Abstract. Nowadays, the prevalence of patients that suffering from chronic diseases such
as hypertension and diabetes has an increasing from year to year. This is due to lifestyle
and diet, which is sometimes difficult to control. Family doctors are doctors who have an
important role not only in carrying out their duties to treat patients but also in educating
and controlling the health of their patients. In terms of education, a family doctor also
participated in becoming a doctor in the Prolanis program specifically for patients with
chronic diseases such as hypertension and diabetes. The Prolanis program itself is a
program that organized by BPJS with the Indonesia government to support and improve
the lives of people with chronic diseases in order to stay healthy, active and enthusiastic in
carrying out their daily lives.
1. PENDAHULUAN
Dewasa ini prevalensi akan penderita penyakit kronis (chronic disease) di Indonesia,
seperti hipertensi dan diabetes milletus kian meningkat dari tahun ke tahun. Dari segi
epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi penyakit tidak menular yakni,
Diabetes Melitus (DM) mencapai 21,3 juta orang (Depkes RI, 2009). Sedangkan untuk
hipertensi, memiliki prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25, 8%, sesuai dengan data.
Hipertensi sendiri terdapat dua jenis yakni, hipertensi primer atau hipertensi esensial
penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), dan hipertensi sekunder atau hipertensi (non esensial
hypertension) yang diketahui penyebabnya (Riset Kesehatan Dasar, 2013).
Menurut data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO) menunjukkan
bahwa sekitar 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau
hampir dua pertiganya disebabkan oleh penyakit kronis. Penyakit kronis seperti hipertensi dan
diabetes juga membunuh penduduk dengan usia yang lebih muda yakni kurang dari 60 tahun.
Kematian akibat penyakit kronis diperkirakan akan terus meningkat prevalensinya di seluruh
dunia, peningkatan terbesar akan terjadi di negara-negara menengah, berkembang dan miskin
(Depkes RI, 2014).
Esensinya, baik DM (Diabetes Miletus) maupun hipertensi adalah penyakit kronis yang
diakibatkan oleh gaya hidup tidak sehat. Pola makan yang tidak teratur dan terjadi pada
masyarakat Indonesia merupakan salah satu faktor utama yang berakibat peningkatan jumlah
penyakit degeneratif, salah satunya penyakit DM (Suiraoka, 2012).
Disisi lain, dokter keluarga merupakan dokter yang dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, tidak hanya
memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan
tidak hanya menanti secara pasif, tetapi bila perlu aktif mengunjungi menderita atau
keluarganya (Ikatan Dokter Indonesia, 1982).
Selain hal tersebut, dokter keluarga adalah dokter yang melayani masyarakat sebagai
kontak pertama yang merupakan pintu masuk ke sistem pelayanan kesehatan, menilai
kebutuhan kesehatan total pasien dan menyelenggarakan pelayanan kedokteran perseorangan
dalam satu atau beberapa cabang ilmu kedokteran serta merujuk pasien ke tempat pelayanan
lain yang tersedia, sementara tetap menjaga kesinambunga pelayanan, mengembangkan
tanggung jawab, serta bertindak sebagai koordinator pelayanan kesehatan (The American
Academic of General Practice, 1947).
Karakteristik dari dokter keluarga sendiri yakni, sebagai tempat kontak medis pertama
dalam sebuah sistem pelayanan kesehatan, membuka dan menyelengarakan akses tak terbatas
kepada penggunanya, menggarap semua masalah kesehatan, tanpa memandang golongan usia,
jenis kelamin, atau karakter individual yang dialayani. (McWhinney, 1997).
Dokter keluarga sendiri dalam menjalankan perannya di masyarakat juga mengedepankan
Sembilan prinsip, yakni komprehensif dan holistik, kontinu, mengutamakan pencegahan,
koordinatif dan kolaboratif, personal sebagai bagian integral dari keluarganya,
mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan, menjunjung tinggi etika,
moral dan hokum, sadar biaya dan sadar mutu, dapat diaudit dan dipertangungjawabkan.
(Mcwhinney, 1997).
Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia sendiri melalui BPJS tengah mengedepankan sistem
pelayanan primer sekaligus berupaya mendayagunakan peran dokter keluarga sebagai garda
terdepan dalam melayani masyarakat (Hendra, 2015).
Pemerintah Indonesia bersama dengan BPJS juga membuat suatu program untuk
pengelolaan penyakit kronis di Indonesia. Program tersebut diberi nama akronim Prolanis
(Program Pengelolaan Penyakit Kronis). Hal tersebut adalah untuk mencapai suatu upaya agar
pasien dengan penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes miletus dapat terkontrol kondisi
kesehatannya, sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Masalah yang
dimaksud yakni apabila pasien dengan penyakit kronis tersebut jatuh dalam komplikasi yang
lebih lanjut.
Hakikatnya tujuan dari diadakannya program Prolanis ini adalah untuk mencapai kualitas
hidup yang lebih baik bagi penderita penyakit kronis seperti hipertensi dan diabet.
Harapannya, program Prolanis dapat menjadi program yang efektif dalam edukasi dan
pengelolaan penyakit kronis pada masyarakat Indonesia.
Program Prolanis yang kini berjalan yakni terkait dengan edukasi pasien melalui materi
yang disampaikan oleh dokter keluarga melalui slide, cek gula darah dan kontrol kesehatan,
senam Prolanis yang diadakan secara rutin selama sebulan sekali, serta penyuluhan pada
pasien yang mengidap penyakit kronis.
2. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara. Menurut
Sugiyono pada tahun 2011 menjelaskan tentang definisi wawancara, bahwa wawancara
merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,
sehingga dapat dikonstuksikan makna dari suatu topic tertentu. Berdasarkan pendapat
tersebut, dapat diasumsikan bahwa wawancara merupakan teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus
ditelitinya. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan dokter keluarga sebagai
penyelenggara Prolanis dan pasien yang menjadi anggota dalam program Prolanis tersebut.
5. SARAN
Program Prolanis yang diadakan oleh BPJS bersama pemerintah tersebut sudah cukup
efektif dalam menangani dan mengedukasi pasien dengan penyakit kronis. Namun, hal tersebut
juga harus diikuti dengan antusiasme peserta prolanis yang tinggi. Adanya beberapa peserta
yang tidak hadir dapat berpengaruh terhadap hasil dari program yang telah dijalankan.
Kedepannya, diharapkan BPJS dapat menambah jenis kegiatan yang lain dalam rangkaian
Prolanis yang juga memiliki manfaat bagi peserta Prolanis.
6. DAFTAR PUSTAKA
Buku
Departemen Kesehatan RI (2014). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: DEPKES RI
Departemen Kesehatan RI. (2009). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta: KEMENKES RI
Kementrian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta: KEMENKES RI
Suiraoka. (2012). Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta
Jurnal
ADA. (2012). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care, 35 (1)
Kurniawan, Hendra. (2015). Dokter di Layanan Primer dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga dalam
Sistem Pelayanan Kesehatan. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 15 (2):117-118
Pugh, Mike. (1969). The American Board of Family Practice. Journal of Ann Fam Med. 1(1): 56–58
Stewart MA, McWhinney IR, Buck CW. (1979). The doctor or patient relationship and its effect upon
outcome. British Journal of General Practice. 129 (199):77-82
Slagter, S. N., Vliet-Ostaptchouk, J. V. van, Vonk, J. M., Boezen, H. M., Dullaart, R. P., Kobold, A. C.
M., Wolffenbuttel, B. H. (2013). Associations Between Smoking, Components of Metabolic Syndrome
and Lipoprotein Particle Size. Journal BMC Medicine, 11: 195
Isnaini, Nur. (2018). Faktor risiko mempengaruhi kejadian Diabetes mellitus tipe dua Risk factors was
affects of diabetes mellitus type 2. Jurnal Keperawatan dan Kebidanan Aisyiyah 14 (1) pp.59-68
World Health Organization. (2014). Primary health care (now more than ever). Journal of The World
Health Report 2008
Lampiran 1
Peneliti: “Baik, dokter. Untuk pertanyaan pertama, sejak kapan dokter memulai program
Prolanis
yang diadakan oleh BPJS?”
Peneliti: “Kalau boleh tau, apa saja kegiatan yang termasuk dalam program Prolanis ini, Dokter?”
Dokter : “Ada senam, pemeriksaan gula darah, pemeriksan kesehatan, serta penyuluhan
kelompok.”
Peneliti: “Oh, begitu ya Mbak. Bagaimana Anda sebagai dokter keluarga mengedukasi pasien
yang
ikut dalam program Prolanis.”
Dokter: “Dalam penanganan penyakit kronis, pasien harus memiliki gaya hidup sehat, kontrol
kesehatan secara rutin dan aktif mengikuti senam. Untuk pasien diabetes pengaturan pola
makan dengan 3 J yaitu jumlah, jenis, dan jadwal yang harus diperhatikan. Untuk pasien
hipertensi kontrol emosi juga penting serta istirahat yang cukup.”
Peneliti: “Baik, dok. Lalu menurut Dokter apakah ada kendala dalam pelaksanaan Prolanis ini?”
Dokter: “Kendala mungkin adanya peserta Prolanis yang tidak datang, dan harus mengatur
jadwal
di lain hari untuk melakukan kontrol, namun untuk biaya ditanggung oleh BPJS.”
Peneliti: “Menurut Dokter apakah peserta Prolanis antusias mengikuti rangkaian program, Dok?”
Dokter: “Menurut saya peserta antusias, senang, karena bias meningkatkan derajat kesehatannya,
menambah ilmu mengenai penyakitnya melalui penyuluhan kelompok, bisa sharing
dengan peserta yang lain juga.”
Peneliti: “Oh, begitu ya, Dok. Lalu untuk kegiatan Prolanis untuk kedepannya, apakah ada
program
tambahan atau cukup memaksimalkan yang sudah ada?”
Dokter: “Saya kira yang sudah ada dulu kita maksimalkan. Dan untuk pasien prolanis setiap 6
bulan sekali juga ada cek laboratorium supaya kami bisa merujuk bila ada indikasi lebih
lanjut.”
Peneliti: “Baik, Dok. Saya kira cukup untuk wawancaranya. Terimakasih telah berbagi ilmunya.”
Dokter: “ Sama-sama, Mbak. Sukses juga untuk tugas kuliahnya, dan dimudahkan urusannya.”
Lampiran 2
Peneliti : ”Baik, Jadi untuk pertanyaan pertama, sejak kapan Bapak ikut program Prolanis ?”
Peneliti : “Oh, begitu, Pak. Kemudian, apakah dengan kegiatan Prolanis Bapak merasa lebih tahu
terkait pencegahan dan penanganan darah tinggi dan diabet?”
Peneliti : “Selanjutnya, untuk senam Prolanis sendiri apakah Bapak rutin mengikutinya?”
Peneliti : “Kalau untuk kontrol kesehatan, seperti kontrol gula darah dan hipertensi, apakah Bapak
rutin?”
Peneliti : “Selanjutnya, manfaat terbesar apa yang Bapak rasakan setelah mengikuti program
Prolanis?”
Pasien : “Badan terasa lebih sehat. Gula darahnya turun, tensi nya juga turun.”
Peneliti : “Baik, Bapak terimakasih sudah menyempatkan waktunya untuk diwawancarai. Maaf
sudah merepotkan, Pak.”
Pasien : “Sama-sama, Mbak. Maaf kalau jawabannya singkat. Semoga sukses dan lancar
mengerjakan tugasnya.”
Lampiran 3
Peneliti : “Baik Bu. Pertanyaan pertama sejak kapan Ibu mengikuti program Prolanis ?”
Peneliti : “Oh begitu, Bu. Apakah Ibu rutin mengikuti kegiatan Prolanis? “
Pasien : “Iya rutin. Saya aktif ikut kecuali ada diklat atau cuti tahunan.”
Peneliti : “Lalu, apakah melalui Prolanis Ibu merasa lebih tau terkait penanganan penyakit yang
sedang Ibu derita?”
Pasien : “Oh iya, sangat membantu sekali dan saya bias mencegah serta berhati-hati dalam
memilah makanan dan minuman yang harus dikonsumsi.”
Peneliti : “Lalu, apakah Ibu rutin control kesehatan yakni terkait gula darah dan tekanan darah?”
Peneliti : “Baik, Bu. Untuk pertayaan terakhir, manfaat terbesar apa yang Ibu dapatkan setelah
mengikuti Prolanis?”
Pasien : “Saya lebih percaya diri dengan kondisi saya dengan mengikuti Prolanis.”
Peneliti : “Baik, Ibu terimakasih sudah menyempatkan waktunya untuk diwawancarai. Maaf sudah
merepotkan, Pak.”
Pasien : “Sama-sama, Mbak. Semoga sukses selalu.”