Pengertian Masalah Ketimpangan Ekologi atau Masalah Lingkungan Hidup
Dalam beberapa dekade terakhir masalah lingkungan telah menjadi global dalam hal keberadaan dan dampak serta sosial ekonomi kekuatan yang menghasilkannya. Setelah mencatat tumbuhnya kesadaran internasional tentang lingkungan masalah, entri ini membahas terlebih dahulu sifat masalah lingkungan dan jangkauan global, lalu bukti bahwa manusia ada yang semakin mendorong kendala ekologi global, selanjutnya politik-ekonomi global kekuatan yang menghasilkan dan memperburuk ekologi degradasi di seluruh dunia. Manusia menghadapi kondisi lingkungan yang buruk sepanjang sejarah, tapi apa yang kita pikir sebagai masalah lingkungan menjadi lebih umum dan jelas dengan industrialisasi dan urbanisasi. Contohnya di Amerika Serikat, dari polusi udara dan air pabrik dan kondisi kehidupan perkotaan yang padat menjadi masalah yang signifikan. Kekhawatiran atas udara dan polusi air dengan cepat menyebar ke berbagai kondisi lain - erosi tanah, kontaminasi pestisida, deforestasi, hewan menurun populasi dan spesies, dan seterusnya – melalui upaya ilmuwan lingkungan, aktivis, dan pembuat kebijakan. Kekhawatiran ini beragam secara bertahap bergabung menjadi lingkungan masalah (atau degradasi lingkungan). Permasalah lingkungan hidup menjadi besar karena kemajuan teknologi. Tetapi harus diingat bahwa teknologi bukan hanya saja dapat merusak lingkungan, melainkan juga diperlukan untuk mengatasi masalah lingkungan hidup. Pertumbuhan populasi manusia menyebabkan timbulnya permasalahan lingkungan, seperti: kerusakan hutan, pencemaran, erosi, dan lain-lain. Semua itu dikarenakan manusia selalu berinteraksi dengan makhluk hidup lainnya dan benda mati dalam lingkungan. Inilah dilakukan manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam upaya mempertahankan jenis dan keturunannya. Masalah lingkungan” ada di mana-mana tetapi konsepnya kabur, dan kami mulai dengan mengklarifikasi sifat masalah ini dan bagaimana mereka muncul dari penggunaan lingkungan oleh manusia oleh menggunakan beberapa konsep dasar dari ekologi. Ahli ekologi mencatat bahwa lingkungan menyediakan banyak "barang dan jasa" bagi manusia, tetapi kita dapat menyederhanakannya menjadi tiga fungsi umum yang dilakukannya untuk populasi manusia dan semua spesies. Pertama, lingkungan memberi kami sumber daya yang diperlukan untuk kehidupan, dari udara dan air bersih hingga makanan dan tempat tinggal, serta sumber daya alam yang digunakan ekonomi industri. Kedua, dalam proses konsumsi sumber daya manusia menghasilkan produk "limbah"; Lingkungan harus berfungsi sebagai "wastafel" atau "tempat penyimpanan limbah". untuk limbah ini, baik dengan menyerap atau mendaur ulangnya menjadi berguna atau setidaknya zat yang tidak berbahaya. Ketika produk limbah (misalnya, limbah kota atau pabrik emisi) melebihi kemampuan lingkungan untuk menyerapnya, hasilnya adalah air dan udara polusi. Jadi, fungsi ketiga dari lingkungan adalah menyediakan "ruang hidup" untuk populasi manusia. Jika kita terlalu sering menggunakan file diberi ruang hidup - dari kota ke keseluruhan Bumi - kepadatan dan / atau populasi berlebih hasil. Singkatnya, ketika manusia menggunakan lingkungan secara berlebihan kemampuan untuk memenuhi fungsi tunggal apa pun, “masalah” lingkungan dalam bentuk polusi, kekurangan sumber daya, dan kepadatan penduduk dan / atau kelebihan populasi adalah akibatnya. Tapi tidak hanya lingkungan yang harus melayani ketiga fungsi tersebut, tetapi ketika lingkungan tertentu digunakan untuk satu fungsi kemampuannya untuk memenuhi dua lainnya bisa terganggu. Pemenuhan kebutuhan manusia dapat terpenuhi karena adanya pemanfaatan yang terbentuk pengolahan lingkungan hidup. Melalui pengolahan lingkungan hidup, terjadi hubungan timbal balik antara lingkungan biofisik dengan lingkungan sosial. Ini berarti sudah berkaitan dengan konsep ekologi, terutama tentang konsep timbal balik antara lingkungan biofisik dengan lingkungan sosial. Dengan demikian apabila membicarakan lingkungan hidup, maka konsep ekologi akan selalu terkait, sehingga permasalahan lingkungan hidup adalah permasalah ekologi. Disorientasi ekologi merupakan cermin dari persoalan lingkungan secara keseluruhan. Kita kehilangan etika dalam segala kehidupan kehidupan karena selalu berjubahkan habitus lama dan berikatpinggangkan keangkuhan ekologi. Ekologi diposisikan sebagai pelengkap penderita karena kerap ditempatkan sebagai objek yang harus dieksploitasi dan dianggap sebagai karunia Tuhan yang tidak terbatas. Tanggung jawab moral manusia untuk memelihara dan merawat bumi sebagai satu-satunya planet ciptaan Tuhan untuk menjadi rumah umat manusia semakin kabur ketika kekerasan manusia memperlakukan sumber alam dengan semena-mena tanpa ada tanggung jawab. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat manusia berakar pada krisis etika atau moral. Robert P Borrong mengutip Nursid Sumaatmadja, bahwa pada umumnya lingkungan hidup di planet bumi dikategorikan dalam tiga kelompok dasar, yaitu lingkungan fisik, lingkungan biologis dan lingkungan sosial.3 Lingkungan fisik atau disebut juga lingkungan onorganik adalah segala sesuatu disekitar manusia yang berbentuk benda mati seperti batuan, tanah, mineral, udara, gas, air dan energi matahari. Lingkungan biologis atau disebut juga lingkungan organik adalah semua makhluk hidup disekitar manusia, yaitu semua binatang dari yang terbesar seperti gajah maupun yang terkecil seperti kuman dan semua tumbuh-tumbuhan. Dan lingkungan sosial adalah manusia lain disekitar kita seperti teman, tetangga dan orang lain yang belum kita kenal sekalipun. Lingkungan teknologi yang diciptakan manusia tidak kalah pula pentingnya dalam merusak lingkungan fisik. Bersama dengan lingkungan sosial dan lingkungan teknologi telah menyebabkan penderitaan lingkungan fisik dan biologis secara dasyat dan cepat. Namun kedasyatannya itu pula yang telah menyebabkan manusia sebagai bagian dari lingkungan fisik dan biologis yang terbatas, tidak berdaya terhadap lingkungan ciptaannya sendiri. Lingkungan hidup mencakup arti yang sangat luas, yang dapat diidentifikasi sebagai kondisi, situasi, benda, makhluk hidup, ruang, alat dan perilaku manusia yang mempengaruhi kehidupan, pertumbuhan dan kelangsungan seluruh isi planet bumi, termasuk manusia. 2. Jenis dan Besar Masalah Pangan Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia dan erat kaitannya dengan kehidupan suatu bangsa. Menurut Undangundang Nomor 18 tahun 2012, ketahananpangan merupakan kondisi terpenuhinya panganbagi negara sampai dengan perseorangan, yangtercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan (Sari,2016). Tanaman pangan memiliki beragam jenis antara lain adalah sebagai berikut: 1. Serealia Serealia adalah sekelompok tanaman yang ditanam untuk dipanen dan dimanfaatkan bijinya atau sebagai sumber karbohidrat. Sebagian besar serealia termasuk dalam anggota suku padi-padian yang biasa disebut sebagai serealia sejati. Tanaman serealia yang banyak dikonsumsi manusia antara lain, padi, jagung, gandum, gandum durum, jelai, haver, dan gandum hitam. 2. Biji-bijian Biji-bijian adalah segala tanaman penghasil biji-bijian yang didalamnya terkandung karbohidrat dan protein. Tanaman biji-bijian yang sering kita konsumsi antara lain seperti kedelai, kacang tanah dan kacang hijau. 3. Umbi-umbian Tanaman pangan selanjutnya berasal dari jenis umbi-umbian. Tanaman umbi-umbian adalah tanaman yang ditanam untuk dipanen umbinya karena di dalam umbi terdapat kandungan karbohidrat untuk sumber nutrisi bagi tubuh. Tanaman umbi-umbian yang biasa dimanfaatkan manusia antara lain seperti ubi kayu (singkong), ubi jalar (muntul), talas, wortel, kentang, ganyong dan sebagainya. 4. Jenis tanaman lainnya Selain ketiga jenis tanaman pangan yang telah disebutkan diatas. Tanaman pangan juga ternyata ada yang terdapat diluar ketiga jenis tersebut seperti sagu yang diambil batangnya dan sukun yang merupakan buah. Pangan lokal adalah pangan yang diproduksi dan dikembangkan sesuaidengan potensi dan sumberdaya wilayah dan budaya setempat. Oleh karenanya jenis, jumlah dan kualitas produk pangan lokal akan sangat tergantung pada kondisi spesifik yang ada pada wilayah tersebut. Kondisi ini bukan hanya pada kesesuaian lahan, sifat tanah, iklim dan aspek budidaya yang mempengaruhi, tetapi juga kondisi sosial,ekonomi dan budaya masyarakat wilayahtersebut. Beragam pangan lokal tersebar di wilayah Indonesia, misalnya jagung, garut, ganyong, gembili, gadung, uwi dan singkong (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI dalam Astriani et al, 2011). Bahan pangan pokok memegangperanan penting dalam aspek ekonomi,sosial, bahkan politik; namun sampaisaat ini pemerintah masih belummemiliki daftar komoditi bahan panganpokok (Bapok) yang konsisten. Sebagaicontoh, berdasarkan Surat KeputusanMenteri Perdagangan dan PerindustrianNo. 115/MPP/KEP/2/1998 tentang JenisBarang Kebutuhan Pokok Masyarakat(Depperindag, 1998), yang dimasukkansebagai barang kebutuhan pokokadalah beras, gula pasir, minyakgoreng, mentega, daging sapi, dagingayam, telur ayam, susu, jagung, minyaktanah, dan garam beryodium.Sedangkanberdasarkan Surat Keputusan MenteriKoordinator Bidang PerekonomianNo. Kep-28/M.EKON/05/2010 tentangTim Koordinasi Stabilisasi PanganPokok (Menko Perekonomian, 2010)yang termasuk Bapok adalahberas, gula, minyak goreng, terigu,kedelai, daging sapi, daging ayam,dan telur ayam. Hal tersebutmenimbulkan pertanyaan, khususnyamengenai ketidakkonsistenan dalampenentuan komoditi-komoditi Bapok;dan kemungkinan masuknya komoditi-komoditi lain sebagai bahanpangan pokok. Dalam UU No. 18 Tahun 2012 (Setneg, 2012), pangan didefinisikan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati, produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyimpanan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman. Rencana strategis Badan Ketahanan Pangan 2010-2014 (Kementerian Pertanian, 2010) mengelompokkan komoditas pangan penting ke dalam dua kelompok yaitu pangan nabati dan pangan hewani. Pangan nabati terdiri dari 10 komoditi yang terdiri dari beras, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar, sayuran, buah-buahan, minyak goreng dan gula putih. Sedangkan pangan hewani terdiri dari lima komoditi yang meliputi daging sapi dan kerbau, daging ayam, telur, susu, dan ikan. Badan Pusat Statistik (BPS, 2011) membagi bahan pangan ke dalam sembilan kelompok yang meliputi: 1. Padi-padian (beras, jagung, terigu) 2. Umbi-umbian (singkong, ubi jalar, kentang, sagu) 3. Pangan hewani (daging ruminansia, daging unggas, telur, susu, ikan) 4. Minyak dan lemak (minyak kelapa, minyak sawit) 5. Buah/biji berminyak (kelapa, kemiri) 6. Kacang-kacangan (kedelai, kacang tanah, kacang hijau) 7. Gula (gula pasir, gula merah) 8. Sayuran dan buah 9. Lain-lain (minuman, bumbu-bumbuan). 3. Permasalahan dalam Ketahanan Pangan Permasalahan secara umum mengenai ketahanan pangan adalah jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan penduduk yang positif. Dengan demikian permintaan pangan masih akan meningkat. Peningkatan permintaan pangan juga didorong oleh peningkatan pendapatan, kesadaran akan kesehatan dan pergeseran pola makan karena pengaruh globalisasi, serta ragam aktivitas masyarakat. Di sisi lain, ketersediaan sumber daya lahan semakin berkurang, karena tekanan penduduk serta persaingan pemanfaatan lahan antara sektor pangan dengan sektor non pangan. Secara spesifik, permasalahan sehubungan dengan ketahanan pangan adalah penyediaan, distribusi, dan konsumsi pangan. 1. Penyediaan Pangan Penyediaan pangan melalui peningkatan produksi pangan dalam negeri dihadapkan pada masalah pokok yaitu semakin terbatas dan menurunnya kapasitas produksi. Desakan peningkatan penduduk beserta aktivitas ekonominya menyebabkan: (1) terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian, (2) menurunnya kualitas dan kesuburan lahan akibat kerusakan lingkungan, (3) semakin terbatas dan tidak pastinya penyediaan air untuk produksi akibat kerusakan hutan, (4) rusaknya sekitar 30 persen prasarana pengairan, dan (5) persaingan pemanfaatan sumber daya air dengan sektor industri dan pemukiman (Nainggolan, 2006). Secara rinci faktor penyebab terbatas dan menurunnya kapasitas produksi dapat dikelompokkan dalam faktor teknis dan sosial ekonomi sebagai berikut: a. Faktor teknis: Berkurangnya lahan pertanian karena alih lahan pertanian ke non pertanian, yang diperkirakan laju peningkatannya 1%/tahun. Produktifitas pertanian yang relatif rendah dan tidak meningkat. Teknologi produksi yang belum efektif dan efisien. Infrastruktur pertanian (irigasi) yang tidak bertambah dan kemampuannya semakin menurun. Tingginya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen (10- 15%). Kegagalan produksi karena faktor iklim yang berdampak pada musim kering dan banjir. b. Faktor sosial-ekonomi: Penyediaan sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh pemerintah. Sulitnya mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam produksi pangan karena besarnya jumlah petani (21 juta rumah tangga tani) dengan lahan produksi yang semakin sempit dan terfragmentasi (laju 0,5 persen/ tahun). Tidak adanya jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari pemerintah kecuali beras. Tataniaga produk pangan yang belum pro petani termasuk kebijakan tarif impor yang melindungi kepentingan petani. Terbatasnya devisa untuk impor pangan. 2. Distribusi Pangan Distribusi pangan adalah kegiatan menyalurkan bahan pangan dari point of production (petani produsen) kepada point of consumption (konsumen akhir). Distribusi tidak hanya menyangkut distribusi pangan di dalam negeri namun juga menyangkut perdagangan internasional dalam suatu sistem harga yang terintegrasi secara tepat (Soetrisno, 2005). Dengan demikian perlu dibuat pola distribusi pangan yang menjamin seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Permasalahan dalam distribusi pangan (Nainggolan, 2006): Prasarana distribusi darat dan antar pulau yang diperlukan untuk menjangkau seluruh wilayah konsumen belum memadai, sehingga wilayah terpencil masih mengalami keterbatasan pasokan pangan pada waktu-waktu tertentu. Keadaan ini menghambat aksesibilitas masyarakat terhadap pangan, baik secara fisik, namun juga secara ekonomi, karena kelangkaan pasokan akan memicu kenaikan harga dan mengurangi daya beli masyarakat. Kelembagaan pemasaran belum mampu berperan, baik sebagai penyangga kestabilan distribusi maupun harga pangan. Pada masa panen, pasokan pangan berlimpah ke pasar sehingga menekan harga produk pertanian dan mengurangi keuntungan usahatani. Sebaliknya pada masa paceklik atau masa dimana panen tidak berhasil, harga meningkat dengan tajam, sehingga mengurangi aksesibilitas masyarakat terhadap pangan. Bervariasinya kemampuan produksi antar wilayah dan antar musim menuntut kecermatan dalam mengelola sistemdistribusi pangan, agar pangan tersedia sepanjang waktu di seluruh wilayah konsumen. Keamanan jalur distribusi dan adanya pungutan sepanjang jalur distribusi dan pemasaran, mengakibatkan biaya distribusi yang tinggi pada berbagai produk pangan. 3. Konsumsi Pangan Permasalahan mengenai konsumsi penduduk Indonesia adalah belum terpenuhinya kebutuhan pangan, karena belum tercukupinya konsumsi energi (meskipun konsumsi protein sudah mencukupi). Konsumsi energi penduduk Indonesia masih lebih rendah dari yang direkomendasikan WKNPG VIII. Permasalahan selanjutnya adalah mengenai konsumsi energi yang sebagian besar dari padi-padian, dan biasa ke beras, lihat tabel 1. Dengan demikian diperlukan upaya untuk mendiversifikasikan konsumsi pangan dengan sumber karbohidrat non beras dan pangan sumber protein, menganekaragamkan kualitas konsumsi pangan dengan menurunkan konsumsi beras per kapita, selain mengembangkan industri dan bisnis pangan yang lebih beragam Tabel 1. Konsumsi Energi Penduduk Indonesia Tahun1999-2005 (kkal/kap/hari)
b. Pengaruh Ekologi Terhadap Gizi
Ekologi Ilmu tentang hubugan timbal balik makhluk hidup dengan Lingkungan hidupnya. Permasalahan lingkungan hidup pada hakekatnya adalah permasalahan ekologi Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil yang saling mempengaruhi dan interaksi beberapa faktor fisik, biologi dan lingkungan budaya. Jumlah makanan dan zat2 gizi yang tersedia bergantung pada keadaan lingkungan, seperti iklim, tanah, irigasi, penyimpanan, transportasi, dan tingkat ekonomi dari penduduk serta budaya setempat seperti cara memasak, prioritas distribusi makanan dalam keluarga, dan makanan pantangan. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi Faktor Ekologi yang Erat Hubungannya dengan Terjadinya Malnutrisi Keadaan Infeksi Infeksi dapat mempengaruhi terjadinya malnutrisi, dan sebaliknya malnutrisi akan mempengaruhi seseorang mudah terkena penyakit infeksi hubungan sinergis. Mekanisme patologisnya : Penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorbsi dan kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit. Peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat diare,mual/muntah dan perdarahan yang terus menerus. Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit dan parasit yang terdapat dalam tubuh. Konsumsi Makanan Pengukuran konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur status gizi dan menemukan faktor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi. Pengaruh Budaya Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya : Sikap terhadap makanan : makanan pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat. Penyebab penyakit : rendahnya konsumsi makanan karena infeksi saluran pencernaan. Kelahiran anak : jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak berpengaruh pada asupan zat gizi dalam keluarga. Produksi Pangan : para petani masih menggunakan teknologi yang bersifat tradisional rendahnya produksi pangan. Faktor Sosial Ekonomi 1. Data Sosial a) Keadaan penduduk di suatu masyarakat (jumlah, umur, distribusi seks, dan geografis) b) Keadaan keluarga (besarnya, hubungan, jarak kelahiran). c) Pendidikan : - tingkat pendidikan ortu. • ketersediaan buku – buku • usia anak sekolah d) Perumahan (tipe, lantai, atap, dinding, listrik, ventilasi, dll). e) Dapur (bangunan, lokasi, kompor, bahan bakar, alat masak, pembuangan sampah) f) Penyimpanan makanan (ukuran, isi, pengontrolan serangga). g) Air (sumber, jarak dari makanan). h) Kakus (tipe jika ada, keadaannya). 4. Data Ekonomi meliputi : Pekerjaan Pendapatan keluarga Kekayaan yang terlihat seperti tanah, jumlah ternak, perahu, kendaraan, radio, TV dll. Pengeluaran/anggaran (pengeluaran untuk makan, pakaian, sewa, minyak/bahan bakar, listrik, pendidikan, transportasi, rekreasi, hadiah). Harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musim. Produksi Pangan Penyediaan makanan keluarga Sistem pertanian (alat pertanian, irigasi, pembuangan air, pupuk, pengontrolan serangga, dan penyuluhan pertanian). Tanah (kepemilikan tanah, luas per keluarga, tanah yang digunakan, jumlah tenaga kerja). Peternakan dan perikanan (jumlah ternak, dll). Keuangan (modal yang tersedia dan fasilitas untuk kredit) Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan Sebenarnya tidak merupakan faktor ekologi, tetapi informasi ini penting. Beberapa data penting tentang pelayanan kesehatan/pendidikan adalah : Rumah sakit dan pusat – pusat kesehatan, sistem rujukan, program, kualitas dan kuantitas staf. Fasilitas pendidikan, seperti remaja yang tidak buta/buta huruf, jumlah anak – anak di sekolah, ada/tidaknya pendidikan gizi, dll). Malnutrisi timbul akibat interaksi dari berbagai faktor lingkungan. Kejadian ini terjadi sebagai hasil saling mempengaruhi dari berbagai faktor, antara lain faktor fisik, biologis dan budaya. Ada 6 faktor ekologi yang perlu dipertimbangkan sebagai penyebab malnutrisi, yaitu keadaan infeksi, sosial ekonomi, produksi pangan, konsumsi makanan, pengaruh budaya, serta pelayanan kesehatan dan pendidikan Referensi Patora M. 2019. Peranan kristenan dalam menghadapi masalah ekologi. Jurnal teruna bhakti. 1 (2) : 117 – 127 Astriani Dian, Dinarto Wafit, Mildaryani Warmanti, 2011. DiversifikasiPangan sebagai Solusi Mengatasi Rawan Pangan. Prosiding Seminar Nasional Revitalisasi Peran UMKM dalam Pembangunan melalui Penguatan Sektor Agroindustri. Program studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sari, Faradita Meilinda Wulan; annis Catur Adi. 2016. KETAHANAN PANGAN DAN COPING STRATEGYRUMAH TANGGA DI PULAU TERISOLIR GILI LABAK,KABUPATEN SUMENEP, MADURA. Media Gizi Indonesia.11(2). Prabowo, Dwi Wahyuniarti. 2014. Pengelompokkan Komoditi Bahan Pangan Pokok dengan Metode Analytical Hierarchy Process. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan. Vol. 8 (2) : 163-182. Purwaningsih, Yunastiti. 2008. Ketahanan Pangan: Situasi, Permasalahan, Kebijakan, dan Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 9 (1) : 1-27.