Anda di halaman 1dari 13

Nama : Shiva Valeska Ardhaniswari

NIM : 4151181480
LVIII – E Kel 1
TUGAS DISKUSI :
Tugas dikerjakan perorangan dengan mencari bahan dari berbagai sumber kepustakaan yang
terpercaya, sertakan sumber referensi yang diambil sebagai rujukan jawaban tugas. Tugas
diketik dalam bentuk word dan dilaporkan ke preseptor masing-masing.
1. Jelaskan kegiatan-kegiatan dalam program promosi kesehatan di puskemas.
2. Jelaskan tentang desa siaga aktif dalam pembinaan pemberdayaan masyarakat.
3. Bagaimana pengertian rumah sehat? Jelaskan penyakit yang terkait dengan faktor
risiko lingkungan rumah.
4. Jelaskan kegiatan yang dilakukan dalam program KIA-KB di puskesmas.
5. Jelaskan upaya-upaya yang dilakukan oleh puskesmas dalam menanggulangi diare
pada balita.
6. Jelaskan kegiatan lintas program dan lintas sektoral yang dilakukan dalam program
promosi kesehatan dan program kesehatan lingkungan di puskesmas.
7. Jelaskan ukuran keberhasilan dari kegiatan pemberantasan sarang nyamuk demam
berdarah dengue.
8. Jelaskan perencanaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah GAKY.
9. Buatlah analisis kinerja terhadap hasil pelaksanaan program gizi di Puskesmas X
sebagai berikut:
Kegiatan Tahun 2019
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12
0
Penimbangan balita usia 0- 6 6 57 6 6 55 6 72 5 6 60 58
12 bulan 1 9 7 4 5 7 4
Penimbangan balita usia 6 7 66 6 6 59 6 77 6 6 59 64
12-36 bulan 8 5 3 2 3 7 6
Penimbangan balita usia 5 6 50 4 5 58 5 69 6 6 58 56
36-60 bulan 6 6 9 1 5 2 0
Bayi yang mendapat ASI 5 5 57 5 5 58 6 60 5 6 58 57
eksklusif 4 9 5 5 6 7 0

SPM yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan setempat adalah sebagai berikut:
 Balita yang ditimbang : 87%
 ASI eksklusif : 90%
Sasaran yang ditetapkan oleh puskesmas:
 Balita : 2.762 orang
 Bayi 0-6 bulan : 735 orang
Jawaban :
1. Kegiatan-kegiatan dalam program promosi kesehatan di puskemas
Promosi kesehatan adalah kombinasi upaya-upaya pendidikan, kebijakan
(politik), peraturan, dan organisasi untuk mendukung kegiatan dan kondisi hidup
yang menguntungkan kesehatan individu, kelompok, atau komunitas.

Sasaran meliputi
1. Sasaran Primer
2. Sasaran Sekunder
3. Sasaran Tersier

Metode yang dapat dilakukan dalam promosi kesehatan diantaranya:


1. Metode Individual (perorangan)
2. Metode Kelompok
3. Metode Media Massa

Panduan promkes menurut Kemenkes RI, kegiatan promkes dalam puskesmas


seperti:
1. Pemberdayaan masyarakat
2. Bina suasana PHBS di Puskesmas dalam lingkup yang lebih luas
3. Advokasi secara berjenjang dari tingkat provinsi ke tingkat kabupaten/kota sampai
ke kecamatan

Kegiatan Promkes terbagi menjadi 2 yaitu,


Luar Gedung:

1. Penyuluhan kesehatan / KIE di sekolah.


2. Penyuluhan kesehatan / KIE melalui siaran radio,
pemutaran film, pameran, dll
3. Penyuluhan kesehatan/ KIE melalui kunjungan rumah.

Dalam Gedung :
1. Penyuluhan individu atau kelompok kecil melalui komunikasi interpersonal dan
konseling pada pasien
2. Penyuluhan kelompok, terutama pada kelompok-kelompok tertentu misalnya:
kelompok Kelas Ibu Hamil, kelompok ibu menyusui, kelompok kesehatan lansia
3. Penyuluhan kesehatan melalui pemasangan media informasi kesehatan: di dalam
gedung puskesmas, misalnya: pemasangan poster, standing banner, leaflet.

Permenkes no. 75 Tahun 2014


2. Desa siaga aktif dalam pembinaan pemberdayaan masyarakat
Desa dan Kelurahan Siaga Aktif adalah bentuk pengembangan dari Desa Siaga
yang telah dimulai sejak tahun 2006. Desa atau Kelurahan Siaga Aktif adalah desa
atau yang disebut dengan nama lain atau kelurahan, yang:
1. Penduduknya dapat mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar
yang memberikan pelayanan setiap hari melalui Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) atau
sarana kesehatan yang ada di wilayah tersebut seperti, Pusat Kesehatan Masyarakat
Pembantu (Pustu), Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) atau sarana kesehatan
lainnya.
2. Penduduknya mengembangkan UKBM dan melaksanakan survailans
berbasis masyarakat (meliputi pemantauan penyakit, kesehatan ibu dan anak, gizi,
lingkungan dan perilaku), kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana, serta
penyehatan lingkungan sehingga masyarakatnya menerapkan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS).
Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka Desa atau Kelurahan Siaga Aktif
memiliki komponen (1) Pelayanan kesehatan dasar, (2) Pemberdayaan masyarakat
melalui pengembangan UKBM dan mendorong upaya survailans berbasis masyarakat,
kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana serta penyehatan lingkungan, (3)
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Pembinaan pemberdayaan masyarakat :
Pemberdayaan masyarakat terus diupayakan melalui pengembangan UKBM
yang ada di desa. Kegiatan difokuskan kepada upaya survailans berbasis masyarakat,
kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana serta penyehatan lingkungan.
Survailans berbasis masyarakat adalah pengamatan dan pencatatan penyakit yang
diselenggarakan oleh masyarakat (kader) dibantu oleh tenaga kesehatan, dengan
berpedoman kepada petunjuk teknis dari Kementerian Kesehatan.
Kegiatan-kegiatannya berupa: (1) Pengamatan dan pemantauan penyakit serta
keadaan kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan, dan perilaku yang dapat
menimbulkan masalah kesehatan masyarakat, (2) Pelaporan cepat (kurang dari 24
jam) kepada petugas kesehatan untuk respon cepat, (3) Pencegahan dan
penanggulangan sederhana penyakit dan masalah kesehatan, serta (4) Pelaporan
kematian.
Kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana adalah upaya upaya yang
dilakukan oleh masyarakat dalam mencegah dan mengatasi bencana dan kedaruratan
kesehatan, dengan berpedoman kepada petunjuk teknis dari Kementerian Kesehatan.
Kegiatan-kegiatannya berupa: (1) Bimbingan dalam pencarian tempat yang aman
untuk mengungsi, (2) Promosi kesehatan dan bimbingan mengatasi masalah kesehatan
akibat bencana dan mencegah faktor-faktor penyebab masalah, (3) Bantuan/fasilitasi
pemenuhan kebutuhan sarana sanitasi dasar (air bersih, jamban, pembuangan
sampah/limbah, dan lain-lain) di tempat pengungsian, (4) Penyediaan relawan yang
bersedia menjadi donor darah, dan (5) Pelayanan kesehatan bagi pengungsi.
Penyehatan lingkungan adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat
untuk menciptakan dan memelihara lingkungan desa/kelurahan dan permukiman agar
terhindar dari penyakit dan masalah kesehatan, dengan berpedoman kepada petunjuk
teknis dari Kementerian Kesehatan. Kegiatan-kegiatannya berupa: (1) Promosi
tentang pentingnya sanitasi dasar, (2) Bantuan/fasilitasi pemenuhan kebutuhan sarana
sanitasi dasar (air bersih, jamban, pembuangan sampah dan limbah, dan lain-lain), dan
(3) Bantuan/fasilitasi upaya pencegahan pencemaran lingkungan. (Kemenkes RI no.
1529/Menkes/SK/X/2010 Pedoman umum pengembangan desa dan kelurahan
siaga aktif)
3. Pengertian rumah sehat, penjelasan penyakit yang terkait dengan faktor risiko
lingkungan rumah.

Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang mememenuhi syarat


kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban sehat, sarana air bersih, pembuangan
sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, kepadatan hunian rumah
yang sesuai dan lantai yang tidak terbuat dari tanah (kedap air). (Pedoman
Instrumen Penilaian Kinerja Puskesmas)
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan. Parameter
rumah yang dinilai melingkupi 3 kelompok komponen penilaian:
1. Kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai, jendela
kamar tidur, jendela ruang keluarga dan ruang tamu, ventilasi, sarana pembuangan
asap dapur dan pencahayaan;
2. Kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan
kotoran, saluran pembuangan air limbah, sarana tempat pembuangan sampah;
3. Kelompok perilaku penghuni, meliputi membuka jendela kamar tidur, membuka
jendela ruang keluarga, membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja bayi
dan balita ke jamban, membuang sampah pada tempatnya.
Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman menurut
Keputusan Menteri Kesehatan No.829/Menkes/SK/VII/1999 meliputi parameter
sebagai berikut:
1. Lokasi
A) Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran
lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah gempa, dan sebagainya;
B) Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah atau
bekas tambang;
C) Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti jalur
pendaratan penerbangan.
2. Kualitas udara
Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan
gas beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai berikut :
A. Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi;
B. Debu dengan diameter kurang dari 10 µg maksimum 150 µg/m3;
C. Gas SO2 maksimum 0,10 ppm;
D. Debu maksimum 350 mm3/m2 per hari.
3. Kebisingan dan getaran
A. Kebisingan dianjurkan 45 dB.A, maksimum 55 dB.A;
B. Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik .
4. Kualitas tanah di daerah perumahan dan pemukiman
A. Kandungan Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg;
B. Kandungan Arsenik (As) total maksimum 100 mg/kg;
C. Kandungan Cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg;
D. Kandungan Benzo(a)pyrene maksimum 1 mg/kg.
5. Prasarana dan sarana lingkungan
A. Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan
konstruksi yang aman dari kecelakaan;
B. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor
penyakit;
C. Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi jalan tidak
mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki
dan penyandang cacat, jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu
penerangan jalan tidak menyilaukan mata;
D. Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang
memenuhi persyaratan kesehatan;
E. Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi
persyaratan kesehatan;
F. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat
kesehatan;
G. Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat
kerja, tempat hiburan, tempat pendidikan, kesenian, dan lain sebagainya;
H. Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya;
I. Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi
kontaminasi makanan yang dapat menimbulkan keracunan.
6. Vektor penyakit
A. Indeks lalat harus memenuhi syarat;
B. Indeks jentik nyamuk dibawah 5%.
7. Penghijauan
Pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman merupakan pelindung
dan juga berfungsi untuk kesejukan, keindahan dan kelestarian alam. Persyaratan
Kesehatan Rumah Tinggal menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
: 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut:
1. Bahan Bangunan
a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang dapat
membahayakan kesehatan, antara lain: debu total tidak lebih dari 150 µg m3,
asbestos kurang dari 0,5 fiber/m3/jam, timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg
bahan;
b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme patogen.
2. Komponen dan penataan ruang rumah
Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis sebagai berikut:
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan;
b. Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air
dan mudah dibersihkan;
c. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan;
d. Bumbung rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus dilengkapi
dengan penangkal petir;
e. Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang
keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi dan ruang
bermain anak;
f. Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap.
3. Pencahayaan
Pencahayaan alam atau buatan langsung atau tidak langsung dapat menerangi
seluruh bagian ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.

4. Kualitas udara
Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut :
a. Suhu udara nyaman berkisar antara l8°C sampai 30°C;
b. Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%;
c. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam;
d. Pertukaran udara;
e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8 jam;
f. Konsentrasi gas formaldehide tidak melebihi 120 mg/m3.
5. Ventilasi
Luas penghawaan atau ventilasi a1amiah yang permanen minimal 10% dari luas
lantai.
6. Binatang penular penyakit
Tidak ada tikus bersarang di rumah.
7. Penyediaan air bersih
a. Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas minimal 60 l/orang/hari;
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air
minum sesuai dengan Permenkes 416 tahun 1990 dan Permenkes 907 tahun
2002.
8. Sarana penyimpanan makanan
Tersedianya sarana penyimpanan makanan yang aman dan hygiene.
9. Limbah
a. Limbah cair berasal dari rumah, tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.
b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, tidak menyebabkan
pencemaran terhadap permukaan tanah dan air tanah.
10. Kepadatan hunian ruang tidur
Luas ruang tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua
orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun.

Penyakit terkait faktor risiko lingkungan :


a. Demam berdarah dengue
1. Di sekitar rumah banyak ditemukan barang -barang bekas seperti kaleng, ban,
botol plastik bekas, lubang pohon, dan lain-lain yang dapat menampung air
hujan
2. Jarak antara rumah dengan rumah tetangga berdekatan (kurang dari 1 meter)
atau lingkungan perumahan padat/rapat
3. Pagar rumah terbuat dari potongan bambu atau beton yang dapat menampung
air hujan (pagar berlubang)
4. Apakah cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah
5. Ventilasi di rumah tidak dipasang "kasa"
6. mempunyai tempat penampungan air bersih seperti tempayan, gentong, drum
atau sejenisnya
7. Tempat penampungan air bersih seperti tempayan, gentong, drum atau
sejenisnya tersebut diberi tutup
8. rutin seminggu sekali menguras bak mandi, bak WC, dan tempat
penampungan air
9. memelihara tanaman dalam pot air
10. tempat-tempat penampungan air yang jarang dikuras diberi bubuk
larvasida/abate (zat yang dapat membunuh jentik atau membuat nyamuk
mandul
11. di rumah ada talang air yang tidak mengalir dan letaknya terlindung dari sinar
matahari

b. Cacingan
- Tempat tinggal di daerah perkebunan, peternakan, pertambangan
- Tempat BAB
- Kebiasaan mencuci tangan dan sumber air
- Kebiasaan menggunakan alas kaki

c. TB Paru
- Sinar matahari tidak masuk ke dalam rumah (lembab)
- Sirkulasi udara tidak berjalan lancar
- Tidak memiliki ventilasi
- Lingkungan padat penduduk

d. Leptospirosis
- Sampah di dalam rumah
- Curah hujan ≥ 177,5 mm, serta genangan air baik didalam rumah maupun
sekitar rumah (Misalnya: Adanya lobang jalan pada jalanan sekitar rumah.)
- Jarak rumah dengan selokan < 2,0 meter dengan kondisi selokan yang buruk.
- Adanya tikus di dalam dan sekitar rumah

e. Diare
- Sanitasi air yang kurang bersih
- Kebiasaan mencuci tangan dan sumber air
- Makanan dan minuman yang tidak higienis

4. Kegiatan yang dilakukan dalam program KIA-KB di puskesmas


Kegiatan yang dilakukan dalam program KIA-KB di puskesmas umumnya
berupa layanan konseling, dan membantu upaya pemecahan masalah. Program KIA
KB memiliki tujuan meningkatkan pelayanan semaksimal mungkin (efektif dan
efiesien)

Pelayanan KIA dan KB. Dengan kegiatan pokok :


a. Melaksanakan pemeriksaan berkala kepada ibu hamil, ibumenyusui, bayi dan anak-
anak di Puskesmas, serta memberikanpelayanan kontrasepsi pada akseptor KB.
b. Menyampaikan cara pemberian makanan tambahan bagi yang membutuhkan dan
penyuluhan kesehatan dalam bidang KIA/ KB dan gizi.
c. Melakukan imunisasi pada ibu hamil dan bayi.

Kegiatan KIA-KB yang lain,


- ANC meliputi (10T)
- Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
- Deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan
- penanganan komplikasi kebidanan
- pelayanan kesehatan ibu nifas
- pelayanan kesehatan neonatus
- pelayanan neonatus dengan komplikasi
- pelayanan kesehatan bayi
- pelayanan kesehatan anak balita
- pelayanan KB berkualitas

Kegiatan perbaikan gizi, yaitu:


- Penyuluhan gizi dan melatih kader gizi dan menggerakkanmasyarakat untuk
mengadakan taman gizi
- Demonstrasi makanan sehat dan cara pemberian makantambahan
- Pemberian Vitamin A konsentrasi tinggi pada anak-anak balita
- Pengisian dan penggunaan KMS oleh ibu-ibu PKK dan kader gizi

KIA
- Adanya cakupan Ibu hamil
- Cakupan pelayanan persalinan
- Cakupan pelayanan Nifas
- Cakupan pemeriksaan kesehatan bayi
- dan lain lain
KB
- cakupan peserta aktif KB
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 97 tahun 2014.

5. Upaya-upaya penanggulangan diare pada balita.


 Memberikan edukasi kepada masyarakat sampai dengan tingkat Rumah
Tangga mengenai pentingnya PHBS dan Sanitasi Berbasis Likungan
 Melakukan pemeriksaan kualitas air di rumah penderita Diare
 Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas Pundong dengan
dibukanyaan Klinik Sanitasi terutama saat ditemukannya kasus Diare.
 Upaya kuratif misalnya dengan mendirikan pojok oralit.
 Penyuluhan kesehatan berupa pemberian informasi tentang diare dan
penanganan terjadinya diare dilakukan melalui penyuluhan yang bertujuan
untuk memberdayakan masyarakat sehingga mampu untuk mengatasi masalah
kesehatannya sendiri. Kegiatan penyuluhan dilakukan di posyandu dan
sekolah.
 Penyehatan lingkungan berupa dilakukannya pendekatan kepada masyarakat
agar menghindari faktor risiko seperti tidal BAB di sembarang temat,
mengelola sampah dengan baik serta melakuka pemeriksaan sanitasi rumah,
pemeriksaan air minum isi ulang dan menjalin kerjasama dengan tokoh adat,
pemuka agama dan pemuda.

Jurnal pelaksanaan program penanggulangan diare di Puskesmas Matakali


vol. 5 No. 1 2009 dan
https://puskesmas.bantulkab.go.id/pundong/penanggulangan-penyakit
6. Kegiatan lintas program dan lintas sektoral yang dilakukan dalam program
promosi kesehatan dan program kesehatan lingkungan di puskesmas.
Mengidentifkasi peran dan potensi stakeholders( lintas program, lintas sektor,
organisasi masyarakat, organisasi profesi, media masa dan dunia usaha.
Pusat promosi kesehatan depkes RI Panduan Promosi Kesehatan dalam Program
kesehatan di Kabupaten / Kota

7. Ukuran keberhasilan dari kegiatan pemberantasan sarang nyamuk demam


berdarah dengue
Indikator keberhasilan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) terdiri dari :
1. Angka Bebas Jentik (ABJ),
2. Container Index (CI).
3. 3M Plus.

Nilai ABJ adalah presentase rumah yangtidak ditemukan jentik, yaitu dengan
membandingkan jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik dibagi jumlah rumah
yang diperiksa. Target ABJ yang telah diharapkan oleh Depkes RI adalah nilai ABJ ≥
95%. Karena nilai tersebut menunjukkan bahwa wilayah atau lingkungan yang
mencapai target (ABJ ≥ 95%) dapat dikategorikan sebagai wilayah yang aman DBD.
Nilai CI adalah presentase container yang ditemukan jentik, yaitu dengan
membandingkan jumlah container yang ditemukan jentik dibagi jumlah container
yang diperiksa Target CI yang telah ditentukan oleh WHO adalah nilaiCI <5%.
Karena nilai tersebut menunjukkan bahwa wilayah atau lingkungan yang mencapai
target (CI <5%) dapat dikategorikan sebagai wilayah yang aman DBD.
Nilai 3M Plus dimaksudkan dengan menilai tingkat pengetahuan dan sikap
terhadap adanya 3M Plus. Pada pengetahuan, dinilai pengetahuan serta kegiatan 3M
plus dimulai dari Praktek menguras tempat penampungan air, praktek menutup
tempat penampungan air, praktek mengubur tempat penampungan air bekas, dan
praktek membersihkan tempat penampungan air

https://www.kemkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/buletin/buletin-dbd.pdf
8. Perencanaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah GAKY.
GAKI terjadi karena di sebabkan faktor lingkungan. Karena kondisi alam, tanah serta
air di suatu daerah bisa miskin iodium. Dampaknya tanaman yang tumbuh diatasnya juga
akan miskin unsur iodium. Hal tersebut dapat membuat penduduk yang bertempat tinggal di
daerah itu berisiko mengalami kekurangan iodium. Karena hal tersebut adanya pembentukan
Balai Litbang GAKI merupakan Lembaga Penelitian di Indonesia yang fokus pada penelitian
dan pengembangan terkait GAKI. Pendekatan keilmuan yang komprehensif diupayakan
dalam rangka pelaksanaan kegiatan penelitian yang berkaitan dengan GAKI untuk
pencapaian eliminasi kasus GAKI. Saat ini, balai Litbang GAKI memiliki sumber tenaga
peneliti pada area

(1.) Bioteknologi,
(2.) Epidemiologi klinik,
(3.) Tumbuh kembang,
(4). Gizi masyarakat,
(5.) Sosial dan promosi kesehatan,
(6.) Teknologi pangan
(7.) Lingkungan

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 63


Tahun 2010 Tentang Pedoman Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium, strategi jangka pendek sebagai upaya penanggulangan GAKY yaitu dengan
melakukan kegiatan distribusi kapsul minyak beryodium. Program ini dilakukan untuk
mempercepat perbaikan status yodium masyarakat bagi daerah endemik sedang dan berat
pada kelompok rawan. Kapsul minyak beryodium 200mg diberikan pada Wanita Usia Subur
(WUS) sebanya 2 kapsul/tahun, sedangkan untuk ibu hamil, ibu menyusui dan anak SD kelas
1-6 sebanyak 1 kapsul/tahun.
Strategi jangka panjang, dapat dilakukan dengan tiga kegiatan berikut :
1. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), merupakan sebuah strategi
pemberdayakan masyarakat dan komponen terkait agar mempunyai visi dan misi yang sama
untuk menanggulangi GAKY melalui kegiatan pemasyarakatan informasi, advokasi,
pendidikan/penyuluhan tentang ancaman GAKY bagi kualitas sumber daya manusia. Juga
terkait pentingnya mengkonsumsi garam beryodium, law enforcement dan social
enforcement, hak memperoleh kapsul beryodium bagi daerah endemik dan
penganekaragaman konsumsi pangan.
2. Surveillans merupakan kegiatan pemantauan yang dilakukan secara
berkesinambungan terhadap beberapa indikator untuk dapat melakukan deteksi dini adanya
masalah yang mungkin timbul agar dapat dilakukan tindakan/intervensi sehingga keadaan
lebih buruk dapat dicegah. Kegunaan surveillans yaitu mengetahui luas dan beratnya masalah
pada situasi terakhir, mengetahui daerah yang harus mendapat prioritas, memperkirakan
kebutuhan sumber daya yang diperlukan untuk intervensi, mengetahui sasaran yang paling
tepat dan mengevaluasi keberhasilan program.
3. Iodisasi garam, merupakan kegiatan fortifikasi garam dengan Kalium Iodat
(KOI3). Tujuan kegiatan ini agar semua garam yodium yang dikonsumsi masyarakat
mengandung yodium minimal 30 ppm.

Berdasarkan Permenkes No. 63 Th. 2010 tentang pedoman penanggulangan


GAKI, diantaranya:
a. Menyiapkan kebijakan tentang penangulanan GAKY mulai dari aspek
produksi, distribusi dan konsumsi garam beryodium;
b. Penyuluhan kepada masyarakat untuk mengkonsumsi garam beryodium;
c. Mendorong ketersediaan garam beryodium yang memenuhi persyaratan SNI
melalui produksi dan/atau peredaran sampai ke seluruh pelosok wilayah
kabupaten/kota;
d. Mendorong produsen garam untuk melakukan pengolahan garam beryodium;
e. Pembinaan terhadap petani garam, produsen, pedagang garam, serta industri
garam
f. Pengawasan terhadap petani garam, produsen, pedagang garam, serta industri
garam; dan pengawasan terhadap garam yang beredar di pasar

9. Analisis Capaian

Cakupan balita ditimbang :


Jumlah balita yang datang ditimbang di wilayah kerja puskesmas dalam kurun saktu 1 tahun x 100%
Jumlah sasaran balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun

Hasil:
Cakupan Balita Ditimbang = 2228 x 100% = 80, 66% (tidak memenuhi target)
2762

Cakupan ASI eksklusif :


Jumlah bayi 0-6 bulan ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas pada kurun waktu 1 tahun x 100%

Jumlah bayi umur 6 bulan yang ada di wilayah kerja puskesmas pada kurun waktu 1 tahun

Hasil:
Cakupan ASI eksklusif = 696 x100% = 94,69% (memenuhi target)
735

Anda mungkin juga menyukai