AJENG WIDYASWARI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Ajeng Widyaswari
NIM G44110026
ABSTRAK
AJENG WIDYASWARI. Ekstraksi Cair-cair untuk Pemurnian Xantorizol dari
Minyak Atsiri Temulawak: Penentuan Koefisien Partisi dan Efisiensi Ekstraksi.
Dibimbing oleh RUDI HERYANTO dan IRMANIDA BATUBARA.
ABSTRACT
AJENG WIDYASWARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian
yang dilakukan dari Mei sampai Oktober 2015 ini berjudul Ekstraksi Cair-cair
untuk Pemurnian Xantorizol dari Minyak Atsiri Temulawak: Penentuan Koefisien
Partisi dan Efisiensi Ekstraksi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Rudi Heryanto, MSi dan Dr Irmanida
Batubara, MSi selaku pembimbing atas bimbingan, arahan, dan sarannya kepada
penulis. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayah (alm) dan
Ibu atas doa dan kasih sayangnya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Muhamad Mahfudin, Nur Chasanah, Arum Vitasari, Kak Palupi Dwi
Antari, Kak Aprilia Inggri, Kak Hanhan Nur Handayani, Windi Prasetyawati,
Liana Farida, Andini Chandra, Wira Prihandini, Intan Agustina, Natalia Verolina,
Nabila Swarna, Khammia, dan Riztrya Novedliani yang telah memberikan
semangat dan motivasinya kepada saya dalam menyelesaikan penelitian dan
skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Ajeng Widyaswari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
METODE 2
Alat dan Bahan 2
Metode Penelitian 2
HASIL DAN PEMBAHASAN 4
Profil Minyak Atsiri Pelepah Temulawak 4
Koefisien Partisi Xantorizol dalam Berbagai Sistem Pelarut 5
Optimasi Efisiensi Ekstraksi 6
Pemastian Xantorizol Menggunakan KG-SM 8
SIMPULAN DAN SARAN 9
Simpulan 9
Saran 9
DAFTAR PUSTAKA 10
LAMPIRAN 13
RIWAYAT HIDUP 23
DAFTAR TABEL
1 Komposisi sistem pelarut HEMWat untuk ekstraksi cair-cair 3
2 Nilai koefisien partisi (K) dari rentang sistem pelarut terpilih 6
DAFTAR GAMBAR
1 Kromatogram minyak atsiri dalam metanol 5
2 Grafik nilai koefisien partisi (K) dari 5 sistem pelarut 6
3 Kromatogram fase atas sistem pelarut 13 tahap 3 (a) dan tahap 2 (b) 7
4 Kromatogram fase atas campuran dari ekstraksi tahap 1, 2, dan 3
menggunakan metanol (a) dan minyak atsiri dalam metanol (b) 8
5 Kromatogram KG-SM ekstrak xantorizol fase atas ekstraksi tahap 2 8
6 Spektrum massa KG-SM ekstrak xantorizol fase atas ekstraksi tahap 2 9
DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian 13
2 Kromatogram standar xantorizol dan sistem pelarut HEMWat 14
3 Polaritas sistem pelarut 18
4 Efisiensi ekstraksi cair-cair bertingkat xantorizol teoritis 19
5 Efisiensi ekstraksi cair-cair bertingkat xantorizol sebenarnya 21
PENDAHULUAN
metode Asriani (2010), namun masih terdapat senyawa pengganggu pada hasil
akhirnya. Sebagai alternatif, penelitian ini akan menggunakan teknik ekstraksi
cair-cair dengan memanfaatkan distribusi zat pada 2 fase terpisah untuk
pemurnian xantorizol dalam minyak atsiri. Pemilihan sistem pelarut 2 fase untuk
ekstraksi cair-cair dapat dilakukan dengan menggunakan sistem ARIZONA atau
HEMWat. Sistem pelarut 2 fase ARIZONA terdiri atas heptana, etil asetat,
metanol, dan air, sedangkan sistem pelarut 2 fase HEMWat terdiri atas n-heksana,
etil asetat, metanol, dan air (Wu dan Wu 2013). Dalam penelitian ini, sistem
pelarut HEMWat dipilih dan digunakan karena telah dibuktikan dari penelitian
yang dilakukan oleh Wu et al. (2007), Graziose et al. (2011), Yan et al. (2012),
Pinel et al. (2007), dan Wang et al. (2011) yang telah berhasil mengisolasi
senyawa seskuiterpena dengan menggunakan sistem pelarut 2 fase HEMWat.
Penelitian ini bertujuan mengisolasi xantorizol dengan ekstraksi cair-cair. Tujuan
ini dicapai dengan menentukan koefisien partisi dari 2 fase pelarut menggunakan
sistem HEMWat, menganalisis kadar xantorizol di dalam 2 fase pelarut
menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), dan mengoptimasi
ekstraksi berdasarkan pada sistem 2 fase pelarut terpilih yang dinilai dari koefisien
partisinya.
METODE
Bahan yang digunakan yaitu pelepah temulawak dari kebun UKBB Pusat
Studi Biofarmaka Bogor sebanyak 50 kg, n-heksana, etil asetat, metanol, akuades,
asam fosfat 0.2 , dan natrium sulfat. Alat-alat yang digunakan yaitu peralatan
gelas, neraca analitik, distilator uap, kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)
merk Shimadzu tipe LC-20A, dan kromatografi gas-spektrometer massa (KG-SM)
merk Shimadzu tipe QP-5050A.
Metode Penelitian
Sistem
n-heksana Etil asetat Metanol Air
Pelarut
1 9 1 9 1
2 8 2 8 2
3 7 3 7 3
4 7 3 6 4
5 6 4 6 4
6 7 3 5 5
7 6 4 5 5
8 5 5 5 5
9 4 6 5 5
10 3 7 5 5
11 4 6 4 6
12 3 7 4 6
13 3 7 3 7
14 2 8 2 8
15 1 9 1 9
Xantorizol akan terdistribusi di dalam dua fase larutan. Kedua fase larutan
yang dipisahkan dan dihitung nilai koefisien partisinya yang ditentukan dengan
mengambil 1 mL dari tiap fase pelarut yang dianalisis menggunakan KCKT.
Minyak atsiri dilarutkan ke dalam metanol untuk mengetahui komposisi minyak
atsiri awal pada konsentrasi 1000 g/mL. Luas puncak dari tiap fase pelarut
dibandingkan dengan luas puncak minyak atsiri awal dalam metanol. Nilai
koefisien partisi (K) ditentukan menggunakan persamaan:
K= (1)
di mana Aorg adalah luas puncak dari komponen target di dalam fase atas dan Aaq
adalah luas puncak dari komponen target di dalam fase bawah (Wei et al. 2012).
Nilai koefisien partisi digunakan untuk memilih sistem pelarut yang akan
digunakan dalam ekstraksi. Pemasti sistem pelarut ditentukan dengan
mempersempit rentang sistem pelarut, dalam hal ini digunakan 1 dari sistem
pelarut tersebut.
untuk ekstraksi bertingkat menggunakan larutan fase atas dengan volume yang
sama. Sistem pelarut terpilih kemudian ditentukan fraksi solut dalam fase atas dan
bawah menggunakan persamaan:
( )= (2)
)=1 ( ) (3)
di mana qaq dan qorg adalah fraksi solut dalam fase bawah dan fase atas, D adalah
rasio distribusi, Vorg dan Vaq merupakan banyaknya volume fase organik dan fase
air yang digunakan. Dari persamaan di atas, efisiensi ekstraksi (E) dapat
ditentukan menggunakan fraksi solut dalam fase atas:
Efisiensi ekstraksi dari sistem pelarut terpilih dapat dioptimasi dengan melakukan
ekstraksi cair-cair bertingkat dan dihitung menggunakan persamaan berikut:
(5)
di mana n adalah banyaknya ekstraksi yang dilakukan dan Qaq adalah fraksi solut
dalam fase bawah setelah n kali ekstraksi.
dituju dari pengganggu dengan cara melakukan partisi sampel antar 2 pelarut yang
tidak saling campur. Senyawa yang bersifat polar akan ditemukan di dalam fase
air, sementara senyawa yang bersifat nonpolar akan ditemukan di dalam fase
organik. Analat yang terekstraksi ke dalam pelarut organik akan mudah diperoleh
kembali dengan cara penguapan pelarut (Harvey 2000).
Minyak atsiri yang berhasil diekstraksi dalam penelitian ini yaitu sebanyak
5 g dari 50 kg pelepah temulawak segar, sehingga rendemen minyak atsiri yang
diperoleh adalah sebesar 0.01 . Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini lebih
kecil dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh
Septyanti (2012) yang berhasil mengekstraksi minyak atsiri sebanyak 3.5 g dari 5
kg pelepah temulawak segar dengan rendemen minyak atsiri sebesar 0.07 .
Perbedaan rendemen minyak atsiri ini dapat disebabkan oleh umur panen
temulawak (Nurcholis 2006). Pelepah temulawak yang digunakan dalam
penelitian ini berumur 6 BST, sedangkan Septyanti (2012) menggunakan pelepah
temulawak berumur 9 BST.
Minyak atsiri dilarutkan ke dalam metanol untuk mengetahui komposisi
minyak atsiri awal dan dianalisis menggunakan KCKT. Puncak xantorizol muncul
pada waktu retensi 8.952 menit dengan persen area sebesar 34.988 (Gambar 1).
Waktu retensi yang diperoleh untuk xantorizol ini mendekati waktu retensi pada
kromatogram standar xantorizol 200 ppm dalam metanol yaitu pada 8.904 menit
(Lampiran 2).
500,00
430,38
Koefisien partisi (K)
400,00
300,00
200,00 173,46
100,00 49,76
0,70 21,30
0,00
SP1 SP5 SP9 SP13 SP15
Sistem pelarut HEMWat
Tabel 2 Nilai koefisien partisi (K) dari rentang sistem pelarut terpilih
Dari ketiga sistem pelarut tersebut, sistem pelarut 13 memiliki nilai K tertinggi.
Hal ini terjadi karena distribusi xantorizol pada fase atas jauh lebih besar
dibandingkan dengan fase bawahnya. Meskipun komposisi fase atas (n-
heksana:etil asetat 3:7 v/v) dari sistem pelarut 13 dan 12 sama, tetapi komposisi
fase bawahnya berbeda yaitu dari komposisi metanol dan air yang digunakan,
sehingga kepolaran sistem pelarut 12 dan 13 berbeda yang dapat diketahui dari
gabungan nilai indeks polaritasnya berdasarkan Byers (2003) (Lampiran 3).
Sistem pelarut HEMWat yang paling baik digunakan untuk ekstraksi xantorizol
adalah sistem pelarut 13 yang memiliki indeks polaritas sebesar 5.45 (Lampiran 3).
bertingkat tahap 2 dan 3 diperoleh dua puncak berdekatan di sekitar waktu retensi
xantorizol.
Gambar 3 Kromatogram fase atas sistem pelarut 13 tahap 3 (a) dan tahap 2 (b)
Dua puncak berdekatan yang dihasilkan dari kromatogram fase atas tahap 2 dan 3
merupakan splitting peak dari xantorizol. Splitting terjadi karena xantorizol yang
terdeteksi di kolom berasal dari xantorizol yang terlarut di dalam n-heksana dan
etil asetat sebagai fase atas yang digunakan, juga xantorizol yang terlarut dalam
metanol yang berasal dari fase bawah tahap sebelumnya memberikan interaksi
yang berbeda terhadap fase diamnya (Sigma-Aldrich 2009). Hal ini dibuktikan
dari munculnya puncak pada waktu retensi 9.079 menit (Gambar 3a) dan 9.099
(Gambar 3b) yang berdekatan dengan waktu retensi xantorizol dalam
kromatogram minyak atsiri yang dilarutkan dalam metanol (Gambar 1).
Sistem pelarut 13 ditentukan efisiensi ekstraksinya secara teoritis
menggunakan Persamaan (4) diperoleh nilai sebesar 99.69 untuk tahap 1
(Lampiran 4). Efisiensi ekstraksi teoritis dari sistem pelarut terpilih dioptimasi
dengan melakukan ekstraksi cair-cair bertingkat terhadap fase bawahnya. Nilai
fraksi solut dalam fase atas dari ekstraksi bertingkat cair-cair secara teoritis adalah
sebesar 0.9999, sehingga dapat diperoleh efisiensi setelah 3 tahap ekstraksi adalah
sebesar 99.99 (Lampiran 4). Selain itu dilakukan perhitungan massa xantorizol
sebenarnya di fase atas pada tiap tahap ekstraksi. Massa xantorizol yang diperoleh
pada fase atas ekstraksi tahap 1, 2, dan 3 yaitu sebesar 7.6206, 0.6716, dan 0.1932
mg, sedangkan massa xantorizol yang diperoleh pada fase bawah ekstraksi tahap 1
sebesar 6.1028 mg. Dari massa xantorizol yang diketahui dapat dihitung nilai
efisiensi ekstraksi sebenarnya yaitu sebesar 67.87 (Lampiran 5).
8
Gambar 4 Kromatogram fase atas sistem pelarut 13 campuran dari ekstraksi tahap
1, 2, dan 3 menggunakan metanol (a) dan kromatogram minyak atsiri
dalam metanol
Kromatogram di atas menunjukkan bahwa campuran fase atas dari ekstraksi
bertingkat (Gambar 4a) memiliki luas puncak yang lebih kecil dibandingkan
dengan luas puncak xantorizol pada kromatogram minyak atsiri dalam metanol
(Gambar 4b). Meskipun luas puncaknya berkurang, kromatogram campuran fase
atas memiliki persen area yang lebih besar yaitu 38.69 . Hasil ini menunjukkan
kemurnian xantorizol hanya meningkat sedikit setelah dilakukan ekstraksi
bertingkat sebanyak tiga kali karena pelarut HEMWat tidak dapat memisahkan
analat dari pengganggu yang memiliki kepolaran hampir sama, sehingga sistem
pelarut Arizona diperlukan untuk mengekstraksi xantorizol karena komposisi
pelarutnya memiliki rentang yang lebih besar sehingga dapat memisahkan
xantorizol dengan kemurnian yang tinggi.
Gambar 6 Spektrum massa KG-SM ekstrak xantorizol fase atas ekstraksi tahap 2
Spektrum SM juga menunjukkan keberhasilan ekstraksi bertingkat dari
xantorizol ditandai dengan munculnya nilai m/z sebesar 218.2 (Gambar 6).
Berdasarkan pustaka, persen kemiripan struktur xantorizol yaitu sebesar 81 dan
memiliki persen area sebesar 29.73 .
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Asriani D. 2010. Isolasi xanthorrhizol dari temu lawak terpilih berdasarkan nomor
harapan [tesis]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
Byers JA. 2003. Table Values from Phenomenex Catalog. [Internet] [diunduh
2015 Nov 25]. Tersedia pada: http://www.phenomenex.com.
Cho JY, Hwang JK, Chun HS. 2011. Xanthorrhizol attenuates dextran sulfate
sodium-induced colitis via the modulation of the expression of
inflammatory genes in mice. Life Sci. 88(19-20): 864-870.
doi:10.1016/j.lfs.2011.03.007.
Darusman LK, Djauhari E, Nurcholis W. 2006. Kandungan xanthorrhizol
temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada berbagai cara budidaya dan
masa tanam. Prosiding Seminar Tumbuhan Obat Indonesia XXIX. Surakarta
(ID): Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. hlm 567-580.
Darusman et al. 2007. Potensi Temu Lawak Terstandar untuk Menanggulangi Flu
Burung. [Internet] [diunduh 2015 Mar 7]. Tersedia pada:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/7181.
Graziose R, Rathinasabapathy T, Lategan C, Poulev A, Smith PJ, Grace M, Lila
MA, Raskin I. 2011. Antiplasmodial activity of aporphine alkaloids and
sesquiterpene lactones from Liriodendron tulipifera L. J Ethnopharmacol
133:26–30. doi: 10.1016/j.jep.2010.08.059.
Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York (US): McGraw-Hill.
Hendayana S. 2006. Kimia Pemisahan: Metode Kromatografi dan Elektroforesis
Modern. Bandung (ID): PT Remaja Rosdakarya.
Herdiyanto. 2014. Pengoptimuman metode ekstraksi dan isolasi xantorizol dari
temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Hwang JK. 2000. Xanthorrhizol: A New Bioactive Natural Compound. Seoul
(KR): Department of Biotechnology, Yonsei University.
Hwang JK, Shim JS, Pyun YR. 2000. Antibacterial activity of xanthorrhizol from
Curcuma xanthorrhiza against oral pathogens. Fitoterapia 71(3): 321-323.
doi:10.1016/S0367-326X(99)00170-7.
Itokawa H, Qian S, Toshiyuki A, Morris-Natschke SL, Lee KH. 2008. Recent
advances in the investigation of curcuminoids. Chin Med. 3(11): 1-13. doi:
10.1186/1749-8546-3-11.
Julita I. 2013. Daun pelindung bunga temu lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
sebagai inhibitor tirosinase dan antioksidan [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Masuda T, Isobe J, Jitoe A, Nakatani N. 1992. Antioxidative curcuminoids from
rhizomes of Curcuma xanthorrhiza. Phytochem 31(10): 3645-3647.
doi:10.1016/0031-9422(92)83748-N.
Muchtaridi, Apriyantono A, Subarnas A, Budijanto S. 2003. Analysis of volatile
active compounds of essential oils of some aromatic plants possessing
inhibitory properties on mice locomotor activity. Proceeding in
International Symposium on Biomedicine. Bogor (ID): Biopharmaca Centre
IPB, 18-19 September. Tumbuhan Obat Indonesia 3: 23.
11
Penentuan koefisien
partisi dalam
2 fase pelarut
Sistem pelarut
terpilih
Optimasi efisiensi
ekstraksi dari
sistem pelarut terpilih
Ekstraksi cair-cair
bertingkat
Analisis xantorizol
KCKT
KG-SM
14
Indeks polaritas
Sistem pelarut
gabungan
12 5.26
13 5.45
14 5.87
= 5.45
19
K=
K=
K = 320.5429
Perhitungan fraksi solut dalam fase bawah (bila suatu solut hanya berbentuk
tunggal pada masing-masing fase, D = K):
( )=
( )=
( ) = 3.1100 10-3
20
)=1 ( )
) = 1 – (3.1100 10-3)
) = 0.9969
E=( ) 100
E = 0.9969 100
E = 99.69
Perhitungan fraksi solut dalam fase bawah setelah tiga kali ekstraksi:
= 3.0081 10-8
Perhitungan fraksi solut dalam fase atas setelah tiga kali ekstraksi:
)=1 ( )
) = 1 – (3.0081 10-8)
) = 0.9999
E=( ) 100
E = 0.9999 100
E = 99.99
21
= ⁄
= 7620.57 = 7.6206 mg
= ⁄
= 4882.33 = 4.8823 mg
= 0.6716 mg
= 2.0248 mg
= 0.1932 mg
22
E=
E= = 67.87
23
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Karawang pada 24 Juni 1994 dari ayah Drs Sumarman (alm)
dan ibu Herliawati. Tahun 2011, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Subang dan
pada tahun yang sama lulus Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
(SNMPTN) undangan di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis mengikuti berbagai kegiatan non
akademik seperti anggota divisi musik dan vokal Art Dormitory Club tahun 2011,
anggota alto II dari PSM Agriaswara tahun 2011/2012, anggota divisi musik dan
vokal dari MAX!! IPB tahun 2012/2013, ketua divisi PDD Chemistry Challenge IPB
2013, ketua divisi Kesekretariatan SENSITIF IPB 2013, dan bendahara kegiatan IS3
dan Pelatihan HACCP Kimia IPB 2013. Penulis juga memiliki pengalaman menjadi
asisten praktikum Kimia TPB IPB pada tahun 2013-2014, Kimia Analitik Layanan
Biokimia pada tahun 2014-2015, Azas Kimia Analitik pada tahun 2014, Kimia
Biologis II pada tahun 2015, dan Praktikum Analisis Instrumental pada tahun 2015.
Penulis melakukan Praktik Lapangan di Balai Veteriner Subang dengan judul
laporan Uji Residu Trenbolon pada Daging dan Hati Sapi dengan Metode
Enzyme-linked Immunosorbent Assay dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi pada
tahun 2014.