Anda di halaman 1dari 27

I.

Identitas
Nama : An. MF
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 14 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Tanah Tinggi, Tangerang
Agama : Islam
Suku bangsa : Sunda
Kebangsaan : Indonesia
No. RM : 05-85-22

II. Anamnesis
Dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesis oleh keluarga pasien dan pasien di IGD
RS Sari Asih Ar Rahmah pada hari Kamis, 17 Agustus 2017

Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah sejak 5 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 5 jam SMRS. Nyeri perut
awalnya dirasakan di ulu hati 24 jam SMRS, kemudian menyebar ke daerah perut kanan
bawah yang semakin memberat sejak 5 jam SMRS. Nyeri dirasakan terus-menerus. Rasa
nyeri seperti ditusuk-tusuk oleh benda tajam. Skala nyeri 6/10. Nyeri bertambah berat saat
pasien berjalan sementara membungkuk dan berbaring lebih meredakan nyeri. Pasien juga
mengaku ada rasa mual yang dirasakan bersamaan dengan nyeri perut kanan bawah tapi tidak
ada muntah. Nafsu makan pasien juga menurun sejak 24 jam SMRS.

Demam dirasakan sejak 5 jam SMRS. Demam dirasakan mendadak, terus-menerus, dan
belum diberikan obat penurun panas. BAK kuning jernih, tidak keruh, tidak ada nyeri saat
BAK, tidak ada pasir dan darah. Pasien terakhir kentut 1 jam SMRS. BAB normal, tidak ada
darah maupun BAB hitam.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat nyeri sebelumnya di tempat yang sama disangkal. Riwayat operasi tidak ada.
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Riwayat penyakit serupa disangkal.

Riwayat Kebiasaan dan Alergi


Kebiasaan makan makanan pedas disangkal. Riwayat alergi tidak ada.

Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar sudah lengkap.

Riwayat Pengobatan
Pasien belum minum obat-obatan apapun untuk meredakan nyeri. Pasien belum pernah ke
dokter untuk meredakan nyeri perut.

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15
Tanda-tanda Vital :
 Tekanan darah : 100/60 mmHg
 Nadi : 110 x/menit
 Laju napas : 20
 Suhu : 38.1 C
BB : 30 kg
TB : 140 cm

Status Generalisata
Kepala : Konjungtiva anemic-/-, sklera iketrik-/-, pupil isokorik +/+
Leher : KGB tidak teraba
Thorax :
 Inspeksi : gerak dasa simetris saat statis dan dinamis
 Palpasi : tactile fremitus kiri=kanan, chest expansion (+)
 Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi :
o Pulmo : VBS+/+, Rh-/-, Wh-/-
o Cor : S1S2 reguler, murmur(-), gallop(-)
 Punggung : nyeri ketok CVA-/-
 Ekstremitas : akral hangat, CRT<2s, edema-/-

Status Lokalis
Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris, datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : timpani pada keempat kuadran
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), NT McBurney (+), Psoas sign (+), Blumberg
sign(+), Rovsing sign (+), Obturator sign (+), Dunphy sign(-), hepar dan limpa tak teraba

Rectal toucher
Tonus spinchter ani kuat, mukosa licin, ampula tidak kolaps, prostat tidak teraba, massa (-),
nyeri tekan (+) arah jam 9-12. Pada hand schoen tidak terdapat feses maupun darah.

IV. Pemeriksaan Penunjang

Darah Perifer Lengkap


Hb 13.8
Ht 40
Leukosit 11.000
Eritrosit 5.0 x 10^3
Thrombosit 248
Hitung Jenis
Eosinofil 0
Basofil 0
Batang 0
Segmen 80
Limfosit 17
Monosit 3
Urinalisis
Urine Lengkap
Warna Kuning Jernih
Berat jenis 1.005
pH/reaksi 6.0
Protein -
Glukosa -
Leukosit -
Darah -
Bilirubin -
Urobilinogen <0.2
Nitrit -
Keton -
Mikroskopis
Leukosit 1-2
Eritrosit 1-2
Epitel +
Silinder -
Kristal -
Bakteri -
Lain-lain
Hematologi
Masa Pendarahan 1’30”
Masa Pembekuan 10’

V. Resume
Pasien laki-laki 14 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 5 jam SMRS.
Nyeri awalnya di ulu hati 24 jam SMRS kemudian menyebar ke daerah perut kanan bawah.
Nyeri dirasakan terus menerus dan rasa seperti ditusuk benda tajam. Berjalan memperberat
nyeri sedangkan membungkuk dan berbaring meringankan nyeri. Skala nyeri 6/10. Mual (+).
Nafsu makan menurun (+). Demam sejak 5 jam SMRS. Demam terus menerus dan belum
diberikan obat penurun panas.

VI. Diagnosis
Appendisitis akut
Atas dasar keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 5 jam SMRS yang dimulai dari nyeri ulu
hati 24 jam SMRS kemudian menyebar ke daerah perut kanan bawah 5 jam SMRS, mual (+),
nyeri terus menerus, rasa nyeri seperti ditusuk benda tajam, membungkuk meringankan nyeri,
nafsu makan menurun, demam (+). Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan
McBurney (+), Rovsing sign (+), Psoas sign(+), Blumberg sign(+), Obturator sign (+); pada
rectal toucher ditemukan nyeri tekan pada arah jam 9-12. Pemeriksaan penunjang
menunjukkan adanya leukositosis (11.000) dengan shift to the left (neutrophil segmen 80),
pada urinalisis menunjukkan adanya leukosit pada urine mikroskopis maka dipilihnya
diagnosis appendisitis akut.
VII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan di UGD
IVFD RL loading 500 ml kemudian selanjutnya 20 tpm
Paracetamol infusion drip 3x500 mg
Injeksi Ceftriaxone 1x2 gr
Injeksi Ranitidine 2x 50 mg
Konsul SpB : injeksi ketorolac 3x1 ampul
Jadwalkan operasi appendektomi elektif

Temuan intra operasi


Ditemukan appendix hiperemis, erectile.

Penatalaksanaan paska operasi


IVFD RL 20 tpm
Injeksi Ceftriaxone 1gr per 12 jam
Injeksi Ketorolac 3x1 ampul
Diet bubur

VIII. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Bab II
Tinjauan Pustaka

2.1 ANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI APPENDIX

Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan
Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix terlihat pada
minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya Appendix berada
pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat dengan Plica
ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir
pada kuadran kanan bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan Taenia caecalis.
Oleh karena itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi Caecum. 1,2,3

Gambar 1. Appendix vermicularis4)

Vaskularisasi Appendix berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran histologis


Appendix menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada submukosanya. Pada usia 15
tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen Appendix biasanya
mengalami obliterasi pada orang dewasa. 1,3

Gambar 2. Potongan transversa Appendix 5

Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata
panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada dasar
Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar di bawah
ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi apabila
Appendix mengalami peradangan. 1,2
Gambar 3. Variasi lokasi Appendix vermicularis1

Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini, Appendix
dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan Imunoglobulin terutama
Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan komponen integral dari sistem Gut
Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya tidak penting dan Appendectomy tidak akan
menjadi suatu predisposisi sepsis atau penyakit imunodefisiensi lainnya. 2

2.2 INSIDENSI
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak kurang dari
satu tahun. Rasio pria : wanita = 1,2-1,3 : 1. 2

2.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


2.3.1 Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith merupakan
penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak dengan Appendicitis akut
dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab yang lebih jarang adalah
hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium yang mengering pada
pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Reaksi
jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia,
Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides,
Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh
infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus.
Insidensi Appendicitis juga meningkat pada pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi
karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat
terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih
dari 200 tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam
terjadinya Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah
trauma, stress psikologis, dan herediter.6
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi. Fecalith
ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65% pada kasus
Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis acuta gangrenosa
dengan perforasi. 1,2,6,7)

Gambar 3.1. Appendicitis (dengan fecalith) 8)

Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal
mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Appendix normal 0,1
mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal sekitar
60 cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan
nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium. 2)
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan bakteri
yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi tekanan vena,
aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran
arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri
yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix dan peritoneum
parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ . 2,6,7 )
Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangan suplai
darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah dengan
suplai darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Dengan adanya
distensi, invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada
salah satu daerah infark di batas antemesenterik. 1,2,6,7)
Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala gangguan
gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB, dan
kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis Appendicitis, khususnya
pada anak-anak.6
Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri tumpul di
dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah dalam
beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului nyeri perut,
dapat dipikirkan diagnosis lain.6
Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut semakin
meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan tekanan ini
menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan iskhemia
jaringan intraluminal Appendix, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke
dinding Appendix; diikuti demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator
inflamasi karena iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding
Appendix berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi
dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik Mc Burney’s. Jarang
terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya.
Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda
karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi
Appendix dan penyebaran infeksi. Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat
timbul di punggung atau pinggang. Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat
ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri
pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi
Appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.
Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis difus.
Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan tubuh
pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi Appendix mencakup
peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada
pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat
menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi
karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang
melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih
tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat diketahui
dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.6
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering dijumpai
pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi Ileum terminalis
atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis.6
2.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
2.3.1 Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith merupakan
penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak dengan Appendicitis akut
dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab yang lebih jarang adalah
hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium yang mengering pada
pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Reaksi
jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia,
Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides,
Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh
infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus.
Insidensi Appendicitis juga meningkat pada pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi
karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat
terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih
dari 200 tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam
terjadinya Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah
trauma, stress psikologis, dan herediter.6
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi. Fecalith
ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65% pada kasus
Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis acuta gangrenosa
dengan perforasi. 1,2,6,7)

Gambar 3.1. Appendicitis (dengan fecalith) 8)

Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal
mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Appendix normal 0,1
mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal sekitar
60 cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan
nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium. 2)
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan bakteri
yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi tekanan vena,
aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran
arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri
yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix dan peritoneum
parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ . 2,6,7 )
Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangan suplai
darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah dengan
suplai darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Dengan adanya
distensi, invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada
salah satu daerah infark di batas antemesenterik. 1,2,6,7)
Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala gangguan
gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB, dan
kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis Appendicitis, khususnya
pada anak-anak.6
Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri tumpul di
dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah dalam
beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului nyeri perut,
dapat dipikirkan diagnosis lain.6
Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut semakin
meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan tekanan ini
menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan iskhemia
jaringan intraluminal Appendix, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke
dinding Appendix; diikuti demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator
inflamasi karena iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding
Appendix berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi
dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik Mc Burney’s. Jarang
terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya.
Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda
karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi
Appendix dan penyebaran infeksi. Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat
timbul di punggung atau pinggang. Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat
ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri
pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi
Appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.
Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis difus.
Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan tubuh
pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi Appendix mencakup
peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada
pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat
menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi
karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang
melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih
tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat diketahui
dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.6
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering dijumpai
pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi Ileum terminalis
atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis.6
Gambar 1. Patofisiologi appendisitis
2.4 MANIFESTASI KLINIS

2.4.1 Gejala Klinis


Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri
perut yang didahului anoreksia.12,13 Gejala utama Appendicitis acuta adalah nyeri perut.
Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang disertai kram
yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri
yang menetap ini umumnya terlokalisasi di RLQ. Variasi dari lokasi anatomi Appendix
berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai contoh; Appendix yang panjang dengan
ujungnya yang inflamasi di LLQ menyebabkan nyeri di daerah tersebut, Appendix di daerah
pelvis menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal Appendix dapat menyebabkan nyeri
1,2,3,7,8
testicular.
Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix, biasanya suhu
naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga > 39 oC.
Anoreksia hampir selalu menyertai Appendicitis. Pada 75% pasien dijumpai muntah yang
umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan
ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala Appendicitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut
dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnosis Appendicitis diragukan. 2,8
Muntah yang timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis.

Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak pasien
yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa pasien
terutama anak-anak. 2,3,8 Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi Appendix.12,13
Tabel 1. Gejala Appendicitis acuta 9)

Gejala* Frekuensi (%)

Nyeri perut 100


Anorexia 100
Mual 90
Muntah 75
Nyeri berpindah 50
Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian
anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ 50
kemudian demam yang tidak terlalu tinggi)
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam

Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya ditentukan
apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan pemeriksaan PA
terhadap jaringan Appendix dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang
akut dan bukan radang akut.11)

Tabel 2. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis. 2


Gejala Klinik Value
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Lab Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah
sebaiknya dilakukan.2
Gejala Appendicitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari yang
menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi, nyeri lokal pada
perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis. Pasien dengan peritonitis difus biasanya
bernafas mengorok. Pada beberapa kasus yang meragukan, pasien dapat diobservasi dulu
selama 6 jam. Pada penderita Appendicitis biasanya menunjukkan peningkatan nyeri dan
tanda inflamasi yang khas.12,13
Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan tingkat
inflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal di titik Mc
Burney’s. Tetapi pasien dengan Appendix retrocaecal menunjukkan gejala lokal yang
minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsing’s sign bersifat konfirmasi dibanding
diagnostik. Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi dibanding diagnostik,
khususnya pada pasien dengan pelvis abscess karena ruptur Appendix.12
Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau terlalu tua.
Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat sehingga
Appendicitisnya telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada bayi, hanya
dijumpai gejala letargi, irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul gejala muntah,
demam, dan nyeri.13

2.4.2 Tanda Klinis

Anak-anak dengan Appendicitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan gerakan
yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya jarang didiagnosis
sebagai Appendicitis, kecuali pada anak dengan Appendicitis letak retrocaecal. Pada
Appendicitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingga nyeri yang timbul
menyerupai nyeri pada kolik renal.6
Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan, karena
pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebut akan
mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang. 6
Gambar 4. Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut10)

Appendix umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa letak
anatomis Appendix sebenarnya dapat pada semua titik, 360 o mengelilingi pangkal Caecum.
Appendicitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri di antara costa 12 dan spina
iliaca posterior superior. Appendicitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri rectal. 6
Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada
pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk
Appendicitis. Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif, maka pemeriksaan rectal
toucher tidak diperlukan lagi.6
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 10
 Rovsing’s sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum.
Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.
 Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan
tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan dalam
arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan musculus
psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari peradangan Appendix.
Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.
Gambar 5. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign 10
 Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan pasien
sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan sendi lutut
pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian
eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri
pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess lokal, iritasi M.
Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.

Gambar 6. Cara melakukan Obturator sign10)


Gambar 7. Dasar anatomis Obturator sign10)

 Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral)


Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif bila
pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.
 Wahl’s sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan perkusi di
RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada auskultasi.
 Baldwin’s test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai kanannya
ditekuk.
 Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.
 Nyeri pada daerah cavum Douglasi
Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum Douglasi atau
Appendicitis letak pelvis.
 Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
 Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


2.5.1 Laboratorium2,3,6,7)
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm 3, biasanya didapatkan pada
keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan
polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to
the left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus dipertimbangkan. Jarang
hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm 3 pada Appendicitis tanpa komplikasi.
Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya
perforasi Appendix dengan atau tanpa abscess.
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran
kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi Urethra atau
Vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada Appendicitis acuta
dalam sample urine catheter tidak akan ditemukan bakteriuria.

2.5.2.Ultrasonografi1,2,6,7)
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis. Appendix
diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang nonperistaltik
yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal, Appendix diukur dalam
diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-
posterior Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan mendukung
diagnosis. Gambaran USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan ringan merupakan
struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan
diagnosis Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak terlihat dan
tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis Appendicitis acuta
tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus
dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ
panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar
dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen.
Diagnosis Appendicitis acuta dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96%
dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil,
walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai.
Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari peradangan
sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat menyerupai
appendicolith, dan pasien obesitas Appendix mungkin tidak tertekan karena proses
inflamasi Appendix yang akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif palsu
dapat terjadi bila Appendicitis terbatas hanya pada ujung Appendix, letak retrocaecal,
Appendix dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila Appendix mengalami
perforasi oleh karena tekanan.
Gambar 3.7.Ultrasonogram pada potongan longitudinal Appendicitis 10)

2.5.3. Pemeriksaan radiologi1,2,6,7)


Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Appendicitis acuta, tetapi dapat sangat
bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien Appendicitis acuta, kadang
dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal ini merupakan temuan yang tidak
spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan sangat
mendukung diagnosis. Foto thorax kadang disarankan untuk menyingkirkan adanya nyeri
alih dari proses pneumoni lobus kanan bawah.
Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan radioisotop leukosit.
Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG, tapi jauh lebih
mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT Scan diperiksa terutama saat dicurigai
adanya Abscess appendix untuk melakukan percutaneous drainage secara tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan yang
tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang kosong dan
dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %. Pemeriksaan radiografi dari
pasien suspek Appendicitis harus dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya diragukan
dan tidak boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada indikasi klinis.
Gambar 3.8. Gambaran CT Scan abdomen: Appendicitis perforata
dengan abscess dan kumpulan cairan di pelvis1)

Gambar 3.9. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Appendix


(panah) dengan appendicolith1)

2.6 Diagnosis Banding


Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih
ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistalsis sering ditemukan. Panas dan leukositosis
kurang menonjol dibanding apendisitis akut.
2. Limfadenitis Mesenterika
Limfadenitis mesenterika biasa didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai
dengan nyeri perut, terutama kanan disertai mual, nyeri tekan perut samar terutama
kanan.

3. Kelainan Ovulasi
Folikel ovarium yang berovulasi bisa mencetus nyeri perut kanan bawah pada
pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih
dahulu. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.

4. Infeksi Panggul
Salpingitis akut kanan mirip dengan apendisitis akut. Suhu lebih tinggi dari pada
apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggu pada wanita disertai
keputihan dan infeksi urin. Pada vaginal toucher, timbul nyeri hebat di panggul jika
uterus diayunkan.

5. Kehamilan di Luar Kandungan


Pada anamnesis, akan ditemukan riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak
menentu. Bila ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan,
timbul nyeri mendadak difus di daerah pelvis dan syok hipovolemik dapat terjadi. Pada
vagian toucher didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada kuldosentesis
didapatkan darah.

6. Kista Ovarium Terpuntir


Timbul nyeri mendadak dengan intensitas tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis
pada pemeriksaan perut, colok vagina, atau colok rektal. Tidak ada demam.
Ultrasonografi bisa menentukan diagnosis.

7. Endometriosis Eksterna
Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis
berada dan darah menstruasi terkumoul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.

8. Urolitiasis Pyelum/Ureter Kanan


Batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar
ke ingunal kanan adalah gambaran khas. Erisitouria sering ditemukan. Foto polos
abdomen atau urografi intravena bisa memastikan diagnosis. Pyelonefritis sering disertai
demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral sebelah kanan, dan piuria.

9. Divertikulitis Meckel
Gambaran praoperasi sama dengan apendisitis. Membutuhkan divertikulektomi, kadang-
kadang reseksi usus.

10. Intususepsi
Insiden paling sering terjadi di bawah usia 2 tahun, tinja seperti jelly buah berry, serangan
kram hilang timbul, massa berbentuk seperti sosis pada kuadran kanan bawah. Usaha
awal untuk reduksi adalah barium enema.

11. Ulkus Peptik Perforasi


Tumpahan isi gastrointestinal atas dengan penutupan cepat dari perforasi menyebabkan
menonjolnya gejala kuadran kanan bawah.

12. Peritonitis Primer


Peritonitis primer jarang menyerupai Appendicitis acuta simplex namun dapat
ditemukan gambaran yang sangat mirip dengan peritonitis difus sekunder yang
disebabkan oleh ruptur Appendix. Diagnosis ditegakkan dengan aspirasi peritoneal. Bila
ditemukan bakteri coccus pada pewarnaan Gram, peritonitis tersebut adalah peritonitis
primer dan terapinya adalah obat–obatan. Bila ditemukan bermacam–macam bakteri,
peritonitis tersebut adalah peritonitis sekunder.

13. Epiploic appendagitis


Epiploic appendagitis mungkin disebabkan oleh infark Colon sekunder dari torsi Colon.
Gejala dapat minimal atau terjadi gejala abdomen yang dapat berlangsung hingga
beberapa hari. Pasien tidak tampak sakit, jarang terjadi mual dan muntah, dan nafsu
makan tidak berubah. Terdapat nyeri tekan pada daerah yang terkena. Pada 25% kasus,
nyeri berlangsung terus menerus hingga epiploic appendage yang mengalami infark
dioperasi.

Anda mungkin juga menyukai