Anda di halaman 1dari 15

TRANSFUSI DARAH

Pembimbing :

dr. Moch. Ma’roef, Sp.OG

Oleh:

Sarah Saniyyah As’ad

202010401011025

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSU HAJI SURABAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020

1
BAB 1

PENDAHULUAN

Transfusi darah terbukti bermanfaat secara klinis di pengobatan anemia yang

membantu dengan meningkatkan oksigen pengiriman ke jaringan . Tren transfusi darah

adalah meningkat secara global, yang telah meningkat dari 85 juta unit transfusi pada tahun

2012 menjadi 112,5 juta sumbangan di 2016 . Menurut data global Organisasi Kesehatan

Dunia laporan sistem dasar (WHO-GDBS), 2016, total 255.178 produk darah dikeluarkan

dan ditransfusikan di Nepal, di antaranya 149.635 adalah darah lengkap dan 51.487 adalah

sel darah merah (RBCs) (Sapkota & Poudel, 2018).

Penggunaan darah untuk tranfusi hendaklah selalu dilakukan secara rasional dan

efisien yaitu dengan memberikan hanya komponen darah/derivate plasma yang dibutuhkan

saja. Pemikiran ini didasarkan bahwa darah terdiri dari bermacam-macam elemen selular

dan juga bermacam-macam protein plasma dengan fungsi yang berbeda-beda yang tentunya

dapat dipisahkan, juga biasanya pasien hanya memerlukan komponen tertentu saja sehingga

komponen komponen darah lainnya dapat diberikan pada pasien lain yang membutuhkan

(Setiati S, 2017).

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Transfusi darah adalah pemberian darah atau komponen darah dari satu individu

(donor) ke individu lainnya (resipien), dimana dapat menjadi penyelamat nyawa, tapi dapat

pula berbahaya dengan berbagai komplikasi yang dapat terjadi sehingga tranfusi darah

hendaklah dilakukan dengan indikasi yang jelas dan tepat sehingga tranfusi darah

hendaklah dilakukan dengan indikasi yang jelas dan tepat sehingga diperoleh manfaat yang

jauh lebih besar daripada risiko yang mungkin terjadi (Setiati S, 2017).

Indikasi

Transfusi darah dan komponennya (sel darah merah, trombosit, FFP,

cryoprecipitate) umumnya diberikan saat operasi untuk meningkatkan kapasitas

pengangkutan oksigen dan volume intravaskular. Indikasi transfusi darah yaitu perdarahan

akut hingga hemoglobin < 8 g/dL atau hematokrit <30 %, pada bedah mayor yang

kehilngan darah > 20 % volume total, pasien anemia akut dengan hematokrit <21 %, pasien

anemia kronis yang tidak dapat menoleransi kadar hemoglobin <7 g/dL.

American Society of Anesthesiologists menyatakan bahwa indikasi transfusi darah

sebagai berikut :

▪ Hb <6 g/dL dan hampir tidak pernah diindikasikan Hb >10 g/dL.

▪ Untuk nilai Hb Antara 6-10 g/dL, indikasi bergantung pada risiko komplikasi.

▪ Pemberian transfusi mempertimbangkan fisiologi tubuh.

▪ Jika memungkinkan, sebaiknya dilakukan transfusi darah autolog.

3
▪ Indikasi transfusi sel darah merah autolog lebih banyak karena risiko lebih rendah

(Gaol, et al, 2014)

Pada pasien kritis di ICU transfusi darah dipertimbangkan pada saat:

• Tingkat Hb ≤7 mg / dl dengan target 7-9 g / dl, kecuali jika ada morbiditas spesifik

atau faktor terkait penyakit akut yang memodifikasi pengambilan keputusan klinis.

• Selama fase resusitasi awal sepsis berat jika ada bukti pemberian oksigen yang

tidak memadai ke jaringan (saturasi oksigen vena sentral <70%, saturasi oksigen

vena campuran <65% atau konsentrasi laktat> 4 mmol / L), transfusi darah

dipertimbangkan. Mencapai target Hb 9-10 g / dl.

• Pada fase sepsis berat, pedomannya serupa dengan pasien kritis lainnya dengan

target Hb 7-9 g / dl.

• Transfusi darah tidak boleh digunakan untuk membantu penyapihan dari ventilasi

mekanis jika Hb> 7 g / dl (Yaddanapudi, 2014).

Terlepas dari keuntungannya dalam meningkatkan distribusi oksigen dan mencegah

peningkatan mortalitas pada pasien yang sakit kritis, keamanan dalam pemberian transfusi

darah merah perlu dievaluasi ulang. Hal ini karena pasien yang sakit kritis lebih berisiko

terhadap komplikasi imunosupresif dan mikroselular transfusi sel darah merah. Dengan

latar belakang ini, sebuah penelitian dilakukan untuk membandingkan transfusi liberal

(mempertahankan kadar hemoglobin 10 g / dL atau lebih) terhadap transfusi restriktif

(mempertahankan kadar hemoglobin lebih banyak antara 7-9 g / dL) pada pasien

normovolemik di ICU. Studi tersebut menyatakan bahwa strategi pembatasan seefektif atau

bahkan lebih unggul daripada strategi transfusi liberal (Madina, 2014).

4
Sebelum dilakukan transfuse, pasien (resipien) akan dicek golongan darah dan

rhesus terlebih dahulu untuk melihat apakah golongan darah dan rhesus pendonor dengan

resipien cocok atau tidak. Apabila golongan darah dan rhesus donor tidak cocok dengan

darah resipien maka dapat terjadi reaksi yang dapat membahayakan bagi resipien.

Golongan darah terdiri dari A, B, AB, dan O. Seseorang memiliki antibodi terhadap plasma

dari golongan darah yang lain. Seseorang dengan golongan darah A tidak dapat menerima

golongan darah B dan sebaliknya. Golongan darah O akan disertai antibodi terhadap A dan

B sedangkan golongan darah AB tidak akan menyebabkan timbulnya antibodi terhadap

golongan darah lain. Rhesus ada dua jenis yaitu rhesus positif dan rhesus negatif (Setiati,

2017).

Jenis Komponen Darah

1. Whole Blood

Deskripsi:

1 unit kantong whole blood mengandung:

 450 ml darah donor

 63 ml larutan pengawet antikoagulan

 Hb 12 g/ml

 HCT 35-45%

 Tidak terdapat faktor koagulasi labil (f. V & VIII)

Indikasi :

– Perdarahan akut dengan hipovolemia

5
– Transfusi Tukar (Exchange transfusion)

– Pengganti darah merah endap (packed red cell) saat memerlukan transfusi sel

darah merah

Kontraindikasi :

– Resiko overload cairan misalnya pada anemia kronik & gagal jantung

Resiko Infeksi :

– Tidak steril

– Dapat menularkan infeksi pada eritrosit atau plasma yang tidak terdeteksi

pemeriksaan rutin (HIV-1 dan HIV-2, hepatitis B dan C, virus hepatitis lain,

syphilis, malaria, TORCH dan Chagas disease)).

Penyimpanan :

– Suhu +2° hingga +6°C, dapat terjadi perubahan komposisi akibat metabolisme sel

darah merah

– Maksimal penyimpanan WB di Bank Darah 3 minggu – Harus segera

ditransfusikan 30 menit setelah keluar dari tempat penyimpanan

Perhatian :

– Golongan darah harus sesuai (ABO dan RhD compatible)

– Dilarang memasukkan obat-obatan ke dalam kantong darah

– Waktu transfusi maksimal 4 jam

2. Darah endap ( Packed Red Cell)

Deskripsi :

– Volume 150-250 ml eritrosit dengan jumlah plasma yang minimal

6
– Hb ± 20 g/100 dl ( ≥ 45 g/unit)

– Hct 55-75%

Indikasi :

– Pengganti sel darah merah pada anemia

– Anemia karena perdarahan akut (setelah resusitasi cairan kristaloid atau koloid)

Perhatian :

– Resiko infeksi dan cara penyimpanan sama dengan Whole Blood

– Pemberian sama dengan Whole Blood

– Penambahan infus cairan NS 50-100 ml dengan infus set-Y memperbaiki aliran

transfusi

– Waktu transfusi maksimal 4 jam kecuali pasien dengan Congestive Heart Failure,

AKI (Acute Kidney Injury dan Chronic Kidney Disease)

3. Sel Darah Merah Cuci (Washed Erythrocyte)

Deskripsi :

– Volume 260 ml ; Hct 0,57 L/L; leukosit < 1x108 ; plasma < 0,2 ml

Indikasi

– Transfusi masif pada neonatus sampai usia < 1 tahun

– Transfusi intrauterin

– Penderita dengan anti-IgA atau defisiensi IgA dengan riwayat alergi transfusi

berat – Riwayat reaksi transfusi berat yang tidak membaik dengan pemberian

premedikasi

Kontraindikasi:

7
– Defisiensi IgA yang belum pernah mendapat transfusi komponen darah (eritrosit,

plasma, trombosit)

– Defisiensi IgA yang tidak pernah mengalami reaksi alergi terhadap komponen

darah sebelumnya

– Belum diketahui mempunyai antibodi anti-IgA

– Tidak pernah mengalami reaksi transfusi berat terhadap eritrosit

4. Trombocyte Concentrates (TC)

Deskripsi :

– Setiap 50-60 ml plasma yang dipisahkan dari Whole Blood mengandung :

 Trombosit minimal 55 x 109

 Eritrosit < 1,2 x 109

 Leukosit < 0,12 x 109

Indikasi :

– Perdarahan akibat trombositopenia atau gangguan fungsi trombosit

– Pencegahan perdarahan karena trombositopenia (gangguan sumsum tulang)

kurang dari 10.000 /micro liter

– Profilaksis perdarahan pada pre operatif dengan trombosit kurang atau sama

dengan 50.000 /microliter, kecuali operasi trepanasi dan cardiovaskuler kurang atau

sama dengan 100.000 micro liter

Kontraindikasi :

 ITP tanpa perdarahan

 TTP tanpa perdarahan

8
 DIC yang tidak diterapi

 Trombositopenia terkait sepsis, hingga terapi definitif dimulai atau pada

hipersplenisme

Dosis :

1 unit TC/ 10 kgBB

– Pada dewasa 60-70 kg, 1 unit platelet (dari 4-6 donor) mengandung 240 x 10 9

trombosit → meningkatkan tormbosit 20- 40 x 109 /L

–Peningkatan trombosit kurang efektif bila terdapat kondisi-kondisi seperti

splenomegali, DIC dan sepsis

Komplikasi :

– FNHTR (febrile non haemolytic) dan reaksi alergi urtikaria jarang terjadi

5. Fresh Frozen Plasma (FFP)

Deskripsi :

– Plasma dipisahkan dari satu kantong Whole Blood (maksimal 6 jam) dibekukan

pada 25°C atau lebih

– Terdiri dari faktor pembekuan stabil, albumin dan imunoglobulin; F VIII minimal

70% dari kadar plasma segar normal

– Volume 60-180 ml

Indikasi :

– Defisiensi faktor koagulasi (penyakit hati, overdosis antikoagulan-warfarin,

kehilangan faktor koagulasi pada penerima transfusi dalam jumlah besar)

– DIC

– TTP

9
Dosis : awal 10 -15 ml/kgBB

Perhatian :

– Reaksi alergi akut dapat terjadi dengan pemberian cepat

– Jarang terjadi reaksi anafilatik berat

– Hipovolemia bukan suatu indikasi

– ABO kompatibel untuk menghindari resiko hemolisis

– Diberikan segera setelah thawing dengan alat transfusi darah standar

– Faktor koagulasi labil, cepat terdegradasi, berikan maksimal 30 menit setelah

thawing

Penyimpanan :

– Pada -25°C atau lebih bertahan hingga 1 tahun

– Sebelum digunakan harus di thawing dalam air 30-37°C di bank darah, suhu yang

lebih tinggi akan merusak faktor pembekuan dan protein

– Sekali thawing harus disimpan pada suhu +2°C hingga +6°C

6. Cryoprecipitate

Deskripsi :

– Presepitasi dari FFP saat thawing 4°C dan dicampur 10-20 ml plasma

– Berisi setengah F VIII dan fibrinogen darah utuh ( F VIII 80-100 iu/kantong;

fibrinogen 150-300 mg/kantong)

Indikasi :

– Alternatif terapi F VIII konsentrat pada defisiensi :

• Faktor von Willebrand (von Willebrand’s disease)

10
• Faktor VIII (hemofilia A)

• Faktor XIII

– Sumber fibrinogen pada gangguan koagulopati dapatan misalnya DIC

Perhatian :

– Berikan segera setelah thawing, dengan set transfusi darah standar, maksimal 30

menit setelah thawing (pencairan) (WHO, 2011)

Komplikasi Transfusi Darah

Komplikasi terkait transfusi dapat dikategorikan menjadi komplikasi akut

dan lanjut, dapat dikategorikan lagi secara lebih terperinci yaitu komplikasi

infeksius dan non-infeksius. Komplikasi akut dapat terjadi dalam hitungan menit

sampai 24 jam, sedangkan komplikasi tertunda dapat terjadi dalam hitungan hari,

bulanan, hingga beberapa tahun setelahnya. Komplikasi infeksi yang disebabkan

karena transfusi sudah jarang terjadi seiring perkembangan proses screening darah.

Beberapa contoh komplikasi transfusi yang terjadi antara lain:

A. Komplikasi non-infeksius

1. Reaksi transfusi akut

 Reaksi hemolitik akut

Reaksi hemolitik akut sangat jarang terjadi yang timbul karena

transfusi yang tidak cocok. Prosesnya disebabkan oleh adanya proses

penghancuran sel darah merah yang dihancurkan oleh sel imun

resipien dalam kurun waktu 24 jam setelah transfusi diberikan.

Reaksi antibody terhadap antigen tersebut terbentuk oleh proses

11
imunisasi dari transfuse sebelumnya atau riwayat kehamilan.

Hemolisis dapat terjadi pada intravaskular maupun ekstravaskular.

Kejadian pada ektravaskular paling umum ditemukan, dimana

eritrosit donor diselimuti oleh immunoglobulin G (IgG) atau

komplemen lain dalam hepar dan lien. Gejala yang dapat timbul

antara lain demam, mual muntah, kaku, hipotensi, dyspnea, anemia,

dan disseminaterd intravascular coagulation. Bila terjadi reaksi

hemolitik segera hentikan transfusi dan berikan oksigen yang dekuat.

 Reaksi alergi

Reaksi alergi umum terjadi dan gejalanya ringan. Kebanyakan

disebabkan oleh adanya protein asing pada darah donor dan

dimediasi

oleh IgE. Gejala yang dapat timbul diantaranya pruritus, urtikaria,

dengan atau tanpa diserta demam. Bila reaksi alergi terjadi segera

hentikan transfusi dan berikan antihistamin atau steroid.

 Transfusion-related acute lung injury

Transfusion-related acute lung injury (TRALI) merupakan reaksi

yang disebabkan oleh interaksi antara antibodi darah donor dengan

neutrophil, monosit, atau sel endotel paru resipien. Tanda dan gejala

yang timbul seperti demam, dyspnea, hipoksia berat yang muncul

pada 1-2 jam pertama sampai 6 jam setelah transfusi. Keadaan

tersebut terjadi Karena adanya peran antibodi sitoplasmik

antineutrofil (anti-HLA) mengaktivasi sistem imun resipien,

12
kemudian sitokin-sitokin inflamasi dilepaskan dan terjadi

peningkatan permeabilitas kapiler di paru sehingga terjadi edema

paru. Neutrophil yang teraktivasi di paru-paru akan mensekresi

enzim proteolitik sehingga terjadi kerusakan jaringan paru. TRALI

juga dapat didefinisikan sebagai edema paru nonkardiogenik. Bila

terjadi TRALI segera hentikan pemberian transfusi dan berikan

terapi suportif. Walaupun TRALI dapat menyebabkan mortalitas,

pasien akan pulih kembali dalam waktu 96 jam.

 Febrile nonhemolytic transfusion reactions

Febrile nonhemolytic transfusion reactions (FNHTR) didefinisikan

sebagai peningkatan suhu 1°C diatas 37°C dalam waktu 24 jam

paska transfusi, dapat disertai dengan kekakuan, kedinginan, dan

perasaan tidak nyaman pada pasien. Gejalanya muncul beberapa jam

setelah transfusi. FNHTR sangat umum terjadi dan tidak mengancam

nyawa. Leukoreduksi atau filtrasi leukosit pada darah donor sebelum

ditransfusikan ke pasien dapat mengurangi kejadian FNHTR. Ada 2

mekanisme yang mendasari terjadinya FNHTR, yaitu reaksi mediasi

antibodi dan pelepasan sitokin inflamasi seperti IL-1; IL-6; IL-8; dan

TNF.

2. Komplikasi lanjut

Transfusion-associated graft-versus-host disease merupakan

peristiwa dimana sel limfosit donor mengalami proliferasi di dalam

tubuh resipien yang kemudian merusak jaringan dan organ resipien.

13
Kejadiannya cenderung dialami oleh pasien dengan defisiensi imun.

Gejala yang dialami dapat meliputi kemerahan pada kulit, demam,

diare, disfungsi hepar, dan pansitopenia yang terjadi 1-6 jam setelah

transfusi.

B. Komplikasi infeksius

Komponen darah donor dapat terkontaminasi oleh bakteri maupun

virus. Kontaminasi bakteri cukup jarang terjadi, tetapi bila pasien

terinfeksi bakteri melalui produk darah akan menimbulkan sepsis

dengan angka mortalitas yang tinggi. Hal ini dapat terjadi ketika

proses pungsi vena maupun disebabkan oleh bakterremia pada donor

tanpa menunjukkan gejala. Gejala infeksi bakterti yang terjadi segera

atau selama transfusi diantaranya demam, eritema, dan kolaps

kardiovaskular (Setiati, 2017; WHO, 2011).

14
DAFTAR PUSTAKA

Gaol HL, Tanto C, Pryambodho, 2014. Kapita Selekta Kedokteran: Transfusi Darah.

Jakarta, Indonesia: Media Aesculapius.

Yaddanapudi S, Yaddanapudi LN, 2014. Indications For Blood And Blood Product

Transfusion. Indian J Anaesth, 58(5): 538-542.

Madina UU, Abdullah M, 2014. Blood Transfusion Strategy in Gastrointestinal Tract

Bleeding : Liberal or Restrictive. Department of Internal Medicine Faculty of

Medicine University of Indonesia, Volume 15, Number 3.

WHO, 2011, Clinical Transfusion Practice, Guidelines for Medical Interns

Setiati S, Alwi I, Sudoyo A, 2017, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Internal Publishing,

Ed. IV.

Sapkota A, Poudel S, Sedhain A, 2018. Blood Transfusion Practice among Healthcare

Personnel in Nepal: An Observational Study, Journal of Blood Transfusion.

15

Anda mungkin juga menyukai