2. Etiologi
a. Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu penyebab
yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara fisik
misalnya, penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma mekanik, termis,
kimiawi, maupun elektrik), neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah.
Secara psikis, penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya trauma
psikologis.
b. Nyeri yang disebabkan oleh faktor psikis berkaitan dengan terganggunya
serabut saraf reseptor nyeri. serabut saraf resptor nyeri ini terletak dan tersebar
pada lapisan kulit dan pada jaringan-jaringan tertentu yang terletak lebih
dalam. Sedangkan nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri
yang dirasakan bukan karena penyebab organik, melainkan akibat trauma
psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik (Asmadi, 2008).
3. Klasifikasi
Menurut Prasetyo (2010) klasifikasi nyeri di bagi menjadi :
a. Nyeri Akut
Nyeri akut terjadi setelah terjadinya cidera akut, penyakit, atau intervensi
bedah memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariatif (ringan
sampai berat) dan berlangsug untuk waktu singkat. Nyeri akut merupakan
signal bagi tubuh akan cidera atau penyakit yang akan datang namun nyeri akut
akan menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah area pulih kembali.
Nyeri akut disebabkan oleh aktivitas nosireseptor dan biasanya
berlangsung dalam wantu yang singkat atau kurang dari 6 bulan, dan datang
tiba-tiba. Nyeri akut dianggap memiliki durasi terbatas dan bisa diprediksi,
seperti nyeri pasca operasi, yang biasanya akan menghilang ketika luka
sembuh. Klien sebagian besar menggunakan kata-kata “tajam”,“tertusuk”, dan
tertembak untuk mendiskripsikan nyerinya (Black & Hawks, 2014).
Penyebab dari nyeri akut adalah agen cedera fisiologis (misalnya:
inflamasi), agen pencedera kimiawi (misalnya: bahan kimia iritan), dan agen
pencedera fisik (misalnya: abses, prosedur operasi, trauma). Kondisi klinis
terkait nyeri akut adalah kondisi pembedahan, cedera traumatis, infeksi,
sindrom koroner akut dan glaukoma. (PPNI, 2016).
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang periode waktu. Nyeri kronik berlangsung diluar waktu penyembuhan
yang sering dikaitkan dengan penyebab atau cedera fisik. Nyeri kronik dapat
terjadi pada kanker tetapi nyeri jenis ini mempunyai penyebab yang dapat
diidentifikasi. Misal nyeri pada kanker timbul akibat kompresi saraf perifer,
atau meninges akibat kerusakan struktur ini setelah pembedahan, kemoterapi
dan infiltrasi tumor. (Smeltzer & Bare, 2013).
Menurut Black & Hawks (2014) menjelaskan bahwa nyeri kronik
biasanya dianggap sebagai nyeri yang berlangsung lebih dari 6 bulan (atau 1
bulan lebih dari normal di masa-masa akhir kondisi yang menyebabkan nyeri)
dan tidak diketahui kapan berakhir kecuali nika terjadi penyembuhan yang
lambat, seperti pada luka bakar. Sedangkan menurut PPNI (2016) nyeri kronik
adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan sampai berat dan konstan, yang berlangsung lebih dari 3
bulan. Penyebab dari nyeri kronik adalah kondisi muskuloskeletal kronis,
keruskan sistem saraf, penekanan saraf, infiltrasi tumor, ketidakseimbangan
nerotransmiter, neuromodulator, dan reseptor, gangguan imunitas, ganguan
metabolik. Kondisi klinis terkait nyeri kronik misalnya arthritis rematoid,
infeksi, cedera medula spinalis dan kondisi pasca trauma.
i. Pengalaman Sebelumnya
Indi
vidu bealajar dari penagalaman nyeri sebelumnya, akan tetapi
pengalaman yang dirasakan individu tersebut tidak berarti bahwa individu
tersebut akan mudah dalam menghadapi nyeri pada masa mendatang.
Seseorang yang terbiasa merasakan nyeri akan lebih mudah mengantisipasi
nyeri daripada individu yang mempunyai pengalaman sedikit akan nyeri.
j. Dukungan Keluarga dan Sosial
Seseorang yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan dukungan,
bantuan, perlindungan dari anggota keluarga lain atau teman dekat. Meskipun
nyeri masih dirasakan oleh klien, kehadiran orang dicintai akan meminimalkan
kesepian dan ketakutan sehingga klien tidak berfokus pada nyeri yang
dirasakan.
5. Efek Nyeri
Menurut Wahyudi & Wahid, (2016) menjelaskan efek nyeri adalah sebagai
berikut ini :
a. Tanda dan gejala fisik
Tanda fisiologis dapat menunjukan nyeri pada klien yang berupaya untuk tidak
mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting untuk engkaji
tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik termasuk mengobservasi keterlibatan
saraf otonom. Saat awitan nyeri akut, denyut jantung, tekanan darah dan
frekuensi pernapasan meningkat.
b. Efek perilaku
Pasien seringkali saat mengalami nyeri pasien sering meringis, mengerutkan
dahi, menggigit bibir, gelisah, imobilisasi, mengalami ketegangan otot,
menghindari kontak sosial dan hanya fokus pada aktivitas menghilangkan
nyeri.
c. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari
Klien yang mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi dalam
aktivitas rutin, seperti mengalami kesulitan dalam tindakan higine normal dan
dapat mengganggu aktivitas sosial dan berhubungan seksual.
Kerusakan sel
Merangsang nosiseptor
(reseptor nyeri)
Dihantarkan serabut
tipe A, dan serabut
tipe C
Medulla spinalis
Sistem aktivasi
retikular Sistem aktivasi Area grisea
retikular peraikueduktus
Talamus
Hipotalamus dan
sistem limbik Talamus
Otak
(korteks somatosensoarik)
Persepsi nyeri
9. Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan Ni Putu Wardani (2014), Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
bertujuan untuk mengatahui penyebab dari nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan
seperti:
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Pemeriksaan penunjang lainya
1) Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan abdomen
2) Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
Deprivasi tidur
3) CT-Scan mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah di otak
4) EKG
5) MRI (Hidayat, 2008).
10. Komplikasi
Berdasarkan Ni Putu Wardani (2014), komplikasi nyeri ada 2:
a. Gangguan pola istirahat tidur
b. Syok neurogenik
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Identitas :
a. Identitas pasien berupa nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, status, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor RM, diagnosa medis.
b. Identitas penanggung jawab berupa nama, tanggal lahir, jenis kelamin, status,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan pasien.
c. Catatan medis.
2. Riwayat Kesehatan :
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan dahulu
d. Riwayat kesehatan keluarga
3. Pengkajian Fungsional Gordon :
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi
c. Pola eliminasi
d. Pola istirahat dan tidur
e. Pola personal hygiene
f. Pola aktivitas dan latihan
g. Pola manajemen kesehatan
h. Pola konsep diri
i. Pola hubungan dan peran
j. Pola seksual dan reproduksi
4. Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan umum dan kesadaran umum
b. Tanda-tanda vital berupa tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
c. Pemeriksaan fisik
d. Data penunjang
e. Program terapi
f. Data fokus
5. Pengkajian status nyeri dilakukan dengan pendekatan
a. P (Provocate) : Respon paliatif meliputi factor pencetus nyeri
b. Q (Quality) : Kualitas nyeri meliputi nyeri uka post operasil
c. R (Region) : Lokasi nyeri, meliputi nyeri luka post operasi
d. S (Skala) : Skala nyeri ringan, sedang, berat atau sangat nyeri
e. T (Time) : Waktu meliputi kapan, berapa lama dan terakhir
dirasakan
6. Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penyakit terkait (NANDA,
2015)
7. Perencanaan Keperawatan
Dx Tujuan dan KH Intervensi Rasional
8. Implementasi
Beberapa prosedur tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah
dibuat sebelumnya.
9. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan cara menilai kemampuan dalam merespon tindakan
yang telah diberikan oleh perawat.