Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tercnatum pengertian
pendidikan: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencan untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”1
Driyarkara sebagaimana dikutip Juad Ihsan mendefinisikan bahwa
pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia
ketarap insani itulah yang disebut mendidik. Pendidikan ialah pemanusian manusia
muda.2 Pakar pendidikan Islam memiliki pandangan tersendiri, tentang pendidikan
Islam, seperti pandangan Ibrahimi sebagaimana dikutip Abdul Mujib dan Jusuf
Mudzakir menyatkan bahwa pendidikan Islam dalam pandangan yang sebenarnya
adalah suatu system pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan
kehidupanya sesuai dengan ideologi Islam, sehingga dengan mudah ia dapat
membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam.3
Pendidikan berbasis Islam maupun pendidikan umum pada dasarnya ingin
mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Tujuan Pendidikan Nasional tercantum dalam
Undang-Undang sebagai berikut: Tujuan Pendidikan Nasional mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.4
Berkaitan dengan tujuan pendidikan di atas, secara esensial sebenarnya tujuan
pendidikan Islam yang dikemukakan Al-Abrasyi di kutip oleh Abdul Mujib dan
1
Undang-Undang Pendidikan Nasional
2
Juad Ihsan,Dasar-Dasar Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta,2010), Hlm.. 4.
3
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2010),Hlm.. 25
4
UU Sistem Pendidikan Nasional tahun pasal 3

1
Jusuf Mudzakir bahwa tujuan pendidikan Islam secara umum adalah untuk
mengadakan pembentukan akhlak yang mulia.5 Dalam mencapai tujuan pendidikan
diperlukan serangkaian proses-proses yang berkaitan dengan pendidikan. Mulai dari
perencanan, pelaksanan, evaluasi dan yang lainya.  
Supardi berpandangan bahwa penilaian merupakan salah satu faktor
pendukung keberhasilan proses dan hasil pembelajaran. Kemudian Supardi juga
menambahkan bahwa penilaian terhadap proses pembelajaran harus dilakukan
dengan cara yang baik dan benar karena akan mempengaruhi kualitas hasil belajar
serta kelulusan peserta didik suatu lembaga pendidikan.6
Namun disadari bersama, pada proses dan pelaksanan pendidikan dibeberapa
lembaga pendidikan masih jauh dari yang diharapkan dari delapan setandar
pendidikan nasional permasalahan dalam dunia pendidikan begitu kompleks
termasuuk di dalamnya permasalahan evaluasi. Secara garis besar penulis dapat
menggolongkan permasalahan tersebut pada segitiga sama sisi yang saling
berkesinambungan satu sama lain. Adapun segita sama sisi tersebut yaitu
permasalahan fungsional, kultural dan struktural.
Oleh karena itu dibutuhkan evaluasi yang komperhensip dan universal dalam
dunia pendidikan Evaluasi pendidikan memiliki kedudukan yang amat strategis,
karena hasil dari kegiatan evaluasi dapat digunakan sebagai input untuk melakukan
perbaikan kegiatan pendidikan. Ajaran Islam juga menaruh perhatian yang besar
terhadap evaluasi tersebut. Allah SWT, dalam berbagai firman-Nya dalam kitab suci
Al-Qur’an dan Rasulullah SAW dalam beberapa hadistnya memberitahukan kepada
manusia, bahwa pekerjaan evaluasi terhadap manusia didik adalah merupakan suatu
tugas penting dalam rangkaian proses pendidikan yang telah dilaksanakan oleh
pendidik. Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai

5
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana,2010),Hlm. 79.
6
Ibid., Hlm. V.

2
ajaran Islam sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an dan al- Hadits serta dalam
pemikiran para ulama dan dalam praktik sejarah umat Islam.7
Dalam pendidikan Islam evaluasi merupakan salah satu komponen dari sistem
pendidikan Islam yang harus dilakukan secara sistematis dan terencana sebagai alat
untuk mengukur keberhasilan atau target yang akan dicapai dalam proses pendidikan
Islam dan proses pembelajaran.8 Dengan kata lain, Evaluasi merupakan subsistem
yang sangat penting dan sangat dibutuhkan dalam setiap sistem pendidikan, karena
evaluasi dapat mencerminkan seberapa jauh perkembangan atau kemajuan hasil
pendidikan.
Dengan evaluasi, maju dan mundurnya kualitas pendidikan dapat diketahui,
dan dengan evaluasi pula, dapat diketahui titik kelemahan sehingga dapat mencari
jalan keluar untuk berubah menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Tanpa
evaluasi, sulit sekali mengetahui seberapa jauh keberhasilan pelaksanaaan program
pendidikan. Secara umum evaluasi pendidikan dalam persfektif Islam adalah suatu
proses sistematik berlandaskan Al-Qur’an dan Al-Hadist untuk mengetahui tingkat
keberhasilan pelaksanaan program-program kependidikan.
Berpijak dari kepentingan tersebut di atas, keberadaan Al- Qur’an sebagai
pedoman hidup bagi umat manusia dalam segala aspek kehidupan.

‫ا ۚ ِن فَ َمن‬CCَ‫د َٰى َو ۡٱلفُ ۡرق‬Cُ‫ت ِّمنَ ۡٱله‬ ٖ َ‫اس َوبَيِّ ٰن‬


ِ َّ‫دى لِّلن‬Cٗ Cُ‫ان ه‬ ُ ‫ر َء‬Cۡ Cُ‫ ِه ۡٱلق‬C‫ز َل فِي‬C ُ ٓ ‫ضانَ ٱلَّ ِذ‬
ِ C‫ي أن‬ َ ‫َش ۡه ُر َر َم‬
ُ ‫ ُد ٱهَّلل‬C ‫ ۗ َر ي ُِري‬C َ‫ة ِّم ۡن أَي ٍَّام أُخ‬ٞ ‫ َّد‬C‫َش ِه َد ِمن ُك ُم ٱل َّش ۡه َر فَ ۡليَصُمۡ ۖهُ َو َمن َكانَ َم ِريضًا أَ ۡو َعلَ ٰى َسفَ ٖر فَ ِع‬
ۡ‫ َد ٰى ُكمۡ َولَ َعلَّ ُكم‬C َ‫ا ه‬CC‫ُوا ٱهَّلل َ َعلَ ٰى َم‬ Cْ ‫ َّدةَ َولِتُ َكبِّر‬C‫وا ۡٱل ِع‬C
ْ Cُ‫ َر َولِتُ ۡك ِمل‬C ‫ ُد بِ ُك ُم ۡٱلع ُۡس‬C ‫ َر َواَل ي ُِري‬C ‫بِ ُك ُم ۡٱلي ُۡس‬
١٨٥ َ‫ت َۡش ُكرُون‬
Artinya: (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia
dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak

7
Abudin Nata, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta: Prenada Media Group, 2008), cet ke.3, Hlm. 173. 
8
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia, 2008), cet. ke 10 Hlm.220.

3
dan yang batil). (QS. Al- Baqarah (2): 185).9 Seyogyanya dapat dijadikan langkah
solutif untuk menjawab dan menyelesaikan permasalahan di atas, dengan
mengaplikasikan dan mengimplementasikan evaluasai pendidikan berbasis Al-Quran
secara komperhensip dan universal pada dunia pendidikan.
Dengan demikian, starting point dari permasalahan di atas, agar tercapainya
tujuan pendidikan dan terciptanya pendidikan yang diharapkan, perlu kiranya penulis
memberikan interpretasi tentang “Evaluasi Pendidikan Islam”. Sebagai kajian guna
mengsosialisasikan apa itu makna evaluasi terutama dalam pendidikan islam.
2. Rumusan Masalah
1) Apa Kedudukan Evaluasi Dalam Pendidikan ?
2) Apa Fungsi Evaluasi Dalam Pendidikan ?
3) Apa Prinsip-prinsip Evaluasi dalam Pendidikan Islam ?
3. Tujuan
1) Apa Kedudukan Evaluasi Dalam Pendidikan ?
2) Apa Fungsi Evaluasi Dalam Pendidikan ?
3) Apa Prinsip-prinsip Evaluasi dalam Pendidikan Islam ?

BAB II
PEMBAHASAN
1. Hakekat Evaluasi Pendidikan

9
Departemen Agama Republik Indonesia . Al-Qur’an dan Terjemnya. (Jakarta: PT Sygma, 2009).
Hlm.28.

4
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti tindakan
atau proses untuk menentukan nilai sesuatu atau dapat diartikan sebagai tindakan atau
proses untuk menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan
pendidikan (Arikunto, 1993:1). Sedangkan dalam bahasa Arab, evaluasi dikenal
dengan istilah imtihan yang berarti ujian. Dan dikenal juga dengan istilah khataman
sebagai cara menilai hasil akhir dari proses pendidikan (Arifin, 1991:274).
Dari segi istilah evaluasi dapat diartikan sebagai proses membandingkan
situasi yang ada dengan kriteria tertentu karena evaluasi adalah proses mendapatkan
informasi dan menggunakannya untuk menyusun penilaian dalam rangka membuat
keputusan. Dari pengertian di atas jika dihubungkan dengan istilah pendidikan, maka
evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai proses membandingkan situasi yang ada
dengan kriteria tertentu terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan.
Untuk itu evaluasi pendidikan sebenarnya tidak hanya menilai tentang hasil belajar
para siswa dalam suatu jenjang pendidikan tertentu, melainkan juga berkenaan
dengan penilaian terhadap berbagai aspek yang mempengaruhi proses belajar siswa
tersebut. Misalnya, evaluasi terhadap kinerja guru, metode, kurikulum, sarana
prasarana, lingkungan dan sebagainya (Nata, Abuddin, 2005:183).
Evaluasi Pendidikan diartikan pula dengan penilaian pendidikan, yakni
kegiatan menilai yang terjadi dalam aktivitas pendidikan. 10 Evaluasi itu semacam
pengukuran karena dalam evaluasi digunakan alat ukur tertentu, misalnya alat ukur
untuk mengevaluasi keberhasilan anak didik dalam mata pelajaran Bahasa Inggris
bidang percakapan adalah dengan alat ukur tes lisan, yakni semua anak didik diuji
keterampilan percakapannya oleh pendidik satu per satu atau pendidik mendengarkan
percakapan yang dilakukan diantara muridnya.
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui keberhasilan anak didik dalam
mengikuti mata pelajaran tertentu, baik yang sifatnya teoretis, metodologis, materi
maupun substansinya. Yang dievaluasi adalah tiga ranah dalam tujuan pendidikan,
yakni evaluasi pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
10
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2009) hlm 142

5
Pada ranah kogntif, anak didik diukur kemampuannya dalam menyebutkan
konsep-konsep tertentu, mendefinisikannya dan mengulang mata pelajaran yang telah
disampaikan; pada ranah afektif anak didik diukur kemampuannya dalam
menggambarkan dan menguraikan konsep tertentu bila diperlukan diukur daya
analisisnya. Adapun pada ranah psikomotorik, kemampuan anak didik dalam
menerapkan atau mempraktikan ilmu pengetahuan yang sifatnya aplikatif diuji.
Dengan demikian, tingkat keberhasilan atau peningkatan prestasi siswa dengan
mudah dapat diketahui.
Selain istilah evaluasi, terdapat pula istilah lainnya yang hampir berdekatan,
yaitu pengukuran dan penilaian. Ada yang cenderung mengartikan ketiga kata
tersebut sebagai suatu pengertian yang sama dan ada pula yang mengartikannya
berbeda. Dan untuk memahami apa persamaan, perbedaan, ataupun hubungan antara
ketiganya, menurut Suharsimi Arikunto dapat dipahami melalui contoh-contoh di
bawah ini:
a. Apabila ada orang yang memberi sebatang pensil pada kita, dan kita disuruh
memilih dua batang pensil yang tidak sama panjangnya, maka tentu kita akan
memilih yang panjang. Kita tidak memilih yang pendek kecuali ada alasan
khusus.
b. Pasar adalah tempat pertemuan orang-orang yang akan menjual dan membeli.
Sebelum menentukan barang yang akan dibelinya, seorang pembeli akan
memiluh terlebih dahulu mana barang yang lebih baik menurut ukurannya.
Apabila ia ingin membeli jeruk, dipilihnya jeruk yang besar, kuning, dan
halus kulitnya. Semuanya itu dipertimbangkan karena pengalaman
sebelumnya, jenis jeruk-jeruk yang demikian ini rasanya akan manis, sedang
jeruk yang masih kecil, hijau, dan kulitnya agak kasar, biasanya masam.

2. Kedudukan Evaluasi Pendidikan

6
Evaluasi memiliki kedudukan yang sangat srategis dalam pendidikan. Karena
hasil dari kegiatan evaluasi dapat digunakan sebagai input untuk melakukan
perbaikan kegiatan pendidikan. Islam menaruh perhatian yang besar terhadap
evaluasi. Menurut Islam, evaluasi terhadap peserta didik adalah merupakan suatu
tugas penting dalam rangkaian proses pendidikan yang telah dilaksanakan oleh
pendidik. Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Baqarah:31-32 yang berbunyi
sebagai berikut:
ٓ
ۡ‫ؤُٓاَل ِء إِن ُكنتُم‬Cَٓ‫ َمٓا ِء ٰه‬C‫ونِي بِأ َ ۡس‬Cُُِٔ‫ال أَ ۢنٔ‍ب‬C
َ Cَ‫ضهُمۡ َعلَى ۡٱل َم ٰلَئِ َك ِة فَق‬ َ ‫َو َعلَّ َم َءا َد َم ٱأۡل َ ۡس َمٓا َء ُكلَّهَا ثُ َّم ع ََر‬
٣٢ ‫ك أَنتَ ۡٱل َعلِي ُم ۡٱل َح ِكي ُم‬ َ َّ‫وا س ُۡب ٰ َحنَكَ اَل ِع ۡل َم لَنَٓا إِاَّل َما َعلَّمۡ تَن َۖٓا إِن‬
ْ ُ‫ قَال‬٣١ َ‫ص ِدقِين‬ َٰ
Artinya : “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat, lalu Allah
berfirman: ‘sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu jika kamu memang orang-
orang yang benar. Mereka menjawa, ‘Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami
ketahui selain yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah
Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Dari ayat di atas dapat diambil beberapa kesimpulan. Pertama, Allah SWT
dalam ayat tersebut berperan sebagai guru yang memberikan pelajaran kepada Nabi
Adam as. Kedua, para malaikat karena tidak memperoleh pelajaran dari Allah
sebagaimana yang telah diterima oleh Nabi Adam, mereka tidak dapat menyebutkan
nama benda-benda yang telah diberikan kepada Nabi Adam. Ketiga, Allah SWT telah
meminta kepada Nabi Adam agar mendemonstrasikan ajaran yang telah diterimanya
di hadapan para malaikat. Keempat, ayat tersebut mengisyaratkan bahwa materi yang
akan diujikan (dievaluasikan) haruslah materi yang pernah diajarkan.
Selanjutnya Nabi Sulaiman pernah mengevaluasi kejujuran seekor burung
hud-hud yang memberitahukan tentang adanya kerajaan yang diperintahkan oleh
seorang wanita cantik, yang dikisahkan dalam ayat berikut ini:

َ ‫ۡٱذهَب بِّ ِك ٰتَبِي ٰهَ َذا فَأ َ ۡلقِ ۡه إِلَ ۡي ِهمۡ ثُ َّم تَ َو َّل َع ۡنهُمۡ فَٱنظُ ۡر َما َذا يَ ۡر ِجع‬
٢٨ ‫ُون‬

7
Berkata Sulaiman: “akan kami lihat (evaluasi) apakah kamu benar ataukah kamu
termasuk orang-orang yang berdusta”. (Q.S. al- Naml, 27:28)
3. Fungsi Evaluasi
Evaluasi merupakan komponen penting yang tidak dapat dipisahkan dari
keseluruhan proses pendidikan.11 Karena evaluasi memberikan umpan balik terhadap
program secara keseluruhan sebagai pengadaan informasi bagi pihak pendidik untuk
membuat macm-macam keputusan. A. Thabrani Rusyan mengatakan bahwa evaluasi
mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1) Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional secara komprehensif
yang meliputi aspek pengetahuan, sikap dan tingkah laku.
2) Sebagai umpan balik yang berguna bagi tindakan berikutnya dimana segi-segi
yang sudah dicapai lebih ditingkatkan lagi dan segi-segi yang dapat
merugikan sebanyak mungkin dihindari.
3) Bagi pendidik, evaluasi berguna untuk mengatur keberhasilan proses belaja
mengajar. Bagi peserta didik, berguna untuk mengetahui bahwa pelajaran
yang diberikan dan dikuasainya. Sedangkan bagi masyarakat, untuk
mengetahui berhasil atau tidaknya program-program yang dilaksanakan.
4) Untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk
memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program remedial bagi
murid.
5) Untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar.
6) Untuk menempatkan murid dalam situasi belajar mengajar yang tepat.
7) Untuk mengenal latar belakang murid yang mengalami kesulitan-kesulitan
belajar.
Selain yang telah disebutkan di atas, evaluasi juga berfungsi dalam beberapa hal
sebagai berikut:
a. Evaluasi berfungsi selektif

11
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2009) hlm 142

8
Dengan mengadakan evaluasi guru mempunyai cara untuk mengadakan
seleksi atau penilaian terhadap siswanya. Evaluasi itu sendiri memiliki
beberapa tujuan, yaitu:
1. Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu.
2. Untuk memilih siswa yang dapat naik kelas atau tingkat berikutnya.
3. Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa.
4. Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah dan
sebagainya.
b. Evaluasi berfungsi diagnostic
Apabila alat yang digunakan dalam evaluasi cukup memenuhi
persyaratan, maka dengan melihat hasilnya guru akan mengetahui kelemahan
siswa. Disamping itu diketahui pula sebab musabab kelemahan itu. Jadi
dengan mengadakan evaluasi, guru sebenarnya mengadakan diagnosa kepada
siswa tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahui sebab-sebab
kelemahan ini, akan lebih mudah dicari cara untuk mengatasinya.
c. Evaluasi berfungsi sebagai penempatan
Sistem baru yang kian banyak dipopulerkan di negara Barat adalah
sistem belajar sendiri. Sebagai alasan dari munculnya sistem ini adalah adanya
pengakuan yang besar terhadap kemampuan individual. Setiap siswa sejak
lahirnya telah membawa bakat masing-masing sehingga pendidikan akan
lebih efektif jika disesuaikan dengan pembawaan yang ada. Tetapi,
disebabkan keterbatasan sarana dan tenaga, pendidikan yang bersifat
individual terkadang sulit sekali dilaksanakan. Pendekatan yang lebih bersifat
melayani perbedaan kemampuan adalah pengajaran secara kelompok. Untuk
dapat menentukan dengan pasti di kelompok mana seorang siswa harus
ditempatkan, maka diperlukan evaluasi. Sekelompok siswa yang mmpunyai
hasil penilaian yang sama, akan berbeda dengan kelopok yang sama dalam
belajar.
d. Evaluasi sebagai pengukur keberhasilan

9
Fungsi keempat dari penilaian dimaksudkan untuk mengetahui sejauh
mana suatu program berhasil diterapkan. Keberhasilan program sangat
ditentukan oleh beberapa faktor yaitu, guru, metode mengajar, kurikulum,
sarana dan sistem administrasi (Arikunto, 1993:11).
Adapun tujuan evaluasi menurut ajaran Islam antara lain sebagai
berikut:
a) Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai
macam problema kehidupan yang dialaminya.
b) Untuk mengetahui sampai dimana atau sejauh mana hasil pendidikan
wahyu yang telah diterapkan Rasulullah SAW terhadap umatnya
c) Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat-tingkat hidup keislaman
atau keimanan manusia, sehingga diketahui manusia yang paling mulia
di sisi Allah, manusia yang sedang dalam iman dan takwanya serta
manusia yang ingkar terhadap ajaran Islam (Nata, 2005:189-190).
Untuk mengetahui sejauh mana keimanan seseorang, Allah terkadang
mengevaluasinya melalui berbagi cobaan yang besar. Allah SWT berfirman:

َ ُ‫و ْا َءا َمنَّا َوهُمۡ اَل ي ُۡفتَن‬C


‫د فَتَنَّا‬Cۡ َ‫ َولَق‬٢ ‫ون‬C ٓ ُ‫و ْا أَن يَقُول‬C ٓ ‫ب ٱلنَّاسُ أَن ي ُۡت َر ُك‬ َ ‫أَ َح ِس‬
َ ِ‫وا َولَيَ ۡعلَ َم َّن ۡٱل ٰ َك ِذب‬
٣ ‫ين‬ ْ ُ‫ص َدق‬
َ ‫ين‬ َ ‫ين ِمن قَ ۡبلِ ِهمۡۖ فَلَيَ ۡعلَ َم َّن ٱهَّلل ُ ٱلَّ ِذ‬ َ ‫ٱلَّ ِذ‬
Artinya : “Apakah manusia itu mengira, bahwa mereka akan dibiarkan (saja)
mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji (evaluasi)
lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum
mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar, dan
sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Q.S. al-Ankabut,
29:2-3)
Pada ayat tersebut dengan jelas Allah menyatakan bahwa akan
menguji kualitas keimanan seseorang dengan berbagi evalusi dan cobaan.
Dengan begitu akan diketahui siapa yang benar-benar mantap imannnya dan
siapa saja yang imannya palsu. Sebagai contoh Allah SWT telah

10
mengevaluasi keimanan Nabi Ibrahim As. Dengan menyuruhnya agar Ibrahim
menyembelih putranya dengan tangannya sendiri. Karena ibrahim kuat
imannya . maka ujian tersebut dapat dilewati oleh Ibrahim dengan sempurna.
(Q.S. al-Shaffat, 37: 102-107)
Pada ayat lain Allah SWT menggunakan evaluasi dengan kata bala
yang berarti cobaaan sebagaimana terlihat pada ayat yang berbunyi:
ۡ ۡ ِ ‫و‬Cۡ Cَ‫ ۡي ٖء ِّمنَ ۡٱلخ‬C‫َولَن َۡبلُ َونَّ ُكم بِ َش‬
ِ ۗ ‫ر‬C
‫ ِر‬C‫ت َوبَ ِّش‬ ِ ُ‫ ٰ َو ِل َوٱأۡل َنف‬Cۡ‫ص ِّمنَ ٱأۡل َم‬
َ ٰ C‫س َوٱلثَّ َم‬ ٖ ‫وع َونَق‬C
ِ C‫ف َوٱل ُج‬
١٥٥ َ‫صبِ ِرين‬ َّ ٰ ‫ٱل‬
Artinya : “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan
demikianlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Q.S. al-
Baqarah, 2:155)
Dengan demikian, pekerjaan evalusi Tuhan pada hakikatnya adalah bersifat
mendidik hamba-Nya agar sadar terhadap fungsinya selaku hambanya, yaitu
menghambakan diri hanya kepada-Nya.

4. Tujuan Evaluasi
Selanjutnya yang harus diperhatikan adalah menetapkan apa yang menjadi
tujuan evaluasi tersebut.12 Hal ini sangat penting agar memudahkan guru dalam
menyusun alat-alat evaluasinya. Pada umumnya ada tiga tujuan pokok evaluasi:
1) Segi tingkah laku, artinya segi-segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian dan
keterampilan murid sebagai akibat dari proses belajar mengajar.
2) Segi pendidikan, artinya penguasaan materi pelajaran yang diberikan oleh guru
dalam proses belajar mengajar.

12
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) hlm 87

11
3) Segi-segi yang menyangkut proses belajar-mengajar dan mengajar itu sendiri,
yaitu bahwa proses belajar mengajar perlu diberi penilaian secara obyektif dari
guru, sebab baik tidaknya proses belajar mengajar akan menentukan baik tidaknya
hasil belajar yang akan dicapai oleh murid (Rusyan, 1992:218)
Ketiga sasaran tersebut di atas harus dievaluais secara menyeluruh, artinya
jangan dinilai dari segi penguasaan materi semata-mata, tetapi harus dinilai dari segi-
segi perubahan tingkah laku dalam proses belajar mengajar.
Dengan menetapkan sasaran di atas, maka seorang guru akan mudah
menetapkan alat-alat evaluasinya. Adapun segi-segi yang diukur dalam evaluasi ini
adalah sebagai berikut:
1) Kedudukan akademis setiap murid, baik dibandingkan dengan teman sekelasnya,
sekolahnya, maupun dengan sekolah-sekolah lain.
2) Kemajuan belajar dalan suatu mata pelajaran tertentu, misalnta tauhid, fiqih,
tarikh, dan sebagainya.
3) Kelemahan dan kelebihan siswa.

5. Prinsip-prinsip Evaluasi dalam Pendidikan Islam


Evaluasi diartikan sebagai proses penilaian tentang keberhasilan tujuan-tujuan
pendidikan yang dapat tercapai.13 Maka dari itu, perlu diperhatikan prisip-prinsip
evaluasi sebagai dasar pelaksanaan penilaian. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai
berikut :
1) Evaluasi hendaknya didasarkan atas hasil pengukuran yang komprehensif, yaitu
pengukuran yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
2) Evaluasi harus dibedakan antara pensekoran dan penilaian dengan ketegori.
Pensekoran berkenaan dengan aspek kuantitatif, dan penilaian berkenaan dengan
aspek kualitatif (mutu).

13
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta, 2002) hlm 110

12
3) Dalam proses pemberian nilai hendaknya diperhatikan dua macam penilaian,
yaitu penilaian yang norm referenced dan orientation referenced. Yang pertama
berkenaan dengan hasil belajar dan yang kedua berkenaan dengan penempatan.
4) Pemberian nilai hendaknya merupakan bagian integral dari proses belajar
mengajar.
5) Penilaian hendaknya bersifat kompatabel artinya dapat dibandingkan antara satu
tahap dengan tahap penilaian lainnya.
6) Sistem penilaian yang dipergunakan hendaknya jelas bagi siswa dan bagi
pengajar sendiri, sehingga tidak membingungkan (Rusyan, 1992:211-212).
Selain itu, A. Thabrani Rusyan juga menyebutkan bahwa penilaian akan
berhasil jika dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip berikut:
a. Prinsip kesinambungan (kontinuitas); penilaian hendaknya dilakukan secara
berkesinambungan.
b. Prinsip menyeluruh, maksudnya penilaian harus mengumpulkan data
mengenai seluruh aspek kepribadian.
c. Prinsip obyektif, penilaian diusahakan agar subyektif mungkin.
d. Prinsip sistematis, yakni penilaian harus dilakukan secara sistematis dan
teratur.
Prinsip-prinsip tersebut sejalan denga ajaran Islam, karena prinsip-prinsip
tersebut dalam ajaran islam termasuk ke dalam ahklak yang mulia. Dalam akhlak
yang mulia seseorang harus bersifat obyektif, jujur, mengatakan sesuatu sesuia
dengan apa adanya. Orang yang menilai demikian dalam agama Islam dikenal dengan
istilah shiddiq. Al-qur’an menjelaskan sebagai berikut:

َّ ٰ ‫وا َم َع ٱل‬
١١٩ َ‫ص ِدقِين‬ ْ ُ‫وا ٱهَّلل َ َو ُكون‬ ْ ُ‫ ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬  
ْ ُ‫وا ٱتَّق‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah
kamu bersama-sama orang-orang yang benar.” (Q.S. al-Taubah, 9:119)
Selanjutnya di dalam hadist dinyatakan sebagai berikut:
‫ حتى يكتب عندهللا صديقا‬C‫ يهدي إلى الجنة وان الرجل ليصدق‬C‫ يهدي إلى البر وإنالبر‬C‫ان الصدق‬

13
“Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan itu
membawa ke surga. Seseorang yang membiasakan diri berkata benar sehinnga
tercatat disisi Allah sebagai orang yang benar.” (H.R. Bukhari-Muslim)
Sejalan dengan sikap obyektif dan jujur tersebut, maka seorang yang
melakukan penilaian harus benar-benar yakin terhadap penilaiannya itu. Ia tidak
boleh menilai sesuatu yang belum diketahui dengan pasti atau masih meragukan.
6. Ciri-ciri Evaluasi dalam Pendidikan
Ciri utama dari evaluasi pendidikan adalah bahwa penilaian itu dilakukan
secara tidak langsung.14 Guru dapat mengukur kepandaian melalui gejala yang
nampak atau memancar dari kepandaiannya. Misalnya, guru akan mengukur
kepandaian melalui ukuran kemampuan siswa menyelesaikan soal-soal yag diberikan
padanya.
Berkenaan dengan tanda-tanda anak yang pandai, Carl Witherington
mengemukakan pendapatnya bahwa anak yang cerdas adalah anak yang mempunyai:
1) Kemampuan untuk bekerja dengan bilangan.
2) Kemampuan untuk menggunakan bahasa dengan baik.
3) Kemampuan untuk menangkap sesuatu yang baru (cepat mengikuti
pembicaraan orang lain).
4) Kemampuan untuk mengingat-ingat.
5) Kemampuan untuk memahami hubungan (termasuk menangkap kelucuan).
6) Kemampuan untuk berfantasi (Arikunto, 1993:16)
Sedangkan ciri kedua dari evaluasi pendidikan yaitu penggunan ukuran
kuantitatif. Artinya menggunakan simbol bilangan sebagai hasil pertama pengukuran,
setelah itu lalu diinterpretasikan ke dalam bentuk kalitatif. Misalnya, Andi memiliki
IQ 125, sedangkan Farah 105. dengan demikian dapat dikatakan bahwa Andi
digolongkan sebagai anak yang pandai sedangkan Farah anak yang normal.

14
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2009) hlm 142

14
Ciri ketiga adalah bahwa evaluasi pendidikan menggunakan unit-unit atau
satuan-satuan yang tetap. Karena IQ 105 termasuk anak normal. Anak lain yang
pengukuran IQ nya 80, menurut unit ukurannya termasuk anak yang dungu.
Ciri keempat dari evaluasi pendidikan yaitu bahwa evaluasi bersifat relatif,
artinya tidak sama atau tidak tetap dari satu waktu ke waktu yang lain. Contoh hasil
ulangan Matematika yang diperoleh Susi hari Senin adalah 80, hasil hari Selasa 90,
tetapi hasil hari Sabtu hanya 50. Ketidaktetapan hasil penilaian ini diesbabkan karena
banyak faktor. Mungkin pada hari Sabtu Susi sedang risau hatinya menghadapi
malam minggu sore harinya.
Ciri kelima yaitu bahwa dalam penilaian pendidikan sering terjadi kesalahan-
kesalahan. Adapun kesalahan-kesalahan tersebut dapat ditinjau dari berbagai faktor,
yaitu:
1) Terletak pada alat ukurnya.
Alat yang digunakan untuk mengukur haruslah baik. Misalnya, kita
akan mengukur sebuah meja, tetapi menggunkan pita ukuran yang terbuat dari
bahan elastic, dan cara mengukurnya ditarik-tarik, tentu saja pita ukuran itu
tidak dapat kita golongkan sebagai alat ukur yang baik, karena gambran
tentang panjangnya meja tidak dapat diketahui dengan pasti. Tentang
bagaimana syarat-syarat alat ukur yang digunakan dalam pendidikan, telah
dibicarakan tersendiri ole para ahli.
2) Terletak pada orang yang melakukan penilaian. Hal ini dapat berupa:
a. Kesalahan pada waktu melakukan penilaian, karena factor subyektifitas
penilai telah berpengaruh pada hasil pengukuran. Tulisan yang jelek dan
tidak jelas, sering mempengaruhi subyektifitas penilai, jika ada waktu
mengerjakan koreksi, penilai itu sendiri sedang risau. Untuk memperoleh
Subyektifitas, seorang penilai harus menjauhkan diri dari hal-hal yang
mengganggu konsentrasinya.
b. Kecendrungan dari penilai untuk memberikan nilai secara murah atau
mahal.

15
c. Adanya hallo-effect, yakni adanya kesan penilai terhadap siswa.
d. Adanya pengaruh hasil penilaian yang diperoleh terdahulu.
3) Terletak pada anak yang dinilai.
Siswa adalah manusia yang berperasaan dan bersuana hati. Suasana
hati seseorang akan sangat berpengaruh terhadap hal penilaian, misalnya
suasan hati yang kalut, sedih atau tertekan, akan memberikan hasil yang
kurang memuaskan. Sedangkan suasana dari gembira dan cerah, akan
memberikan hasil yang baik. Selain itu, keadaan fisik siswa ketika sedang
dinilai. Kepala pusing, perut mulas, atau pipi sedang bengkak karena sakit
gigi, tentu saja mempengaruhi cara siswa untuk memecahkan persoalan.
Pikirannya sangat sukar untuk konsentrasi.
4) Terletak pada situasi di mana penilaian itu berlangsung.
Dalam hubungan ini suasana yang gaduh, vaik di dalam maupun di
luar ruangan, akan mengganggu konsentrasi siswa. Demikian pula tingkah
laku kawan-kawannya yang sedang megerjakan soal, apakah mereka bekerja
denagn cukup serius ataukah main-main, akan mempengaruhi siswa dalam
mengerjakan soal.
Selanjutnya jika dilihat berdasarkan informasi yang diberikan Al-Qur’an,
nampak bahwa yang evaluasi yang dilakukan Tuhan lebih menitikberatkan pada
sikap, perasaan, dan pengetahuan manusia seperti iman dan kekafiran, ketaqwaan,
dan kedurhakaan. Sedangkan pada evalusi yang dilakukan Nabi sebagai pelaksan
perintah Tuhan sesuai wahyu yang turun kepada beliau lebih menitik beratkan kepada
kemampuan san kesedian manusia mengamalkan ajaran-Nya, dimana factor
psikomotorik menjadi tenaga penggeraknya. Di samping itu factor kemauan juga
dijadikan sasarannya.
Adapun system pengukuran (measurement) yang dipergunakan oleh Tuhan
atau Nabi sendiri tidak mempergunakan system laboratorial seperti ilmu pengetahuan
modern sekarang. Namun, pada prinsip-prinsipnya menunjukkan bahwa system

16
measurement terhadap perilaku manusia beriman dan tidak beriman secara umum
pula telah ditunjukkan baik dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadist.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Evaluasi yang komperhensip dan universal dalam dunia pendidikan Evaluasi
pendidikan memiliki kedudukan yang amat strategis, karena hasil dari kegiatan
evaluasi dapat digunakan sebagai input untuk melakukan perbaikan kegiatan
pendidikan. Ajaran Islam juga menaruh perhatian yang besar terhadap evaluasi
tersebut. Allah SWT, dalam berbagai firman-Nya dalam kitab suci Al-Qur’an dan
Rasulullah SAW dalam beberapa hadistnya memberitahukan kepada manusia, bahwa
pekerjaan evaluasi terhadap manusia didik adalah merupakan suatu tugas penting
dalam rangkaian proses pendidikan yang telah dilaksanakan oleh pendidik.
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran

17
Islam sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an dan al- Hadits serta dalam pemikiran
para ulama dan dalam praktik sejarah umat Islam.
Dalam pendidikan Islam evaluasi merupakan salah satu komponen dari sistem
pendidikan Islam yang harus dilakukan secara sistematis dan terencana sebagai alat
untuk mengukur keberhasilan atau target yang akan dicapai dalam proses pendidikan
Islam dan proses pembelajaran. Dengan kata lain, Evaluasi merupakan subsistem
yang sangat penting dan sangat dibutuhkan dalam setiap sistem pendidikan, karena
evaluasi dapat mencerminkan seberapa jauh perkembangan atau kemajuan hasil
pendidikan.
2. Saran
Untuk selanjutnya, penulis berharap sistem evaluasi pendidikan zaman
sekarang harus lebih memperhatikan apa arti evaluasi yang sebenarnya. Karena jika
kita lihat evaluasi pendidikan zaman sekarang hanya emperhatikan nilai semata dan
bukan esensi dari tujuan pendidikan yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA
Basri, Hasan. 2009. Filsafat Pendidikan Islam.Bandung: Pustaka Setia.
Ihsan, Juad. 2010. Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Kencana
Nata, Abudin. Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan
Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group 
Ramayulis. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Departemen Agama Republik Indonesia . 2009. Al-Qur’an dan
Terjemahannya. Jakarta: PT Sygma

18

Anda mungkin juga menyukai