Anda di halaman 1dari 6

METODOLOGI PENGUJIAN AUDIT

A. Penaksiran Resiko Pengendalian dan Pengujian Pengendalian

1. Pengertian Penaksiran Risiko Pengendalian

Penaksiran resiko pengendalian adalah proses evaluasi efektifitas desain dan operasi pengendalian
intern entitas dalam rangka pencegahan atau pendeteksian salah saji material dalam laporan
keuangan.

2. Pengujian Pengendalian

Pengujian Pengendalian adalah prosedur audit yang dilaksanakan untuk menentukan efektifitas
desain dan/atau operasi pengendalian intern.

a. Pengujian Pengendalian Bersamaan (Concurrent Tests of Controls)

Pengujian pengendalian bersamaan dilaksanakan oleh auditor bersamaan waktunya dengan usha
pemerolehan pemahaman atas pengendalian intern. Pengujian ini dilakukan oleh auditor, baik
dalam strategi pendekatan terutama substantif maupun dalam pendekatan risiko pengendalian
rendah.

b. Pengujian Pengendalian Tambahan atau Pengujian Pengendalian yang Direncanakan

Pengujian pengendalian dilakukan oleh auditor dalam pekerjaan lapangan. Pengujian pengendalian
ini dapat memberikan bukti tentang penerapan semestinya kebijakan dan prosedur pengendalian
secara konsisten sepanjang tahun yang diaudit.

c. Jenis Pengujian Pengendalian

Jenis pengujian pengendalian yang dapat dipilih auditor dalam pelaksanaan pengujian pengendalian
adalah: (1) Permintaan keterangan, (2) Pengamatan, (3) Inspeksi, (4) Pelaksanaan kembali.

d. Waktu Pelaksanaan Pengujian Pengendalian

Waktu pelaksanaan pengujian pengendalian berkaitan dengan kapan prosedur tersebut


dilaksanakan dan bagian periode akuntansi dimana prosedur tersebut berhubungan. Pengujian
pengendalian tambahan dilaksanakan dalam pekerjaan intern, yang dapat dalam jangka waktu
beberapa bulan sebelum akhir tahun yang diaudit.

e. Lingkup Pengujian Pengendalian

Semakin luas lingkup pengujian pengendalian yang dilakukan oleh auditor, akan dapat dikumpulkan
bukti lebih banyak mengenai efektifitas pengendalian intern. Semakin banyak orang yang dimintai
keterangan tentang pengendalian intern atas asersi tertentu, semakin banyak bukti yang dapat
dikumpulkan oleh auditor untuk menilai efektifitas pengendalian intern atas asersi tersebut.

f. Program Audit untuk Pengujian Pengendalian

Keputusan yang diambil oleh auditor berkaitan dengan jenis, lingkup, dan saat pengujian
pengendalian harus didokumentasikan dalam suatu program audit dan kertas kerja yang
bersangkutan.

g. Kerja Sama Dengan Auditor Intern Dalam Pengujian Pengendalian


Bilamana auditor independen melakukan audit atas laporan keuangan entitas yang memiliki fungsi
audit intern, auditor independen dapat (1) melakukan koordinasi pekerjaan auditnya dengan auditor
intern, dan/atau (2) menggunakan auditor intern untuk menyediakan bantuan langsung dalam audit.

h. Pengujian dengan tujuan ganda (dual-purpose tests)

Jenis pengujian semacam ini diebut dengan istilah “pengujian dengan tujuan ganda”. Bilamana jenis
pengujian ini dilaksanakan, auditor harus mendesain pengujiannya sedemikian rupa sehingga ia
dapat mengumpulkan bukti tentang efektifitas pengendalian intern sekaligus mendapatkan bukti
tentang kekeliruan moneter dalam akun.

B. Penentuan Resiko Deteksi dan Perancangan Pengujian Substansif

1. Penentuan Resiko Deteksi

a. Pengertian Resiko Deteksi

Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak akan dapat mendeteksi salah saji material yang ada
dalam suatu asersi. Dalam tahap-tahap audit atas laporan keuangan, penentuan risiko deteksi
terletak pada tahap auditor mendesain pengujian substantif.

b. Penetapan Resiko Deteksi Untuk Pengujian Substantif Yang Berbeda Atas Asersi Yang Sama

Resiko deteksi menyangkut risiko bahwa semua pengujian substantif yang digunakan untuk
mendapatkan bukti tentang suatu asersi, secara kolektif akan gagal dalam mendeteksi salah saji
material.

c. Merevisi Rencana Resiko Deteksi

Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima akhir (setelah direvisi) ditetapkan untuk setiap asersi
dengan cara yang sama seperti rencana risiko deteksi, kecuali bahwa penetapannya didasarkan pada
risiko pengendalian sesungguhnya atau akhir bukan pada rencana tingkat risiko pengendalian untuk
asersi yang bersangkutan.

2. Perancangan Pengujian Subtansif

a. Evaluasi terhadap Tingkat Pengujian Substantif yang Direncanakan

Setelah memperoleh pemahaman atas pengendalian intern yang relevan dengan pelaporan
keuangan dan setelah menaksir risiko pengendalian untuk suatu asersi laporan keuangan, auditor
harus membandingkan tingkat risiko pengendalian sesungguhnya atau final dengan tingkat risiko
pengendalian yang direncanakan untuk suatu asersi tersebut. Apabila tingkat risiko pengendalian
akhir sama dengan tingkat risiko pengendalian awal, auditor bisa melangkah ketahap perancangan
pengujian substantif spesifik berdasarkan rencana tingkat pengujian substantif yang telah ditetapkan
sebagai komponen keempat dari strategi audit awal.

b. Desain pengujian substantif

Menurut standar pekerjaan lapangan ketiga, auditor harus mengumpulkan bukti audit kompeten
yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.

c. Perancangan Pengujian Substantif


Untuk mendapatkan dasar yang masuk akal dalam memberi pendapat atas laporan keuangan
kliennya, auditor harus memperoleh bukti kompeten yang cukup seperti disyaratkan oleh standar
pekerjaan lapangan ketiga dalam standar auditing. Perencanaan pengujian substantif meliputi
penentuan (1) sifat, (2) saat, dan (3) luas pengujian yang diperlukan untuk memenuhi tingkat risiko
yang dapat diterima untuk setiap asersi.

d. Ringkasan Hubungan Antara Komponen Risiko Audit Dengan Sifat, Saat, Dan Luasnya Pengujian
Substantif

Perancangan pengujian substatif meliputi penentuan sifat, saat, dan luasnya pengujian substantif
untuk setiap asersi laporan keuangan yang signifikan. Auditor menghubungkan asersi-asersi, tujuan,
khusus audit,dan pengujian substantif dalam mengembangkan program audit tertulis untuk
pengujian substantif.

e. Sifat Pengujian Substantif

Sifat pengujian substanif mencakup jenis dan efektifitas prosedur audit yang dilakukan oleh auditor.

f. Pengembangan program audit untuk pengujian substantif

Laporan keuangan berisi lima golongan asersi : (1) keberadaan atau keterjadian, (2) kelengkapan, (3)
hak dan kewajiban, (4) penilaian atau alokasi, (5) penyajian dan pengungkapan.

g. Rerangka Umum Pengembangan Program Audit untuk Pengujian Substantif

Dalam pengembangan program audit untuk pengujian substantif, rerangka umum yang dapat
dipakai sebagai acuan disajikan sebagai berikut: (1) Tentukan prosedur audit awal, (2) Tentukan
prosedur analitik yang perlu dilaksanakan, (3) Tentukan pengujian terhadap transaksi rinci, (4)
Tenukan pengujian terhadap akun rinci.

h. Program Audit dalam Perikatan Pertama

Dalam perikatan pertama, penentuan pengujian substantif rinci dalam program audit umumnya
belum dapat diselesaikan oleh auditor sampai dengan saat auditor menyelesaikan studi dan evaluasi
terhadap pengendalian intern dan setelah tingkat risiko deteksi yang dapat diterima telah ditetapkan
untuk setiap asersi signifikan.

i. Program audit dalam Perikatan Berulang

Dalam perikatan audit berulang, auditor dapat melakukan akses ke program audit yang digunakan
dalam audit tahun yang lalu dan kertas kerja yang dihasilkan dari program audit tersebut.

C. Sampling Pada Pengujian Pengendalian

1. Metode Sampling Statistik

Metode sampling statistik yang lazim digunakan pada pengujian pengendalian adalah sampling
atribut, yaitu metode sampling yang meneliti sifat non angka dari data, karena pada pengujian
pengendalian fokus perhatian auditor adalah pada jejak-jejak pengendalian yang terdapat pada
data/dokumen yang diuji, seperti paraf, tanda tangan, nomor urut pracetak, bentuk formulir, dan
sebagainya, yang juga bersifat non angka, seperti unsur-unsur yang menjadi perhatian pada
sampling atribut.
Sampling atribut bertujuan untuk membuat estimasi (perkiraan) mengenai keadaan populasi.
Namun demikian, dalam audit kadang-kadang pengujian pengendalian tidak dimaksudkan untuk
memperkirakan keadaan populasi, melainkan misalnya untuk mengetahui apakah ada hal tertentu
yang perlu mendapat perhatian pada populasi yang diteliti, atau menetapkan akan
menerima/menolak populasi yang diteliti. Untuk tujuan pertama biasanya digunakan sampling
penemuan (discovery sampling), sedangkan untuk tujuan kedua biasanya digunakan sampling
penerimaan (acceptance sampling). Berikut disajikan uraian mengenai ketiga metode sampling
tersebut, yaitu sampling atribut, sampling penemuan, dan sampling penerimaan.

a. Sampling Atribut

Sampling atribut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu “menggunakan rumus statistik” dan
“menggunakan tabel”. Yang dipelajari pada modul ini adalah metode sampling atribut yang
menggunakan tabel. Dalam metode ini, penentuan unit sampel serta evaluasi hasil samplingnya
ditetapkan dengan menggunakan tabel.

Tahapan dan proses pelaksanaan Sampling Atribut yang menggunakan table dilaksanakan sebagai
berikut:

1) Menyusun Rencana Audit

2) Menetapkan Jumlah/Unit Sampel

3) Memilih Sampel

4) Menguji Sampel

5) Mengestimasi Keadaan Populasi

6) Membuat Simpulan Hasil Audit

b. Sampling Penemuan (Discovery/ Exploratory Sampling)

Sampling Penemuan adalah teknik sampling yang bertujuan untuk menemukan suatu kejadian serius
atau penyimpangan yang perlu mendapat perhatian dalampopulasi yang diuji. Sampling penemuan
hendaknya diterapkan untuk menguji ketaatan terhadap ketentuan yang tidak ada toleransi atas
satu penyimpangan pun.

c. Sampling Penerimaan (Acceptance Sampling)

Sampling Penerimaan adalah teknik sampling yang bertujuan untuk menentukan sikap, menerima
(accept) atau menolak (reject) populasi.

2. Metode Sampling Non Statistik

Pada sampling non statistik, unit sampel dan evaluasi hasil samplingnya dilakukan berdasarkan
judgement, tanpa menggunakan formula/rumus yang baku. Pemilihan sampelnya boleh dilakukan
secara acak dan non acak. Contohnya:

a. Menyusun Rencana Audit

Yang paling utama ditetapkan pada tahap ini adalah:

• Tujuan audit, misalnya menilai ketaatan pengadaan barang dan jasa terhadap pagu anggaran
• Toleransi penyimpangan (TDR), sebagai bahan pertimbangan untuk membuat simpulan hasil
audit, misalnya ditetapkan TDR = 2%.

1. Menetapkan Unit Sampel

Unit sampel (n) ditetapkan berdasarkan judgement, tanpa menggunakan rumus atau formula
tertentu, misalnya: n = 30 unit.

b. Memilih Sampel

Pemilihan sampel boleh acak boleh pula tidak acak. Cara pemilihan sampel dilakukan sebagaimana
diuraikan pada bab sebelumnya.

c. Menguji Sampel dan Mengestimasi Keadaan Populasi

Pengujian sampel bertujuan untuk mengetahui keadaan sampel, misalnya dari sampel sebanyak 30
diatas ditemukan ada satu kegiatan pengadaan yang melebihi pagu anggaran. Tingkat penyimpangan
dalam sampel (sampling deviation rate/SDR) adalah 1/30 = 3,3%. Kondisi ini dianggap sama dengan
populasi.

d. Membuat Simpulan Hasil Audit

Simpulan dibuat berdasarkan perbandingan SDR dan TDR. Dalam hal ini SDR > TDR, berarti
pengendalian pagu anggaran pengadaan lemah

D. Sampling Pada Pengujian Substansif

1. Metode Sampling Statistik

Tujuan pengujian substantif adalah menilai dapat dipercaya/ tidaknya informasi kuantitatif yang
disajikan manajemen. Informasi dianggap layak dipercaya apabila tidak mengandung kesalahan yang
berarti (material). Informasi kuantitatif adalah informasi yang disajikan dalam angka-angka. Metode
sampling statistik yang lazim dan cocok digunakan pada pengujian substantif adalah sampling
variabel, yaitu metode sampling yang meneliti sifat angka (variable) dari data.

Ada beberapa model sampling variabel yang umum dikenal, namun metode sampling yang umum
digunakan adalah sampling variabel sederhana, atau biasa disebut mean per unit estimation (MPU)
dan sampling satuan mata uang (monetary unit sampling atau probability proportional to size
sampling). Salah satu keunggulan

a. Sampling Variabel Sederhana

Perencanaan Audit

Pada tahap perencanaan ditetapkan antar lain: “tujuan audit dan populasi yang akan diuji”, “tingkat
keandalan sampel”, dan “toleransi salah saji”.

1) Tujuan audit dan populasi yang akan diuji.

Tujuan audit adalah menguji kelayakan informasi kuantitatif, misalnya meneliti kelayakan informasi
pengeluaran kas tahun anggaran 2007. Sejalan dengan tujuan audit, populasi yang akan diuji adalah
bukti pengeluaran kas selama periode yang diaudit.

2) Tingkat keandalan dan risiko sampling


Tingkat keandalan (confidence level) adalah perkiraan derajat/ persentase populasi yang terwakili
oleh sampel. Ingat tingkat keandalan berbanding terbalik dengan risiko sampling. Risiko keliru
menolak (incorrect rejection) berarti keliru menolak populasi yang seharusnya diterima.

b. Sampling Satuan Mata Uang

Sampling Satuan Mata Uang (SMU) atau probability-proportional-to-size sampling (PPS) banyak
digunakan pada pengujian substantif, khususnya untuk populasi yang bersifat sangat heterogen.
Pada sampling satuan mata uang, yang dianggap sebagai populasi adalah nilai uang (kuantitatif) dari
data.

2. Metode Sampling Non Statistik

Sampling non statistik tidak terikat dengan formula khusus dan baku. Semua tahap dilakukan
berdasarkan judgement, sehingga sangat tidak konsisten. Untuk menghindari inkonsistensi tersebut,
para praktisi mengembangkan sampling non statistik dengan menambahkan unsur matematis dalam
analisisnya. Model ini kemudian dikenal dengan “sampling non statistik formal”.

Salah satu model sampling non statistik formal adalah sebagai berikut:

1. Unit sampelnya ditetapkan dengan rumus: n = (NB x FK)/TS

2. Hasil samplingnya berupa proyeksi salah saji: PS = (NB/NS) x SS

3. Simpulan auditnya didasarkan pada perbandingan TS dan PS,

Dimana:

NB = Nilai Buku Populasi

SS = Salah Saji yang ditemukan dalam sampel

FK = Faktor Keandalan, ditetapkan dengan memperhatikan risiko salah saji (risiko melekat dan risiko
pengendalian) dan keyakinan terhadap keandalan prosedur audit lainnya,

Anda mungkin juga menyukai