Anda di halaman 1dari 22

RESPONSI

HAEMORRHAGE POST PARTUM

(ATONIA UTERI)

Pembimbing:

dr. Moch. Ma’roef, Sp. OG

Disusun oleh:

Nadya Mega Intantri

Ruri Wahyu Lestanto

Sarah Saniyyah As’ad

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSU HAJI SURABAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


2020

2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas

responsi dengan judul “Haemorrhage Post Partum”. Penyusunan tugas ini

merupakan salah satu tugas yang kami laksanakan selama mengikuti kepaniteraan

di SMF Obstetri dan Ginekologi RSU Haji Surabaya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Moch. Ma’roef, Sp.OG

selaku dokter pembimbing yang telah meluangkan waktunya sehingga kami dapat

menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih jauh dari

kesempurnaan. Dalam kesempatan ini kami mengharapkan kritik dan saran yang

dapat membangun demi kesempurnaan responsi ini. Semoga responsi ini dapat

bermanfaat bagi rekan dokter muda khususnya pembaca.

Akhir kata, kami berharap semoga responsi ini dapat memberikan manfaat

pada pembaca.

Surabaya, Agustus 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………...ii

KATA PENGANTAR…………………………………………………………...iii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………..iv

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………..v

DAFTAR TABEL….………………………………………………………….…vi

BAB I Pendahuluan….……………………………………….……………..……

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi .................................................................................................3

2.2 Klasifikasi…………..............................................................................3

2.3 Epidemiologi..........................................................................................3

2.4 Etiologi……. .........................................................................................4

2.5 Manifestasi Klinis................................................................................14

2.6 Diagnosis…... ......................................................................................14

2.7 Penatalaksanaan ..................................................................................15

2.8 Pencegahan……..................................................................................28

BAB III Tinjauan Kasus…………………………………………….………....31

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...39

iii
DAFTAR GAMBAR

2.1 Grafik penyebab kematian ibu…………………………...……………...……4

2.2 Faktor risiko perdarahan pasca-salin…………………………………..……...5

2.3 Frekuensi paritas, berat bayi lahir, jarak kehamilan dan riwayat

Perdarahan postpartum pada ibu…………………..……….……………..

…...6

2.4 Kompresi Bimanual Interna…………………..……….……………..

……....20

2.5 Kompresi Bimanual Eksterna…………………..……….……………..

….....20

2.6 Tampon balon hanscoen, Tampon SOS Bakri…………………..

……….......22

2.7 B-lynch suturing…………………..……….……………..….........................23

2.8 Algoritma penatalaksaan perdarahan postpartum……………………………

24

2.9 Memeriksa kelengkapan plasenta…………………..……….

……………….29

iv
DAFTAR TABEL

2.1 Manifestasi klinis perdarahan

postpartum…………………………………...14

2.2 Manajemen perdarahan postpartum dengan

uterotonika…………………….18

v
BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan postpartum (HPP) merupakan penyebab kematian maternal yang

penting meliputi hampir 1/4 dari seluruh kematian maternal di seluruh dunia. Selain

itu, HPP merupakan bentuk perdarahan obstetri yang paling sering dan sebagai

penyebab utama morbiditas serta mortalitas maternal. Perdarahan obstetri

merupakan penyebab kematian utama maternal baik di negara berkembang

maupun negara maju.3

Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di negara berkembang

angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%. Dari angka tersebut, diperoleh

sebaran etiologi antara lain: atonia uteri (50-60%), sisa plasenta (23-24%),

retensio plasenta (16-17%), laserasi jalan lahir (4-5%), kelainan darah (0,5–-0,8

%).1

Perdarahan post partum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari

500 mL setelah persalinan vaginal atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan

abdominal. Perdarahan dalam jumlah ini dalam waktu kurang dari 24 jam disebut

sebagai perdarahan post partum primer, dan apabila perdarahan ini terjadi lebih

dari 24 jam disebut sebagai perdarahan postpartum sekunder.2

Tindakan pada perdarahan postpartum mempunyai dua tujuan, yaitu

mengganti darah yang hilang dan menghentikan perdarahan. Pada umumnya

vi
kedua tindakan dilakukan bersama-sama, tetapi apabila keadaan tidak

mengijinkan maka penggantian darah yang hilang yang diutamakan.2

Atonia uteri adalah penyebab terbanyak perdarahan postpartum, keadaan

darurat obstetrik. Pada atonia uteri didapatkan keadaan lemahnya tonus/kontraksi

rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari

tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. 9 Apabila keadaan ini

tidak ditatalaksana dengan baik dan benar, hal ini akan menyebabkan terjadinya

syok hemorrhagic yang bila tidak segera tertangani dengan baik dapat

menyebabkan kematian pada ibu.

vii
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perdarahan Post Partum

Perdarahan postpartum atau perdarah pasca-salin (PPS) secara umum

didefinisikan sebagai kehilangan darah dari saluran genitalia >500 ml setelah

melahirkan pervaginam atau >1000 ml setelah melahirkan secara seksio

sesarea. Perdarahan postpartum dapat bersifat minor (500-1000 ml) atau pun

mayor (>1000 ml). Perdarahan mayor dapat dibagi menjadi sedang (1000-

2000 ml) atau berat (>2000 ml).2

Perdarahan postpartum dibagi dalam Perdarahan postpartum dini atau

primer bila perdarahan terjadi dalam 24 jam pertama. Perdarahan postpartum

lambat atau sekunder bila perdarahan terjadi setelah 24 jam pertama 2

Penyebab dari PPS adalah 4T yang merupakan singkatan dari Tone,

Trauma, Tissue dan Thrombin. Tone merupakan masalah pada 70% kasus

PPS, yaitu diakibatkan oleh atonia dari uterus. Sedangkan, 20% kasus PPS

viii
disebabkan oleh trauma. Trauma dapat disebabkan oleh laserasi serviks,

vagina dan perineum, perluasan laserasi pada SC, ruptur atau inversi uteri dan

trauma non traktus genitalia, seperti ruptur subkapsular hepar. Sementara itu,

10% kasus lainnya dapat disebabkan oleh faktor tissue yaitu seperti retensi

produk konsepsi, plasenta (kotiledon) selaput atau bekuan, dan plasenta

abnormal. Faktor penyebab dari thrombin diantaranya abnormalitas

koagulasi yang sangat jarang terjadi yaitu sekitar <1% kasus.3

Gambar 2.1 Faktor risiko perdarahan pasca-salin3

Tabel 2.1 Kelas Syok Hemorrhagic

ix
2.2 Atonia Uteri

2.2.1 Definisi

Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang

menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat

implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.2

2.2.2 Etiologi

Faktor presdiposisinya adalah sebagai berikut :

 Regangan rahim berlebihan karena kehamilan gemeli,

polihidramnion, atau anak terlalu besar.

 Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep

 Kehamilan grande-multipara

 Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita

penyakit menahun

 Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim

 Infeksi intrauterin (korioamnionitis)

 Ada riwayat pernah atonia sebelumnya

2.2.3 Patofisiologi

Kontraksi miometrium yang secara mekanis menekan pembuluh darah

yang menyuplai alas plasenta menjadi mekanisme utama hemostasis uterus

x
setelah melahirkan janin, dan plasenta disimpulkan. Proses ini dilengkapi

dengan faktor hemostatik desidual lokal seperti faktor jaringan tipe-1

aktivator aktivator plasminogen serta oleh faktor koagulasi sistemik seperti

trombosit, faktor pembekuan yang bersirkulasi.

2.2.4 Diagnosis

Diagnosis dibuat selama pemeriksaan fisik segera setelah

kesimpulan dari persalinan pervaginam atau sesar. Palpasi langsung pada

persalinan sesar (biasanya setelah penutupan insisi uterus) atau pemeriksaan

tidak langsung pada pemeriksaan bimanual setelah persalinan pervaginam

menunjukkan uterus yang berawa, lunak, dan luar biasa membesar, biasanya

disertai perdarahan yang terjadi bersamaan dari os serviks (lebih sulit

menghargai saat melahirkan sesar). Pengecualian cepat dari produk

kehamilan yang tertahan atau laserasi kebidanan dengan cepat menyingkirkan

etiologi tambahan yang terjadi bersamaan. Kemungkinan koagulopati

dipertimbangkan dan dikejar jika diindikasikan secara klinis. Pemeriksaan

fisik yang disarankan di atas mungkin melibatkan pencitraan USG kebidanan.

2.2.5 Penatalaksanaan

Jika atonia uteri terjadi, penyedia layanan kesehatan harus siap untuk

penanganan medis awal yang diarahkan pada penggunaan obat-obatan untuk

meningkatkan tonus dan memicu kontraksi uterus. Memijat rahim juga

efektif, seperti memastikan rongga kosong. Dukungan ibu dengan cairan

intravena (IV) dimulai melalui kateter intravena ukuran u8. Pendekatan tim

dimulai dengan pemanggilan personel yang dibutuhkan melalui sistem

xi
peringatan bawaan standar. Pengobatan yang digunakan untuk perdarahan

postpartum akibat atonia uterus meliputi:

 Oksitosin (Pitocin) dapat diberikan secara IV 10 sampai 40 unit per 1000

ml atau 10 unit secara intramuskuler (IM). Infus cepat yang tidak

diencerkan dapat menyebabkan hipotensi.

 Methylergonovine (Methergine) diberikan IM 0,2 mg. Diberikan setiap 2

sampai 4 jam. Sebaiknya dihindari pada penderita hipertensi.

 15-methyl-PGF2-alpha (Hemabate) diberikan IM 0,25 mg. Diberikan

setiap 15 sampai 90 menit untuk maksimal 8 dosis. Harus dihindari pada

penderita asma. Dapat menyebabkan diare, demam, atau takikardia. Itu

mahal.

 Misoprostol (Cytotec): 800 sampai 1000 mg ditempatkan secara rektal.

Dapat menyebabkan demam ringan. Ini memiliki tindakan yang tertunda.

 Dinoprostone (Prostin E2) 20 mg supositoria vagina atau rektal dapat

diberikan setiap 2 jam.9

Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan pasien.

Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, sampai syok berat

hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada

keadaan kliniknya. (1)

 Lakukan pemijatan uterus.

 Pastikan plasenta lahir lengkap.

 Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/ Ringer

Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit IM.

xii
 Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam 1000 ml larutanNaCl 0,9%/Ringer

Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti.

Catatan :

 Jangan berikan lebih dari 3 liter larutan intravena yang mengandung

oksitosin.

 Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi berat/tidak

terkontrol, penderita sakit jantung dan penyakit pembuluh darah tepi.

 Bila tidak tersedia oksitosin atau bila perdarahan tidak berhenti,

berikanergometrin 0,2 mg IM atau IV (lambat), dapat diikuti pemberian

0,2 mg IM setelah 15 menit, danpemberian 0,2 mg IM/IV (lambat) setiap 4

jam bila diperlukan. JANGAN BERIKAN LEBIH DARI 5 DOSIS (1 mg)

 Jika perdarahan berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus selama

1 menit, dapat diulang setelah 30 menit).

 Lakukan pasang kondom kateter atau kompresi bimanual internal selama 5

menit.

 Siapkan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder sebagai

antisipasi bila perdarahan tidak berhenti.(1)(4)

Gambar 2.2 Kompresi bimanual interna dan kompresi bimanual eksterna

xiii
Perawatan Bedah

Jika pengobatan gagal dengan perdarahan yang berlebih, maka

manajemen bedah dilakukan.

 Teknik Tamponade

Balutan uterus dengan kain kasa (dengan balutan vagina untuk

memastikan retensinya, dengan demikian balutan uterovaginal) dengan

pemasangan kateter Foley untuk memungkinkan drainase kandung kemih.

Pengepakan rahim harus ketat dan seragam, dan dapat dicapai dengan cepat

dan efisien dengan pita kasa yang digulung.

 Balon bakri (dengan balutan vagina untuk memastikan retensinya) dengan

pemasangan kateter Foley untuk memfasilitasi drainase kandung kemih.

Teknik Manajemen Bedah

 Kuretase uterus untuk produk yang ditahan

 Ligasi arteri uterina (O 'Leary), dengan opsi untuk memperluas ligasi arteri

ke pembuluh tubo-ovarium.

 Jahitan kompresi seperti B-Lynch biasanya disediakan untuk skenario

klinis di mana kompresi bimanual uterus menyebabkan henti perdarahan.

 Ligasi arteri hipogastrik (dilakukan oleh Gyn / Onc)

 Histerektomi9

2.2.6 Pencegahan

Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan:

1. Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang

bersalin karena hal ini dapat menurunkan insidens perdarahan pascapersalinan

akibat atonia uteri.

xiv
2. Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600 ug) segera setelah bayi

lahir.(3)

2.2.7 Prognosis

Wanita dengan perdarahan postpartum sebelumnya memiliki risiko

hingga 15% kambuh pada kehamilan berikutnya. Risiko kekambuhan

tergantung, sebagian, pada penyebab yang mendasari dan asosiasi seperti

obesitas kelas 3 mungkin memiliki risiko kekambuhan yang lebih tinggi.9

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. A

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 30 tahun

1.2 Anamnesis

a. Keluhan utama : Perdarahan jalan lahir 2 jam post partum

b. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan rujukan dari bidan dengan perdarahan. Melahirkan

anak pertama. Pada saat persalinan tgl 18-08-2020 2 jam yll, dilakukan

manual plasenta karena plasenta lahir lengkap, tidak ada laserasi jalan

lahir. Selama post partum, pasien mengalami perdarahan semakin

banyak, disertai darah merah dan hitam bergumpal-gumpal. Nyeri perut

(-) demam (-) Mual (+), muntah (-) pusing(+).

c. Riwayat penyakit terdahulu

xv
HT (-) , DM (-), Asma (-), alergi (-), penyakit jantung (-)

d. Riwayat penyakit dalam keluarga

HT (-) , DM (-), Asma (-), alergi (-), penyakit jantung (-)

e. Riwayat Penyakit Sosial

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, merokok (-), sering minum jamu-

jamuan (-), makan minum baik

f. Riwayat Haid

-Menarche : 12 th

-Lama : 5 hari

-Siklus : teratur 30 hari teratur

-Dismenorhea : kadang-kadang, hari 1

-HPHT : lupa

g. Riwayat Perkawinan

- Menikah 1 kali

- Lama menikah 1 tahun

h. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Hamil ini

i. Riwayat ANC : Kontrol ke Puskesmas 3x

j. Riwayat KB : (-)

3.4 Pemeriksaan Fisik

A. Pemeriksaan Umum

a. Kesadaran : Compos Mentis

b. Keadaan umum : cukup

c. TB : 143 cm

xvi
d. BB : 49 kg

e. BMI : 23,9 kg/m2 (normal )

f. Vital Sign

- TD : 70/40 mmHg

- Nadi : 110 x/menit

- RR : 25 x/menit

- Suhu Axilla : 36,5 °C

B. Status Generalis

a. Kepala : A/I/C/D +/-/-/-, Tonsil hiperemi (-),Faring hiperemi (-),

Lidah kotor (-)

b. Leher : nyeri tekan (-), hiperemi (-), Pembesaran KGB (-), JVP

dbn.

c. Thorax

I : Bentuk normal, simetris, iktus kordis tidak tampak, pergerakan

dinding dada simetris.

P : ekspansi simetris, iktus di MCL S ICS V tidak kuat angkat

P : Sonor/sonor, batas jantung N, peranjakan naik 1-2 ICS

A : Ves/Ves, Ronkhi (-), Wheezing (-), S1 S2 tunggal, murmur (-),

gallop (-)

d. Abdomen :

I = distended, linea nigra (+), striae gravidarum (+), bekas operasi (-)

P = nyeri tekan (-), uterus lembek (+)

P = redup

A = BU (+) N

xvii
e. Ekstremitas :

Akral dingin basah.

Edema ekstremitas (-), CRT > 2 detik, ikterik (-), Spoon nail (-), Ulkus

(-), eritema palmaris (-),

f. Status ginekologi:

- Vulva/vagina: fluxus (+)banyak fluor (-)

- Portio: terbuka, perdarahan (+)

- Corpus uteri: AF~ membesar, TFU : 2 jari dibawah pusat, konsistensi

lunak

- Adnexa d/s : massa (-) nyeri (-)

- CD: dbn

3.5 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium:

Hb 6.8 gr%

3.6 Diagnosis

Syok Hemoorhagic class III et causa atonia uteri

3.7 Planning

 Planning Diagnosis

-Golongan darah dan rhesus

-Faal Hemostasi : PT, APTT

 Planning Terapi

-Airway  Bebaskan jalan nafas

-Breathing  O2 4 lpm dengan nasal canul

xviii
- Circulation  RL 1500 ml dalam 20 menit dan transfusi whole blood

1000 ml

Terapi Non medikamentosa : posisikan pasien dengan sikap Trendelenburg

dan kosongkan kandung kemih dengan menggunakan kateter folley,

masase uterus, rangsang putting.

Terapi Medikamentosa :

-Oksitosin 40 IU dalam 1000 ml RL 60 tpm bias dilanjutkan dengan 20 IU

dalam 1000 ml RL 40 tpm.

-Misoprostol 800µg per rectal

-Ergometrin 0,2 mg IM

-Asam traneksamat 1 gram IV bolus selama 1 menit

- Lakukan kompresi bimanual eksterna dan interna

-Lakukan kompresi aorta abdominalis

-Pasang kondom kateter

-Bila tidak berhasil rujuk ke dokter Sp. OG untuk dilakukan ligase arteri

uterine atau arteri ovarika, operasi B lynch, ataupun histerektomi.

 Planning Monitoring

-Keadaan umum

-TTV

-Perdarahan

-Kontraksi Rahim

-Produksi urin

xix
 Planning Edukasi

o Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai kondisi pasien

o Menjelaskan tentang pemeriksaan yang dilakukan kepada pasien

o Menjelaskan tentang terapi yang dilakukan kepada pasien

o Menjelaskan tentang prognosis dan komplikasi yg mungkin terjadi

DAFTAR PUSTAKA

1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2016. Perdarahan Pasca

Salin. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. POGI-HKFM, 2016.

2. Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Perdarahan Postpartum. Jakarta: PT Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 523-529.

3. Network SMaNC. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guideline.

Primary postpartum haemorrhage. Queensland: Queensland Government;

2012.

4. Ditjen Kesehatan Masyarakat. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015.

Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2016. Hal. 118-119.

5. Rifdiani, Izfa. Pengaruh Paritas, BBL, Jarak Kehamila, dan Riwayat

Perdarahan Terhadap Kejadian Perdarahan Postpartum. Jurnal Berkala

Epidemiologi, Vol. 4 No. 3 September 2016: 396-407.

6. Prendiville WJ, et al. Review : Active versus expectant management in the

third stage of labour. The Cochrane Library, Issue 2. Oxford, UK: Update

Software, 2002.

xx
7. Schuurmans N, et al. SOGC Clinical Practice Guidline. Prevention and

Management of Postpartum Hemorrhage. J Soc Obstet Gynaecol Can

2000;22(4):271-81.

8. Abdul Bari Saifuddin, dkk. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan

Maternal dan Neonatal Ed. 1. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, 2002.

3.7 Gill P, Patel A, Hook J, Uterine Atony, Stat pearl publishing, Update 10

july 2020, diakses pada tanggal 22 Agustus 2020

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK493238/

xxi

Anda mungkin juga menyukai