Anda di halaman 1dari 9

2. Bagaimana fisiologis mastikasi, salivasi, dan menelan?

a. Fisiologi mastikasi
Gigi sudah dirancang dengan sangat tepat untuk mengunyah. Gigi terdiri atas gigi
geligi anterior (insisivi) yang terdiri dari gigi seri dan gigi taring yang berfungsi sebagai
penggigit dan pemotong yang kuat serta gigi geligi posterior (molar) yang terdiri dari gigi
geraham kecil dan gigi geraham besar yang berfungsi untuk menggilas dan menggiling
makanan. Semua otot rahang yang bekerja bersama-sama dapat menghasilkan kekuatan
menggigit sebesar 55 pon pada insisivus (gigi anterior) dan 200 pon pada molar (gigi
posterior)
Pada umumnya otot-otot pengunyah dipersarafi oleh cabang motorik saraf kranial
kelima, dan proses mengunyah dikontrol oleh nukleus dalam batang otak. Perangsangan
daerah retikularis spesifik pada pusat pengecapan di batang otak akan menimbulkan
gerakan mengunyah yang ritmis. Demikian pula, perangsangan area di hipotalamus,
amigdala, dan bahkan di korteks serebri dekat area sensoris untuk pengecapan dan
penghidu sering kali dapat menimbulkan gerakan mengunyah.
Kebanyakan proses mengunyah disebabkan oleh suatu refleks mengunyah.
Adanya bolus makanan di dalam mulut pada awalnya menimbulkan inhibisi refleks otot-
otot pengunyahan, yang menyebabkan rahang bawah turun ke bawah. Penurunan ini
kemudian menimbulkan refleks regang pada otot-otot rahang bawah yang menimbulkan
kontraksi rebound. Keadaan ini secara otomatis mengangkat rahang bawah yang
menimbulkan pengatupan gigi geligi, tetapi juga menekan bolus pada mukosa mulut,
yang menghambat otot-otot rahang bawah sekali lagi, menyebabkan rahang bawah turun
dan kembali rebound pada saat yang lain, dan ini terjadi berulang-ulang.
Mengunyah penting untuk pencernaan semua makanan, tetapi terutama sekali
untuk sebagian besar buah-buahan dan sayur-sayuran mentah karena mereka mempunyai
membran selulosa yang tidak dapat dicerna. Membran ini melingkupi bagian-bagian zat
nutrisi sehingga harus diuraikan sebelum makanan dapat dicerna. Selain itu, mengunyah
akan membantu pencernaan makanan untuk alasan sederhana berikut: Enzimenzim
pencernaan hanya bekerja pada permukaan partikel makanan; sehingga, kecepatan
pencernaan seluruhnya bergantung pada area permukaan total yang terpapar dengan
sekresi pencernaan. Selain itu, menggiling makanan hingga menjadi partikel-partikel
dengan konsistensi sangat halus akan mencegah ekskoriasi traktus gastrointestinal dan
meningkatkan kemudahan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus halus,
kemudian ke semua segmen usus berikutnya.
b. Fisiologi salivasi
Saliva (ludah) merupakan sekresi dari kelenjar ludah dan sebagian kecil kelenjar
penyekresi mukus dari mukosa oral. Kelenjar ludah (saliva) melepaskan sekresinya ke
saluran (duktus) yang mengarah ke mulut yaitu tiga sistem duktus utama yang terdiri dari
kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis, selain itu, juga ada beberapa kelenjar
bukalis yang kecil. Sekresi saliva normal harian berkisar 800 sampai 1.500 ml.
Saliva menyekresi dua jenis protein yang utama: (1) sekresi serosa yang
mengandung ptialin (suatu a-amilase), yang merupakan enzim untuk mencerna
karbohidrat, dan (2) sekresi mukus yang mengandung musin untuk tujuan pelumasan dan
perlindungan permukaan.
Kelenjar parotis hampir seluruhnya menyekresi jenis serosa, sementara kelenjar
submandibularis dan sublingualis menyekresi mukus dan serosa. Kelenjar bukalis hanya
menyekresi mukus. Saliva mempunyai pH antara 6,0 dan 7,0, suatu kisaran yang
berperan penting untuk kerja pencernaan ptialin.
Sekresi ion dalam saliva terutama mengandung sejumlah besar ion kalium dan ion
bikarbonat. Sebaliknya, konsentrasi ion natrium dan klorida beberapa kali lebih rendah
pada saliva daripada di dalam plasma.
Konsentrasi masing-masing ion natrium dan klorida dalam saliva hanya sekitar 15
mEq/L, sekitar sepertujuh sampai sepersepuluh konsentrasinya dalam plasma.
Sebaliknya, konsentrasi ion kalium adalah sekitar 30 mEq/L, tujuh kali lebih besar dari
konsentrasinya dalam plasma; dan konsentrasi ion bikarbonat adalah 50 sampai 70
mEq/L, sekitar dua sampai tiga kali lebih besar dari konsentrasinya dalam plasma.
Selama salivasi maksimal, konsentrasi ion saliva sangat berubah karena kecepatan
pembentukan sekresi primer oleh sel asini dapat meningkat sebesar 20 kali lipat. Sekresi
asinar ini kemudian akan mengalir melalui duktus begitu cepatnya sehingga penyesuaian
(reconditioning) sekresi duktus diperkirakan menurun. Oleh karena itu, bila saliva sedang
disekresi dalam jumlah sangat banyak, konsentrasi natrium klorida kurang lebih hanya
berkisar setengah sampai dua pertiga konsentrasi dalam plasma, dan konsentrasi kalium
meningkat hanya empat kali konsentrasi dalam plasma.
Saliva memiliki fungsi utama untuk menjaga kebersihan mulut. Pada kondisi
basal saat seseorang terjaga, sekitar 0,5 ml saliva, hampir seluruhnya tipe mukus,
disekresikan setiap menit, tetapi selama tidur, hanya terjadi sedikit sekresi. Sekresi ini
berperan sangat penting untuk mempertahankan kesehatan jaringan rongga mulut.
Rongga mulut berisi bakteri patogen yang dengan mudah dapat merusak jaringan dan
juga menimbulkan karies gigi. Saliva membantu mencegah proses kerusakan melalui
beberapa cara.
1. Pertama, aliran saliva sendiri membantu membuang bakteri patogen juga partikel-
partikel makanan yang memberi dukungan metabolik bagi bakteri.
2. Kedua, saliva mengandung beberapa faktor yang menghancurkan bakteri. Salah
satunya adalah ion tiosianat dan yang lainnya adalah beberapa enzirn proteolitik
terutama, lisozim yang (a) menyerang bakteri, (b) membantu ion tiosianat memasuki
bakteri, tempat ion ini kemudian menjadi bakterisid, dan (c) mencerna partikel-
partikel makanan, jadi hal ini akan membantu menghilangkan pendukung
metabolisme bakteri lebih lanjut.
3. Ketiga, saliva sering mengandung sejumlah besar antibodi protein yang dapat
menghancurkan bakteri rongga mulut, termasuk heberapa yang menyebabkan karies
gigi.
Pengaturan Sekresi Saliva oleh Saraf
Kelenjar saliva terutama dikontrol oleh sinyal saraf parasimpatis sepanjang jalan
dari nukleus salivatorius superior dan inferior pada batang otak.
Nukleus salivatorius terletak kira-kira pada pertemuan antara medula dan pons
dan akan tereksitasi oleh rangsangan taktil dan pengecapan pada lidah dan daerah-daerah
rongga mulut, faring dan lainnya. Beberapa rangsangan pengecapan, terutama rasa asam
(disebabkan oleh asam), merangsang sekresi saliva dalam jumlah sangat banyak sering
kali 8 sampai 20 kali kecepatan dari sekresi basal. Juga, rangsangan taktil tertentu, seperti
adanya benda halus dalam rongga mulut (misalnya sebuah batu krikil), menyebabkan
salivasi yang nyata, sedangkan benda yang kasar juga akan menyebabkan salivasi dan
kadang- kadang bahkan menghambat salivasi.
Salivasi juga dapat dirangsang atau dihambat oleh sinyal-sinyal saraf yang tiba
pada nukleus salivatorius dari pusat-pusat sistem saraf pusat yang lebih tinggi. Sebagai
contoh, bila seseorang mencium atau makan makanan yang disukainya, pengeluaran
saliva lebih banyak daripada bila ia mencium atau memakan makanan yang tidak
disukainya. Daerah nafsu makan pada otak, yang mengatur sebagian efek ini, terletak di
dekat pusat parasimpatis hipotalamus anterior, dan berfungsi terutama sebagai respons
terhadap sinyal dari daerah pengecapan dan penciuman dari korteks serebral atau
amigdala.
Salivasi juga dapat terjadi sebagai respons terhadap refleks yang berasal dari
lambung dan usus halus bagian atas khususnya saat menelan makanan yang sangat
mengiritasi atau bila seseorang mual karena adanya beberapa kelainan gastrointestinal
Saliva, ketika ditelan, akan membantu menghilangkan faktor iritan pada traktus
gastrointestinal dengan cara mengencerkan atau menetralkan zat iritan.
Perangsangan simpatis juga dapat meningkatkan salivasi dalam jumlah sedikit,
lebih sedikit dari perangsangan parasimpatis. Saraf-saraf simpatis berasal dari ganglia
servikalis superior dan berjalan sepanjang permukaan dinding pembuluh darah ke
kelenjar-kelenjar saliva.
Faktor sekunder yang juga memengaruhi sekresi saliva adalah suplai darah ke
kelenjar karena sekresi selalu membutuhkan nutrisi yang adekuat dari darah. Sinyal-
sinyal saraf parasimpatis yang sangat merangsang salivasi, dalam derajat sedang juga
melebarkan pembuluh-pembuluh darah. Selain itu, salivasi sendiri secara langsung
melebarkan pembuluh-pembuluh darah, sehingga menyediakan peningkatan nutrisi
kelenjar saliva seperti yang juga dibutuhkan sel penyekresi.
c. Fisiologi menelan (Deglutasi)
Menelan adalah mekanisme yang kompleks, terutama karena faring membantu
fungsi pernapasan dan menelan. Faring diubah hanya dalam beberapa detik menjadi
traktus untuk mendorong masuk makanan. Hal yang terutama penting dalam proses
menelan bahwa respirasi tidak ikut terganggu ketika proses menelan.
Pada umumnya, menelan dapat dibagi menjadi (1) tahap volunter yang
mencetuskan proses menelan, (2) tahap faringeal yang bersifat involunter dan membantu
jalannya makanan melalui faring ke dalam esofagus; dan (3) tahap esofageal, yaitu fase
involunter lain yang mengangkut makanan dari faring ke lambung.
1) Tahap volunter proses menelan
Bila makanan sudah siap untuk ditelan, "secara sadar" makanan ditekan
atau didorong ke arah posterior ke dalam faring oleh tekanan lidah ke atas dan ke
belakang terhadap palatum. Dari sini, proses menelan menjadi seluruhnya atau
hampir seluruhnya berlangsung secara otomatis dan umumnya tidak dapat
dihentikan.
2) Tahap faringeal proses menelan
Saat bolus makanan memasuki bagian posterior mulut dan faring, bolus
merangsang daerah epitel reseptor menelan di sekeliling pintu faring, khususnya
pada tiang-tiang tonsil, dan sinyal-sinyal akan berjalan ke batang otak untuk
mencetuskan serangkaian kontraksi otot faringeal secara otomatis sebagai berikut.
a. Palatum mole tertarik ke atas untuk menutupi nares posterior, untuk mencegah
refluks makanan ke rongga hidung.
b. Lipatan palatofaringeal pada setiap sisi faring tertarik ke arah medial untuk
saling mendekat satu sama lain. Dengan cara ini lipatan-lipatan tersebut
membentuk celah sagital yang harus dilewati oleh makanan untuk masuk ke
dalam faring posterior. Celah ini melakukan kerja selektif, sehingga makanan
yang telah cukup dikunyah dapat lewat dengan mudah. Oleh karena tahap
penelanan ini berlangsung kurang dari 1 detik, setiap benda besar apa pun
biasanya sangat dihambat untuk lewat masuk ke esofagus.
c. Pita suara pada laring menjadi sangat berdekatan, dan laring tertarik ke atas
dan ke arah anterior oleh otot-otot leher. Hal ini, digabung dengan adanya
ligamen yang mencegah gerakan epiglotis ke atas, menyebabkan epiglotis
bergerak ke belakang di atas pembukaan laring. Seluruh efek ini bekerja
bersama mencegah masuknya makanan ke dalam hidung dan trakea. Hal yang
paling penting adalah sangat berdekatannya pita suara, namun epiglotis
membantu mencegah makanan agar sejauh mungkin dari pita suara.
d. Gerakan laring ke atas juga menarik dan melebarkan pembukaan ke esofagus.
Pada saat yang bersamaan, 3-4 cm di atas dinding otot esofagus, yang
dinamakan sfingter esofagus atas (juga disebut sfingter faringoesofageal)
berelaksasi. Dengan demikian, makanan dapat bergerak dengan mudah dan
bebas dari faring posterior ke dalam esofagus bagian atas. Di antara
penelanan, sfingter ini tetap berkontraksi dengan kuat, sehingga mencegah
udara masuk ke esofagus selama respirasi. Gerakan laring ke atas juga
mengangkat glotis keluar dari jalan utama makanan, sehingga makanan
terutama hanya melewati setiap sisi epiglotis dan bukan melintas di atas
permukaannya, hal ini menambah pencegahan terhadap masuknya makanan
ke dalam trakea.
e. Setelah laring terangkat dan sfingter faringoesofageal mengalami relaksasi,
seluruh otot dinding faring berkontraksi, mulai dari bagian superior faring,
lalu menyebar ke bawah melintasi daerah faring media dan inferior, yang
mendorong makanan ke dalam esofagus melalui proses peristaltik.

Adapun ringkasan mekanisme tahapan penelanan dari faring yaitu dimulai


dari trakea tertutup, esofagus terbuka, dan suatu gelombang peristaltik secara
cepat dicetuskan oleh sistem saraf faring mendorong bolus makanan ke dalam
esofagus bagian atas, seluruh proses terjadi dalam waktu kurang dari 2 detik.

Persarafan Tahap Faringeal pada Proses Menelan


Daerah taktil paling sensitif dari bagian posterior mulut dan faring untuk
mengawali tahap faringeal pada proses menelan terletak pada suatu cincin yang
mengelilingi pembukaan faring, dengan sensitivitas terbesar pada tiang-tiang
tonsil. Sinyal dijalarkan dari daerah ini melalui bagian sensoris saraf trigeminal
dan glosofaringeal ke medula oblongata, baik ke dalam atau berhubungan erat
dengan traktus solitarius, yang terutama menerima semua impuls sensoris dari
mulut.
Tahap berikutnya dari proses menelan secara otomatis dicetuskan dalam
urutan yang teratur oleh daerah-daerah neuron substansia retikularis medula dan
bagian bawah pons. Urutan refleks penelanan ini sama dari satu penelanan ke
penelanan berikutnya, dan waktu untuk seluruh siklus juga tetap sama dari satu
penelanan ke penelanan berikutnya. Daerah di medula dan pons bagian bawah
yang mengatur penelanan secara keseluruhan disebut pusat menelan atau
deglutasi.
Impuls motorik dari pusat menelan ke faring dan esofagus bagian atas
yang menyebabkan penelanan dihantarkan secara berurutan oleh saraf kranial
kelima, kesembilan, kesepuluh dan kedua belas, serta bahkan beberapa saraf
servikal superior.
Secara ringkas, tahap penelanan faringeal pada dasarnya merupakan suatu
refleks. Hal ini hampir selalu diawali oleh gerakan makanan secara volunter
masuk ke bagian belakang mulut, yang kemudian merangsang reseptor-reseptor
sensoris faringeal involunter untuk menimbulkan refleks menelan.
Seluruh tahap faringeal dan proses menelan terjadi dalam waktu kurang
dari 6 detik, dengan demikian hanya mengganggu pernapasan dalam waktu yang
singkat pada siklus pernapasan yang biasa. Pusat menelan secara khusus
menghambat pusat pernapasan medula selama proses menelan, menghentikan
pernapasan pada titik tertentu dalam siklusnya untuk memungkinkan
berlangsungnya penelanan. Bahkan, ketika seseorang sedang berbicara, penelanan
akan menghentikan pernapasan selama waktu yang sedemikian singkat sehingga
sulit untuk diperhatikan.
3) Tahap esophageal proses menelan
Esofagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makanan secara cepat
dari faring ke lambung, dan gerakannya diatur secara khusus untuk fungsi
tersebut.
Normalnya, esofagus memperlihatkan dua tipe gerakan peristaltik:
peristaltik primer dan peristaltik sekunder. Peristaltik primer hanya merupakan
kelanjutan dari gelombang peristaltik yang dimulai di faring dan menyebar ke
esofagus selama tahap faringeal dari proses menelan. Gelombang ini berjalan dari
faring ke lambung dalam waktu sekitar 8 sampai 10 detik. Makanan yang ditelan
seseorang pada posisi tegak biasanya dihantarkan ke ujung bawah esofagus,
bahkan lebih cepat daripada gelombang peristaltik itu sendiri, sekitar 5 sampai 8
detik, akibat adanya efek gravitasi tambahan yang menarik makanan ke bawah.
Jika gelombang peristaltik primer gagal mendorong semua makanan yang
telah masuk esofagus ke dalam lambung, terjadi gelombang peristaltik sekunder
yang dihasilkan dari peregangan esofagus oleh makanan yang tertahan,
gelombang ini terus berlanjut sampai semua makanan dikosongkan ke dalam
lambung. Gelombang peristaltik sekunder ini sebagian dimulai oleh sirkuit saraf
intrinsik dalam sistem saraf mienterikus dan sebagian oleh refleks-refleks yang
dimulai pada faring lalu dihantarkan ke atas melalui seratserat aferen vagus ke
medula dan kembali lagi ke esofagus melalui serat-serat saraf aferen
glosofaringeal dan vagus.
Susunan otot dinding faring dan sepertiga bagian atas esofagus adalah otot
lurik. Oleh karena itu, gelombang peristaltik di daerah ini diatur oleh sinyal saraf
rangka dari saraf glosofaringeal dan saraf vagus. Pada dua pertiga bagian bawah
esofagus, susunan ototnya merupakan otot polos, namun bagian esofagus ini juga
secara kuat diatur oleh saraf vagus yang bekerja melalui perhubungan dengan
sistem saraf mienterikus esofageal.
Bila gelombang peristaltik esofagus mendekat ke arah lambung, timbul
suatu gelombang relaksasi, yang dihantarkan melalui neuron penghambat
mienterikus, mendahului peristaltik. Selanjutnya, seluruh lambung dan, sampai
batas tertentu, bahkan duodenum menjadi terelaksasi sewaktu gelombang ini
mencapai bagian akhir esofagus dan dengan demikian mempersiapkan lebih awal
untuk menerima makanan yang didorong ke esofagus selama proses menelan.
Pada ujung bawah esofagus, meluas ke atas sekitar 3 cm di atas perbatasan
dengan lambung, otot sirkular esofagus berfungsi sebagai sfingter esofagus bawah
yang lebar, atau disebut juga sfingter gastroesofageal. Normalnya, sfingter ini
tetap berkonstriksi secara tonik dengan tekanan intraluminal esofagus sekitar 30
mm Hg, berbeda dengan bagian tengah esofagus yang normalnya tetap
berelaksasi. Sewaktu gelombang peristaltik penelanan melewati esofagus,
terdapat "relaksasi reseptif" dari sfingter esofagus bagian bawah yang mendahului
gelombang peristaltik, yang mempermudah pendorongan makanan yang ditelan
ke dalam lambung.
Sekresi lambung bersifat sangat asam dan mengandung banyak enzim
proteolitik. Mukosa esofagus, kecuali pada seperdelapan bagian bawah esofagus,
tidak mampu berlama-lama menahan aksi pencernaan dari sekresi lambung.
Untungnya, konstriksi tonik sfingter esofagus bagian bawah membantu mencegah
refluks yang bermakna dari isi lambung ke dalam esofagus kecuali pada keadaan
abnormal.
Faktor lain yang membantu mencegah refluks adalah mekanisme seperti
katup pada bagian esofagus yang pendek yang memanjang sedikit ke dalam
lambung. Peningkatan tekanan intraabdomen akan mendesak esofagus ke dalam.
Jadi, penutup seperti katup pada esofagus bagian bawah ini membantu mencegah
tekanan intraabdomen yang tinggi yang berasal dari desakan isi lambung kembali
ke esofagus. Kalau tidak, setiap kali kita berjalan, batuk, atau bernapas kuat, kita
mungkin mengeluarkan asam lambung ke esofagus.

Referensi: Guyton and Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penerbit :
Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai