Anda di halaman 1dari 24

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Umum
Hidrologi atau Hydrologia (ilmu air) adalah cabang ilmu Geografi yang
mempelajari tentang pergerakan distribusi dan kualitas air di seluruh bumu
termasuk siklus hidrologi dan sumber daya air. Kajian ilmu hidrologi meliputi
hidrometeorologi, patamologi, lomnologi, geohidrologi dan kriologi. Hidrologi
termasuk salah satu cabang ilmu geogragrafi ( ilmu bumi) dan sudah mulai
dikembangkan oleh filsuf kuno, antara lain dari yunani, romawi, cina dan mesir.
Dimana air dianggap sebagai bagian dari unsur utama bersama-sama dengan bumi,
udara dan api.
Secara harafiah “hidrologi” berasal dari Bahasa Yunani, yakni “hydro” dan
“loge”, ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya
peredaran dan penyebaran, sifat-sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya
terutama dengan makhluk hidup. Penerapan ilmu hidrologi dapat dijumpai dalam
beberapa kegiatan seperti perencanaan dan operasi bangunan air, penyediaan air
untuk berbagai keperluan (air bersih, irigasi, perikanan, peternakan), pembangkit
listrik tenaga air, pengendalian banjir, pengendalian eroso dan sendimentasi,
transportasi air, drainase, pengendali polusi, air limbah ,dsb.
Ilmu hidrologi lebih banyak didasarkan pada pengetahuan empiris dari pada
teoritis. Pada dasarnya hidrologi adalah suatu ilmu yang bersifat menafsirkan
dengan melakukan percobaan yang dibatasi oleh ukuran kejadian di alam yang
diteliti sederhana dengan akibat yang bersifat khusus. Persyratan mendasar berupa
data yang diamati dan diukur mengenai semua pencurahan air hujan, pengairan
sungai serta penguapan air.
2.2 Data Hujan dan Klimatologi
Siklus hidrologi sangat dipengaruhi oleh iklim dan secara tidak langsung
dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Perubahan iklim ditandai dengan perubahan
dua factor meteorology penting yaitu temperature dan curah hujan, yang kemudian
dapat menyebabkan kenaikan temperature muka air laut. Perubahan temperature
ini akan menyebabkan perubahan variable atmosfer lainnya, yang pada akhirnya
akan menyebkan perubahan pola hujan dalam skala ruang, waktu dan besaran.
2.2.1 Data Hujan
Hujan ialah salah satu faktor dalam siklus hidrologi. Dimana pada suatu
daerah besarnya hujan akan mempengruhi besarnya aliran sesuai dengan
karakteristik daerah bersangkutan. Oleh karena itu data curah hujan merupakan
faktor penting untuk memperkirakan besarnya debit hujan rencana berdasarkan
analisa hidrologi yang biasa dipergunakan.
Data curah hujan dapat berupa data curah hujan harian atau curah hujan pada
periode waktu yang lebih pendek, misalnya setiap menit. Alat ukur hujan dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu penakar hujan biasa (manual raingauge) dan
penakar hujan otomatis (outomatic raingauge). Klasifikasi hujan bedasarkan
intensitas hujan setiap waktunya sebagai berikut:
Tabel 2.1 klasifikasi hujan berdasarkan intensitas hujan setiap waktu
Intesitas Hujan (mm)
Keadaan Hujan
1 jam 24 jam
Hujan sangat ringan <1 <5
Hujan ringan 1–5 5 – 20
Hujan normal 5–1 20 – 50
Hujan lebat 10– 20 50 – 100
Hujan sangat lebat < 20 > 100

Data hujan merupakan masukan utama dari sistem sungai dan aliran sungai.
Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang terjadi
hanya pada satu tempat atau satu titik saja. Untuk kawasan yang luas, satu penakar
hujan belum dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut. Oleh karena itu untuk
mengetahui semua karakteristik aliran, harus diketahui informasi mengenai besaran
curah hujan yang terjadi di lokasi yang sama atau disekitarnya. Hampir semua
kegiatan pengembangan sumber daya air memerlukan informasi hidrologi untuk
dasar perencanaan dan perancangan, salah satu informasi hidrologi yang penting
adalah data hujan. Pengumpulan dan pengolahan data hujan ini diharapkan dapat
menyajikan data hujan yang akurat, menerus dan berkelanjutan sesuai dengan
kondisi lapangan, tersusun dalam sistem database, data menyediakan data/informasi
hidrologi yang tepat sesuai dengan kebutuhan. perbandingan curah hujan tertentu

dibandingkan dengan hari hujannya

2.2.2 Data Klimatologi


Hidrologi suatu wilayah pada dasarnya bergantung pada iklimnya. Iklim
sebagian besar bergantung pada kedudukna geografi suatu tempat di permukaan
bumi. Data klimatologi merupakan data yang berkaitan dengan temperatur,
penyinaran matahari, kelembapan relatif, dan kecepatan angin, dalam suatu
daerah dengan pengaturan indeks tertentu. Data klimatologi digunakan untuk
menghitung kebutuhan air dan ketersediaannya.

Dalam klimatologi terdapat beberapa parameter cuaca antara lain:

a. Radiasi matahari
b. Kecepatan angina diukur dengan menggunakan anemometer dengan
memperhatikan ketinggian dimana pengamatan itu dilakukan
c. Suhu udara harian minimum maksimum suatu tempat dihutung sejak
matahari terbit hingga ½-3 jam setelah matahari mencapai puncaknya.
Kemudian mengalami penurunan hingga malam serta fajar.
d. Kelembapan udara
e. Penguapan

Kebutuhan pokok  stasiun klimatologi agar mendapatkan data yang


benar diperlukan yaitu:

1. Letak stasiun klimatologi harus memiliki hubungan tanah, air dan iklim
dimana data tersebut diperoleh.
2. Masing-masing instrument harus menghasilkan data-data meteorology
yang benar dan alat-alat tesebut tidak mudah rusak dan mudah
dipelihara.
3. Pembacaan alat mudah dilaksanakan dan  mudah dicatat
4. Pengamat cukup tersedia dan terlatih dengan baik serta bertempat
tinggal tidak jauh dari stasiun klimatologi demi kelancaran pengamatan.

2.3 Curah Hujan Rerata Daerah ( Area Rainfall )


Bila dalam suatu aeal terdapat beberapa alat penakar atau alat pencatat curah
hujan, maka untuk mendapatkan harga curah hujan daerah (Areal Rainfall) adalah
dengan mengambil harga rata-ratanya. Ada tiga cara dalam menentukan tinggi
curah hujan rata-rata disuatu area tertentu dari angka curah hujan, yaitu:
1. Cara tinggi rata-rata (aritmatic mean)
Salah satu cara yang biasanya dipakai pada daerah yang datar dan
banyak stasiun curah hujannya, dengan anggapan bahwa di daerah tersebut
sifat hujannya adalah sama rata (uniform distribution).
Rumus menghitung rerata curah hujan yaitu:

d=
∑ di ……………………………………………..(2.1)
n
Keterangan :
d= rata-rata curah hujan (mm)
di = jumlah tinggi curah hujan di setiap pos
n = banyaknya stasiun pencata.
2. Cara Thiessen Pologon

Cara ini diperoleh dengan membuat polygon yang memotong tegak lurus
pada tengah-tengah garis penghubunbg dua stasiun hujan sepert pada gambar
berikut:
Curah hujan rata-rata diperoleh dengan menjumlahkan pada masing-
masing penakar yang mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan
menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung
antara dua pos penakar.

Gambar 2. 1 perhitungan curah hujan polygon Thiessen

Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

d=
∑ A 1d1 ……………………………………………(2.2)
A

Keterangan :
A= luas areal (km2)
d= rata-rata curah hujan (mm)
di = jumlah tinggi curah hujan di setiap pos
n = banyaknya stasiun pencata.

3. Cara Ishoyet
Dalam hal ini, kontur curah hujan yang sama (Isohyet) digambarkan
terlebih dahulu, kemudian luas bagian diantara isohyet-isohyet yang
berdekatan diukur dan harga rata-ratanya dihitung sebagai harga rata-rata
berimbang dari nilai kontur seperti berikut:
d i−1+ d i
∑ A
2 ……………………………………….(2.3)
d=
∑ Ai

Gambar 2. 2 Perhitungan Curah Hujan Isohyet

2.4 Hujan Rancangan


Curah hujan Rancangan adalah curah hujan terbesar tahunan dengan
peluang tertentu yang mungkin terjadi di suatu daerah. Metode yang digunakan
untuk menganalisa curah hujan rancangan antara lain : Metode E. J Gumbel,
Metode Normal, Metode Log Normal, dan Metode Log Person Tipe III.

Secara garis besar prosedur dari distribusi Log Pearson Tipe III adalah sebagai
berikut : (Soemarto,CD,1995 : 152)

1. Mengubah data banjir tahunan sebanyak n buah X 1, X2, X3, …


menjadi log X1, log X2, log X3, …logXn.

2. Menghitung nilai standar deviasinya dengan rumus berikut:

∑ n log xi
log x= i=¿¿ ………………………………………………(2.4)
n

Si= √ ∑ n¿¿¿¿
i =¿ ¿
………………………………………(2.5)

3. Menghitung koefisien pencengan dengan rumus berikut :


n

∑ ( logxi−logx )3 ……………………………………….
i=1
Cs= 3
( n−1 ) . ( n−2 ) .(Sx )
(2.6)

4. Menghitung logaritma debit dengan waktu balik yang


dikehendaki dengan rumus berikut:

log Q=log X +G . Si……………………………………..(2.7)


dengan :
S = Simpanganbaku/ standar deviasi
log x = logaritma curah hujan rancangan dengan kala ulang (mm)
log x = logaritma curah hujan rata-rata
G = Konstanta ( didapat dari tabel)
n = Jumlahdata
Cs = Koefisienkepencengan
2.5 Uji Pemilihan Distribusi Frekuensi
Penentuan jenis distribusi dapat dilakukan dengan cara menggunakan
diagram rasio parameter statistik teoritis dari berbagai jenis distribusi (Masimin,
2011). Diagram ini merupakan grafik yang menghubungkan nilai Cs dan Ck dari
masing-masing set data terhadap garis teoritis dari beberapa jenis distribusi
frekuensi.
Pemilihan Jenis Distribusi Penentuan jenis distribusi dilakukan dengan
menggunakan diagram rasio momen perbandingan parameter statistik teoritis
masing-masing jenis distribusi.
Untuk mengetahui apakah pemilihan distribusi yang digunakan dalam
perhitungan curah hujan rancangan diterima atau ditolak, maka perlu dilakukan
uji kesesuaian distribusi. Uji ini dilakukan secara horizontal dengan menggunakan
Metode Smirnov Kolmogorof dan vertikal dengan Metode Chi Square.
A. Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji ini digunakan untuk menguji simpangan secara horizontal, yaitu
merupakan selisih simpangan maksimum antara distribusi teoritis dan empiris
(Do). Dengan pemeriksaan uji ini akan diketahui:
1. Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi yang
diharapkan atau yang diperoleh secara teoritis.
2. Kebenaran hipotesa diterima atau ditolak.

Uji kesesuaian Smirnov-Kolmogorof, sering juga disebut uji kecocokan non


parametrik karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi
tertentu.
Langkah-langkah pengujian Smirnov-Kolmogorof adalah sebagai berikut :

a) Mengurutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan juga besarnya
peluang dari masing-masing data tersebut.
b) Menentukan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran
data (persamaan distribusinya).
c) Dari kedua nilai peluang ditentukan selisih terbesarnya antara peluang
pengamatan dengan peluang teoritis.
d) Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov-Kolmogorof Test) dapat ditentukan
harga Dcr.

Apabila Do lebih kecil dari Dcr maka distribusi teoritis yang


digunakan untuk menentukan persamaan distribusi dapat diterima. Apabila
nilai Do lebih besar dari Dcr maka distribusi teoritis yang digunakan untuk
menentukan persamaan distribusi tidak dapat diterima.
B. Uji Chi-Square
Uji ini digunakan untuk menguji simpangan secara vertikal apakah
distribusi pengamatan dapatditerima secara teoritis. Pada penggunaan Uji
Smirnov-Komogorof, meskipun menggunakan perhitungan matematis namun
kesimpulan hanya berdasarkan bagian tertentu (sebuah variant) yang
mempunyai penyimpangan terbesar, sedangkan uji Chi-Square menguji
penyimpangan distribusi data pengamatan dengan mengukur secara
matematis kedekatan antara data pengamatan dan seluruh bagian garis
persamaan distribusi teoritisnya. Uji Chi-Square dapat diturunkan menjadi
persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995:194) :

2 ( E f −O f )2
X =∑ ………………………………………(2.8)
Ef
Dengan:
X2 = Chi-Square
Ef = Frekuensi (banyaknya pengamatan) yang diharapkan,
sesuai dengan pembagian kelasnya.
Of = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama
Nilai X2 yang terhitung ini harus lebih kecil dari harga X 2cr (yang didapat dari
tabel Chi-Square). Derajat kebebasan ini secara umum dapat dihitung dengan:

DK=K−( P+1 ) ……………………………………………….(2.9)

Dengan:

DK = Derajat kebebasan
K = Banyaknya kelas
P= Banyaknya keterikatan atau sama dengan banyaknya parameter,
yang untuk sebaran Chi-Square adalah sama dengan dua.
Berdasarkan penjelasan di atas, pada uji Chi-Square menguji
penyimpangan distribusi data pengamatan dengan mengukur secara matematis
kedekatan antara data pengamatan dan seluruh bagian garis persamaan
distribusi teorotisnya dengan nilai X2cr.

2.6 Distribusi Hujan Jam – Jaman

Untuk menghitung hidrograf banjir rancangan dengan cara


hidrograf satuan, perlu diketahui dulu sebaran hujan jam – jaman
dengan suatu interval tertentu. Prosentasi distribusi hujan yang terjadi
dihitung dengan rumus Dr. Mononobe (Sosrodarsono, 1976 : 146) :

a. Perhitungan rata – rata hujan sampai jam ke –T


R24 t 32
Rt = ( )
t T
…………………………………………………(2.10)

Dengan:
Rt = rata – rata hujan dari awal sampai jam ke – T (mm/jam)
T = waktu mulai hujan hingga ke – T (jam)
R24= curah hujan efektif dalam 24 jam (mm)
T = waktu konsentrasi hujan (jam)
RT = curah hujan pada jam ke – T (mm)

2.7 Koefisien Pengaliran

Koefisien pengaliran merupakan suatu perbandingan antara jumlah limpasan


dan jumlah curah hujan pada suatu kondisi daerah tertentu. Harga koefisien
pengaliran berbeda – beda disebabkan topografi dan tata guna lahan daerah aliran
sungai. Besarnya koefisien pengaliran dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2. 2 Koefisien Pengaliran.

Kondisi daerah pengaliran dan sungai Harga dari C


Daerah pegunungan yang curam 0,75 - 0,9
Daerah pegunungan tersier 0,70 - 0,8
Tanah bergelombang dan hutan 0,50 -0,75
Tanah dataran yang ditanami 0,45 - 0,60
Persawahan yang diairi 0,70 - 0,80
Sungai didaerahn pegunungan 0,75 - 0,85
Sungai kecil di dataran 0,45 - 0,75
Sungai besar yang lebih dari setengah daerah
0,50 - 0,75
pengalirannya terdiri dari dataran

2.8 Analisa Curah Hujan Netto Jam – Jaman


Hujan Netto adalah curah hujan yang menghasilkan limpasan langsung.
Besarnya hujan netto jam – jaman diperoleh dari perkalian antara hujan yang
terjadi dengan koefisien pengaliran. Pada studi ini, koefisien pengaliran di
tetapkan berdasarkan kondisi tata guna lahan dan kondisi fisik Daerah Aliran
Sungai. Peta peruntukan lahan atau Peta tata guna lahan di tunjukkan pada
Gambar 6 dan hasil perhitungan untuk mencari hujan netto jam – jaman dapat
dilihat pada Tabel 2.6 dan hasil perhitungan distribusi hujan jam – jaman bisa
dilihat pada Tabel 2.4.
Gambar 2. 3 Peta Peruntukan Lahan DAS Bedadung

Tabel 2. 3 Perhitungan Hujan Netto

Periode 10 20 50 100 200


(Tahun)
Hujan 102.329 118.304 118.85 124.451 130.617
Rancangan
(mm)
Koefisien 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7
Pengairan
Hujan Netto 71.6303 82.8128 83.195 87.1157 91.4319
(mm)

Data curah hujan rencana tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam
perhitungan debit rancangan di kawasan DAS Bedadung dan sekitarnya.

2.9 Debit Banjir Rancangan


Debit banjir rancangan adalah debit maksimum yang mungkin terjadi pada
suatu daerah dengan peluang kejadian tertentu. Untuk menaksir banjir rancangan
digunakan cara hidrograf satuan yang didasarkan oleh parameter dan
karakteristik daerah pengalirannya. Teori hidrograf satuan merupakan suatu cara
perhitungan yang relatif sederhana dan cukupteliti.

Beberapa metode perhitungan hidrograf satuan sintetik diantaranya : Metode


Nakayasu. Nakayasu dari Jepang, telah menyelidiki hidrograf satuan pada
beberapa sungai di Jepang. Ia membuat rumus hidrograf satuan sintetik dari hasil
penyelidikannya. Rumus yang dihasilkannya adalah sebagai berikut :
CA . Ro
Q p= … … … … … … … … … … … … … … … … … … …(2.11)
3,6( 0,3T P+ T 0,3 )

Dengan :
Qp= debit puncak banjir ( m3/dt)
CA= Luas daerah pengaliran
R0 = hujan satuan ( mm)

Tp= tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir(jam)


T0.3= waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai
menjadi 30 % dari debitpuncak.
Persamaan lengkung naik hidrograf adalah sebagai berikut :
2,4
t
Q a= ( )
Tp
…………………………………………………………(2.12)

Bagian lengkung turun ( decreasing limb )


(t−T p )

Q a 1=Q p . 0,3 T 0,3 ; pada saat 0 ≤ t ≤ ( T p +T 0,3 ) ……………….(2.13)


(t−T p +0,5T 0,3 )

Qa 2=Q p . 0,3 1,5 T 0,3 ; pada saat ( T p +T 0,3 ) ≤ t ≤ ( T p+ T 0,3 +1,5 T 0,3 ) (2.14)
(t −T p +1,5 T 0,3 )

Q a 3=Q p . 0,3 2T 0,3 ; pada saat t ≤ ( T p+ T 0,3 +1,5 T 0,3 )……..(2.15)


Gambar 2. 4 Grafik Lengkung Naik dan Lengkung Turun Pada Metode
Nakayasu

2.10 Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah keseluruhan jumlah air yang berasal dari permukaan
tanah, air, dan vegetasi yang diuapkan kembali ke atmosfer oleh adanya pengaruh
faktor–faktor iklim dan fisiologi vegetasi. Dengan kata lain, besarnya
evapotranspirasi adalah jumlah antara evaporasi (penguapan air berasal dari
permukaan tanah), intersepsi (penguapan kembali air hujan dari permukaan tajuk
vegetasi), dan transpirasi (penguapan air tanah ke atmosfer melalui vegetasi).
Beda antara intersepsi dan tranapirasi adalah pada proses intersepsi air yang
diuapkan kembali ke atmosfer tersebut adalah air hujan yang tertampung
sementara pada permukaan tajuk dan bagian lain dari suatu vegetasi, sedangkan
transpirasi adalah penguapan air yang berasal dari dalam tanah melalui tajuk
vegetasi sebagai hasil proses fisiologi vegetasi.
Pada siklus hidrologi menunjukan bahwa evapotranspirasi (ET) adalah
jumlah dari beberapa unsur seperti pada persamaan matematik berikut:
ET = T + It + Es + Eo……………………………………….(2.16)
Dengan :
T = transpirasi vegetasi
It = intersepsi total
Es = evaporasi dari tanah, batuan dan jenis permukaan tanah lainnya,
Eo = evaporasi permukaan air terbuka seperti sungai, danau, dan waduk.
Untuk tegakan hutan, Eo dan Es biasanya diabaikan dan ET = T + It.
Bial unsur vegetasi dihilangkan, ET = Es.

2.10.1 Faktor-Faktor Penentu Evapotranspirasi


Untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap
besarnya evapotranspirasi, maka dalam hal ini evapotanspirasi perlu dibedakan
menjadi evapotranspirasi potensial (PET) dan evapotranspirasi aktual (AET).
PET lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi, sementara AET
dipengaruhi oleh fisiologi tanaman dan unsur tanah.
Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi PET adalah radiasi panas
matahari dan suhu, kelembaban atmosfer dan angin, dan secara umum besarnya
PET akan meningkat ketika suhu, radiasi panas matahari, kelembaban, dan
kecepatan angin bertambah besar.
Pengaruh radiasi panas matahari terhadap PET adalah melalui proses
fotosintesis. Dalam mengatur hidupnya, tanaman memerlukan sirkulasi air
melalui sitem akar-batang-daun. Sirkulasi perjalanan air dari bawah (perakaran)
ke atas (daun) dipercepat dengan meningkatnya jumlah radiasi panas matahari
terhadap vegetasi yang bersangkutan. Pengaruh suhu terhadap PET dapat
dikatakan secara langsung berkaitan dengan intensitas dan lama waktu radiasi
matahari. Suhu yang akan mempengaruhi PET adalah suhu daun dan bukan suhu
udara di sekitar daun. Pengaruh angin terhadap PET adalah melalui mekanisme
dipindahkannya uap air yang keluar dari pori-pori daun. Semakin besar
kecepatan angin, semakin besar pula laju evapotranspirasinya. Dibandingkan
dengan pengaruh radiasi panas matahari, pengaruh angin terhadap laju ET adalah
lebih kecil (de Vries and van Duin dalam Ward, 1967).
Kelembaban tanah juga ikut mempengaruhi terjadinya evapotranspirasi.
Evapotranspirasi berlangsung ketika vegetasi yang bersangkutan sedang tidak
kekurangan suplai air (Penman, 1956 dalam Ward, 1967). Dengan kata lain
evapotranspirasi (potensial) berlangsung ketika kondisi kelembaban tanah
berkisar antara titik wilting point dan field capacity. Karena ketersediaan air
dalam tanah tersebut ditentukan oleh tipe tanah, dengan demikian, secara tidak
langsung, peristiwaPET juga dipengaruhi oleh faktor potensial.

2.10.2 Pengukuran Evapotranspirasi


Ada berapa metode dalam penetapan nilai/besarnya evapotranspirasi, antara
lain:
1) Metode Thornthwaite
Thornthwaite telah mengembangkan suatu metode untuk memperkirakan
besarnya evapotranspirasi potensial dari data klimatologi. Evapotranspirasi
potensial (PET) tersebut berdasarkan suhu udara rerata bulanan dengan
standar 1 bulan 30 hari, dan lama penyinaran matahari 12 jam sehari. Metode
ini memanfaatkan suhu udara sebagai indeks ketersediaan energi panas untuk
berlangsungnya proses ET dengan asumsi suhu udara tersebut berkorelasi
dengan efek radiasi matahari dan unsur lain yang mengendalikan proses ET.
Rumus dasar:
10 × T a
PET =1,6 ( I) ………………………………………………………….(2.17)

keterangan:
PET   =  evapotranspirasi potensial bulanan (cm/bulan)
T        =  temperatur udara bulan ke-n (OC)
I         =  indeks panas tahunan
a         =  koefisien yang tergantung dari tempat
Harga a dapat ditetapkan dengan menggunakan rumus:
a   = 675  10-9 ( I3 ) – 771  10-7 ( I2 ) + 1792  10-5 ( I ) +
0,49239 …………………………………………….(2.11)
Jika rumus tersebut diganti dengan harga yang diukur, maka:
PET = evapotranspirasi potensial bulanan standart (belum
disesuaikan dalam cm).
Karena banyaknya hari dalam sebulan tidak sama, sedangkan jam
penyinaran matahari yang diterima adalah berbeda menurut musim dan
jaraknya dari katulistiwa, maka PET harus disesuaikan menjadi:
s Tz
PE=PET ………………………………………………(2.18)
30× 12
Keterangan:
s     = jumlah hari dalam bulan
Tz  = jumlah jam penyinaran rerata per hari
2) Metode Blaney-Criddle
Metode ini digunakan untuk menentukan besarnya evapotranspirasi dari
tumbuhan (consumtive use) yang pengembangannya didasarkan pada
kenyataan bahwa evapotranspirasi bervariasi sesuai dengan keadaan
temperatur, lamanya penyinaran matahari/siang hari, kelembaban udara dan
kebutuhan tanaman.
T.P
U =K ……………………………………………………..
100
(2.18)
keterangan:
U = consumtive use (inch) selama pertumbuhan tanaman
K = koefisisen empiris yang tergantung pada tipe dan lokasi tanaman
P = persentase jumlah jam penyinaran matahari per bulan dalam 1
(satu)tahun (%)
T = temperatur bulan ke-n (OF)
3) Metode Blaney-Criddle yang dimodifikasi
P { ( 45,7 ×7 T ) +81,30 }
U =K …………………………………………..(2.20)
100
keterangan:
U  = transpirasi bulanan (mm/bulan)
T  = suhu udara bulan ke-n (OC)
P  = persentase jam siang bulanan dalam setahun
dimana:
K  = Kt ´ Kc
Kt = 0,0311(t) + 0,24
Kc = koefisien tanaman bulanan dalam setahun = 0,94
Harga-harga Kc padi di Indonesia telah ditetapkan oleh lembaga-lembaga
terkait.
4) Metode Turc-Lungbein
Turc telah mengenbangkan sebuah metode penentuan evapotranspirasi
potensial yang didasarkan pada penggunaan faktor-faktor klimatologi yang
paling sering diukur, yaitu kelembaban relatif dan temperatur udara.
P
E=
P2 ………………………………………………………
√ 0,9+
Eo2
(2.21)

Nilai Eo dapat dicari dengan:


Eo = 325 + 21 T + 0,9 T2……………………………………………(2.22)
Keterangan:
P =  curah hujan tahunan
E =  evapotranspirasi (mm/th)
Eo=  evaporasi (mm/th)
T =  rerata temperatur tahunan
s
∑ T 0 Ja nuari d T 0 Januari
T́ =
12

5) Metode Penman
Rumus dasar perhitungan evaporasi dari muka air bebas adalah:

¿=
( Y)
H +¿ 0 X
……………………………………………………(2.23)

I +( )
Y
keterangan:
E = evaporasi dari permukaan air bebas   (mm/hari, 1 hari = 24 jam)
Ho =net radiation (cal/cm2/hari) = kemiringan kurva hubungan
tekanan uap yang        diselidiki (mmHg/oC)
konstanta Psychrometri (=0,485 mmHg/oC)
L = panas latent dari evaporasi sebesar 0,1 cm3  (= 59 cal)
Nilai Ex dapat dicari dengan:
Ex = 0,35 (0,5 + 0,5 U2) ( e Sat –e2) ………………………………(2.24)
Dengan:
V2 = kecepatan angin ketinggian 2 m (m/det)
e sat = tekanan uap jenuh (mmHg)
e2 = tekanan uap aktual ketinggian 2 m (mmHg)
Persamaan Penman tersebut dapat dijabarkan agar menjadi mudah
perhitungannya, yaitu:
I
E= ( 0,94 × II × III −IV ×V ×VI )+VII ¿ ¿………………………………
59
(2.25)
I  = Merupakan nilai D sebagai fungsi temperatur
II = Merupakan nilai (a + bn/N)
a dan b =  konstanta
n =  lamanya sinar matahari
N =  panjang hari 9 jam
top
III =nilai H=         yang merupakan fungsi garis lintang
sh
IV =nilai dari 118.10-19 (273 + Tz)4, merupakan fungsi suhu
V = nilai dari   0.47−0.077 √ e 2merupakan fungsi tekanan uap
aktual pada ketinggian 2 m
VI = nilai dari 0.2+0.8 n/N
VII = nilai dari 0.485x0.35 (0.5+0.54u)
VIII = nilai dari tekanan uap (esat)

2.11 Debit Andalan


Debit Andalan (dependable discharge) adalah debit yang berhubungan dengan
probabilitas atau nilai kemungkinan terjadinya. Merupakan debit yang
kemungkinan terjadinya sama atau melampaui dari yang diharapkan. Debit yang
mengalir pada suatu penampang sungai dalam suatu daerah aliran sungai
(DAS).Perencanaan teknik sumber daya air membutuhkan nilai probabilitas debit
yang diandalkan:
1) Penyediaan air minum dengan debit andalan 99%
2) Pembangkit tenaga listrik dengan debit andalan 85% - 90%
3) Perencanaan irigasi dengan debit andalan 70% -85%
Misal dengan andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m3/det. Berarti akan
dihadapi adanya debit-debit yang sama atau lebih besar dari 100 m3/det sebesar
90% dari banyaknya pengamatan selama waktu tertentu, serta akan dihadapi
resiko debit-debit lebih kecil dari 100 m3/det sebesar 10% dari banyaknya
pengamatan.
Analisa debit andalan dilakukan untuk memperkirakan ketersedian air dari
suatu pengambilan bebas (bending, waduk, embung, bendungan) untuk air
irigasi dengan menggunakan metode FJ. Mock. Metode ini didasarkan pada
referensi data hujan, evapotrasnspirasi dan karateristik daerah aliran sungai
(DAS) setempat.
Persamaan:

Q= (Dro + Bf) x A (m3/dt) ……………………………..(2.26)

Dro= Ws – I……………………………………………...(2.27)

Bf= I-Vn………………………………………………....(2.28)

Ws= R – Etp……………………………………………...(2.29)

Et= Ep – E (mm/hari)……………………………………(2.30)

Run Off= Dro + Bf ……………………………………..(2.31)

Keterangan :

Q = Debit andalan (m3/det)

Dro = Limpasan langsung

Bf = Base flow

A = Catcment area (km2)

Ws = Water surplus

Et = Evapotranspirasi

I = Inflitrasi (mm/hr)

Vn = Stroage Volume
R = Curah hujan (mm/hr)

Ep = Limit evapotranspirasi

E = Evapotraspirasi terbuka (mm/hr)

Kriteria dan asumsi yang digunakan dalam perhitungan metode FJ. Mock ini
adalah :

P = Presipitasi, curah hujan bulanan (mm/hr)

N = Number, jumlah hari hujan pada bulan yang brsangkutan

Ep = Evopotranspirasi potensial hasil modifikasi penman

m = Lahan yang tidak tertutup vegetasi dalam % di tentukan dari peta


tata guna

lahan tanah sebagai berikut :

m = 0% lahan dengan hutan lebat

m = 10-40% lahan tererosi

m = 30-50% lahan pertanian diolah

E/Ep = (m/20)(18-n)……………………………………..(2.36)

E = 5 x 3, Evapotranspirasi air terbuka

Et = Ep – E, Evapotransprasi terbatas

S = Ep – Et, Evapotranspirasi air permukaan

Is = Initial Storage biasanya volume air saat permulaan diasumsikan 50%


dari
S, antara 50-100 mm

Kelembapan tanah berkisar antara 50 – 250 mm porositas tanah dari


catchment area

Koefisien inflitrasi (I) ditaksir berdasarkan porositas tanah dan kemiringan


daerah

pengaliran dimana

I = (11) x I,I = 0 – 1…………………………..(2.37)

Disarankan I = > 0,5 untuk pengunungan

I = 0,3 untuk daerah rendah

0,5 (1 + k) ………………………………….(2.38)

K x Vn – 1 ………………………………….(2.30)

K = factor resesi air tanah, antara k = 0,60 (pegunungan), k = 0,50 (dataran


rendah)

Volume tampungan air tanah (Vn) = 13 +14

∆ Vn=Vn−( Vn−1 ), perubahan volume air tanah

Aliran dasar, I – ∆ Vn atau ( 12 – 16)

Aliran permukaan, (11) – (12)

Aliran sungai, (17 + 18)


Debit Efektif = (19) x (CA/1000 x 106)/(86400 x jumlah hari dalam sebulan)

Volume aliran sungai dalam 1 bulan = (20) X 86400 x jumlah hari dalam
sebulan.

Anda mungkin juga menyukai