Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Konsep Dasar Intoleransi Aktivitas pada Diabetes Mellitus + Diabetic Foot

1. Konsep diabetes mellitus + diabetic foot

Diabetes Mellitus merupakan gangguan kronis yang ditandai dengan kurangnya

insulin pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dan ditandai dengan

kadar glukosa darah melebihi normal (Tarwoto dkk, 2016)

Adapun beberapa tipe Diabetes Mellitus yang berbeda. Klasifikasi penyakit

Diabetes yang utama adalah

a. Diabetes Mellitus tipe 1 (INDDM) : Diabetes yang tergantung insulin, pasien

sangat tergantung insulin melalui penyuntikan untuk mengendalikan gula darah

b. Diabetes Mellitus tipe 2 ( NIDDM) : Diabetes yang tidak tergantung pada insulin,

DM tipe 2 terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin

c. Diabetes mellitus yang terjadi karena keadaan atau penyakit tertentu

d. Diabetes mellitus gestasional yaitu DM yang terjadi pada masa kehamilan

Kaki diabetik memiliki risiko potensial patologi meliputi infeksi, ulserasi, dan

destruksi jaringan bagian dalam yang dikaitkan dengan abnormalitas neurologi,

penyakit pembuluh darah perifer dan atau komplikasi metabolic diabetes mellitus

pada tungkai bawah. Kaki diabetik adalah kelainan kaki bagian bawah akibat

diabetes mellitus yang tidak terkendali (Tarwoto dkk, 2016)


2. Pengertian intoleransi aktivitas pada diabetes mellitus + diabetic foot

Intoleransi aktivitas merupakan ketidakcukupan psikologis atau fisiologis untuk

mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari atau yang

harus diinginkan (Tarwoto & Wartonah, 2015). Intoleransi aktivitas adalah

ketidakefektifan energy untuk melakukan aktivitas sehari-hari (Tim Pokja SDKI

DPP PPNI, 2017) Intoleransi Aktivitas Pada Diabetes Mellitus + Diabetic Foot

adalah suatu keadaan ketika individu mengalami keterbatasan gerak fisik dan

mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya yang disebabkan oleh

kelemahan karena berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga

berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energy.

3. Etiologi intoleransi aktivitas pada diabetes mellitus + diabetic foot

Penyebab (etiology) merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan

status kesehatan. Etiology dapat mencakup empat kategori yaitu : a) Fisiologis,

Biologis atau Psikologis; b) Efek terapi/ tindakan; c) Situasional (lingkungan atau

personal); d) Maturasional (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

Intoleransi Aktivitas Pada Diabetes Mellitus + Diabetic Foot adalah suatu

keadaan ketika individu mengalami keterbatasan gerak fisik dan mengalami

penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya yang disebabkan oleh kelemahan

karena berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya

penggunaan karbohidrat untuk energy. Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,

2017) penyebab intoleransi aktivitas pada pasien diabetes mellitus + diabetic foot

adalah Kelemahan.

8
1. Kelemahan

Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel,

sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk

kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel

lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga

menjadi kurus (Wijaya, 2013)

4. Faktor yang mempengaruhi intoleransi aktivitas pada diabetes mellitus +


diabetic foot

a. Usia

Usia diatas 45 tahun merupakan factor yang mempengaruhi Intoleransi

Aktivitas pada pasien Diabetes Mellitus + Diabetic Foot. Proses bertambah

usia dapat memengaruhi homeostasis tubuh, termasuk perubahan fungsi sel

beta pankreas yang menghasilkan insulin akan menyebabkan gangguan

sekresi hormon atau penggunaan glukosa yang tidak adekuat pada tingkat sel

yang berdampak terhadap peningkatan kadar glukosa darah (Jeanny Rantung

dkk, 2015). Kurangnya insulin yang berperan dalam menstimulasi glukosa

masuk ke jaringan dan pengaturan pelepasan glukosa di hati menyebabkan

kurangnya cadangan energi, adanya kelaparan sel, kehilangan potassium

mengakibatkan pasien merasa lemah dan mudah lelah (Tarwoto dkk, 2016)

b. Kesehatan Fisik (Proses Penyakit/Cidera)

Luka kecil pada penderita diabetes dapat menjadi besar dan parah karena

sirkulasi peredaran darah biasanya juga sudah tidak terlalu baik, yang

berakibat terhambatnya proses penyembuhan (Peter C. Kurniali, 2013)

Komplikasi jangka panjang akan menyebabkan perubahan besar dalam diri

9
pasien, sehingga mengalami keterbatasan dalam menjalankan fungsi sehari-

hari bahkan tidak dapat menikmati kegiatan yang menyenangkan. Perubahan

gaya hidup, akan membatasi dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

Gangguan fungsi atau fisik, psikologis maupun sosial akan menyebabkan

perubahan besar dan keadaan ini akan berdampak terhadap kualitas hidup

pasien (Jeanny Rantung dkk, 2015).

5. Proses intoleransi aktivitas pada diabetes mellitus + diabetic foot

Diabetes Melitus merupakan kumpulan gejala yang kronik dan bersifat sistemik

dengan karakteristik peningkatan glukosa atau hiperglikemia yang disebabkan

karena menurunnya sekresi atau aktivitas dari insulin sehingga mengakibatkan

terhambatnya metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa secara normal

bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam darah dan sangat dibutuhkan untuk

kebutuhan sel dan jaringan. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang

dikonsumsi, makanan yang masuk sebagian digunakan untuk kebutuhan energi dan

sebagian lagi disimpan dalam bentuk glikogen di hati dan jaringan lainnya dengan

bantuan insulin. Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau

Langerhans pankreas yang kemudian produksinya masuk dalam darah dengan

jumlah sedikit kemudian meningkat jika terdapat makanan yang masuk. Pada orang

dewasa rata-rata diproduksi 40-50 unit, untuk mempertahankan gula darah tetap

stabil antara 70-120 mg/dL. Insulin disekresi oleh sel beta, yang merupakan hormon

anabolik yaitu hormon yang dapat membantu memindahkan glukosa dari darah ke

otot, hati, dan sel lemak (Tarwoto dkk, 2016)

Pada diabetes terjadi berkurangnya atau tidak adanya insulin berakibat pada

gangguan tiga metabolisme yaitu menurunnya penggunaan glukosa, meningkatnya

10
mobilisasi lemak, dan meningkatnya penggunaan protein. Pada DM tipe 2, masalah

utama berhubungan dengan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.

Resistensi insulin menunjukkan penurunan sensitivitas jaringan pada insulin.

Normalnya insulin mengikat reseptor khusus pada permukaan sel dan mengawali

rangkaian reaksi meliputi metabolisme glukosa. Sel-sel dalam tubuh membutuhkan

insulin untuk membawa glukosa sekitar 25% untuk energy. Tanpa adekuatnya

jumlah insulin banyak glukosa tidak dapat digunakan. Dengan tidak adekuatnya

insulin maka gula darah menjadi tinggi karena hati tidak dapat menyimpan glukosa

menjadi glikogen. Supaya terjadi keseimbangan agar gula darah menjadi normal

maka tubuh mengeluarkan glukosa melalui ginjal, sehingga banyak glukosa berada

di dalam urine (glikosuria). Glukosa yang tidak dapat masuk ke dalam sel

menyebabkan kurangnya cadangan energi, adanya kelaparan sel, kehilangan

potassium menjadi akibat pasien merasa lemah dan mudah lelah (Tarwoto dkk,

2016).

Rangkaian kejadian yang khas dalam proses timbulnya ulkus diabetik pada kaki

dimulai dari cidera pada jaringan lunak kaki, pembentukkan fisura antara jari-jari

kaki atau di daerah kulit yang kering, atau pembentukkan sebuah kalus. Cidera tidak

dirasakan oleh pasien yang kepekaan kakinya sudah menghilang dan bisa berupa

cidera termal (misalnya menggunakan bantal pemanas, berjalan dengan kaki

telanjang di jalan yang panas, atau memeriksa air panas untuk mandi dengan

menggunakan kaki), cidera kimia (misalnya membuat kaki terbakar pada saat

menggunakan preparat kaustik untuk menghilangkan kalus, veruka atau bunion),

atau cidera traumatik (misalnya melukai kulit ketika menggunting kuku, menginjak

benda asing dalam sepatu tanpa disadari atau mengenakan sepatu dan kaus kaki

11
yang tidak pas). Jika penderita tidak mempunyai kebiasaan untuk memeriksa

kakinya setiap hari, cidera atau fisura tersebut dapat berlangsung tanpa diketahui

sampai terjadi infeksi yang serius. Pengeluaran nanah, pembengkakan, kemerahan

(akibat selulitis) atau gangren pada tungkai biasanya merupakan tanda pertama

masalah kaki yang menjadi perhatian pasien (Brunner & Suddarth, 2013)

6. Tanda dan gejala intoleransi aktivitas pada diabetes mellitus + diabetic foot

Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) tanda merupakan data objektif

yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratoriun, dan

prosedur diagnostik sedangkan gejala merupakan data subjektif yang diperoleh dari

hasil anamnesis. Tanda dan gejala intoleransi aktivitas pada pasien diabetes

mellitus + diabetic foot menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) adalah :

a. Mengeluh lelah

Kurangnya cadangan energi, adanya kelaparan sel, kehilangan potassium menjadi

akibat pasien mudah merasa lelah (Tarwoto dkk, 2016)

b. Dispnea saat/setelah beraktivitas

Dispnea terjadi karena suplai oksigen ke sel dan saluran nafar terhambat gara-

gara hormone insulin tidak mampu fasilitasi gula darah ke dalam sel. Dyspnea juga

terjadi pada penderita diabetes yang mengalami komplikasi pada ginjal,

diakibatkan karena terjadi kebocoran yang berlebihan. Kreatinin dan ureum darah

meningkat lebih tinggi dan tekanan darah selalu tinggi sehingga pasien menjadi

dyspnea.

12
c. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas

Pada pasien diabetes mellitus yang mengalami komplikasi kaki diabetik akan

mengalami kesemutan, rasa tertusuk – tusuk, dan penurunan sensibilitas terhadap

sentuhan ringan dapat menimbulkan gaya berjalan yang terhuyung huyung dan

pasien cenderung merasa tidak nyaman.

d. Merasa Lemah

Kurangnya cadangan energy, adanya kelaparan sel serta terjaidnya penurunan

sirkulasi darah khususnya ke daerah perifer yang menyebabkan suplai oksigen

terganggu.

e. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat

Peningkatan frekuensi jantung adalah respon awal jantung terhadap stress.

Kondisi hiperglikemia terjadi pada penderita dapat menyebabkan sel tubuh

kelaparan yang akan berujung pada kerusakan sel lalu kematian sel, ketika sel mati

maka jaringan tubuh yang membentuk berbagai organ akan terganggu termasuk

pada jantung.

f. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat

Tekanan darah biasanya meningkat karena ada peningkatan volume cairan. Pada

diabetes mellitus akan meningkatkan jumlah total cairan dalam tubuh yang

cenderung meningkatkan tekanan darah.

g. Sianosis

Sianosis biasanya terjadi pada pasien diabetes mellitus yang mengalami

komplikasi kaki diabetic karena mengalami berkurangnya suplai darah kearah

13
distal terutama ekstremitas bawah yang akan menimbulkan gejala perubahan warna

kulit menjadi pucat atau kebiruan

7. Dampak intoleransi aktivitas pada diabetes mellitus + diabetic foot

Dampak yang terjadi apabila Intoleransi Aktivitas tidak segera diatasi adalah

Defisit Perawatan Diri. Defisit perawatan diri merupakan ketidakmampuan

seseorang melakukan aktivitas perawatan diri dan biasanya seseorang yang

menderita penyakit tertentu seperti Diabetic Foot sering kali kekurangan energy

fisik untuk melakukan perawatan diri (Ernawati, 2012). Kerusakan mobilitas fisik

pada pasien dengan komplikasi kaki diabetic menurunkan kemampuan fungsional,

sehingga pasien mengalami penurunan kemampuan melakukan perawatan dan

kebutuhan sehari-hari (Ernawati, 2012)

8. Penatalaksanaan intoleransi aktivitas pada diabetes mellitus + diabetic foot

Penatalaksanaan Intoleransi Aktivitas pada pasien diabetes mellitus + diabetic

foot adalah Manajemen Energi dan Terapi Aktivitas.

a. Manajemen energi

Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energy untuk mengatasi

atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan proses pemulihan

Tindakan :

Observasi

1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan

2. Monitor kelelahan fisik dan emosional

Terapeutik

1. Sediakan lingkungan yang nyaman

14
2. Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif

Edukasi

1. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

2. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi : Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan

makanan

b. Terapi aktivitas

Definisi : Menggunakan aktivitas fisik, kognitif,social, dan spiritual tertentu untuk

memulihkan keterlibatan, frekuensi, atau durasi aktivitas individu atau kelompok

Tindakan :

Observasi

1. Identifikasi defisit tingkat aktivitas

2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu

Terapeutik

1. Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit yang dialami

2. Fasilitasi aktivitas fisik rutin

3. Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas

Edukasi

1. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih

2. Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social, spiritual, dan kognitif dalam

menjaga fungsi dan kesehatan

15
Kolaborasi : Kolaborasikan dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan

memonitor program aktivitas jika sesuai

B. Teori Asuhan Keperawatan Pada Pasien Penyakit Diabetes Mellitus +

Diabetic Foot dengan Intoleransi Aktivitas

1. Pengkajian keperawatan

Pengkajian dilakukan dengan dua tahap yaitu pengumpulan data (informasi

subjektif dan objektif) dan peninjauan informasi riwayat pasien pada rekam medic.

Terdapat dua jenis pengkajian yaitu pengkajian skrining dan pengkajian mendalam.

Pengkajian skrining adalah langkah awal pengumpulan data, dan mungkin yang

paling mudah untuk diselesaikan. Pengkajian mendalam yaitu menilai informasi

yang dihasilkan dari pengkajian skrining untuk menentukan normal atau abnormal

atau jika itu merupakan risiko (kerentanan) maka perlu pertimbangan dalam

kaitannya dengan diagnosis yang berfokus-masalah atau risiko. Pegkajian skrining

dilakukan untuk menentukan apabila keadaan tersebut normal atau abnormal, jika

beberapa data ditafsirkan abnormal maka akan dilakukan pengkajian mendalam

untuk mendapatkan diagnose yang akurat (NANDA, 2018)

Terdapat lima kategori data yang harus dikaji yaitu fisiologis, psikologis,

perilaku, relasional, dan lingkungan, di mana setiap kategori terdiri dari beberapa

subkategori. Subkategori tersebut diantaranya respirasi, sirkulasi, nutrisi dan

cairan, eliminasi, aktivitas dan istirahat, neurosensori, reproduksi dan seksualitas,

nyeri dan kenyamanan, integritas ego, pertumbuhan dan perkembangan, kebersihan

diri, penyuluhan dan pembelajaran, interaksi sosial, keamanan dan proteksi.

Masalah intoleransi aktivitas termasuk ke dalam kategori fisiologis dan subkategori

16
aktivitas dan istirahat. Pengkajian keperawatan intoleransi aktivitas pada pasien

Diabetes Melitus + Diabetic Foot adalah pasien mengeluh lelah, merasa lemah, dan

merasa tidak nyaman setelah beraktivitas (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien

terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang

berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk

mengidentifikasi respons klien individu,keluarga dan komunitas terhadap situasi

yang ebrkaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan dibagi menjadi dua jenis

yaitu Diagnosis Negatif dan Diagnosis Positif. Diagnose negative menunjukkan

bahwa klien dalam kondisi sakit atau berisiko mengalami sakit sehingga penegakan

diagnose ini akan mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang bersifat

penyembuhan, pemulihan dan pencegahan. Diagnose negative terdiri dari Diagnosa

Atual dan Diagnosa Risiko. Sedangkan diagnose positif menunjukkan bahwa klien

dalam kondisi sehat dan dapat mencapai kondisi yang lebih sehat atau optimal (Tim

Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)

Diagnosis keperawatan memiliki dua komponen utama yaitu masala (problem

yang merupakan label diagnosis keperawatan yang menggambarkan inti dari

respons klien terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupannya dan indikator

diagnostik yang terdiri atas penyebab (etiology), tanda (sign)/gejala (symptom) dan

faktor risiko. Proses penegakan diagnosis (diagnostic process) merupakan suatu

proses yang sistematis yang terdiri atas tiga tahap yaitu analisa data, identifikasi

masalah dan perumusan diagnosis. Diagnosis keperawatan yang diambil dalam

masalah ini adalah intoleransi aktivitas. Intoleransi aktivitas merupakan

17
ketidakcukupan energy untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Dalam hal ini

intoleransi aktivitas termasuk dalam jenis kategori diagnosis keperawatan negative

yaitu diagnosis actual. Metode perumusan diagnosis actual, yaitu masalah

(Problem) berhubungan dengan penyebab (Etiology) dibuktikan dengan tanda

(Sign) dan gejala (Symptom) (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

Penulisan diagnosis yang diangkat adalah Intoleransi Aktivitas berhubungan

dengan kelemahan dibuktikan dengan mengeluh lelah, frekuensi jantung

meningkat>20% dari kondisi istirahat, dyspnea saat/setelah aktivitas, merasa tidak

nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah, tekanan darah meningkat>20% dari

kondisi istirahat, sianosis (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)

3. Perencanaan keperawatan

Setelah merumuskan diagnosis dilanjutkan dengan perencanaan dan aktivitas

keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan serta mencegah masalah

keperawatan klien. Dalam tahap perencanaan keperawatan terdiri dari dua rumusan

utama yaitu rumusan luaran keperawatan dan rumusan intervensi keperawatan.

(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

Luaran ( outcome ) keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat diobservasi

dan diukur meliputi kondisi,perilaku,atau dari persepsi pasien,keluarga atau

komunitas sebagai respon terhadap intervensi keperawatan. Luaran keperawatan

menunjukkan status dianosis keperawatan setelah dilakukan intervensi

keperawatan. Luaran keperawatan dapat juga diartikan sebagai hasil akhir

intervensi keperawatan yang terdiri atas indicator – indicator atau kriteria- kriteria

hasil pemulihan masalah.

18
Luaran keperawatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu Luaran Negatif dan Luaran

Positif. Luaran negative menunjukkan kondisi, perilaku atau persepsi yang tidak

sehat, sehingga penetapan luaran keperawatan ini akan mengarahkan pemberian

intervensi keperawatan yang bertujuan untuk menurunkan. Sedangkan luaran

positif menunjukkan kondisi perilaku atau persepsi yang sehat sehingga penetapan

luaran keperawatan ini akan mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang

bertujuan untuk meningkatkan atau memperbaiki. Luaran keperawatan memiliki

tiga komponen utama yaitu Label, Ekspetasi,dan Kriteria Hasil. Label luaran

keperawatan merupakan kondisi, perilaku, atau persepsi pasien yang dapat diubah

atau diatasi dengan intervensi keperawatan. Ekspetasi merupakan penilaian

terhadap hasil yang diharapkan tercapai (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat

yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran

(outcome) yang diharapkan. Intervensi keperawatan memiliki tiga komponen yaitu

label, definisi dan tindakan. Label merupakan kata kunci untuk memperoleh

informasi mengenai intervensi keperawatan. Label terdiri atas satu atau beberapa

kata yang diawali dengan kata benda (nomina) yang berfungsi sebagai deskriptor

atau penjelas dari intervensi keperawatan.Terdapat 18 deskriptor pada label

intervensi keperawatan yaitu dukungan, edukasi, kolaborasi, konseling, konsultasi,

latihan, manajemen, pemantauan, pemberian, pemeriksaan, pencegahan,

pengontrolan, perawatan, promosi, rujukan, resusitasi, skrining dan terapi. Definisi

merupakan komponen yang menjelaskan makna dari label intervensi keperawatan.

Tindakan merupakan rangkaian aktivitas yang dikerjakan oleh perawat untuk

mengimplementasikan intervensi keperawatan. Tindakan pada intervensi

19
keperawatan terdiri dari empat komponen meliputi tindakan observasi, tindakan

terapeutik, tindakan edukasi dan tindakan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,

2018). Klasifikasi intervensi keperawatan intoleransi aktivitas termasuk dalam

kategori fisiologi. Dan termasuk ke dalam subkategori aktivitas dan istirahat yang

memulihkan fungsi musculoskeletal, penggunaan energy serta istirahat/tidur (Tim

Pokja SLKI DPP PPNI, 2018)

Sebelum menentukan perencanaan keperawatan, perawat terlebih dahulu

menetapkan luaran (outcome). Adapun luaran yang digunakan pada klien dengan

intoleransi aktivitas adalah luaran tambahan yaitu konservasi energy membaik

dengan kriteria hasil meliputi kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

meningkat, dyspnea saat/setelah aktivitas menurun, perasaan lemah menurun,

tekanan darah membaik, sianosis menurun, (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).

Setelah menetapkan tujuan dilanjutkan dengan perencanaan keperawatan.

Perencanaan keperawatan pasien dengan intoleransi aktivitas yaitu menggunakan

intervensi utama. Intervensi utama terdiri dari label manajemen energy dan terapi

aktivitas

20
Tabel 1
Perencanaan Keperawatan Intoleransi Aktivitas
Diagnosa Luaran Intervensi
SDKI SLKI SIKI
1 2 3
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Manajemen Energi
berhubungan dengan intervensi keperawatan Observasi
ketidakseimbangan selama 3x24 jam, maka
a. Identifikasi gangguan fungsi
antara suplai dan toleransi aktivitas
tubuh yang mengakibatkan
kebutuhan oksigen meningkat dengan
kelelahan
ditandai dengan kriteria hasil
mengeluh lelah, b. Monitor kelelahan fisik dan
a. Tingkat keletihan
frekuensi jantung emosional
menurun
meningkat>20% dari Terapeutik
b. Kelemahan yang
kondisi istirahat, a. Sediakan lingkungan yang
berkurang
dyspnea saat/setelah nyaman
aktivitas, merasa tidak c. Mempertahankan
kemampuan aktivitas b. Lakukan latihan rentang gerak
nyaman setelah
beraktivitas, merasa seoptimal mungkin aktif dan pasif

lemah, tekanan darah d. Status kenyamanan Edukasi


berubah >20% dari meningkat a. Anjurkan melakukan
kondisi istirahat, aktivitas secara bertahap
gambaran EKG Kolaborasi
menunjukkan aritmia
a. Kolaborasi dengan ahli gizi
saat/setelah aktivitas
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

21
1 2 3

Terapi Aktivitas
Observasi
a. Identifikasi defisit tingkat
aktivitas
b. Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam aktivitas
tertentu
Terapeutik
a. Fasilitasi focus pada
kemampuan, bukan deficit yang
dialami
b. Fasilitasi aktivitas fisik rutin
c. Berikan penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
Edukasi
a. Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang dipilih
b. Anjurkan melakukan aktivitas
fisik, social, spiritual, dan kognitif
dalam menjaga fungsi dan
kesehatan
Kolaborasi
a. Kolaborasikan dengan terapis
okupasi dalam merencanakan dan
memonitor program aktivitas jika
sesuai
Sumber : Tim Pokja SIKI DPP PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018
Sumber : Tim Pokja SLKI DPP PPNI, Standar Luaran Keperawatan Indonesia,2018

22
4. Implementasi keperawatan

Implementasi proses keperawatan merupakan rangkaian aktivitas keperawatan

dari hari ke hari yang harus dilakukan dan didokumentasikan dengan cermat.

Perawat melakukan pengawasan terhadap efektivitas intervensi yang dilakukan,

bersamaan pula dengan menilai perkembangan pasien terhadap pencapaian tujuan

atau hasil yang diharapkan. Pada tahap ini, perawat harus melaksanakan tindakan

keperawatan yang ada dalam rencana keperawatan dan langsung mencatatnya

dalam format tindakan keperawatan (Dinarti, 2013)

Tujuan pendokumentasian tindakan keperawatan adalah sebagai berikut

(Abd.Wahid & Imam S, 2012)

a. Mengomunikasikan/memberitahukan tindakan keperawatan dan rencana

perawatan selanjutnya pada perawat lain.

b. Memberikan petunjuk yang lengkap dari tindakan perawatan yang perlu

dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah pasien.

c. Menjadi bahan bukti yang benar dari tujuan langsung dengan maksud mengenal

masalah pasien di atas.

d. Sebagai dasar untuk mengetahui efektivitas perencanaan jika diperlukan untuk

merevisi perencanaan

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan fase akhir dalam proses keperawatan untuk

dapat menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan (Tarwoto & Wartonah,

2015). Evaluasi dapat berupa evaluai struktur, proses dan hasil. Evaluasi terdiri dari

evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program berlangsung.

23

Anda mungkin juga menyukai