Anda di halaman 1dari 8

Format Laporan Keuangan 1: Laporan Laba-Rugi

Sebenarnya sudah beberapa kali JAK menyajikan contoh format laporan keuangan sederhana,
namun belum pernah membahasnya secara terperinci. Dari banyaknya permintaan kawan-kawan di
JAK (via feedback dan email), saya berkesimpulan: contoh format laporan keuangan sangat
diperlukan. Melalui tulisan ini (dan seri kelanjutannya), saya akan membahas format laporan
keuangan, dimulai dengan format laporan laba-rugi, beserta penjelasan-penjelasan yang diperlukan.
Namun sebelum itu, perlu disadari (dan ini sangat penting) bahwa item-item—yang berupa akun-
akun—dalam laporan keuangan ragamnya banyak, sesuai dengan jenis perusahaanya. Dan itu sah-
sah saja, tak ada masalah sepanjang sesuai dengan PSAK.
Format Laporan Keuangan Standar Vs Non-Standar
Kadang saya menemukan publikasi online yang dengan percaya-diri menyebutkan “Berikut ini adalah
format satandar laporan keuangan”, menurut saya itu pernyataan yang berlebihan—mungkin dibuat
sebagai bumbu daya tarik, ya tidak apa-apalah. Standar untuk si pembuat, mungkin IYA. Standar
untuk perusahaan ABC, mungkin juga IYES. Tetapi standar untuk semua perusahaan?
Saya rasa tidak. Yang saya tahu, tak ada yang namanya “format standar.” Seumur-umur belajar
akuntansi, membaca literature terbitan lokal hingga terbitan asing, saya belum pernah menemukan
kata-kata yang menyebutkan “ini adalah format standar laporan keuangan”.
Jika “format yang lumrah”, IYA, memang ada, misalnya: format yang lumrah untuk perusahaan jasa,
perusahaan dagang, perusahaan manufaktur, perusahaan konstruksi dan real estate (yang biasa
disebut dengan perusahaan kontraktor), pertambangan, holti kultura, perbankan, non-profit, dan lain
sebagainya. Namun tetap saja TIDAK bisa disebut “FORMAT STANDAR”—yang harus diikuti bulat-
bulat oleh perusahaan lain, apalagi yang jenis usahanya jelas-jelas berbeda.
Oleh sebab itu, contoh format apapun yang dikeluarkan oleh JAK, saya pribadi memberikan jaminan
PASTI BUKAN FORMAT STANDAR, termasuk format laba-rugi yang akan saya tampilan lewat
tulisan ini. Yang akan saya sampaikan adalah format dasar. Agar bisa sungguh-sungguh digunakan
perlu modifikasi-modifikasi sesuai kebutuhan.
Dan yang lebih tahu menganai apa yang anda butuhkan adalah bukan saya, bukan konsultan, bukan
guru besar akuntansi dari Kellog Business School-nya North Western University sekalipun, bukan IAI,
bukan FASB, bukan IASB, bukan pihak lain. Melainkan perusahaan itu sendiri, lebih persisnya ANDA
sendiri yang ada di dalam perusahaan tersebut.
Ketimbang sekedar menjiplak format laporan keuangan yang telah ada, menurut saya pribadi, jauh
lebih masuk akal dan lebih penting untuk mengetahui teknikal dan logika-logika dari format laporan
keuangan itu sendiri. Jika teknikal dan logika-logikanya sudah dipahami dengan baik, maka saya
yakin anda bisa membuat format laporan keuangan untuk jenis perusahaan apapun.
Sudah pasti, untuk bisa menyajikan laporan keuangan yang sungguh-sungguh mendekati kondisi
keuangan perusahaan yang sesungguhnya, seseorang harus paham (sedikit-banyaknya) alur-proses
operasional perusahaan yang akan dibuatkan laporan, paham karakter dan behavior perusahaan
tersebut.
Sebaliknya, jika sebuah laporan menggunakan template hasil jiplak, lalu dipaksakan untuk digunakan
untuk perusahaan berbeda—sementara tidak paham teknikal dan logikanya, tak paham operasional
perusahaan—saya yakin tak seorangpun yang akan bisa membaca dan memahami isi laporan yang
dihasilkan.
Oke. Cukup. Sekedar untuk diketahui saja. Kita langsung ke topik utama…
 
Format Laporan Laba-Rugi (Income Statements)
Dalam “Format Laporan Keuangan Bagian 1” ini saya akan menyajikan contoh format dasar “Laporan
Laba-Rugi,” beserta penjelasan-penjelasan yang diperlukan:

 
Penjelasan:
“PT. JAK” – Ini adalah nama perusahaan yang dilaporkan
“LAPORAN LABA-RUGI” – Ini adalah nama laporannya, yaitu Laporan-Laba Rugi
“1 – 31 Januari 2012” – Ini adalah periode laporan. Periodisasi laporan keuangan lumrahnya ada 4,
sehingga format inipun ada empat macam, yaitu:
(1) Bulanan (monthly), formatnya: seperti pada contoh di atas
(2) Kuartalan (quarterly), fromatnya: “Kuartal I (1 Januari – 31 Maret) 2012”
(3) Semesteran (semi-annually), formatnya: “Semester I (1 Januari – 30 Juni) 2012”
(4) Tahunan (Annually), formatnya: “1 Januari – 31 Desember 2012”
“Pendapatan” – Dalam kelompok ini lah segala macam pendapatan ditampung, yang rinciannya bisa
dibuat dibawahnya (dalam contoh ini dari a hingga d).
“Penjualan” – Ini adalah akun yang khusus menampung penjualan, baik itu penjualan barang
maupun jasa, sepanjang itu adalah barang/jasa utama yang dijual oleh perusahaan. Bisa dibilang
akun “penjualan” adalah sumber pendapatan utama perusahaan.
“Diskon/Potongan” – Ini adalah diskon/potongan yang diberikan kepada pelanggan sehubungan
dengan penjualan barang/jasa utama yang dihasilkan oleh perusahaan. Sehingga, akun “diskon” ini
bersifat mengurangi penjualan bersih perusahaan. Misal: Penjualan 3 unit monitor @800,000, dalam
masa promosi perusahaan mengadakan program “Beli 2 Gratis 1.” Maka ke dalam akun “penjualan”
dimasukan 2,400,000 (=3 x 800,000), tetapi 1 barang yang diberikan secara percuma 800,000 bisa
dimasukkan ke akun “diskon.” Sehingga penjualan bersih menjadi hanya 1,600,000 (=2,400,000 –
800,000) saja.
“Retur” – Ini akun untuk barang retur/kembali, entah karena cacat atau karena pembelian memang
dibatalkan. Sifatnya sama seperti diskon, yaitu mengurangi penjualan bersih.

Catatan: Ada juga perusahaan yang laporan laba-rugi-nya tidak menampilkan diskon maupun retur.
Yang disajikan dalam laporan laba-rugi hanya nilai penjualan bersih saja. Jika menggunakan contoh
laba-rugi di atas, maka yang tampil hanya “Penjualan = 2,150”, sedangkan akun diskon dan retur
tidak ditampilkan. Tetapi pada jurnal harian maupun buku besar (ledger), tetap saja diskon dan retur
di jurnal. Hanya saja, untuk diskon dan retur dibuat kebalikan dari jurnal penjualan. Mengapa tetap
dijurnal? Karena ‘Harga PokokPenjualan’ dan pengurangan nilai ‘persediaan barang’jadi’ dari barang
terdiskon tetap harus diakui. Misalnya dalam kasus penjualan monitor di atas, jurnalnya menjadi:
[Debit]. Piutang Dagang = Rp 2,400,000
[Kredit]. Penjualan = Rp 2,400,000
(Untuk penjualan 3 monitor @800,000)
dan:
[Debit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 1,200,000
[Kredit]. Persediaan Barang Jadi = Rp 1,200,000
(Untuk mengakui Harga Pokok Penjualan sekaligus mengurangi persediaan)
Lalu discount dicatat:
[Debit]. Penjualan = Rp 800,000
[Kredit]. Piutang Dagang = Rp 800,000
(Untuk diskon 1 monitor @800,000)
Sehingga, setelah semua transaksi terkumpul, maka buku besar ‘Penjualan” akan nampak sbb:
3 monitor @800,000 = 2,400,000 (Di sisi kredit)
1 monitor @800,000 = (800,000) (Di sisi debit)
Saldo                        = 1,600,000 (nilai netto penjualan setelah discount)
 
Demikian juga kalau ada retur, misalnya: 1 monitor dikembalikan, maka dicatat:
[Debit]. Penjualan = Rp 800,000
[Kredit]. Piutang Dagang = Rp 800,000
(Untuk diskon 1 monitor @800,000)
 
“Pendapatan Lain-Lain” – Akun ini untuk menampung pendapatan-pendapatan yang berasal dari
aktivitas yang BUKAN merupakan aktivitas utama perusahaan. Misalnya: hasil menjual aktiva tetap
yang sudah ditarik dari opersional perusahaan, mengontrakan salah satu ruangan kantor untuk
perusahaan lain, dan lain sebagainya.
Kita lanjut ke akun berikutnya, yaitu “Harga Pokok Penjualan.” Khusus mengenai Harga Pokok
Penjualan—yang dalam bahasa inggrisnya disebut ‘Cost of Goods Sold’, pembahasannya sedikit
agak panjang dan rumit. Untuk itu saya jadikan sub-topik khusus di bawah ini.
Tetapi jangan khawatir, sepanjang anda cukup sabar, telaten—terutama sekali mau menelaah secara
serius, saya yakin anda akan bisa mengikuti tanpa hambatan. Saya akan berusaha untuk
menjelaskan sejelas dan segamblang mungkin. Mudah-mudahan waktu yang anda pergunakan untuk
membaca di sini tidak akan sia-sia. Lanjut….

Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold)


Yang nampak pada laporan laba-rugi, pada umumnya, hanya “harga pokok penjualan”—ditampilkan
dalam satu baris saja. TETAPI, sesungguhnya, harga pokok penjualan terdiri dari beberapa akun
yang dikalkulasi secara terpisah. Sehingga, laporan laba-rugi disertai dengan satu lampiran yang
disebut dengan “Rincian Perhitungan Harga Pokok Penjualan” yang item-itemnya bervariasi antara
satu jenis perusahaan dengan perusahaan lainnya.
Sebagai contoh, saya sajikan format “Rincian Perhitungan Harga Pokok Penjualan” untuk
perusahaan MANUFAKTUR saja. Dengan penjelasan yang akan saya berikan, mudah-mudahan
anda bisa membuat rincian perhitungan harga pokok penjualan untuk jenis usaha lainnya.
Berikut adalah contoh “Rincian Perhitungan Harga Pokok Penjualan” yang saya maksudkan:
 

Penjelasan:
Seperti terlihat dalam contoh di atas, “Rincian Perhitungan Harga Pokok Penjualan” terdiri dari 2
komponen utama, yaitu: (I) Harga Pokok Produksi (Manufacturing Cost) ; dan (II) Persediaan Barang
Jadi. Kita bahas satu-per-satu:
I. Harga Pokok Produksi (‘Cost of Goods Manufactured‘ bisa juga disebut ‘Manufacturing Cost’) –
Komponen ini hanya ada pada laporan laba rugi perusahaan manufaktur. Setiap cost dan biaya yang
timbul akibat proses produksi (proses mengolah ‘bahan baku’ dan ‘barang dalam proses’ menjadi
‘barang jadi’) ditampung di dalam akun-akun komponen ini, itu sebabnya mengapa disebut dengan
“Harga Pokok Produksi.” Komponen harga pokok produksi dibagi lagi menjadi 3 kelompok besar,
yaitu:
 Persediaan Bahan Baku – Nilai yang ditampilkan (1700 dalam contoh ini) adalah total bahan
baku yang digunakan dalam periode pelaporan. Dengan kata lain, total penggunaan bahan baku
adalah total bahan baku yang dioleh menjadi barang dalam proses (setengah jadi). Mengenai
perhitungannya bisa dilihat dalam contoh (saldo awal persediaan ditambah pembelian lalu dikurangi
saldo akhir).
 Persediaan Barang Dalam Proses (Work-in-Process yang sering disingkat dengan
“WIP”) – Nilai yang ditampilkan dalam WIP (4000 dalam contoh ini) adalah total barang setengah
jadi yang digunakan dalam periode pelaporan (1-31 januari 2012 dalam hal ini) beserta ‘Biaya
Tenaga Kerja Langsung’ yang dipergunakan dalam proses pengolahan. Perhitungannya bisa dilihat
di dalam contoh: ‘Persediaan awal’ ditambah ‘Mutasi dari bahan baku ke WIP’ ditambah ‘Biaya
Tenaga Kerja Langsung’, lalu dikurangi Saldo akhir.
 Overhead – Setahu saya, overhead ini yang paling sering menimbulkan kebingungan:
“pengeluaran atau biaya apa saja yang masuk ke dalam kelompok overhead?” Silahkan lihat di
dalam contoh. Logika dasarnya: Aktivitas mengolah ‘bahan baku’ menjadi ‘barang dalam proses’, lalu
mengolah ‘barang dalam proses’ menjadi ‘barang jadi’, tidak bisa dihindari PASTI menimbulkan cost
(beban). Nah beban inilah yang disebut dengan “overhead”. Terdiri dari cost apa saja? Bisa berbeda
antara suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Apa yang saya tampilkan di dalam contoh di
atas hanya dasar, pada prakteknya mungkin anda perlu tambahkan atau kurangkan sesuai dengan
kondisi yang sebenarnya. Yang jelas semua biaya produksi selain bahan baku dan biaya tenaga
kerja langsung, masuk kelompok overhead. 
Catatan: Dalam perusahaan jasa, cost yang timbul karena aktivitas untuk menghasilkan jasa yang
dijual juga masuk kelompok overhead.

Sehingga secara kesuluruhan, “Harga Pokok Produksi” (cost of goods manufactured) adalah cost
atau beban yang timbul akibat adanya aktivitas produksi, yang dalam contoh ini senilai 6700.
II. Persediaan Barang Jadi – Dari penjelasan di atas, jika sungguh-sungguh mengikuti, saya yakin
anda sudah bisa menemukan jawaban mengapa komponen ‘Persediaan Barang Jadi’ dipisahkan dari
komponen ‘Harga Pokok Produksi’, yaitu: oleh karena ‘persediaan barang jadi’ sudah tidak
memerlukan proses produksi (manufacturing) lagi. Disebut persediaan barang jadi, karena barangnya
sudah jadi dan siap untuk dijual. Nila yang ditampilkan dalam komponen Persediaan barang jadi
(7200 dalam contoh ini) adalah total nilai barang jadi yang siap untuk dijual, sehingga disebut “ Total
Barang Tersedia Untuk Dijual“. Perhitungannya bisa dilihat dalam contoh: ‘Persediaan Awal’
ditambah ‘Mutasi Dari WIP ke Barang Jadi’ (setelah ditambahkan overhead).
Harga Pokok Penjualan baru bisa diketahui setelah barang terjual.  Berapa harga pokok barang yang
terjual? Nilai ‘Total Barang Tersedia Untuk Dijual (7200)’ dikurangi ‘Saldo Akhir’ (50), yang hasilnya
menunjukan angka 7150. Itulah total “Harga Pokok Penjualan“.
Catatan: Yang sangat penting untuk dipahami disini adalah, bagaimana ketiga kelompok (bahan
baku, barang dalam proses dan overhead) tersebut saling terkait antara yang satu dengan lainnya.
Misalnya: Bagimana bahan baku dimutasikan ke barang dalam proses (work in process/WIP)?
Bagimana WIP bersama-sama dengan Overhead dimutasikan ke ‘Persediaan Barang Jadi? Dan
seterusnya. Dalam contoh saya sudah sertakan tanda panah berwarna biru yang menunjukan alur
tersebut. Memahami hal ini, bisa menjawab berbagai ganjalan pertanyaan yang mungkin timbul di
wilayah ini.
Sampai pada titik ini, pertanyaan yang sering muncul: Bagaimana “Rincian Harga Pokok Penjualan”
jika perusahaan saya bukan manufaktur? Bisa kasih contohnya tidak?
Jika anda sudah memahami apa itu penggunaan bahan baku, apa itu penggunaan barang dalam
proses, apa itu overhead, dan mengapa timbul overhead—sehingga secara keseluruhan anda
memahami apa itu harga pokok produksi, apa itu penggunaan persediaan barang jadi dan
bagiamana harga pokok penjualan terbentuk, saya yakin anda tidak memerlukan contoh lagi.
Sebagai panduan dasar, anda bisa menggunakan check list berikut ini:
 Apakah ada penjualan barang jadi? JIKA TIDAK SAMASEKALI, berarti perusahaan anda
murni perusahaan jasa, sehingga dalam “Rincian Perhitungan Harga Pokok Penjualan”-nya hanya
ada overhead—yang timbul dari aktivitas menghasilkan jasa yang diserahkan (di jual). JIKA IYA,
lanjut ke check list berikutnya
 Apakah barang jadi yang dijual adalah hasil pembelian dari perusahaan lain? JIKA TIDAK,
berarti perusahaan anda adalah perusahaan manufaktur, sehingga “Rincian Perhitungan Harga
Pokok Penjualan”-nya sama seperti contoh yang saya tampilkan (hanya perlu disesuaikan dengan
kebutuhan). JIKA IYA, lanjut ke checklist berikutnya.
 Apakah barang jadi yang dibeli harus melalui proses tertentu lagi, sebelum dijual? JIKA IYA,
berarti perusahaan anda semi-manufaktur, sehingga “Rincian Perhitungan Harga Pokok Penjualan”-
nya tidak berisi kelompok “Bahan Baku”, anda bisa menggunakan contoh di atas, tinggal hilangkan
kelompok ‘Persediaan Bahan Baku’ dan beberapa penyesuaian di kelompok ‘Overhead’. JIKA TIDAK
SAMASEKALI, berarti perusahaan anda adalah murni perusahaan dagang, sehingga “Rincian
Perhitungan Harga Pokok Penjualannya” hanya berisi kelompok ‘Persediaan Barang Jadi’ dan
‘Overhead’ saja.
 
Catatan: Mengenai penilaian persediaan (inventory valuation) untuk menentukan harga pokok
penjualan (apakah memakai metode LIFO, FIFO, Weighted Average, Dollar Value, Lower Market
Value, dll), akan saya bahas secara terpisah di kesempatan lain.
 
Biaya-Biaya
Tak banyak yang perlu saya jelaskan di wilayah ini, masing-masing akun biaya sudah self-
explanatory. Yang jelas, dalam setiap perusahaan—apapun jenis usahanya, pasti timbul biaya-biaya,
hanya saja jenisnya mungkin bervariasi.
Dalam akuntansi biaya (cost accounting) kelompok biaya-biaya ini sering disebut dengan istilah
“fixed cost.” Bukan berarti nilainya tetap dari waktu-ke-waktu, disebut fixed karena “Biaya-Biaya” ini
adalah biaya rutin yang besar-kecilnya tidak dipengaruhi oleh volume aktivitas produksi (dalam
perusahaan manufaktur), tidak dipengaruhi volume aktivitas jual-beli barang (dalam perusahaan
dagang), tidak dipengaruhi oleh volume aktivitas sehubungan dengan proses pembentukan jasa yang
diserahkan (dalam perusahaan jasa.)
“Di tempat kerja saya, macam biayanya banyak, mengapa dalam contoh anda sangat sedikit?”; atau
“Ditempat kerja saya, semua biaya penyusutan dijadikan satu, mengapa dalam contoh anda dipisah-
pisah?”
Pada kenyataannya, anda BISA membuat akun biaya SEBANYAK atau SESEDIKIT yang anda
inginkan (lebih tepatnya yang anda butuhkan)—bebas-bebas saja, karena memang TIDAK ada
aturan baku untuk hal itu.
Misalnya:
PT. ABC mungkin memasukan pembelian tissue untuk kamar mandi kantor, kertas untuk mesin
photo copy, isi staples, clip papers, dan yang sejenisnya ke dalam akun “Office Supplies” saja. Nah,
jika anda mau akunnya lebih banyak lagi, anda bisa membuat akun yang berbeda-beda untuk
masing-masing pengeluaran tersebut (misal: ‘Biaya Tissue Paper’, ‘Biaya Kertas Photo Copy’, ‘Biaya
Isi Staples’ dan seterusnya).
Sebaliknya, anda juga bisa membuat akun biaya sesedikit mungkin. Misalnya: Akun ‘Biaya
Stationary, Biaya Listrik dan Biaya Telepon menjadi satu akun saja, mungkin disebut akun “Biaya
Kantor”. Tak masalah. Sekalilagi, TIDAK ADA aturan baku untuk hal itu.
Hal yang penting untuk dipertimbangkan adalah untung-rugi-nya bagi perusahaan dan anda sendiri
sebagai orang yang menjalankan tugas tersebut sehari-hari:
 Di satu sisi, semakin banyak akun biaya yang anda buat, makin detail laporan yang akan anda
hasilkan sehingga mendekati kondisi realnya, dan pengendalian biaya menjadi semakin efektif—
karena semua pengeluaran bisa anda pantau sampai ke hal yang paling kecil. Demikian sebaliknya.
 Di sisi lainnya, semakin banyak akun biaya yang anda buat, kemungkinannya untuk menjadi
tidak konsisten semakin tinggi—anda akan sering menemukan biaya-biaya yang sulit untuk
dikelompokan ke dalam akun-aku yang spesifik. Disamping itu, dalam proses tutup buku, akan
semakin banyak pula akun yang harus anda periksa (review), rekonsiliasi, lalu anda tutup satu-
persatu.
Saya menyebut fenomena ini dengan “account paradox”. Di sini anda harus mempertimbangkan
matang-matang sejauh mana kemanfaatan yang timbul antara pilihan ‘menjadi detail’ atau ‘general.’
Setiap pilihan yang anda ambil sudah pasti ada risikonya. Tinggal pintar-pintar menentukan titik
trade-off yang paling optimum bagi perusahaan dan anda.
Secara keseluruhan, Format Laporan Laba-Rugi terdiri dari:
 Pendapatan – Harga Pokok Penjualan = Laba Kotor
 Laba Kotor – Biaya-biaya = Laba/Rugi Bersih Sebelum Pajak
Sekiranya ada yang kurang atau salah, mohon dikoreksi. Di Format Laporan Keuangan bagian
berikutnya saya akan bahas mengenai format Neraca, format Laporan Arus Kas, dan format Laporan
Perubahan Modal, satu per-satu secara bertahap. Setelah format laporan keuangan rampung, bisa
lanjut ke pembuatan badan akun (Chart of Accounts) dan prosedur tutup buku. Tanpa memahami
format laporan keuangan terlebih dahulu, anda tidak akan bisa membuat bagan akun maupun
melakukan prosedur tutup buku

Anda mungkin juga menyukai