Anda di halaman 1dari 18

PEMERIKSAAN PERKEMBANGAN MENGGUNAKAN

KUESIONER PRA SKRINING PERKEMBANGAN (KPSP)

DAN DENVER II

Disusun Oleh :

Alia Isna Yudianti 220112160078

Rika Riyanti Teresa 220112160082

Neng Nopi Varida 220112160025

Brigitha Puspa Juwita 220112160130

Widya Kusumaningrum 220112160004

Mochamad Ilham Kurnia 220112160013

Program Profesi Ners PPN Angkatan 32

Fakultas Keperawatan

Universitas Padjadjaran

2016
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobil’alamin, penyusun panjatkan kepada Dzat Yang Maha Sempurna

Allah SWT, yang telah menganugerahkan akal fikiran bagi manusia sehingga

membedakannya dengan makhluk lain. Dan hanya karena petunjuk-Mu penyusun bisa

menyelesaikan tugas menyusun sebuah makalah tentang “Kuesioner Pra Skrining

Perkembangan (KPSP) dan Denver II”.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas pra profesi Keperawatan Anak. Penyusun

juga meyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam

penyusunan makalah ini. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan dan masih banyak kekurangannya.

Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari  pembaca

guna menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca

sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan.

Bandung, Agustus 2016

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

Anak tidak dapat dilepaskan dari tumbuh kembang. Masalah perkembangan anak
merupakan hal yang sangat penting. Proses tumbuh kembang anak merupakan proses yang
berkesinambungan mulai dari lahir sampai dewasa. Oleh karena itu,proses tumbuh kembang
anak harus dilewati oleh setiap anak.
Pertumbuhan berarti bertambah besar dalam aspek fisik akibat multiplikasi sel dan
bertambahnya jumlah zat interseluler.Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan
dalam ukuran fisik seseorang. Adapun perkembangan digunakan untuk menunjukan
bertambahnya keterampilan dan fungsi yang kompleks. Maturasi dan diferensiasi sering
digunakan sebagai sinonim untuk perkembangan.
Kualitas perkembangan anak harus ditingkatkan sejak anak melalui periode penting yaitu
pada masa balita karena pada masa ini perkembangan yang terjadi menentukan
perkembangan selanjutnya, sehingga penyimpangan sekecil apapun harus terdeteksi dan
tertangani secara baik agar tidak mengurangi kualitas sumber daya manusia kelak kemudian
hari.
Masalah perkembangan anak memang sudah menjadi perhatian sejak lama. Pada saaat
ini berbagai metode deteksi dini untuk megetahui gangguan perkembangan anak telah dibuat.
Demikian pula dengan skrining untuk mengetahui penyakit-penyakit yang dapat
mengakibatkan gangguan perkembanagn anak, dengan melakukan deteksi dini kelainan pada
perkembangan anak sangatlah berguna agar diagnosa maupun pemulihannya dapat dilakukan
lebih awal sehingga tumbuh kembang anak dapat berlangsung seoptimal mungkin.
Beberapa alat ukur atau instrumen yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah pada
perkembangan anak antara lain dapat menggunakan formulir Kuesioner Pra Skrining
Perkembangan (KPSP) dan Denver Developmental Screening Test (DDST). Formulir KPSP
adalah alat atau instrumen yang digunakan untuk mengetahui perkembangan anak normal
atau ada penyimpangan. Sedangkan Denver Developmental Screening Test (DDST) adalah
sebuah metode pengkajian yang digunakan secara luas untuk menilai kemajuan
perkembangan anak usia 0-6 tahun.
Namun, penting juga untuk diketahui bahwa skrining dan mengetahui tentang adanya
masalah pada perkembangan anak bukan berarti masalah pada anak ditetapkan. Skrining
hanyalah prosedur rutin dalam pemeriksaan tumbuh kembang anak sehari-hari, yang dapat
memberikan petunjuk jika ada sesuatu yang perlu mendapat perhatian sehingga masih
diperlukan anamnesa yang baik. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya juga
harus dilakukan agar diagnosa dapat dibuat sehingga intervensi dan pengobatan dapat
dilakukan dengan tepat.
BAB II
ISI

2.1 Definisi
1. Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah,
ukuran atau dimensi tingkat sel atau organ yang bisa diukur. (Soetjiningsih, 2004)
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur tubuh dalam
arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel dan juga
karena bertambah besarnya sel. (IDAI, 2002).
Dari pengertian yang telah dijabarkan, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan
merupakan perubahan fisik yang dapat diukur karena adanya multiplikasi sel.
2. Perkembangan
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh
yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil dari proses pematangan.
(Soetjiningsih, 2004).
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur / fungsi tubuh yang
lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan dan diramalkan sebagai hasil dari
proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ dan sistemnya yang terorganisasi. (IDAI,
2002).
Perkembangan menitik beratkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat
yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan
pembelajaran terhadap perkembangan emosi, social dan intelektual anak. (Whaley, & Wong,
2000).
Berdasarkan definisi yang telah dijabarkan, dapat disimpulkan bahwa perkembangan
merupakan bertambahnya kemampuan yang terjadi secara bertahap dalam struktur dan fungsi
tubuh dari tingkat paling rendah ke yang lebih kompleks sebagai proses maturasi.
2.2 Faktor yang Memengaruhi Tumbuh Kembang
1. Faktor Genetik
Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitifitas jaringan
terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang, termasuk faktor
genetik antara lain berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin dan
suku bangsa.

2. Faktor Lingkungan
a. Faktor lingkungan pada waktu masih di dalam kandungan (faktor prenatal)
Gizi ibu waktu hamil, faktor mekanis, toksin atau zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi,
stress, imunitas dan anoksia embrio.
b. Faktor lingkungan setelah lahir ( Faktor post natal )
 Lingkungan biologis, meliputi Ras, Jenis kelamin, Umur, Gizi, Perawatan
kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, fungsi metabolisme dan hormon.
 Faktor fisik yaitu cuaca, sanitasi, keadaan rumah dan radiasi.
 Faktor Psikososial yaitu stimulasi, motivasi belajar, ganjaran / hukuman yang
wajar, kelompok sebaya, stress, sekolah.
 Faktor keluarga dan adat istiadat.
2.3 Teori Perkembangan
1. Sigmeun Freud ( Perkembangan Psychosexual )
a. Fase Oral (0 – 1 tahun)
Pusat aktivitas yang menyenagka di dalam mulutnya, anak mendapat kepuasaan saat
mendapat ASI, kepuasan bertambah dengan aktifitas mengisap jari dan tangannya
atau benda – benda sekitarnya.
b. Fase Anal (2 – 3 tahun)
Meliputi retensi dan pengeluaran feces. Pusat kenikmatanya pada anus saat BAB,
waktu yang tepat untuk mengajarkan disiplin dan bertanggung jawab.
c. Fase Urogenital atau faliks (usia 3 – 4 tahun)
Tertarik pada perbedaan antomis laki dan perempuan, ibu menjadi tokoh sentral bila
menghadapi persoalan. Kedekatan anak laki – laki pada ibunya menimbulkan gairah
sexual dan perasaan cinta yang disebut oedipus compleks.
d. Fase Latent (4 – 5 tahun sampai masa pubertas )
Masa tenang tetapi anak mengalami perkembangan pesat aspek motorik dan
kognitifnya. Disebut juga fase homosexual alamiah karena anak – nak mencari teman
sesuai jenis kelaminnya, serta mencari figur (role model) sesuai jenis kelaminnya dari
orang dewasa.
e. Fase Genitalia
Alat reproduksi sudah mulai matang, heteroseksual dan mulai menjalin hubungan rasa
cinta dengan berbeda jenis kelamin.

2. Piaget (Perkembangan Kognitif)


Meliputi kemampuan intelegensi, kemampuan berpersepsi dan kemampuan mengakses
informasi, berfikir logika, memecahkan masalah kompleks menjadi simple dan memahami
ide yang abstrak menjadi konkrit, bagaimana menimbulkan prestasi dengan kemampuan yang
dimiliki anak.
a. Tahap sensori – motor ( 0 – 2 tahun)
Perilaku anak banyak melibatkan motorik, belum terjadi kegiatan mental yang bersifat
simbolis (berpikir). Sekitar usia 18 – 24 bulan anak mulai bisa melakukan operations,
awal kemampuan berfikir.
b. Tahap pra operasional ( 2 – 7 tahun)
 Tahap pra konseptual (2 – 4 tahun) anak melihat dunia hanya dalam hubungan
dengan dirinya, pola pikir egosentris. Pola berfikir ada dua yaitu : transduktif ;
anak mendasarkan kesimpulannya pada suatu peristiwa tertentu ( ayam bertelur
jadi semua binatang bertelur ) atau karena ciri-ciri objek tertentu ( truk dan mobil
sama karena punya roda empat ). Pola penalaran sinkretik terjadi bila anak mulai
selalu mengubah-ubah kriteria klasifikasinya. Misal mula-mula ia
mengelompokkan truk, sedan dan bus sendiri-sendiri, tapi kemudian
mengelompokan mereka berdasarkan warnanya, lalu berdasarkan besar-kecilnya,
dst.
 Tahap intuitif ( 4 – 7 tahun)
Pola pikir berdasar intuitif, penalaran masih kaku, terpusat pada bagian bagian
terentu dari objek dan semata-mata didasarkan atas penampakan objek.
c. Tahap operasional konkrit ( 7 – 12 tahun)
Konversi menunjukan anak mampu menawar satu objek yang diubah
bagaimanapun bentuknya, bila tidak ditambah atau dikurangi maka volumenya tetap.
Seriasi menunjukan anak mampu mengklasifikasikan objek menurut berbagai
macam cirinya seperti : tinggi, besar, kecil, warna, bentuk, dst.
d. Tahap operasional – formal (mulai usia 12 tahun)
Anak dapat melakukan representasi simbolis tanpa menghadapi objek – objek
yang ia pikirkan. Pola pikir menjadi lebih fleksibel melihat persoalan dari berbagai
sudut yang berbeda.

3. Erikson ( Perkembangan Psikososial )


Proses perkembangan psikososial tergantung pada bagaimana individu menyelesaikan
tugas perkembangannya pada tahap itu, yang paling penting adalah bagaimana memfokuskan
diri individu pada penyelesaian konflik yang baik itu berlawanan atau tidak dengan tugas
perkembangannya.
Perkembangan Psikososial :
a. Trust vs. Misstrust ( 0 – 1 tahun)
Kebutuhan rasa aman dan ketidakberdayaannya menyebabkan konflik basic trust
dan misstrust, bila anak mendapatkan rasa amannya maka anak akan mengembangkan
kepercayaan diri terhadap lingkungannya, ibu sangat berperan penting.
b. Autonomy vs shame and doubt ( 2 – 3 tahun)
Organ tubuh lebih matang dan terkoordinasi dengan baik sehingga terjadi
peningkatan keterampilan motorik, anak perlu dukungan, pujian, pengakuan,
perhatian serta dorongan sehingga menimbulkan kepercayaan terhadap dirinya,
sebaliknya celaan hanya akan membuat anak bertindak dan berfikir ragu – ragu.
Kedua orang tua objek sosial terdekat dengan anak.
c. Initiatif vs Guilty (3 – 6 tahun)
Bila tahap sebelumnya anak mengembangkan rasa percaya diri dan mandiri, anak
akan mengembangkan kemampuan berinisiatif yaitu perasaan bebas untuk melakukan
sesuatu atas kehendak sendiri. Bila tahap sebelumnya yang dikembangkan adalah
sikap ragu-ragu, maka ia akan selalu merasa bersalah dan tidak berani mengambil
tindakan atas kehendak sendiri.
d. Industry vs inferiority (6 – 11 tahun)
Logika anak sudah mulai tumbuh dan anak sudah mulai sekolah, tuntutan peran
dirinya dan bagi orang lain semakin luas sehingga konflik anak masa ini adalah rasa
mampu dan rendah diri. Bila lingkungan ekstern lebih banyak menghargainya maka
akan muncul rasa percaya diri tetapi bila sebaliknya, anak akan rendah diri.
e. Identity vs Role confusion ( mulai 12 tahun)
Anak mulai dihadapkan pada harapan – harapan kelompoknya dan dorongan
yang makin kuat untuk mengenal dirinya sendiri. Ia mulai berpikir bagaimana masa
depannya, anak mulai mencari identitas dirinya serta perannya, jika ia berhasil
melewati tahap ini maka ia tidak akan bingung menghadapi perannya.

f. Intimacy vs Isolation ( dewasa awal )


Individu sudah mulai mencari pasangan hidup. Kesiapan membina hubungan
dengan orang lain, perasaan kasih sayang dan keintiman, sedang yang tidak mampu
melakukannya akan mempunyai perasaan terkucil atau tersaing.
g. Generativy vs self absorbtion ( dewasa tengah )
Adanya tuntutan untuk membantu orang lain di luar keluarganya, pengabdian
masyarakat dan manusia pada umumnya. Pengalaman di masa lalu menyebabkan
individu mampu berbuat banyak untuk kemanusiaan, khususnya generasi mendatang
tetapi bila tahap-tahap silam, ia memperoleh banyak pengalaman negatif maka
mungkin ia terkurung dalam kebutuhan dan persoalannya sendiri.
h. Ego integrity vs Despair ( dewasa lanjut )
Memasuki masa ini, individu akan menengok masa lalu. Kepuasan akan prestasi,
dan tindakan-tindakan dimasa lalu akan menimbbulkan perasaan puas. Bila ia merasa
semuanya belum siap atau gagal akan timbul kekecewaan yang mendalam.
4. Kohlberg (Perkembangan Moral)
a. Pra-konvensional
Mulanya ditandai dengan besarnya pengaruh wawasan kepatuhan dan hukuman
terhadap prilaku anak. Penilaian terhadap prilaku didasarkan atas akibat sikap yang
ditimbulkan oleh perilaku. Dalam tahap selanjutnya anak mulai menyesuaikan diri
dengan harapan-harapan lingkungan untuk memperoleh hadiah, yaitu senyum, pujian
atau benda.
b. Konvensional
Anak terpaksa menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan atau ketertiban
sosial agar disebut anak baik atau anak manis.
c. Purna Konvensional
Anak mulai mengambil keputusan baik dan buruk secara mandiri. Prinsip
pribadi mempunyai peranan penting. Penyesuaian diri terhadap segala aturan di
sekitarnya lebih didasarkan atas penghargaannya serta rasa hormatnya terhadap orang
lain.
5. Hurlock (Perkembangan Emosi)
Menurut Hurlock, masa bayi mempunyai emosi yang berupa kegairahan umum, sebelum bayi
bicara ia sudah mengembangkan emosi heran, malu, gembira, marah dan takut.
Perkembangan emosi sangat dipengaruhi oleh faktor kematangan dan belajar. Pengalaman
emosional sangat tergantung dari seberapa jauh individu dapat mengerti rangsangan yang
diterimanya. Otak yang matang dan pengalaman belajar memberikan sumbangan yang besar
terhadap perkembangan emosi, selanjutnya perkembngan emosi dipengaruhi oleh harapan
orang tua dan lingkungan
2.4 DDST II (Denver Development Skrinning Test)

2.4.1 Pengertian Denver II


DDST II (Denver Development Skrinning Test) atau Denver II adalah salah satu dari
metode skrining terhadap kelainan perkembangan bayi atau anak usia 0-6 tahun yang
dilakukan secara berkala dengan dengan 125 tugas perkembangan. Denver II lebih
menyeluruh tapi ringkas, sederhana dan dapat diandalkan.

2.4.2 Tujuan Pemeriksaan Denver II


Beberapa tujuan dilakukannya pemeriksaan denver II antara lain:
1. Mendeteksi dini perkembangan anak.
2.Menilai dan memantau perkembangan anak sesuai usia (0 – 6 tahun)
3. Salah satu bentuk antisipasi bagi orang tua
4. Identifikasi perhatian orang tua dan anak tentang perkembangan
5. Mengajarkan perilaku yang tepat sesuai usia anak
Manfaat pengkajian perkembangan dengan menggunakan DDST II bergantung pada
usia anak. Pada bayi baru lahir, tes ini dapat mendeteksi berbagai masalah neurologis, salah
satunya serebral palsi. Pada bayi, tes ini sering kali dapat memberikan jaminan kepada
orangtua atau bermanfaat dalam mengidentifikasi berbagai problema dini yang mengancam
mereka. Pada anak, tes ini dapat membantu meringankan permasalahan akademik dan sosial.

2.4.3 Aspek yang Dinilai pada Denver II


Terdapat empat sektor perkembangan yang dinilai pada pemeriksaan Denver II,
antara lain sebagai berikut :
1. Personal Social (perilaku sosial)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya.
2. Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan
otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.
3. Language (bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah dan
berbicara spontan.

4.Gross motor (gerakan motorik kasar)


Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh
2.4.4 Pelaksanaan Pemeriksaan Denver II
Uji Denver II membutuhkan waktu cukup lama yaitu sekitar 30-45 menit.
Kesimpulan hasil skrining Denver II hanya menyatakan bahwa balita tersebut normal atau
dicurigai ada gangguan tumbuh kembang pada aspek tertentu.Selain itu di dalam Denver
II ada bagian terpisah untuk menilai perilaku anak secara sekilas, tetapi Denver II tidak
mampu mendeteksi gangguan emosional, atau gangguan-gangguan ringan. Tidak ada metode
skrining yang sempurna.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah tahap pengkajian. Hal-hal yang harus dikaji
dalam pemeriksaan denver II yaitu: kaji pengetahuan keluarga atau anak mengenai DDST II,
kaji pengetahuan tentang tumbuh kembang normal dan riwayat sosial, tentukan atau kaji
ulang usia kronologis anak.Pada pemeriksaan denver II, terdapat pula tanda item penilaian,
yaitu:
1. O = F (Fail atau gagal)
Bila anak tidak mampu melakukan uji coba dengan baik, ibu/pengasuh memberi
laporan anak tidak dapat melakukan tugas dengan baik.
2. M = R (Refusal atau menolak)
Anak menolak untuk uji coba.
3. V = P (Pass atau lewat)
Apabila anak dapat melakukan uji coba dengan baik, ibu/pengasuh memberi laporan
tepat atau dapat dipercaya bahwa anak dapat melakukan dengan baik.
4. No = No Opportunity

2.4.5 Cara Pemeriksaan DDST II


Cara pemeriksaan dari DDST II adalah sebagai berikut :
1. Tetapkan umur kronologis anak, tanyakan tanggal lahir anak yang akan diperiksa.
2. Gunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk satu tahun. Jika
dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari, dibulatkan ke bawah, jika sama dengan
atau lebih dari 15 hari dibulatkan ke atas.
3.Buat garis lurus dari atas sampai bawah berdasarkan umur kronologis yang
memotong garis horisontal tugas perkembangan pada formulir
Uji semua item dengan cara :
 Pertama pada tiap sektor, uji 3 item yang berada di sebelah kiri garis umur tanpa
menyentuh batas usia
 Kedua uji item yang berpotongan pada garis usia
 Ketiga item sebelah kanan tanpa menyentuh garis usia sampai anak gagal setelah
itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P dan berapa yang F.
Anak tidak punya kesempatan untuk melakukan uji coba karena ada hambatan,
ujicoba yang dilakukan orang tua.Penilaian apakah lulus (Passed: P), gagal (Fail: F), ataukah
anak tidak mendapat kesempatan melakukan tugas (No Opportunity: N.O). Kemudian ditarik
garis berdasarkan umur kronologis, yang memotong garis horizontal tugas perkembangan
pada formulir DDST II. Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P dan
berapa yang F, selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasi dalam normal,
abnormal, meragukan (Questionable) dan tidak dapat dites (Untestable).
1. Abnormal
- Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih
- Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan plus 1 sektor
atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang
lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
2. Meragukan
- Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih.
- Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama
tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
3. Tidak dapat di tes\
Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau
meragukan.
4. Normal
Semua yang tidak tercantum dalam kriteria tersebut di atas.

2.4.6 Interpretasi Nilai DDST II


Interpretasi dari pemeriksaan DDST II antara lain:
1. Advanced
Bila anak mampu melaksanakan tugas pada item disebelah kanan garis umur,
lulus kurang dari 25% anak yang lebih tua dari usia tersebut.
2. Normal
Bila anak gagal atau menolak tugas pada item disebelah kanan garis umur, lulus
atau gagal atau menolak pada item antara 25-75% (warna putih).
3. Caution
Tulis C pada sebelah kanan blok, gagal/menolak pada item antara 75-100%
(warna hijau).
4. Delay
Gagal atau menolak item yang ada disebelah kiri dari garis umur.
2.5 Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)

2.5.1 Pengertian Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)


Formulir KPSP adalah alat atau instrumen yang digunakan untuk mengetahui
perkembangan anak normal atau ada penyimpangan.Kuesioner ini diterjemahkan dan
dimodifikasi dari Denver Prescreening Developmental Questionnaire (PDQ) oleh tim
Depkes RI yang terdiri dari beberapa dokter spesialis anak, psikiater anak, neurolog, THT,
mata dan lain-lain pada tahun 1986.Kuesioner ini untuk skrining pendahuluan bayi umur 3
bulan sampai anak umur 6 tahun yang dilakukan oleh orangtua. Fungsinya adalah untuk
mengetahui perkembangan anak. KPSP dapat dipakai untuk mengetahui ada atau tidak
adanya hambatan, gangguan atau masalah dalam perkembangan anak.

2.5.2 Penggunaan KPSP


Kuesioner KPSP dapat digunakan pada bayi dan anak pada usia:
3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66, 72 bulan. Bila anak berusia diantaranya
maka KPSP yang digunakan adalah yang lebih kecil dari usia anak.Contoh : bayi umur umur
tujuh bulan maka yang digunakan adalah KPSP enam bulan. Bila anak ini kemudian sudah
berumur sembilan bulan, maka yang diberikan adalah KPSP sembilan bulan. Langkah-
langkah yang dilakukan dalam penggunaan KPSP adalah:
1. Tentukan umur anak dengan menjadikannya dalam bulan
2. Bila umur anak lebih dari 16 hari dibulatkan menjadi satu bulan
Contoh : bayi umur tiga bulan 16 hari dibulatkan menjadi empat bulan. Bila umur
bayi tiga bulan 15 hari maka dibulatkan menjadi tiga bulan.
3. Setelah menentukan umur anak pilih KPSP yang sesuai dengan umur anak.
4. KPSP terdiri dari dua macam pertanyaan, yaitu :
a. Pertanyaan yang dijawab oleh ibu atau pengasuh anak. Contoh : “dapatkah
bayi makan kue sendiri?”
b. Perintah kepada ibu atau pengasuh anak atau petugas untuk melaksanakan
tugas yang tertulis pada KPSP. Contoh : “pada posisi bayi anda terlentang,
tariklah bayi pada pergelangan tangannya secara perlahan-lahan ke posisi
duduk”
5. Baca dulu dengan baik pertanyaan-pertanyaan yang ada. Bila tidak jelas atau ragu-
ragu tanyakan lebih lanjut agar mengerti sebelum melaksanakan.
6. Pertanyaan dijawab berurutan satu persatu.
7. Setiap pertanyaan hanya mempunyai satu jawaban “YA”atau “TIDAK”.
8. Teliti kembali semua pertanyaan dan jawaban.
2.5.3 Interpretasi Hasil Pemeriksaan KPSP
Interpretasinya adalah sebagai berikut :
1. Hitung jawaban Ya (bila dijawab bisa atau sering atau kadang-kadang)
2. Hitung jawaban Tidak (bila jawaban belum pernah atau tidak pernah)
3. Bila jawaban YA = 9-10, perkembangan anak sesuai dengan tahapan perkembangan
(S)
4. Bila jawaban YA = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M)
5. Bila jawaban YA = 6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan (P).
6. Rincilah jawaban TIDAK pada nomer berapa saja.
Untuk Anak dengan Perkembangan SESUAI (S)
1. Orangtua atau pengasuh anak sudah mengasuh anak dengan baik.
2. Pola asuh anak selanjutnya terus lakukan sesuai dengan bagan stimulasi sesuaikan
dengan umur dan kesiapan anak.
3. Keterlibatan orangtua sangat baik dalam tiap kesempatan stimulasi. Tidak usah
mengambil momen khusus. Laksanakan stimulasi sebagai kegiatan sehari-hari yang
terarah.
4. Ikutkan anak setiap ada kegiatan Posyandu.
Untuk Anak dengan Perkembangan MERAGUKAN (M)
1. Konsultasikan nomer jawaban tidak, mintalah jenis stimulasi apa yang diberikan
lebih sering .
2. Lakukan stimulasi intensif selama 2 minggu untuk mengejar ketertinggalan anak.
3. Bila anak sakit lakukan pemeriksaan kesehatan pada dokter/dokter anak.
Tanyakan adakah penyakit pada anak tersebut yang menghambat
perkembangannya.
4. Lakukan KPSP ulang setelah 2 minggu menggunakan daftar KPSP yang sama
pada saat anak pertama dinilai.
5. Bila usia anak sudah berpindah golongan dan KPSP yang pertama sudah bisa
semua dilakukan. Lakukan lagi untuk KPSP yang sesuai umur anak.
6. Misalnya umur anak sekarang adalah 8 bulan 2 minggu, dan ia hanya bisa 7-8 YA.
Lakukan stimulasi selama 2 minggu. Pada saat menilai KPSP kembali gunakan
dulu KPSP 6 bulan. Bila semua bisa, karena anak sudah berusia 9 bulan, bisa
dilaksanakan KPSP 9 bulan.
7. Lakukan skrining rutin, pastikan anak tidak mengalami ketertinggalan lagi.
Bila setelah dua minggu intensif stimulasi, jawaban masih (M) = 7-8 jawaban YA.
Konsultasikan dengan dokter spesialis anak atau ke rumah sakit dengan fasilitas klinik
tumbuh kembang.

2.6 Analisis Evidence Based tentang DDST II dan KPSP


Dari penelitian yang dilakukan oleh Retno Sutomo di Yogyakarta didapatkan hasil
bahwa kesepakatan hasil skrining dengan menggunakan Denver II dan KPSP menunjukan
hasil yang hampir sama. Hal tersebut dikarenakan kuesioner pra skrining perkembangan anak
dan Denver II diadopsi dari PDQ (Prescreening Developmental Questionnaire) dan telah
direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan RI untuk dikerjakan di tempat pelayanan
kesehatan primer. Dengan demikian, penilaian yang terdapat pada KPSP juga terdapat dalam
Denver II. Meskipun demikian perangkat skrining tersebut hendaknya dipergunakan dengan
pemahaman yang baik akan kelebihan dan kekurangannya masing-masing termasuk
kekhasannya agar penggunaannya bisa optimal.
Pada penelitian lain juga disebutkan bahwa sensitivitas dan spesifitas Denver II lebih
tinggi dibandingkan dengan KPSP. Hal ini mngkin disebabkan karena metode KPSP
merupakan kuesioner tertutup yang jawabannya hanya ya dan tidak. Sementara itu ibu di
Indonesia sering malu untuk mengakui bahwa anaknya tidak sepandai anak lain dengan usia
sebaya sehingga jawaban yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kenyataan, atau pemahaman
terhadap pertanyaan yang diterima oleh ibu membingungkan. Nilai akurasi pemeriksaan
mengenai kesetaraan antara pemeriksaan status perkembangan KPSP dibandingkan dengan
Denver II yaitu sebesar 88,2%, (nilai akurasi >75% berarti baik).
Penelitian lain menyebutkan bahwa pelaksanaan deteksi dini perkembangan anak
hanya dilakukan oleh sebagian kecil bidan dan hanya dilakukan beberapa kali saja bukan
dilakukan setiap kegiatan posyandi, walaupun pengetahuan mereka tentang KPSP berada
pada kategori sedang, seringkali mereka tidak melakukan skrining dan hanya memberikan
pengobatan saja.
Padahal KPSP ditujukan bukan hanya untuk tenaga kesehatan di Puskesmas dan jajarannya
saja (dokter, bidan, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya yang peduli anak) tetapi juga
untuk petugas sektor lainnya dalam menjalankan tugas melakukan stimulasi dan deteksi dini
penyimpangan tumbuh kembang anak. Pengasuh atau guru di sekolah yang terlatih dalam hal
ini adalah pada pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan salah satu mitra tenaga
kesehatan dalam melakukan stimulasi dan deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang
anak.
BAB III
PENUTUP

Perkembangan pada anak dapat menunjukkan bertambahnya keterampilan dan fungsi


yang kompleks. Kuesioner pra skrining perkembangan (KPSP) dan Denver II merupakan
sebuah metode pengkajian yang digunakan secara luas untuk menilai kemajuan
perkembangan anak. Manfaat pengkajian perkembangan menggunakan kuesioner pra
skrining perkembangan (KPSP) atau Denver II bergantung pada usia anak. Dengan adanya
tes tersebut kita selaku perawat dapat mengetahui lebih dini dan menginformasikan kepada
orang tua jika seorang anak mengalami hambatan atau keterlambatan perkembangan sehingga
dapat dilakukan penanganan lebih cepat dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Azis Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.

IDAI. 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: Sagung Seto

Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika.

Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta : Sagung Seto

Whaley, & Wong. 2000. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, edisi 2. Jakarta : EGC.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai