EKOLOGI PANGAN
Gizi Buruk
Oleh :
JURUSAN BIOLOGI
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah “Ekologi Pangan”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Ekologi Pangan. Selanjutnya
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Margaretha Solang,
M.S.i selaku dosen pembimbing mata kuliah Ekologi Pangan dan kepada segenap pihak yang
telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar isi
Bab I Pendahuluan
a. Latar Belakang………………………………………………………………...4
b. Rumusan Masalah……………………………………………………………..4
c. Tujuan…………………………………………………………………………4
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Anak
Balita rentan untuk menjadi gizi buruk karena balita merupakan anak yang dalam masa
tumbuh kembang. Gizi buruk menyebabkan 10,9 Juta kematian anak balita didunia setiap
tahun. Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena
berbagai disfungsi yang dialami. Ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah
kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemi (kadar gula dalam darah dibawah
kadar normal), dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani tapi
tidak di follow up dengan baik yang mengakibatkan anak tidak dapat mengejar
ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap
pertumbuhan maupun perkembangannya.
Kejadian gizi buruk pada 2 tahun pertama kehidupan dapat menyebabkan kerusakan
organ otak tidak dapat diperbaiki, balita gagal tumbuh (BBLR, kecil, pendek, kurus),
hambatan perkembangan kogntif, menurunkan produktivitas pada usia dewasa, balita gizi
buruk memiliki sistem daya tahan tubuh yang lemah sehingga mereka sering sakit (lebih
sering menderita penyakit yang parah) dan kemungkinan meninggal dunia.
Gangguan tumbuh kembang anak akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya yang
sulit diperbaiki. Anak yang menderita kurang gizi berat mempunyai rata-rata IQ 11 poin
lebih rendah dibandingkan rata-rata IQ anak yang tidak kurang gizi. Kenyataan ini tentu
berdampak pada kualitas Sumber daya Manusia (SDM) suatu bangsa. Penyebab timbulnya
masalah gizi adalah multifaktor. Oleh karena itu penanganannya tidak dapat dilakukan
dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja, tapi harus melibatkan berbagai
sektor terkait, karena masalah gizi tidak hanya masalah ahli gizi saja tetapi juga masalah
lintas sektor. Faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita salah satunya adalah sanitasi
lingkungan yang merupakan faktor tidak langsung, tetapi ada juga faktor lain yang
mempengaruhi status gizi. Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan
terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, kecacingan dan infeksi saluran
pernafasan.
Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat gizi akan terganggu yang
menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi.
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Gizi
Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia. Gizi
buruk tidak hanya meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian tetapi juga
menurunkan produktifitas, menghambat pertumbuhan sel-sel otak yang mengakibatkan
kebodohan dan keterbelakangan. Berbagai Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan
makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat – zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ – organ serta
menghasilkan energi. Akibat kekurangan gizi, maka simpanan zat gizi pada tubuh digunakan
untuk memenuhi kebutuhan apabila keadaan ini berlangsung lama maka simpanan zat gizi
akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan. Pada saat ini orang bisa dikatakan
malnutrisi. KEP seseorang yang gizi buruk disebakan oleh rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari – hari. Pada umumnya penderita KEP berasal dari keluarga
yang berpenghasilan rendah, tanda – tanda klinis gizi buruk dapat menjadi indicator yang
sangat penting untuk mengetahui seseorang menderita gizi buruk.
Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak factor. Data komposisi zat gizi
bahan makanan yang berhubungan dengan berbagai proses pengolahan belum cukup tersedia,
pemeriksaan zat gizi spesifik bertujuan untuk menilai status gizi. Zat gizi yang terdapat pada
Angka Kecukupan Gizi ( AKG ) hanyalah gizi yang penting yaitu energi, protein, vit A, C, B
12, Tiamin, Riboflavin, Niasin, Asam Folat, Kalsium, Fosfor, Zat Besi, Zink, dan Yodium.
Ada beberapa penyakit yang berhubungan dengan gizi yaitu penyakit gizi
lebih (obesitas), gizi buruk ( malnutrisi ), metabolic bawaan, keracunan makanan, dan lain –
lain. Gangguan gizi buruk menggambarkan suatu keadaan pathologis yang terjadi akibat
ketidaksesuaian/tidak terpenuhinya antara zat gizi yang masuk kedalam tubuh dengan
kebutuhan tubuh akan zat gizi dalam jangka waktu yang relatif lama. Ilmu gizi adalah suatu
cabang ilmu pengetahuan yang khusus mempelajari hubungan antara makanan yang kita
makan dan kesehatan tubuh. Hubungan antara makanan dan kesehatan tubuh sudah diketahui
sejak berabad – abad yang lampau.. Penyakit – penyakit yang timbul akibat makanan kurang
baik seperti makanan yang tidak cukup gizinya atau kadar zat gizinya tak seimbang disebut
penyakit gangguan gizi yang pertama kali dikenal adalah penyakit skorbut/sariawan
Kesehatan yang baik tidak terjadi karena ada perubahan yang berupa kekurangan zat
makanan tertentu ( defisiensi ) atau berlebih. Kekurangan umumnya mencakup protein,
karbohidrat, vitamin, dan mineral. Sedangkan kelebihan umumnya mencakup konsumsi
lemak, protein, dan gula. Untuk mencapai kondisi anak perlu/cukup gizi harus
memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan serta melakukan kegiatan yang baik seperti
olah raga, dan lain – lain. Konsumsi yang kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan
memberikan kondisi kesehatan gizi kurang/defisiensi. Keadaan kesehatan gizi masyarakat
tergantung pada tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Penyakit
gizi di Indonesia terutama tergolong ke dalam kelompok penyakit defisiensi yang sering
dihubungkan dengan infeksi yang bisa berhubungan dengan gangguan gizi. Defisiensi gizi
merupakan awal dari gangguan system imun yang menghambat reaksi imunologis. Gangguan
gizi dan infeksi sering saling bekerja sama akan memberikan prognosis yang lebih buruk.
Ada berbagai zat gizi yang sangat mempengaruhi kondisi kesehatan manusia. Masalah
kesehatan gizi dapat timbul dalam bentuk penyakit dengan tingkat yang tinggi.
WHO menyebutkan bahwa banyak faktor dapat menyebabkan gizi buruk, yang sebagian
besar berhubungan dengan pola makan yang buruk, infeksi berat dan berulang terutama pada
populasi yang kurang mampu. Diet yang tidak memadai, dan penyakit infeksi terkait erat
dengan standar umum hidup, kondisi lingkungan, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
dasar seperti makanan, perumahan dan perawatan kesehatan (WHO, 2012). Banyak faktor
yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk, diantaranya adalah status sosial ekonomi,
ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk anak, dan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) .
d.Pendidikan ibu
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah diberikan pengertian
mengenai suatu informasi dan semakin mudah untuk mengimplementasikan
pengetahuannya dalam perilaku khususnya dalam hal kesehatan dan gizi Pendidikan ibu
yang relatif rendah akan berkaitan dengan sikap dan tindakan ibu dalam menangani
masalah kurang gizi pada anak balitanya
f.Sanitasi
Sanitasi lingkungan termasuk faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi. Gizi
buruk dan infeksi kedua – duanya bermula dari kemiskinan dan lingkungan yang tidak
sehat dengan sanitasi buruk Upaya penurunan angka kejadian penyakit bayi dan balita
dapat diusahakan dengan menciptakan sanitasi lingkungan yang sehat, yang pada
akhirnya akan memperbaiki status gizinya
g.Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan keluarga merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi
balita (Mulyana DW, 2013). Keluarga dengan status ekonomi menengah kebawah,
memungkinkan konsumsi pangan dan gizi terutama pada balita rendah dan hal ini
mempengaruhi status gizi pada anak balita Balita yang mempunyai orang tua dengan
tingkat pendapatan kurang memiliki risiko 4 kali lebih besar menderita status gizi kurang
dibanding dengan balita yang memiliki orang tua dengan tingkat pendapatan cukup
h.Ketersedian Pangan
Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan penyebab tidak langsung terjadinya status
gizi kurang atau buruk. Masalah gizi yang muncul sering berkaitan dengan masalah
kekurangan pangan, salah satunya timbul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat
rumahtangga, yaitu kemampuan rumahtangga memperoleh makanan untuk semua
anggotanya
j.Sosial Budaya
Budaya mempengaruhi seseorang dalam menentukan apa yang akan dimakan,
bagaimana pengolahan, persiapan, dan penyajiannya serta untuk siapa dan dalam kondisi
bagaimana pangan tersebut dikonsumsi. Sehingga hal tersebut dapat menimbulkan
masalah gizi buruk
D. Klasifikasi Gizi Buruk
Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Marasmus
Marasmus terjadi disebabkan asupan kalori yang tidak cukup. Marasmus sering sekali
terjadi pada bayi di bawah 12 bulan. Pada kasus marasmus, anak terlihat kurus kering
sehingga wajah seperti orangtua, kulit keriput, cengeng dan rewel meskipun setelah
makan, perut cekung, rambut tipis, jarang dan kusam, tulang iga tampak jelas dan pantat
kendur dan keriput (baggy pant).
b.Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh
asupan karbohidrat yang normal atau tinggi namun asupan protein yang inadekuat.
Beberapa tanda khusus dari kwashiorkor adalah: rambut berubah menjadi warna
kemerahan atau abu-abu, menipis dan mudah rontok, apabila rambut keriting menjadi
lurus, kulit tampak pucat dan biasanya disertai anemia, terjadi dispigmentasi dikarenakan
habisnya cadangan energi atau protein. Pada kulit yang terdapat dispigmentasi akan
tampak pucat, Sering terjadi dermatitis (radang pada kulit), terjadi pembengkakan,
terutama pada kaki dan tungkai bawah sehingga balita terlihat gemuk. Pembengkakan
yang terjadi disebabkan oleh akumulasi cairan yang berlebihan. Balita memiliki selera
yang berubah-ubah dan mudah terkena gangguan pencernaan
c.Marasmus-Kwashiorkor
Memperlihatkan gejala campuran antara marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-
hari tidak cukup mengandung protein dan energi untuk pertumbuhan normal. Pada
penderita berat badan dibawah 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda
kwashiorkor seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit serta kelainan biokimia
d. Vitamin
Vitamin adalah senyawa organik yang terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit di
dalam makanan dan sangat penting peranannya dalam reaksi metabolisme. Menurut
Sunita Almatsier (2009: 151) vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan
dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh
karena itu, harus didatangkan dari makanan. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur
pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik di
dalam tubuh. Karena vitamin adalah zat organik maka vitamin dapat rusak karena
penyimpanan dan pengolahan. Fungsi utama vitamin adalah mengatur proses
metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Menurut sifatnya vitamin digolongkan
menjadi dua, yaitu vitamin larut dalam lemak vitamin A, D, E, dan K, dan vitamin yang
larut dalam air yaitu vitamin B dan C. Menurut Djoko Pekik (2006: 16) vitamin
digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu:
1) Vitamin larut dalam air
Vitamin yang termasuk kelompok larut dalam air adalah vitamin B dan vitamin C,
jenis vitamin ini tidak dapat disimpan dalam tubuh,kelebihan vitamin ini akan
dibuang lewat urine, sehingga definisi vitamin B dan vitamin C lebih mudah terjadi.
2) Vitamin larut dalam lemak
Vitamin yang termasuk dalam kelompok ini adalah vitamin A, D, E dan K. Jenis
vitamin ini dapat disimpan dalam tubuh dengan jumlah cukup besar, terutama dalam
hati.
Sedangkan menurut Rizqie Auliana (2001: 20) vitamin dapat diklasifikasikan ke
dalam dua golongan besar, yaitu:
a) Vitamin larut lemak
Kelompok vitamin larut lemak adalah A, D, E, K. Kelompok vitamin ini bersifat larut
lemak dan minyak, tetapi tidak larut air. Vitamin larut lemak biasanya dapat
tersimpan efektif dalam sel-sel tubuh.
b) Vitamin larut air
Vitamin yang termasuk dalam kelompok ini adalah vitamin B dan C. Vitamin ini
bersifat larut air, tetapi tidak larut lemak. Vitamin larut air yang di dalam tubuh
biasanya relatif sedikit. Jika terlalu banyak akan dikeluarkan melalui air seni. Dengan
demikian selalu dibutuhkan jumlah vitamin larut air yang cukup. Artinya kebutuhan
untuk setiap harinya harus dicukupi hari itu pula.
4) Seperti yang dijelaskan sebelumnya vitamin tidak dibuat sendiri oleh tubuh,
sehingga harus diperoleh dari makanan. Vitamin B dan C yang larut dalam air tidak
dapat disimpan dalam jumlah besar dalam tubuh, sehingga perlu pasokan teratur dari
makanan dan kelebihannya akan dibuang melalui air seni. Vitamin A, D, E, K larut
dalam lemak dan kelebihannya disimpan oleh tubuh, sehingga tidak perlu pasokan
setiap hari dari makanan. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa vitamin
adalah merupakan suatu senyawa organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah
yang sedikit. Namun, bila kebutuhan vitamin di dalam tubuh tidak terpenuhi akan
mengakibatkan terganggunya proses dalam tubuh sehingga tubuh mudah sakit.
Kekurangan vitamin di dalam tubuh disebut avitaminosis.
e. Mineral
Menurut Risqie Auliana (2001: 29) mineral merupakan senyawa organik yang
mempunyai peranan penting dalam tubuh. Unsur-unsur mineral adalah karbon (C),
hydrogen (H), oksigen (O), dan nitrogen (N), selain itu mineral juga mempunyai unsur
kimia lainnya, yaitu kalsium (Ca), Klorida (CO), besi (Fe), magnesium (Mg), fosfor (P),
kalium (K), natrium (Na), sulfur (S). Tubuh manusia tidak dapat mensintesa mineral,
sehingga harus memperoleh dari makanan. Mineral dibutuhkan tubuh dalam jumlah
sedikit. Mineral merupakan zat penting untuk kesehatan tubuh, karena semua jaringan
dan air di dalam tubuh mengandung mineral. Demikian mineral merupakan komponen
penting dari tulang, gigi, otot, jaringan, darah dan saraf. Mineral penting dalam
pemeliharaan dan pengendaliaan semua proses faal di dalam tubuh, mengeraskan tulang,
membantu kesehatan jantung, otak dan saraf. Mineral juga membantu keseimbangan air
dan keadaan darah agar jangan terlalu asam atau terlalu basa selain itu mineral juga
membantu dalam pembuatan anti bodi, yaitu sel-sel yang berfungsi membunuh kuman.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa mineral adalah merupakan senyawa
organik yang mempunyai peranan penting dalam tubuh. Mineral dibutuhkan tubuh
sebagai zat pembangun dan zat pelindung. Banyak terdapat dalam lauk pauk atau
sayuran, misalnya Fe (zat besi) terdapat dalam bayam, kangkung, dan katuk, telur dan
sayuran hijau lainnya.
f. Air
Air merupakan komponen terbesar dalam struktur tubuh manusia, kurang lebih 60-70 %
berat badan orang dewasa berupa air, sehingga air sangat diperlukan oleh tubuh. Air
berfungsi sebagai zat pembangun yang merupakan bagian dari jaringan tubuh dan sebagai
zat pengatur yang berperan sebagai pelarut hasil-hasil pencernaan. Dengan adanya air
pula sisa-sisa pencemaran dapat dikeluarkan dari tubuh, baik melalui paru-paru, kulit,
ginjal maupun usus. Air juga berfungsi sebagai pengatur panas tubuh dengan jalan
mengalirkan semua panas yang dihasilkan ke seluruh tubuh.
Menurut Djoko Pekik Irianto (2006: 21) sebagai komponen terbesar, air memiliki
manfaat yang sangat penting, yaitu:
1) Sebagai media transportasi zat-zat gizi, membuang sisa-sisa metabolisme, hormon ke
organ sasaran (target organ).
2) Mengatur temperatur tubuh terutama selama aktifitas fisik.
3) Mempertahankan keseimbangan volume darah.
air merupakan bagian utama tubuh, yaitu 55-66 % dari berat badan orang dewasa atau 70
% dari bagian tubuh tanpa lemak (lean body mass). Adapun fungsi air tersebut adalah
sebagai pelarut dan alat angkut , katalisator, pelumas, fasilitator pertumbuhan, pengatur
suhu dan peredam benturan.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa air merupakan bahan yang sangat
penting bagi kehidupan manusia dan fungsinya tidak dapat tergantikan oleh senyawa
lain. Fungsi air adalah pembentuk cairan tubuh, alat pengangkut unsur-unsur gizi,
pengatur panas tubuh dan pengangkut sisa oksidasi dari dalam tubuh.
Faktor yang diduga berhubungan dengan status gizi balita, antara lain asupan makanan dan
status Kesadaran Gizi Keluarga (KGK).
1. Asupan makanan (Energi)
2. Asupan makanan (Protein)
3. Asupan makanan (Energi dan Protein)
4. Status kesadaran gizi keluarga (KGK)
5. Status Gizi Balita (BB/TB)
6. Hubungan antara asupan makanan (Energi dan protein) dengan status gizi balita
7. Hubungan antara status kesadaran gizi keluarga (KGK) dengan status gizi balita
BAB III
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif. Pengolahan data
dilakukan dengan program microsoft office excell 2003. Tahapan-tahapan serta rumus
perhitungan yang digunakan untuk menghitung besarnya potensi ekonomi yang hilang
akibat gizi buruk adalah sebagai berikut :
Menghitung nilai ekonomi anak saat mulai bekerja,
Menghitung besarnya nilai ekonomi sampai anak masuk masa pensiun,
Menghitung besarnya potensi ekonomi anak saat berusia 0 tahun,
Menghitung besarnya potensi ekonomi yang hilang akibat gizi buruk.
Selain menghitung besarnya potensi eko- nomi yang hilang akibat gizi buruk,
penelitian ini juga menghitung besarnya biaya yang diper- lukan untuk penanggulan gizi
buruk. Untuk melakukan perhitungan ini digunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun
2003, IHK tahun 2004 dan IHK tahun 2006 dengan tahun dasar- nya adalah tahun 2002
(2002 = 100). Besarnya IHK untuk tahun 2003 yaitu 109.83, IHK tahun
BAB IV
Prevalensi Gizi Buruk di Indonesia Berdasarkan hasil Survai Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) yang dilakukan BPS tahun 2003 diketahui bahwa besarnya prevalensi gizi buruk
(Z-score < -3.00) dengan indikator berat badan menurut umur (BB/U) secara nasional
Keterangan : FV[r,t] = Nilai ekonomi anak pada saat anak mulai bekerja (usia 15
thn).
BL = Jumlah bayi yang lahir hidup di suatu wilayah di tahun tertentu.
Tabel 1. Prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang pada Balita Menurut Provinsi di
Indonesia Tahun 2003.
Cut off point pengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi buruk + gizi kurang menurut umur
(WHO, 1999)
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa prevalensi gizi buruk di Provinsi Riau dan
Sumatera Selatan termasuk sepuluh yang pa- ling tinggi di Indonesia. Hal ini menunjukkan
bahwa sebelumnya prevalensi gizi kurang di kedua provinsi tersebut tinggi dan kemungkin-
an penanganan gizi buruk di kedua provinsi tersebut belum berjalan dengan baik. Preva-
lensi gizi kurang di Provinsi Riau dan Sumatera Selatan pada tahun 1995 secara berturut-
turut adalah 21.84% dan 20.64% (SUSENAS, 1995
dalam Depkes, 2004). Soekirman (2006) me- nyatakan bahwa balita yang mengalami gizi
kurang merupakan kandidat gizi buruk dan peluangnya untuk menjadi gizi buruk akan
meningkat jika tidak dilakukan upaya pena- nganan. Salah satu cara penanganan hal ini
adalah dengan memantau pertambahan berat badan anak (terutama baduta) dengan kartu
menuju sehat (KMS) di posyandu.
Angka prevalensi gizi buruk pada balita di Indonesia yang umumnya tinggi ini
disebab- kan oleh beberapa hal yaitu tinginya prevalen- si balita gizi kurang, pola
pengasuhan anak yang buruk, balita tidak cukup mendapatkan makanan yang bergizi
seimbang, serta pela- yanan kesehatan yang lemah dan tidak memu- askan masyarakat
(Soekirman, 2006).
Estimasi Potensi Ekonomi yang Hilang Akibat Gizi Buruk pada Balita dengan Faktor
Koreksi Kehilangan Produktivitas 2 – 9%
Estimasi atau perkiraan besarnya poten- si ekonomi yang hilang akibat gizi buruk
pada balita menggunakan dasar perhitungan yang telah dirumuskan oleh Konig (1995),
dengan memperhitungkan faktor koreksi Horton. Pada rumus perhitungan Konig,
diasumsikan orang- orang yang pernah menderita gizi buruk saat balita produktivitasnya
saat dewasa dianggap 0, tetapi menurut Ross dan Horton (1998) dalam Horton (1999),
orang-orang yang mem- punyai riwayat KEP berat saat balita maka saat dewasa akan
kehilangan produktivitas sebesar 2 – 9%.
Besarnya rata-rata potensi ekonomi yang hilang akibat KEP pada balita di seluruh pro-
vinsi di Indonesia jika saat dewasa mengalami kehilangan produktivitas sebesar 2% adalah
Rp 124 milyar, sedangkan jika penurunan produk- tivitas saat dewasa besarnya 9%, maka
rata- rata potensi ekonomi yang hilang di seluruh provinsi di Indonesia adalah Rp 559
milyar.
Jadi dapat dikatakan bahwa rata-rata potensi ekonomi yang hilang akibat KEP pada balita
di seluruh provinsi di Indonesia yaitu Rp 124 milyar – Rp 559 milyar.
Provinsi yang mengalami kehilangan po- tensi ekonomi tertinggi adalah provinsi DKI
Jaya sedangkan yang terendah di provinsi Maluku Utara. Jika potensi ekonomi yang hi-
lang tersebut dilihat dalam persentase terha- dap PDRB provinsinya, maka yang paling
tinggi adalah di provinsi Gorontalo yaitu sebesar 0.81% dan 3.66% pada penurunan
produktivitas 9%, sedangkan yang terendah adalah provinsi Jambi yaitu 0.09% pada
penurunan produktivi- tas 2% dan 0.43% pada penurunan produktivitas 9%.
Besarnya potensi ekonomi yang hilang akibat KEP pada balita dengan penurunan
pro- duktivitas 2% secara nasional mencapai Rp 4 239 milyar. Jika nilai-nilai tersebut
diu- bah dalam persentase terhadap PDB Indonesia maka besarnya mencapai 0.27%. Pada
penu- runan produktivitas 9%, besarnya potensi eko- nomi yang hilang akibat KEP pada
balita secara nasional mencapai Rp 19 076 milyar atau 1.21% dari total PDB Indonesia.
Secara nasional, be- sarnya estimasi potensi ekonomi yang hilang akibat KEP pada balita
ini adalah antara Rp 4 239 milyar – Rp 19 076 milyar atau 0.27% - 1.21% dari total PDB
Indonesia.
Hasil perhitungan potensi ekonomi yang hilang akibat KEP pada balita di Indonesia
tahun 2003 berbeda dengan pendapat yang dinyatakan oleh Hadi (2005) yang menyatakan
bahwa bangsa Indonesia pada tahun 2003 kehilangan nilai ekonomi sebesar 22,6 triliun
rupiah atau 1,43% dari nilai GDP tahun 2003. Nilai ekonomi tersebut dihitung berdasarkan
biaya langsung maupun tidak langsung yang muncul dari 3 masalah gizi utama, yaitu KEP,
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), serta anemia pada orang dewasa dan anak-
anak. Menurut Hadi (2005), kontribusi masalah KEP terhadap hal ini yaitu sebesar Rp 5
triliun. Perbedaan ini karena pada perhitungan yang dilakukan belum memperhitungkan
besarnya biaya langsung yang diperlukan untuk meng- atasi permasalah KEP tersebut.
Besarnya nilai- nilai nominal dari potensi ekonomi yang hilang akibat KEP pada balita
secara lebih lengkap terdapat pada Tabel 2.
Baltusen (2004) menyebutkan bahwa be- sarnya biaya yang diperlukan untuk program
Pemberian Makanan Tambahan bagi anak-anak balita per orang per tahun adalah $ 3.99.
Nilai tukar dollar terhadap rupiah pada tahun 2004 rata-rata adalah Rp 8 939 (Asian
Development Bank, 2006) sehingga jika nilai ini dinyatakan dalam rupiah maka besarnya
unit cost per tahun pada tahun 2004 adalah Rp 35 667. Setelah dikonversi dengan
menggunakan IHK, maka diketahui bahwa unit cost per tahun pada tahun 2003 adalah Rp
33 521. Berdasar- kan nilai unit cost tersebut, maka diketahui bahwa rata-rata biaya yang
diperlukan untuk program PMT di setiap provinsi di Indonesia tahun 2003 sebesar Rp 1.62
milyar. Provinsi yang memerlukan biaya paling tinggi untuk hal ini adalah Provinsi Jawa
Barat yaitu sebesar Rp 6.25 milyar per tahun. Adapun provinsi yang memerlukan biaya
paling rendah adalah Provinsi Jambi yaitu sebesar Rp 0.23 milyar per tahun. Pendekatan
yang digunakan untuk mengetahui besarnya biaya PMT secara nasio- nal yaitu dengan
mengalikan nilai unit cost per tahun dengan jumlah balita yang mengalami gizi buruk
secara nasional. Berdasarkan pende- katan tersebut, diketahui bahwa secara nasi- onal
besarnya biaya yang diperlukan untuk ke- giatan PMT bagi anak/balita gizi buruk adalah
Rp 52.66 milyar per tahun. Jika pendekatan tersebut dilakukan pula untuk menghitung bia-
ya kegiatan PMT bagi anak/balita gizi kurang maka nilainya adalah Rp 121.61 milyar.
Nilai total biaya PMT untuk gizi buruk dan gizi ku- rang adalah Rp 174.27 milyar. Hal
tersebut menunjukkan bahwa nilai biaya-biaya yang dikeluarkan untuk program PMT baik
untuk gizi buruk, gizi kurang maupun gizi buruk dan gizi kurang jauh lebih kecil
dibandingkan dengan besarnya potensi ekonomi yang hilang akibat masalah ini. Rincian
data mengenai besarnya biaya PMT untuk anak/balita gizi buruk serta persentasenya
terhadap nilai potensi ekonomi yang hilang menurut provinsi tahun 2003 dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Perbandingan Biaya Program PMT terhadap Potensi Ekonomi yang Hilang
Akibat Gizi Buruk pada Balita menurut Provinsi Tahun 2003.
(4) = Perhitungan atas dasar harga konstan tahun 2000 dengan migas(penurunan = 9%) Angka
dalam kurung menunjukkan persentase antara total biaya PMT gizi buruk (2) dengan PDB yang
hilang akibat gizi buruk pada balita (3) dan (4).
Perbandingan atau rasio antara biaya PMT dengan potensi ekonomi (PDRB provinsi) yang
hilang akibat gizi buruk (KEP) pada balita dilakukan pada PDRB yang dihitung atas dasar
harga konstan tahun 2000 dengan migas. PDRB atas dasar harga konstan tidak dipengaruhi
oleh inflasi sehingga dapat menunjukkan per- tumbuhan ekonomi yang nyata dari penduduk
di suatu wilayah (Badan Pusat Statistik RI, 2005b). Tujuan dari perhitungan ini adalah untuk
membandingkan besarnya biaya penang- gulangan (melalui PMT) terhadap nilai potensi
ekonomi yang hilang jika tidak ada upaya penanggulangan sama sekali
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari serangkaian penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
Interaksi sel dibagi menjadi 3 macam, yaitu komunikasi tingkat langsung, pensinyalan
parakrin, pensinyalan sinaptik, dan pensinyalan endokrin/hormonal.
Metode komunikasi dibagi menjadi 3 macam, yaitu komunikasi langsung, komunikasi
lokal, dan komunikasi jarak jauh.
Proses komunikasi sel dibagi menjadi tiga tahap, yaitu penerimaan (reception),
transduksi dan respon.
Mesenjer kedua merupakan jalur persinyalan yang melibatkan molekul atau ion kecil
nonprotein yang terlarut-air. . Dua mesenjer kedua yang paling banyak digunakan
ialah AMP siklik dan Ion kalsium.
DAFTAR PUSTAKA