Anda di halaman 1dari 8

Nama : Wawa Kartiwa

NIM : 1182030140
Prodi : Pendidikan Bahasa Arab
Semester : IV (Kelas D)
Mata Kuliah : Thuruq Tadris al-Lughoh al-Arobiyah
Dosen Pengampu : Dr. Nanang Kosim, M.Ag, S.Ag

Perspektif tentang Metode Pengajaran Bahasa


Metode pembelajaran merupakan salah satu faktor atau komponen pendidikan yang
sangat menentukan berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran untuk mentransfer berbagai
hal pada peserta didik sebagai subjek dan objek pembelajaran. Artinya, penentuan metode
pembelajaran sangat menentukan pula keefektifan dari pembelajaran tersebut untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Proses pembelajaran dalam Islam sebenarnya telah ada pada era azali,
sebagaimana Allah mengajarkan nama-nama segala sesuatu kepada Adam AS. dan hal ini
dideskripsikan dalam QS. al-Baqarah ayat 31-33 yang menyatakan bahwa :
ٓ
‫قَال أَ ۢنٔ‍بُُِٔ<ونِي بِأ َ ۡس< َمٓا ِء ٰهَٓ<ؤُٓاَل ِء إِن‬
َ َ‫ض<هُمۡ َعلَى ۡٱل َم ٰلَئِكَ ِة ف‬ َ ‫َو َعلَّ َم َءا َد َم ٱأۡل َ ۡس َمٓا َء ُكلَّهَا ثُ َّم َع َر‬
٣٢ ‫نت ۡٱل َعلِي ُم ۡٱل َح ِكي ُم‬ َ َ‫ك أ‬َ َّ‫نَٓا إِن‬ ۖ َ‫ك اَل ِع ۡلم لَنَٓا إاَّل مَا َعلَّمۡ ت‬ َ َ‫وا ُس< ۡب ٰ َحن‬ ْ ُ‫ قَال‬٣١ ‫ين‬ َ ِ‫ص ِدق‬ َ ٰ ۡ‫ُكنتُم‬
ِ َ
َ ‫قَال أَلَمۡ أَقُ<<ل لَّ ُكمۡ إِنِّ ٓي أَ ۡعلَ ُم َغ ۡي‬
‫ب‬ َ ۡ‫<ا َد ُم أَ ۢنبِ ۡئهُم بِأ َ ۡس<< َمٓائِ ِهمۡۖ فَلَ َّمٓا أَ ۢنبَأَهُم بِأ َ ۡس<< َمٓائِ ِهم‬8َٔ‫قَال ٰيَٓٔـ‬
َ
َ ‫ون َو َما ُكنتُمۡ تَ ۡكتُ ُم‬ َ ‫ض َوأَ ۡعلَ ُم َما تُ ۡب ُد‬ ‫ٱل َّس ٰ َم ٰ َو ِ أۡل‬
٣٣ ‫ون‬ ِ ‫ت َوٱ َ ۡر‬
Artinya: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar!". Mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain
dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah
kepada mereka Nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada
mereka Nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan
kepadamu, bahwa Sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan
mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?”. (QS. Al-
Baqarah: 31-33)

Dalam pengajaran bahasa, ada tiga istilah yang perlu dipahami pengertian dan
konsepnya secara tepat, yakni pendekatan, metode, dan teknik. Berikut adalah pemaparan
mengenai tiga istilah tersebut.
A. Pendekatan Pengajaran Bahasa
Pendekatan atau approach dalam bahasa Arab dipadankan dengan kata madkhal (
‫)مدخل‬, metode dipadankan dengan thariqah (‫)طريقة‬, dan teknik dipadankan dengan uslub (
‫)أسلوب‬. Secara umum pendekatan adalah sikap atau pandangan tentang sesuatu, yang biasanya
berupa asumsi atau seperangkat asumsi yang saling berkaitan tentang sesuatu. Di dalam
pengajaran bahasa, pandangan itu merupakan pandangan, filsafat, atau kepercayaan tentang
hakikat bahasa dan hakikat pengajaran bahasa yang diyakini dan tidak perlu dibuktikan lagi
kebenarannya.
Pengajaran bahasa akhir-akhir ini diwarnai oleh dua pendekatan yang dianggap
sebagai pendekatan utama, yaitu pendekatan mekanis dan rasionalis. Pendekatan mekanis
mempunyai sebutan lain empiris, struktural atau behavioris. Pendekatan ini melahirkan
berbagai metode pengajaran bahasa seperti metode aural oral, metode mimikri memorisasi
dan sebagainya. Adapun pendekatan rasionalis menghasilkan metode verbal aktif yang
merupakan perbaikan dari metode langsung.
Terdapat bermacam-macam pendekatan sehingga terdapat perbedaan pembagian
pendekatan antara yang satu dengan yang lainnya. Ipang menjelaskan bahwa pendekatan
terbagi menjadi pendekatan humanistik (humanistic approach), pendekatan teknik (media-
based approach), pendekatan analisis dan non analisis, dan pendekatan komunikatif
(communicative approach). Sedangkan Izzan membagi pendekatan menjadi 3, yaitu bahasa
sebagai sistem, pendekatan all-in-one, dan pendekatan aural-oral.
Akan tetapi dari sekian pendekatan yang telah disebutkan, terdapat dua pendekatan
yang paling umum yang bisa menjadi acuan untuk semua pelajaran. Pendekatan tersebut
adalah student centered dan teacher centered. Pendekatan student centered menekankan
asumsi bahwa pembelajaran itu dilangsungkan oleh siswa, sehingga dalam pendekatan ini
peran guru cenderung pasif. Sebaliknya pendekatan teacher centered menekankan
pembelajaran berpusat pada guru. Gurulah yang menentukan arah tujuan dan langkah-
langkah dalam pembelajaran di kelas.
B. Metode Pengajaran Bahasa
Metode secara umum adalah segala hal yang termuat dalam setiap proses pengajaran,
baik itu pengajaran matematika, kesenian, olahraga, ilmu alam dan lain sebagainya. Secara
semantik, metodologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang cara-cara atau jalan
yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan yang efektif dan efisien. Maksud dari
Metodologi Pengajaran Bahasa Arab adalah cara atau jalan yang ditempuh bagaimana
menyajikan bahan-bahan pelajaran bahasa Arab agar mudah diterima, diserap, dan dikuasai
oleh anak didik dengan baik dan menyenangkan.
Seorang pengajar bahasa Arab bisa menggunakan bermacam-macam metode dengan
didasarkan pada pendekatan yang sama. Misalnya, approach yang dianut adalah aural-oral,
sedangkan metodenya bisa metode mim-mem
(mimicry memorisation) dan pattern practice. Kedua metode tersebut mempunyai
tujuan yang sama: meningkatkan kemahiran menggunakan bahasa lisan secara spontan dan
kemahiran memahami apa yang didengar dan diucapkan. Kedua metode tersebut
mensyaratkan program yang intensif dan diperuntukkan bagi orang dewasa, meskipun urutan
penyajiannya berbeda-beda.
Metode mim-mem diawali oleh pengenalan situasi, misalnya ucapan salam menirukan
(greetings) atau memesan tempat di hotel. Lalu, murid harus menirukan penuturan asli (native
speaker) secara menghafal kalimat-kalimat yang digunakan dalam situasi tersebut.
Berdasarkan kalimat-kalimat yang dihafalkan itu, guru mengambil pola-pola kalimat dan
bunyi-bunyi tertentu untuk dijadikan bahasa latihan (drilling). Biasanya, pemilihan pola
kalimat atau bunyi untuk drilling berdasarkan pada analisis dan deskripsi bilingual, yakni
analisis-komparatif antara bahasa pelajar dan bahasa asing yang diajarkan.
Dalam metode mim-mem ini tidak ada unsur yang bertentangan dengan asumsi-
asumsi aural-oral approach. Sebaliknya, metode pattern-practice diawali oleh perbandingan
bilingual. Sebagai hasil dari analisis dan deskripsi bilingual dipilihlah pola kalimat dan
bunyi-bunyi tertentu untuk bahan latihan (drilling). Setelah menambah perbendaharaan kata,
pola kalimat yang diulang-ulang melalui drilling tersebut kemudian disusun dalam situasi
tertentu. Tidak ada sesuatu yang bertentangan dengan asumsi aural-oral approach dalam
metode pattern-practice ini. Kedua meode tersebut di atas berpijak pada approach yang sama,
tetapi masing-masing memiliki ciri khusus.
Yusuf dan Anwar dalam Anshor menjelaskan terdapat 6 metode yang bisa digunakan
untuk pengajaran bahasa Arab meliputi metode bercakap-cakap (muhadatsah), metode
membaca (muthalaah), metode dikte (imla), metode mengarang (insya), metode menghafal
(mahfudzat), dan metode tata bahasa (qawaid).
Pada masa sekarang, terdapat tiga buah metode pengajaran bahasa yang dianggap
inovatif (baru dan banyak membuat perubahan) dan sering menjadi obyek pembicaraan para
ahli didik, ahli bahasa, dan psikiater dalam lokakarya, seminar, simposium, dan konferensi
pengajaran bahasa asing. Ketiga metode yang dimaksud adalah Suggestopedia, Counselling
Learning, dan The Silent Way. Metode-metode itu muncul setelah metode audio-lingual
hampir habis masa jayanya.
Cara belajar bahasa memakai metode audio-lingual yang didasarkan pada pendapat
bahwa belajar bahasa kedua untuk orang dewasa sebaiknya dengan mengikuti cara anak
belajar bahasa ibu, yaitu dengan menirukan dan mengulangi berkali-kali dianggap cara
belajar seperti burung beo. Cara belajar demikian disanggah oleh Noam Chomsky yang
mengatakan bahwa belajar bahas yang demikian hanya mementingkan struktur permukaan
bahasa itu saja, sedangkan makna bahasa itu sendiri yang tersimpan dalam diri si pembicara
terabaikan.
C. Teknik Pengajaran Bahasa
Teknik merupakan pelaksanaan pengajaran di dalam kelas sehingga memiliki sifat
operasional yang polanya mengikuti prosedur metode dan berdasarkan atas prinsip
pendekatan. Teknik harus sejalan dengan metode dan karena itu tidak boleh bertentangan
dengan pendekatan. Teknik bergantung kepada imajinasi, kegiatan (aktivitas), kreativitas
pengajar, dan susunan keadaan kelas. Persoalan tertentu dapat diatasi oleh berbagai teknik.
Misalnya, untuk mengatasi pelajar yang tidak bisa mengucapkan huruf “tsa” dalam kata
“tsaub”, pengajar bahasa Arab meminta para pelajar untuk menirukan dan mengulang
(imitation and repetition) apa yang diucapkan oleh pengajar. Bila teknik ini gagal, pengajar
dapat menggunakan teknik lain..
Izzan membagi teknik pengajaran bahasa Arab menjadi 6 meliputi al-muhadatsah
(bercakap-cakap), al-muthala’ah (membaca), membetulkan kesalahan dalam membaca, al
imla’ (dikte), al-insya’ (mengarang) dan al-mahfudzat (hafalan kata-kata mutiara).
Dalam Effendy dijelaskan bahwa teknik pembelajaran bahasa Arab secara umum
dibagi menjadi dua yaitu teknik pengajaran unsur bahasa dan teknik pengajaran kemahiran
berbahasa. Teknik pengajaran unsur bahasa meliputi baca tulis, tata bahasa, dan kosa kata.
Adapun teknik pengajaran kemahiran berbahasa meliputi menyimak, berbicara, membaca,
dan menulis.
D. Dasar Teoritis Pengajaran Bahasa
Pengembangan metode pengajaran dibangun diatas landasan teori-teori ilmu jiwa
(psikologi), dan ilmu bahasa (linguistik). Psikologi menguraikan bagaimana orang belajar
sesuatu. Linguistik memberikan informasi tentang seluk beluk bahasa. Informasi dari
keduanya, diramu menjadi suatu cara atau metode yang memudahkan proses belajar
mengajar, untuk mencapai tujuan tertentu.
1. Teori-teori ilmu jiwa (‘lmu al-nafs/psychology)
Para ahli psikologi pembelajaran sepakat bahwa dalam proses belajar-mengajar
terdapat unsur-unsur internal yaitu bakat, minat, kemauan, dan pengalaman terdahulu
dalam diri pembelajar dan eksternal yaitu lingkungan guru, buku dsb. . Yang mana
lebih dominan di dukung oleh dua mazhab psikologi yakni mazhab behaviorisme dan
mazhab kognitive. Mazhab pertama memberikan perhatian lebih besar kepada kepada
faktor-faktor eksternal dan mazhab kedua lebih memfokuskan pada faktor internal.
a. Mazhab Behaviorisme
Pelopor mazhab ini adalah ilmuan rusia Pavlop (1849-1939) yang termasyhur
dengan teorinya yang yang menghubungkan stimulus primer (makanan) dan
stimulus sekunder (nyala lamu dan bunyi lonceng) dengan respon (keluarnya air
liur) yang dicobakan pada anjing sebagai hewan percobaannya. Dalam paparan
tersebut tampak jelas bahwa yang menjadi perhatian utama para penganut mazhab
behavioriseme dalam pembelajaran adalah faktor-faktor eksternal. Dalam
pengajaran bahasa, mazhab behaviorisme ini melahirkan pendekata aural-oral.
Dalam pendekatan ini peran guru sangat dominan karena dialah yang membentuk
stimulus, memberikan ganjaran dan hukuman, memberikan penguatan, memilih
buku, materi dan cara mengajarnya.
b. Mazhab Kognitive
Bertolak belakang dari mazhab behaviorisme yang menekankan pentingnya
stimulus eksternal dalam pembelajaran, mazhab kognitive menegaskan pentingnya
keaktifan pembelajar. Pembelajarlah yang mengatur dan menentukan proses
pembelajaran. Lingkungan bukanlah penentu awal dan akhir positif atau
negatifnya hasil pembelajaran. Menurut pandangan mazhab ini seseorang ketika
menerima stimulus dari lingkungannya, dia melakukan pemilihan sesuai dengan
minat dan keperluannya, menginterpretasikannya, menghubungkan dengan
pengalaman terdahulu, baru kemudian memilih alternatif respon yang lain.
2. Teori-teori ilmu bahasa (‘ilmu Al-Lughah/Linguistic)
a. Aliran Struktural
Aliran ini dipelopori oleh linguis dari swiss ferdinandde saussure (1857-1913)
tapi dikembangkan lebih lanjut secara signifikan oleh leonard bloomfield. Dialah
yang meletakkan dasar-dasar linguistik struktural berdasarkan penelitian-
penelitian dengan menggunakan metode penelitian ilmiah yang lazim digunakan
dalam sains (IPA). Berdasarkan mazhab ini ditetapkan beberapa prinsip mengenai
pengajaran bahasa antara lain sbb:
1) Karena kemampuan berbahasa diperoleh melalui kebiasaan maka latihan
menghafalkan dan menirukan berulang-ulang harus diidentifikasi. Guru harus
mengambil peran utama dalam pembelajar.
2) Karena bahasa lisan merupakan sumber utama bahasa, maka guru harus memulai
pelajaran dengan menyimak kemudian berbicara.
3) Hasil analisis kontrastif (perbandingan antara bahasa ibu dan bahasa yang
dipelajari) dijadikan dasar pemilihan materi pelajaran dan latihan-latihan.
4) Diberikan perhatian yang besar kepada wujud luar dari bahasa yaitu: pengucapan
yang fasih, ejaan dan pelafalan yang akurat, struktur yang benar dsb.
b. Aliran Generatif-Transformasi
Tokoh utama aliran ini adalah linguis amerika noam chomsky yang pada tahun
1957 mempublikasikan bukunya “language structures”. Tata bahasa generatif –
transformasi membedakan dua struktur bahasa yaitu “struktur luar”( surface
structure-al-bina : ‘al zhahiri) dan struktur dalam (deep structure/al bina’ al asasi)
bentuk ujaran yang diucapkan atau ditulis oleh penutur adalah struktur luar yang
merupakan manifestasi dari strukur dalam. Ujaran itu bisa berbeda bentuk dengan
struktur dalamnya, tapi pengertian yang dikandung sama. Struktur luar bisa saja
memiliki bentuk yang . sama dengan struktur dalamnya, tetapi tidak selalu
demikian. Contoh berikut menggambarkan hubungan antara struktur luar dan
struktur dalam.
E. Perkembangan MPBA di Indonesia
Metode pengajaran bahasa terkait dengan penyajian materi pelajaran bahasa.
Pemilihannya sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti latar belakang bahasa dan
sosio-kultur murid, pengalaman guru, tujuan dari program bahasa yang diberikan, kedudukan
bahasa asing tersebut dalam keseluruhan pendidikan yang dijalankan, dan waktu yang
disediakan. Oleh karena faktor-faktor yang melingkupi berbeda, maka metode pengajaran
bahasa Arab di Indonesia yang digunakan selama ini juga berbeda dan beragam.
Sebagaimana telah tersebut di atas bahwa pengajaran bahasa Arab mula-mula
diadakan agar murid/santri memiliki kemampuan memahami dan mendalami al Qur’an dan
Hadis, dan mudah mengikuti pelajaran ilmuilmu keislaman lainnya, seperti fiqh dan tafsir.
Pilihan metode pengajaran kemudian jatuh pada metode gramatika-terjemah, sebuah metode
yang memberikan dan menjanjikan kecakapan penguasaan berbagai kaidah gramatika Arab
dan pemahaman atas teks-teks sumber keislaman yang belum berharakat, yang biasa disebut
dengan kitab kuning.
Biasanya pelajaran yang mula-mula diajarkan adalah ilmu Sharf dan kemudian ilmu
Nahw. Buku-buku yang dipakai antara lain: al Maqshûd (nazam), al ‘Awâmil (nazam), al
Imrithi (nazam), al Ajrûmiyah, al Kailani, Alfiyah (nazam), dan Ibnu Aqîl. Dalam
kenyataannya, metode dan teknik yang dominan dipakai di Indonesia sampai akhir abad ke-
19 ini kebanyakan melahirkan murid/santri yang tahu tentang bahasa, bukan mahir dalam
menggunakan bahasa. Alih-alih melahirkan santri/murid yang mampu mengekspresikan dan
mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya dalam bahasa Arab, metode ini bahkan
melahirkan tidak sedikit murid/santri yang hanya hafal berbagai kaidah nahwu-sharf, tetapi
tidak mampu mengaplikasikannya ketika membaca teks-teks Arab, seolah-olah mengetahui
kaidah adalah satu hal dan membaca teks-teks Arab tanpa harakat adalah hal lain. Fenomena
ini tidak saja khas produk madrasah atau pesantren masa lalu, tetapi bahkan terjadi pada
murid/santri dari beberapa madrasah/pesantren sekarang itu sendiri.
Seiring dengan sistem klasikal yang diterapkan oleh institusiinstitusi pendidikan sejak
awal abad ke-19, baik model madrasah atau pesantren, maka metode dan teknik pengajaran
bahasa Arab pun mulai bergeser. Bila sebelumnya bahasa Arab yang diajarkan adalah bahasa
Arab pasif, maka sejak saat itu pelajaran-pelajaran yang diberikan juga mengarah pada
kemampuan berbahasa Arab secara aktif. Dalam rencana pelajaran Tsanawiyah al Jami’ah
Islamiyah (Sungayang, Batusangkar) 1931, misalnya, bidang bahasa Arab meliputi:
membaca, bercakapcakap/mengarang, hafalan, qawaid/Nahwu-Sharf. Mata pelajaran bahasa
Arab pada yang pertama meliputi: mengarang/berpidato, muthala’ah, mahfudhat, qawaid, dan
adabul lughah; sedang mata kuliah-mata kuliah seperti mengarang, hafalan, muthala’ah, dan
pidato, dan adabul lughah menjadi bagian dari mata kuliah bidang bahasa Arab pada yang
kedua, bahkan pada Fakultas Syariat (Islam).
Metode yang dikembangkan adalah metode langsung, sebuah metode yang
mensyaratkan komunikasi dengan bahasa Arab, kecuali terpaksa, selama proses pembelajaran
berlangsung, baik antara guru dan murid/santri maupun antar murid/santri. Menurut Mahmud
Yunus, salah satu pelopor dalam pembaharuan pengajaran bahasa Arab di Indonesia, selama
ini sistem dan metode yang ada hanya ditujukan untuk memahami dan menerjemahkan teks
bahasa Arab. Muthala’ah pun menjadi pelajaran terpenting, karena dapat mengembangkan
percakapan, pendengaran, dan pemahaman. Bahkan, dari pola-pola kalimatnya, dapat
dikembangkan menjadi pelajaran tata bahasa. Materi-materi pelajaran bahasa Arab,
menurutnya, juga perlu disesuaikan dengan alam Indonesia supaya dapat menarik perhatian
murid. Buku-buku yang ada lebih banyak diterbitkan di Timur Tengah sehingga ilustrasi
maupun cerita-ceritanya diwarnai oleh budaya negeri-negeri tersebut. Akibatnya, murid
akhirnya terasing dan cepat bosan.
Dalam perkembangannya, pengajaran bahasa Arab pada institusi pendidikan modern
tidak hanya menggunakan metode langsung, tetapi terus mengikuti pembaharuan yang terjadi
dalam dunia pengajaran dengan, misalnya, menggunakan metode audiolingual, sebuah
metode yang bahan pelajarannya dicirikan oleh teks dialog untuk dihafalkan dan dril-dril pola
kalimat. Selanjutnya, digunakan metode eklektik sebagaimana telah dinyatakan secara
eksplisit dalam kurikulum madrasah (Tsanawiyah dan Aliyah) tahun 1994 meskipun
penerapannya disebut-sebut tidak jelas.
Penyajian berbagai materi bahasa Arab juga mengalami perubahan. Bila sampai 1960-
an pesantren dan madrasah menggunakan “sistem terpisah,” dalam arti pelajaran-pelajaran
yang diarahkan untuk memberikan masing-masing kemahiran berbahasa (mendengar,
membaca, menulis, dan berbicara) diberikan secara terpisah, maka sejak pertengahan 1970-an
di sekolah-sekolah, madrasah, dan sebagian pesantren digunakan “sistem terpadu” (sistem ini
sebenarnya sudah digagas oleh Mahmud Yunus pada tahun 1930-an).

Anda mungkin juga menyukai