juga ditentukan
dari bawaan dan pengaaman yang diterimanya. Kompetensi sering
digunakan untuk menggambarkan kualitas seorang manajer dalam profesi
tertentu.
2. Jenis-jenis penelitian tentang sifat dan keterampilan pemimpin
Beberapa jenis penelitian telah digunakan dalam pendekatan sifat.
Jenis yang pertama yakni para peneliti berupaya menemukan sifat dan
keterampilan yang memprediksi apakah seseorang akan mengejar karir
kepemimpinan atau muncul sebagai pemimpin informal dalam suatu
kelompok. Beberapa penelitian membandingkan para pemimpin dengan
yang bukan pemimpin dalam profesi yang sama yang ditinjau dari sifat dan
keterampilan.
Jenis penelitian yang kedua yakni menggali tentang bagaimana sifat
dan keterampilan manajer tercermin. Ukuran sifat dan keterampilan
diperoleh melalui tes, insiden kritis, peringkat diri pemimpin maupun orang
lain.
Jenis yang ketiga yakni menggunakan penelitian longitudinal yang
dilakukan selama beberapa tahun untuk dapat menemukan sifat dan
keterampilan manajemen yang tingkatannya lebih tinggi. Sifat dan
keterampilan yang relevan dapat diukur melalui tes, wawancara, informasi
biografi yang telah dikumpulkan selama proses seleksi, dan dengan menilai
calon pemimpin yang layak dipromosikan.
Jenis yang keempat yakni membandingkan manajer yang sukses
dalam memimpin organisasinya dengan manajer yang awalnya sukses
namun kemudian mereka tergelincir dalam karirnya karena dipecat, memilih
pensiun dini, atau pemimpin yang tidak mengalami kemajuan lebih lanjut.
3. Gambaran umum tentang temuan dalam penelitian pendekatan sifat
Ratusan penelitian dilakukan selama beberapa dekade untuk
memeriksa bagaimana sifat dan keterampilan akan relevan dengan
keefekifan dan kemajuan karir seorang pemimpin. Beberapa sifat dan
keterampilan mungkin akan membentuk pemimpin yang efektif, tetapi tidak
3

menjamin keefektifan dalam kepemimpinan. Seorang pemimpin yang


memiliki ciri-ciri tertentu akan berguna dalam situasi tertentu, namun akan
berbeda hasilnya jika dalam situasi yang berbeda. Mengenai kriteria yang
berbeda seperti kemajuan, kinerja unit, kepuasan bawahan, manajemen
masalah, pola sifat dan keterampilan yang berbeda menggambarkan
pemimpin satu dengan pemimpin lainnya.
4. Penelitian tentang manajer yang gagal
Hasil penelitian dari Center for Creative Leadership tentang manajer
yang sukses dan gagal dalam perjalanan karirnya memberikan wawasan
yang menarik tentang sifat dan keterampilan yang menentukan kemajuan
seorang pemimpin hingga mencapai manajemen puncak. Hampir semua
manajer memiliki kemampuan yang baik, kunci sukses, dan mereka yang
awalnya dipandang sebagai orang yang akan berkembang pesat di
lembaganya. Selain itu, faktor keberhasilan tergantung pada budaya
organisasinya.

B. Ciri-Ciri Kepribadian dan Kepemimpinan yang Efektif


Selama beberapa tahun, keempat penelitian yang telah dijelaskan
sebelumnya digunakan untuk menguji berbagai kepribadian yang berbeda
terkait dengan efektivitas dan tingkat kemajuan manajerial. Pada bagian ini
akan dijelaskan mengenai aspek kepribadian yang seharusnya dimiliki oleh
pemimpin atau manajer. Berikut penjelasannya :
1. Energi yang tinggi dan toleransi tingkat stress
Penelitian mengungkapkan bahwa tingkat energi, stamina fisik,dan
toleransi stres dapat menghasilkan efektivitas manajerial. Toleransi stres dan
tingkat energi yang tinggi dapat membantu seorang manajer menghadapi
jam kerja yang panjang dan tuntutan pekerjaan yang banyak. Vitalitas fisik
dan ketahanan emosional membuatnya lebih mudah untuk mengatasi situasi
yang penuh tekanan seperti bos yang memberikan sanksi kepada
bawahannya yang melakukan kesalahan.
2. Tingkat kepercayaan diri
4

Banyak studi yang membuktikan bahwa kepercayaan diri yang tinggi


akan meningkatkan keefetivitasan dan kemajuan seorang pemimpin.
Kepercayaan diri juga dapat meramalkan kemajuan seorang pemimpin ke
tingkat selanjutnya.
Hubugan kepercayaan diri dengan efektivitas dapat dipahami melalui
bagaimana sifat percaya diri ini dapat mempengaruhi perilaku seorang
pemimpin. Tanpa kepercayaan diri seorang pemimpin mustahil untuk
mempengaruhi orang lain. Para pemimpin yang percaya diri akan selalu
mengambil banyak inisiatif untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
dalam lembaganya dan mereka akan memiliki inovasi untuk organisasinya.
3. Lokus kontrol internal
Sifat lain yang relevan dengan efektivitas manajerial disebut lokus
kontrol internal, yang diukur dengan skala kepribadian yang dikembangkan
oleh Rotter (1966) dalam Leadership in Organization oleh Yukl (1998).
Orang-orang yang memiliki sifat lokus kontrol internal percaya bahwa
setiap peristiwa lebih ditentukan oleh tindakan mereka sendiri daripada
secara kebetulan. Sedangkan orang-orang yang memiliki sifat lokus kontrol
eksternal setiap peristiwa yang dihadapi adalah secara kebetulan dan dapat
diubah sedikit untuk memperbaiki kehidupan mereka.
4. Stabilitas kematangan dan emosional
Istilah kematangan emosi dapat didefinisikan secara luas yakni
mencakup bebrapa hal yang terkait yaitu motif, sifat, dan nilai-nilai. Orang
yang matang secara emosional memiliki kesadaran diri yang lebih besar dan
mereka berorientasi pada perbaikan diri bukannya menyangkal kelemahan
dan fantasi kesuksesan. Orang dengan kematangan emosi yang tinggi yakni
orang yang tidak egois (mereka peduli pada orang lain), mereka lebih bisa
mengontrol diri (kurang impulsif, lebih mampu melawan godaan
hedonistik), mereka memiliki emosi yang lebih stabil (tidak rentan terhadap
perubahan suasana hati yang ekstrim atau ledakan kemarahan), dan mereka
lebih menerima kritik, lebih bersedia belajar dari kesalahan.
5. Kekuatan motivasi
5

Manajer dalam organisasi harus menggunakan kekuatan untuk


memengaruhi bawahan, rekan kerja, dan atasan. Para pemimpin berusaha
untuk mendominasi bawahan dengan menjaganya agar tidak lemah dan
tidak ketergantungan.
6. Integritas pribadi
Integritas berarti bahwa perilaku seseorang konsisten dengan nilai-
nilai yang dianut, dan orang itu jujur, etis, dan dapat dipercaya. Integritas
adalah penentu utama interpersonal kepercayaan. Pemimpin akan
kehilangan kredibilitas saat mereka telah berbohong atau membuat klaim
yang sangat menyimpang. Indikator lain dari integritas adalah menepati
janji. Orang-orang enggan untuk menegosiasikan perjanjian dengan seorang
pemimpin yang tidak bisa dipercaya untuk menepati janji. Selain itu
terdapat pula indikator integritas yang lain yakni sejauh mana seorang
pemimpin memiliki tanggung jawab dan loyal kepada bawahan. Selain itu
juga terdapat indikator integritas yang lain yakni pemimpin dapat dipercaya
tidak mengulangi kesalahan yang sama.
7. Narsisme
Narsisme merupakan kepribadian yang mencakup beberapa sifat yang
relevan dengan kepemimpinan yang efektif seperti kebutuhan akan
penghargaan dan kebutuhan akan kekuatan. Sifat ini dapat diukur dengan
skala laporan diri yang disebut Narcissistic Personality Inventory
(Raskin,dkk : 1981 dalam Leadership in Organization oleh Yukl : 1998).
Penelitian tentang narsisme memberikan wawasan tambahan tentang
kesulitan yang dihadapi oleh para pemimpin. Tingkat kenarsisan seorang
pemimpin perlu diatur. Pemimpin yang sangat narsis melihat diri tak
tergantikan oleh siapapun dan berpegang teguh pada kekuasaan, berbeda
dengan yang matang dalam emosionalnya mereka dapat pensiun dengan
tenang ketika pekerjaan mereka selesai.
8. Berorientasi pada target
Orientasi pencapaian mencakup serangkaian kebutuhan dan nilai
yakni kebutuhan prestasi, kemauan untuk memikul tanggung jawab,
orientasi kinerja, dan kepedulian terhadap tercapainya tujuan. Banyak riset
6

yang melakukan penelitian tentang sifat orientasi pada target akan


meningkatkan efektivitas kepemimpinan, namun hasilnya masih belum
konsisten untuk pemimpin yang memiliki krteria dan jenis posisi yang
berbeda seperti manajer kewirausahaan, manajer umum perusahaan, dan
teknis manajer.
9. Afiliasi
Orang-orang yang memiliki afiliasi dengan baik akan menerima
kepuasan tersendiri karena mereka mudah disukai dan diterima oleh orang
lain. Selain itu, mereka juga senang bekerja dengan orang yang ramah dan
kooperatif. Namun, beberapa penelitian menemukan adanya korelasi negatif
antara afiliasi dengan efektivitas kepemimpinan. Ketidakefektivan manajer
yang menerima afiliasi dapat diperiksa melalui pola perilaku pemimpin
tersebut. Para manajer ini lebih memntingkan hubungan interpersonal
daripada tugas dan tidak mau tugas menjadi pengganggu hubungan yang
harmonis dalam lingkungannya. Mereka berusaha menghindari konflik dan
berusaha membuat keputusan yang tepat. Mereka juga memberikan imbalan
untuk penghargaan kinerja bawahannya. Hal ini lah yang menyebabkan
bawahan menjadi merasa lemah dan tidak memiliki tanggung jawab dalam
pekerjaannya.
10. Lima karakter kepribadian
Menggambarkan kepribadian pemimpin dalam hal profil masing-
masing akan lebih mudah jika ada kerangka kerja konseptual integratif.
Lima ciri-ciri atau karakter kepribadian tersebut meliputi pembedahan
(ekstroversi), ketergantungan (kesadaran), penyesuaian (neurotisme),
kecerdasan (keterbukaan terhadap pengalaman), dan kesesuaian.
Pembedahan(ekstroversi) meliputi ektsroversi dan kebutuhan akan
kekuatan. Ketergantungan (kesadaran) meliputi keteguhan, integritas
pribadi, dan kebutuhan akan penghargaan. Penyesuaian(neurotisme)
meliputi sifat yang ceria dan optimis, kemanusiaan, dan afiliasi. Kecerdasan
meliputi kestabilan emosional, harga diri, dan kontrol diri. Kesesuaian
meliputi rasa ingin tahu, pemikiran yang terbuka, dan berorientasi pada
7

belajar. Lima karakter kepribadian relevan untuk efektivitas kepemimpinan


yang meliputi kemunculan, kemajuan, atau efektivitas dalam studi.

C. Keterampilan dan Kepemimpinan yang Efektif


Penelitian awal perihal karakteristik pemimpin telah mengidentifikasi
menjadi beberapa keterampilan yang berkaitan dengan kemajuan dan
efektivitas pemimpin, diantaranya keterampilan teknis, keterampilan
interpersonal, dan keterampilan konseptual. Secara luas pengertian dari ketiga
keterampilan tersebut yaitu, (1) keterampilan teknis ialah pengetahuan perihal
metode, proses, prosedur, dan teknik untuk melakukan suatu kegiatan khusus,
dan kemampuan untuk menggunakan peralatan yang relevan dengan kegiatan
tersebut, (2) keterampilan interpersonal ialah kemampuan untuk memahami
perasaan, sikap, dan motif orang lain dari apa yang mereka katakan dan
lakukan (empati, kepekaan sosial), kemampuan untuk berkomunikasi dengan
jelas dan efektif (kelancaran bicara, persuasif), dan kemampuan untuk
membangun hubungan yang efektif dan kooperatif (kebijaksanaan, diplomasi,
keterampilan menyimak, pengetahuan tentang perilaku sosial yang dapat
diterima), dan (3) keterampilan konseptual ialah kemampuan menganalisis,
berpikir logis, mahir dalam membentuk konsep dan hubungan yang kompleks,
kreatif dalam menghasilkan ide dan penyelesaian masalah, kemampuan untuk
menganalisis peristiwa dan melihat tren, mengantisipasi perubahan, dan
mengenali peluang dan potensi masalah (induktif dan alasan deduktif). Ketiga
keterampilan tersebut juga memiliki pengertian yang lain sebagai berikut.
1. Keterampilan teknis
Keterampilan teknis ialah keterampilan yang meliputi suatu
pengetahuan tentang metode, proses, dan peralatan untuk melakukan
kegiatan khusus dari unit organisasi manajer. Keterampilan ini pun juga
meliputi pengetahuan faktual tentang organisasi (aturan, struktur, sistem
manajemen, karakteristik karyawan), dan pengetahuan tentang produk dan
layanan organisasi (spesifikasi teknis, kekuatan, dan batasan). Jenis
pengetahuan ini diperoleh dengan kombinasi pendidikan formal, pelatihan,
dan pengalaman kerja.
8

Keterampilan ini juga relevan untuk manajer kewirausahaan,


dikarenakan visi inspirasional dari produk baru ialah hasil dari lamanya
pengalaman dan pembelajaran. Penelitian tentang para wirausahawan yang
memulai perusahaan sehingga menjadi sukses dengan memperkenalkan
produk baru yang berasal dari inspirasi yang baik sehingga menghasilkan
produk-produk yang inovatif (Westley & Mintzberg, 1989). Manajer
bertanggung jawab atas pengetahuan yang mendalam tentang proses dan
produk, manajer juga harus memiliki pengetahuan yang luas tentang produk
dan layanan yang disediakan oleh pesaingnya.
2. Keterampilan konseptual
Keterampilan konseptual atau kognitif ialah keterampilan yang
melibatkan penilaian yang baik, memandang kedepan, intuisi, kreativitas,
dan kemampuan untuk menemukan arti dalam suatu peristiwa yang ambigu.
Pada keterampilan konseptual yang diukur ialah tes bakat (kemampuan
analitis, pemikiran logis, pembentukan konsep, penalaran induktif dan
deduktif). Kompleksitas kognitif dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
mengembangkan konsep, menggambarkan berbagai hal, mengidentifikasi
pola dan memahami hubungan yang kompleks, dan mengembangkan solusi
kreatif untuk masalah.
Keterampilan konseptual sangat penting untuk perencanaan,
pengorganisasian, dan pemecahan masalah yang efektif. Koordinasi bagian-
bagian organisasi yang terpisah dan khusus ialah tanggung jawab
administratif yang utama. Seorang manajer harus memahami bagaimana
bagian organisasi saling berhubungan, dan perubahan dalam satu bagian
yang mempengaruhi bagian lain agar mencapai koordinasi yang efektif,
selain itu, manajer juga harus memahami bagaimana pengaruh perubahan
lingkungan eksternal terhadap organisasi. Perencanaan yang strategis
membutuhkan kemampuan yang cukup untuk menganalisis suatu peristiwa,
memahami tren, mengantisipasi perubahan, mengenali peluang dan potensi
perampokan. Manajer dengan keterampilan konseptual yang lemah biasanya
cenderung mengembangkan model mental sederhana dan tidak terlalu
berguna karena tidak dapat menggambarkan proses kompleks, hubungan
9

sebab akibat, dan aliran peristiwa dalam organisasi dan lingkungan


eksternal. Keterampilan konseptual ini dapat diukur dengan berbagai
metode yang berbeda yakni, tes bakat tradisional, tes situasional,
wawancara, insiden kritis, dan tugas respon yang dibangun.
3. Keterampilan Interpersonal
Keterampilan interpersonal atau sosial mencakup pengetahuan tentang
perilaku manusia dan kelompok, kemampuan untuk memahami perasaan,
sikap, dan motif orang lain, dan untuk berkomunikasi dengan jelas dan
persuasif. Jenis keterampilan interpersonal seperti empati, wawasan sosial,
pesona, kebijaksanaan dan diplomasi, kemampuan persuasif, dan
komunikasi lisan yang sangat penting untuk mengembangkan dan
memelihara hubungan kerja sama dengan bawahan, atasan, rekan kerja, dan
orang luar. Seseorang yang bijaksana dan diplomatis akan memiliki
hubungan yang lebih kooperatif daripada seseorang yang tidak peka dan
ofensif. Keterampilan ini sangat penting untuk mempengaruhi orang lain.
Empati ialah kemampuan untuk memahami motif, nilai, dan emosi
orang lain. Empati sangat berguna untuk memahami kebutuhan dan
perasaan orang lain, menentukan bagaimana memberikan dukungan dan
simpati, menentukan cara efektif untuk menyeleksaikan konflik. Sedangkan,
wawasan sosial ialah kemampuan untuk memahami jenis perilaku apa yang
dapat diterima secara sosial dalam situasi tertentu. Keterampilan
interpersonal yang terkadang disebut pemantauan diri juga meningkatkan
efektivitas perilaku yang berorientasi pada hubungan. Keahlian
interpersonal yang kuat membantu manajer mendengarkan dengan penuh
perhatian, simpatik, dan tidak menghakimi seseorang dengan masalah
pribadi, keluhan, atau kritik.

D. Kompetensi Manajerial
Kompetensi cenderung melibatkan kombinasi keterampilan tertentu dan
sifat yang saling melengkapi, biasanya kompetensi sering digunakan untuk
menggambarkan atribut yang diinginkan untuk manajer di perusahaan atau
profesi tertentu, namun beberapa lulusan sarjana telah mengusulkan
10

kompetensi secara umum yang relevan untuk manajer, seperti contoh


kecerdasan emosional, sosial, dan kemampuan belajar.
1. Kecerdasan emosional
Kecerdasan ini mencakup beberapa keterampilan komponen yang
saling berkaitan, yang pertama, empati ialah kemampuan untuk mengenal
suasana hati dan emosi pada orang lain, membedakan ekspresi emosi yang
asli dan salah, dan memahami bagaimana seseorang bereaksi terhadap emosi
dan perilaku, yang kedua, pengaturan diri ialah kemampuan untuk
menyalurkan emosi kedalam perilaku yang sesuai untuk situasi tersebut,
daripada merespon dengan perilaku implusif (seperti seseorang yang
menyerang orang lain sehingga membuat orang yang diserang marah, atau
menarik diri kedalam depresi setelah mengalami kekecewaan). Kesadaran
diri emosional adalah pemahaman tentang suasana hati dan emosi
seseorang, bagaimana mereka berkembang dan berubah dari waktu ke
waktu, dan implikasi untuk kinerja tugas dan hubungan antarpribadi. Aspek
lain dari kecerdasan emosional yang membutuhkan kesadaran diri dan
keterampilan komunikasi adalah kemampuan untuk secara akurat
mengungkapkan perasaan seseorang kepada orang lain dengan bahasa dan
komunikasi nonverbal (seperti eskpresi wajah dan gerak tubuh).
Pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional tinggi dianggap lebih
mampu memecahkan masalah yang kompleks, merencanakan cara
menggunakan waktu mereka secara efektif, menyesuaikan perilaku mereka
dengan situasi, dan mengelola krisis. Pengaturan diri dalam memfasilitasi
stabilitas emosional dan pemrosesan informasi dalam situasi yang penuh
tekanan, dan itu membantu para pemimpin mempertahankan optimisme dan
antusiasme mereka sendiri tentang suatu proyek atau misi dalam
menghadapi hambatan dan kemunduran. Kemampuan untuk memahami dan
memengaruhi emosi orang lain akan membantu seorang pemimpin yang
berusaha membangkitkan antusiasme dan optimisme untuk kegiatan atau
perubahan yang diusulkan. Seorang pemimpin dengan kecerdasan emosi
yang tinggi akan memiliki lebih banyak wawasan tentang jenis daya tarik
rasional atau emosional yang paling mungkin efektif dalam situasi tertentu.
11

2. Intelegensi Sosial
Kecerdasan sosial diartikan sebagai kemampuan yang dapat
menentukan persyaratan kepemimpinan dalam situasi tertentu dan memilih
tanggapan yang sesuai, dua komponen utama kecerdasan sosial antara lain
persepsi sosial dan fleksibilitas perilaku. Perseptif sosial adalah kemampuan
untuk memahami kebutuhan fungsional, masalah, dan peluang yang relevan
untuk suatu kelompok atau organisasi, dan karakteristik anggota, hubungan
sosial, dan proses kolektif yang akan meningkatkan atau membatasi upaya
untuk mempengaruhi kelompok atau organisasi. Seorang pemimpin dengan
perseptif sosial yang tinggi memahami apa yang perlu dilakukan untuk
membuat kelompok atau organisasi lebih efektif dan bagaimana
melakukannya, perseptif sosial melibatkan keterampilan konseptual dan
pengetahuan khusus yang diperlukan untuk kepemimpinan strategis,
termasuk kemampuan untuk mengidentifikasi ancaman dan peluang yang
secara bersama-sama ditentukan oleh peristiwa lingkungan dan kompetensi
inti organisasi, dan kemampuan untuk merumuskan respons yang tepat.
Fleksibilitas perilaku dapat diartikan sebagai kemampuan dan
kemauan memvariasikan perilaku seseorang untuk mengakomodasi
persyaratan situasional. Seorang pemimpin dengan fleksibilitas perilaku
akan tinggi tau bagaimana menggunakan berbagai perilaku yang berbeda
dan mampu mengevaluasi perilakunya dan memodifikasinya sesuai
kebutuhan. Kematangan emosi pemimpin dan motivasi yang
disosialisasikan akan berpengaruh kepada kecerdasan sosial yang digunakan
terutama untuk mencapai tujuan kolektif daripada tujuan pribadi.
Kecerdasan sosial mencakup keterampilan politik, yang merupakan
kemampuan untuk memahami bagaimana keputusan dibuat dalam
organisasi dan bagaimana menggunakan taktik politik untuk memengaruhi
keputusan dan peristiwa. Diperlukan lebih banyak penelitian untuk
mengklarifikasi bagaimana kecerdasan sosial berkaitan dengan kecerdasan
emosional dan keterampilan politik. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan
untuk menilai bagaimana setiap komponen keterampilan dalam kecerdasan
sosial berkaitan dengan efektivitas kepemimpinan.
12

3. Kemampuan Belajar
Salah satu kompetensi terpenting untuk kepemimpinan yang sukses
dalam situasi yang berubah adalah kemampuan untuk belajar dari
pengalaman dan beradaptasi dengan perubahan. Kemampuan belajar ini
berbeda dari keterampilan konseptual lainnya (seperti penalaran verbal,
pemikiran kreatif, dan dari keterampilan sosial). Kemampuan belajar ini
melibatkan ”belajar cara belajar” yang merupakan kemampuan untuk secara
introspektif menganalisis proses kognitif diri sendiri (seperti, cara
mendefinisikan dan memecahkan masalah, dan menemukan cara untuk
memperbaikinya). Sebuah studi tentang perwira militer oleh Marshall-Mies
et al. (2000) memberikan bukti tambahan bahwa kemampuan untuk belajar
dan beradaptasi adalah penting untuk efektivitas kepemimpinan. Manajer
yang memiliki sifat stabilitas emosi, pemantauan diri, dan orientasi
pencapaian akan termotivasi untuk mencapai keunggulan, berpikiran
terbuka, memiliki keyakinan dan rasa ingin tahu untuk bereksperimen
dengan pendekatan baru, dan mereka secara aktif mencari umpan balik
tentang kekuatan dan kelemahan mereka.

E. Situasional Keterkaitan Keterampilan


Peran manajer dalam memimpin memerlukan keterampilan untuk
memenuhi persyaratan, akan tetapi keterampilan tersebut relative tergantung
pada situasi kepemimpinan. Variabel moderator situasional yang relevan
mencakup tingkat manajerial, jenis organisasi, dan sifat eksternal lingkungan.
1. Tingkat manajerial
Salah satu aspek dari situasi yang memengaruhi pentingnya
keterampilan adalah posisi manajer dalam hierarki otoritas. Prioritas
keterampilan di berbagai tingkat manajemen terkait dengan persyaratan
peran yang berbeda di setiap tingkat. kepentingan relatif dari tiga kategori
keterampilan luas untuk efektivitas kepemimpinan bagi manajer tingkat
rendah, manajer tingkat menengah, dan eksekutif puncak. Tingkat
manajerial tidak hanya memengaruhi relevansi dari tiga kategori
13

keterampilan yaitu, konseptual, interpersonal, dan teknis. Tetapi juga


kepentingan relatif dari jenis keterampilan tertentu dalam setiap kategori.
Secara umum, tingkat manajemen yang lebih tinggi memiliki jumlah
dan variasi aktivitas yang lebih besar terkoordinasi; kompleksitas hubungan
yang perlu dipahami dan dikelola lebih besar; dan masalah yang perlu
dipecahkan lebih unik dan tidak jelas. Sedangkan supervisor departemen
mungkin harus mengoordinasikan pekerjaan karyawan dengan sebagian
besar pekerjaan serupa, CEO harus mengoordinasikan beragam kegiatan
beberapa unit organisasi, masing-masing dengan sejumlah besar orang.
Meningkatnya kompleksitas ketika seseorang naik ke tingkat yang
lebih tinggi dalam suatu organisasi tercermin dalam peningkatan
persyaratan untuk keterampilan konseptual. Eksekutif puncak perlu
menganalisis sejumlah besar ambigu dan kontradiktif informasi tentang
lingkungan untuk membuat keputusan strategis dan menafsirkan peristiwa
untuk anggota organisasi lainnya. Eksekutif perlu memiliki perspektif
jangka panjang dan kemampuan untuk memahami hubungan yang kompleks
di antara variabel-variabel yang relevan dengan kinerja dari organisasi.
Seorang eksekutif puncak harus dapat mengantisipasi peristiwa di
masa depan dan tahu caranya rencanakan untuk mereka. Kualitas keputusan
strategis pada akhirnya tergantung pada keterampilan konseptual, meskipun
beberapa pengetahuan teknis diperlukan untuk membuat keputusan ini, dan
keterampilan interpersonal diperlukan untuk mengembangkan hubungan,
mendapatkan informasi, dan mempengaruhi bawahan untuk
mengimplementasikan keputusan.
Peran manajer tingkat menengah adalah melengkapi struktur yang
ada dan mengembangkan cara untuk mengimplementasikan kebijakan dan
tujuan yang ditetapkan pada tingkat yang lebih tinggi Peran ini
membutuhkan campuran teknis, interpersonal, dan konseptual yang kira-kira
sama keterampilan. Manajer tingkat rendah bertanggung jawab untuk
menerapkan kebijakan dan mempertahankannya alur kerja dalam struktur
organisasi yang ada, keterampilan teknis adalah relatif lebih penting
daripada keterampilan konseptual atau keterampilan interpersonal.
14

Persyaratan keterampilan untuk manajer di setiap tingkat bervariasi


tergantung pada jenisny organisasi, ukurannya, struktur organisasi, dan
tingkat sentralisasi otoritas Misalnya, keterampilan teknis lebih penting
bagi eksekutif puncak di organisasi di mana keputusan operasional sangat
tersentralisasi. Lebih banyak keterampilan konseptual dibutuhkan oleh
manajer tingkat menengah dan bawah yang diharapkan untuk berpartisipasi
dalam perencanaan strategis, inovasi produk, dan perubahan terkemuka.

2. Tipe organisasi
Manajer tingkat bawah tidak dapat dengan mudah mentransfer ke
spesialisasi fungsional yang berbeda karena keterampilan teknis yang
diperlukan pada tingkat manajemen ini sangat berbeda fungsi. Namun,
kesepakatan kurang jelas tentang transferabilitas keterampilan di seluruh
organisasi di tingkat eksekutif. Sedangkan manajer tingkat atas dengan
hubungan manusia yang luas dan keterampilan konseptual dapat digeser dari
satu industri ke industri lainnya dengan mudah dan tanpa kehilangan
keefektifan. Keterlibatan masalah teknis, produk, kepribadian, dan tradisi
adalah jenis pengetahuan yang diperoleh hanya melalui pengalaman panjang
dalam organisasi. Hanya komponen umum keterampilan konseptual dan
teknis yang dapat digunakan dalam hal yang berbeda situasi, komponen
pengetahuan yang unik dari keterampilan ini harus dipelajari kembali.
Selain itu, seorang eksekutif yang pindah ke industri yang berbeda harus
mengembangkan jaringan baru kontak eksternal, sedangkan jaringan lama
masih relevan untuk pindah ke organisasi lain di industri yang sama. Di
secara umum, tampaknya akan lebih sulit bagi seorang eksekutif untuk
membuat transisi yang sukses ke yang berbeda industri atau jenis organisasi,
terutama jika posisi baru memerlukan keahlian teknis yang luas dan jaringan
kontak eksternal yang luas
3. Lingkungan luar
Organisasi berevolusi dan beradaptasi dengan lingkungan yang
berubah menunjukkan bahwa campuran keterampilan yang diperlukan untuk
15

kepemimpinan yang efektif dapat berubah seiring situasi perubahan.


Keterampilan yang dibutuhkan oleh manajer untuk membangun organisasi
baru tidak identik dengan keterampilan yang dibutuhkan oleh kepala
eksekutif organisasi besar yang sudah mapan. Keterampilan diperlukan
untuk memimpin organisasi dengan lingkungan yang stabil dan mendukung
tidak identik dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk memimpin
organisasi dalam menghadapi lingkungan.
Perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang
mempengaruhi organisasi sedang mengubah sifat pekerjaan manajerial.
Untuk mengatasi perubahan ini, sebagian besar manajer mungkin
membutuhkan lebih banyak kompetensi baru serta keterampilan yang
diidentifikasi. Beberapa hal yang membuat perubahan yaitu globalisasi,
perkembangan teknologi, dan perubahan sosial terus meningkat, demikian
juga dengan kompetensi seperti kompleksitas kognitif, empati, kesadaran
diri, sensitivitas budaya, fleksibilitas perilaku, pemikiran sistem, dan
kemampuan untuk belajar dari pengalaman dan beradaptasi dengan
perubahan (Nadkarni & Herrmann, 2010)

F. Evaluasi Pendekatan Sifat


Sebagian besar pendekatan sifat tidak dipandu oleh teori yang menjelaskan
bagaimana sifat terkait dengan efektivitas dan kemajuan manajerial. Sulit untuk
menafsirkan relevansi sifat-sifat abstrak kecuali dengan memeriksa bagaimana
sifat-sifatnya diekspresikan dalam perilaku aktual para pemimpin dan jenis-
jenis proses pengaruh yang terkait dengan keputusan dan tindakan pemimpin.
Beberapa penelitian sifat termasuk proses mediasi untuk menjelaskan alasan
sifat dan keterampilan kepemimpinan relevan untuk memprediksi keefektifan
dalam posisi saat ini atau kesuksesan karir.
Keterbatasan lain dari pendekatan sifat adalah kurangnya perhatian dalam
banyak penelitian terhadap konteks kepemimpinan. Seperti dalam penelitian
perilaku, relevansi berbagai sifat dan keterampilan akan tergantung sebagian
pada sifat posisi kepemimpinan, jenis tantangan yang dihadapi pemimpin, dan
kriteria yang digunakan untuk menilai efektivitas. Sebagian besar studi sifat
16

tentang hubungan sifat dan keterampilan dengan tes kepemimpinan yang


efektif saja untuk hubungan linear yang sederhana. Namun, hubungan tersebut
sering lengkung, dan jumlah sifat yang moderat biasanya optimal daripada
jumlah maksimum . Ketika hubungan itu melengkung, sebuah studi yang hanya
menguji hubungan linear akan menghasilkan hasil yang salah, dan implikasi
praktis bagi para pemimpin mungkin salah. Sebagian besar studi sifat meneliti
bagaimana sifat atau keterampilan tunggal terkait dengan efektivitas
kepemimpinan atau kemajuan. Pendekatan ini gagal untuk mempertimbangkan
bagaimana sifat-sifat tersebut saling terkait dan bagaimana mereka berinteraksi
untuk mempengaruhi perilaku dan efektivitas pemimpin. Diperlukan
pendekatan yang lebih holistic untuk memeriksa pola sifat dan keterampilan
pemimpin dalam kaitannya dengan efektivitas pemimpin (Yukl, 2013)
Terkadang pola optimal melibatkan keseimbangan di antara sifat-sifat
terkait. Misalnya, pemimpin yang efektif menyeimbangkan kebutuhan yang
tinggi kekuatan dengan kematangan emosi yang dibutuhkan untuk memastikan
bahwa bawahan lebih diberdayakan dari yang didominasi. Konsep
keseimbangan telah dijelaskan untuk individu, tetapi juga berlaku untuk
kepemimpinan bersama. Sebagai contoh, keseimbangan dapat melibatkan
beberapa pemimpin yang berbeda dalam tim manajemen yang memiliki atribut
pelengkap yang mengimbangi kelemahan dan peningkatan satu sama lain
kekuatan masing-masing. Pemahaman yang lebih baik tentang kepemimpinan
dalam suatu organisasi dapat diperoleh dengan memeriksa pola sifat untuk tim
eksekutif daripada berfokus pada sifat-sifat seorang pemimpin tunggal
(Nadkarni & Herrmann, 2010)

G. Pedoman untuk Manajer


Temuan bahwa keterampilan dan sifat tertentu secara positif terkait dengan
efektivitas manajerial dan kemajuan memiliki beberapa implikasi praktis bagi
orang-orang dalam merencanakan manajerial karier mereka sendiri. Berikut
pedoman didasarkan pada penelitian, teori, dan temuan praktisi tentang sifat
dan keterampilan.
1. Pelajari tentang kekuatan dan kelemahan Anda
17

Penting bagi para pemimpin untuk memahami apa yang diperlukan


untuk sukses dalam posisi mereka saat ini dan seberapa baik sifat dan
keterampilan mereka akan memungkinkan mereka untuk melakukan apa
yang diperlukan. Memahami kekuatan membuatnya lebih mudah untuk
membangun mereka dan menjadi lebih efektif. Memahami kelemahan
membuatnya lebih mudah untuk memperbaikinya atau menggantinya.
Manfaatkan peluang untuk mendapatkan timbal balik sistematis tentang
kekuatan dan kelemahan dari program umpan balik multisource dan pusat
penilaian.

2. Pertahankan tingkat kesadaran diri yang tinggi.


 Kesadaran diri mencakup pemahaman yang baik tentang kebutuhan,
emosi, kemampuan, dan tingkah laku. Kesadaran akan reaksi emosional
Anda terhadap berbagai peristiwa memfasilitasi pemrosesan informasi dan
pengambilan keputusan dalam situasi yang penuh tekanan, dan itu
membantu Anda mempertahankan optimisme dan antusiasme tentang suatu
proyek atau misi dalam menghadapi hambatan dan kemunduran. Kesadaran
akan perilaku Anda dan pengaruhnya terhadap orang lain membuatnya lebih
mudah untuk belajar dari pengalaman dan untuk menilai kekuatan dan
kelemahan Anda. Wawasan dapat diperoleh dengan memonitor perilaku
Anda sendiri dan konsekuensinya. Hal itu juga penting untuk menerima
umpan balik dari orang lain tentang aspek positif dan negatif perilaku saat
mereka melihatnya.
3. Identifikasi dan pengembangan keterampilan yang relevan untuk posisi
kepemimpinan di masa depan.
Manajer yang efektif lebih berorientasi pada pembelajaran
berkelanjutan dan pengembangan diri. Pelajari sifat dan keterampilan apa
yang berguna untuk jenis peran kepemimpinan atau posisi yang ingin Anda
miliki di masa depan. Tentukan keterampilan mana yang perlu diperkuat
dan mencari peluang untuk mengembangkannya. Beberapa pelatihan dapat
diperoleh dalam lokakarya pengembangan manajemen khusus yang
18

dijalankan oleh seseorang majikan atau oleh perusahaan konsultan.


Pendekatan lain untuk mengembangkan keterampilan baru termasuk tugas
yang menantang, pembinaan pribadi, dan kegiatan pengembangan diri.
4. Ingatlah bahwa kekuatan dapat menjadi kelemahan.
Suatu sifat atau keterampilan yang merupakan kekuatan dalam satu
situasi kemudian dapat menjadi kelemahan ketika situasi berubah. Orang
cenderung menekankan keterampilan yang membawa kesuksesan berulang
di awal karier mereka dan kemudian ketika itu tidak lagi relevan, kekuatan
menjadi kelemahan. Sebagai contoh, sebuah studi yang dilakukan oleh para
peneliti CCL menemukan bahwa manajer staf yang melakukan pekerjaan
analitis yang brilian tidak dapat mengembangkan orientasi tindakan yang
diperlukan untuk mengimplementasikan ide-ide ketika mereka pindah ke
posisi garis. Manajer lini yang sukses memiliki masalah sebaliknya; mereka
tampaknya tidak mampu melakukan analisis reflektif dan kerja sama tim
yang diperlukan dalam posisi staf. Setiap sifat yang dibawa ke ekstrem juga
bisa menjadi kelemahan, bahkan ketika situasinya tidak berubah. Keyakinan
bisa menjadi arogansi, inovasi bisa menjadi kecerobohan, ketegasan bisa
menjadi terburu-buru, integritas bisa menjadi fanatisme, dan visi global bisa
menjadi kurang fokus.
5. Mengompensasi kelemahan.
Salah satu cara untuk mengkompensasi kelemahan adalah memilih
bawahan yang memiliki kekuatan yang saling melengkapi dan
memungkinkan mereka untuk memikul tanggung jawab atas aspek
pekerjaan yang lebih berkualitas untuk dilakukan. Kadang-kadang pantas
untuk mendelegasikan tanggung jawab kepada individu yang berkualifikasi,
dan di waktu lain lebih baik untuk memiliki tim manajemen (di mana Anda
adalah anggota) berbagi tanggung jawab untuk masalah atau tantangan
tertentu.
19
DAFTAR RUJUKAN

Marshall-Mies, J. C., Fleishman, E. A., Martin, J. A., Zaccaro, S. J., Baughman,


W. A., & McGee, M. L. (2000). Development and evaluation of
cognitive and metacognitive measures for predicting leadership potential.
Leadership Quarterly, 11, 135–153.
Nadkarni, S., & Herrmann, P. (2010). CEO personality, strategic flexibility, and
firm performance. Academy of Management Journal, 53 (5), 1050–1073.
Raskin, R., & Hall, C. S. (1981). The narcissistic personality inventory: Alternate
form reliability and further evidence of construct validity. Journal of
Personality Assessment, 45, 159–162.
Rotter, J. B. (1966). Generalized expectancies for internal versus external control
of reinforcement. Psychological Monographs, 80 (609).
Westley, F., & Mintzberg, H. (1989). Visionary leadership and strategic
management. Strategic Management Journal, 10, 17–32.
Yukl, G. 2013. Leadership In Organization. Boston: Pearson Education.

20

Anda mungkin juga menyukai