Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Peternakan Indonesia, Oktober 2017 Vol.

19 (3): 116 - 121


ISSN 1907-1760 E-ISSN 2460-3716

Kelarutan Senyawa Fenolik dan Aktivitas Antioksidan Daun Kelor (Moringa oleifera) di
Dalam Rumen Secara In Vitro

In Vitro Rumen Degradability of Phenolic Compound and Antioxidant Activity of Moringa


oleifera Leaf

Badriyah*, J. Achmadi, dan L. K. Nuswantara


Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang, 50275
E-mail: badriyahkala@gmail.com
(Diterima: 18 Juli 2017; Disetujui: 13 September 2017)

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengkaji degradabilitas polifenol dan aktivitas antioksidan daun kelor
(Moringa oleifera) di dalam rumen secara in vitro. Daun kelor dan lamtoro (Leucaena leucocephala,
sebagai pembanding) diinkubasikan dalam cairan rumen kambing selama 48 jam secara in vitro.
Degradabilitas bahan kering, senyawa fenolik dan aktivitas antioksidan pada daun kelor dan lamtoro
dibandingkan dengan uji T. Degradabilitas bahan kering daun kelor lebih tinggi (p<0,05) daripada daun
lamtoro. Degradabilitas senyawa fenolik daun kelor lebih rendah (P<0,05) daripada daun lamtoro.
Penurunan aktivitas antioksidan daun kelor lebih kecil dibandingkan daun lamtoro selama inkubasi
dalam rumen. Inkubasi daun kelor dalam rumen dapat menurunkan ketersediaan senyawa fenolik dan
aktivitas antioksidan pada daun kelor dan lamtoro.
Kata kunci: senyawa fenolik, aktivitas antioksidan, daun kelor, degradabilitas in vitro

ABSTRACT

Research was aimed to study the degradability of phenolic compunds and antioxidant activity of
moringa leaves (Moringa oleifera) in the rumen in vitro. Moringa and leucaena (Leucaena
leucocephala, as a comparison) leaves were incubated in goat rumen liquid for 48 h in vitro. The in
vitro degradabilities of dry matter, phenolic compounds and antioxidant activity in moringa leaf and
lamtoro leaf were compared using the T test. The dry matter degradability of moringa leaf was higher
(p<0,05) than leucaena leaf. The phenolic compound degradability of moringa leaf was lower (P<0,05)
than leucaena leaf. The decrease in antioxidant activity of moringa leaf was smaller than leucaena leaf
DIWHU LQFXEDWLRQ LQ WKH JRDW¶V UXPHQ 7KH LQFXEDWLRQ RI PRULQJD DQG OHXFDHQD OHDYHV LQ UXPHQ PD\
reduce the phenolic compounds availability, and thus lowering their antioxidan activity.
Keywords: phenolic compound, antioxidant activity, moringa leaf, in vitro degradability

PENDAHULUAN memiliki sifat sebagai antioksidan (Ikalinus


et al., 2015). Selain mengandung flavonoid,
Bahan pakan yang mengandung tanaman kelor juga mengandung asam lemak
senyawa metabolit sekunder tertentu tak jenuh seperti linoleat (omega 6) dan
memiliki potensi sebagai antioksidan dapat alfalinolenat (omega 3). Tanaman kelor
mencegah reaksi oksidasi untuk tinggi akan kandungan nutrisi berupa
menghambat radikal bebas yang SURWHLQ -karoten, vitamin C, mineral
menyebabkan rusaknya sel-sel di dalam terutama zat besi dan kalsium (Palupi et al.,
tubuh (Rohyani et al., 2015), sehingga pakan 2015).
yang mengandung antioksidan tinggi dapat Antioksidan merupakan senyawa yang
digunakan sebagai pakan alternatif, salah digunakan untuk menghambat radikal bebas
satunya yaitu tanaman Moringa oleifera atau di dalam tubuh. Adanya antioksidan yang
kelor. Tanaman kelor memiliki senyawa mampu mencegah adanya radikal bebas
utama yaitu senyawa flavonoid yang maka diharapkan sistem pertahanan tubuh
ternak semakin baik. Senyawa fenolik pada

116 Kelarutan Senyawa Fenofilik dan « (Badriyah et al.)


Vol. 19 (3): 116 - 121

Tabel 1. Formulasi Ransum Kambing Fistula.


BahanPakan Formula PK bahan PK pakan TDN bahan TDN pakan
----------------------------%----------------------------
Gaplek 1,1 5,33 0,06 74,58 0,82
Tetes 1,0 0,66 0,01 75,01 0,75
Bungkil kedelai 17,0 35,97 6,11 81,10 13,79
Bekatul 10,7 9,70 1,04 67,48 7,22
Mineral 0,2 0,00 0,00 0,00 0,00
Rmput gajah 70,0 7,02 4,91 54,85 38,39
Jumlah 100 12,13 60,97

daun kelor bekerja secara fagositosis untuk (berasal dari Kebun Penelitian Fakultas
menghancurkan bakteri patogen yang masuk, Peternakan dan Pertanian Universitas
sehingga dengan tidak adanya bakteri yang Diponegoro, Kampus Tembalang) sebagai
masuk menyebabkan tubuh tidak pembanding. Cairan rumen berasal dari 2
mengeluarkan antioksidan sebagai antibodi ekor kambing berfistula. Kambing diberi
untuk pertahanan terhadap serangan bakteri pakan dengan komposisi yang ditunjukkan
(Toripah et al., 2014). pada Tabel 1. Uji in vitro dilakukan dengan
Antioksidan merupakan senyawa teknik batch culture selama 48 jam sesuai
metabolit sekunder yang digunakan untuk metode Tilley dan Terry (1963). Analisis
mencegah radikal bebas. Semakin tinggi senyawa fenol sesuai dengan metode Folin-
aktivitas antioksidan, semakin banyak Ciocalteu (Vazquez et al., 2008). Analisis
radikal bebas yang dicegah. Semakin tinggi antioksidan sesuai dengan metode DPPH
total fenol pada suatu bahan pakan berarti atau 1-1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) (Fitri et
akan menunjukkan tingginya aktivitas al., 2015). Pada penelitian ini, hasil uji in
antioksidan (Sandrasari, 2008). Fenol vitro daun kelor dibandingkan dengan daun
merupakan senyawa induk dari fenolik yang lamtoro. Pembandingan antara degradabilitas
banyak terdapat pada tumbuhan. bahan kering, kelarutan senyawa fenol dan
Aktivitas antioksidan daun kelor telah aktivitas antioksidan pada kelor dan lamtoro
banyak diteliti pada manusia dan ternak dilakukan uji T dilanjutkan dengan analisis
monogastrik. Sebagai upaya untuk deskriptif.
memaksimalkan manfaat tanaman daun
kelor untuk ruminansia, perlu adanya HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian untuk menguji perubahan
ketersediaan senyawa fenolik dan aktivitas Degradabilitas Bahan Kering secara In
antioksidan daun kelor pasca pencernaan Vitro
ruminal. (Toripah et al., 2014) menyatakan Hasil dari penelitian degradabilitas
inhibition concentration (IC50) merupakan bahan kering secara in vitro ditunjukkan
suatu zat antioksidan yang dapat pada Tabel 2. Persentase degradabilitas
memberikan persen penghambatan 50% atau bahan kering pada kelor lebih tinggi
bilangan yang menunjukkan konsentrasi daripada lamtoro yaitu 60,61% sedangkan
ekstrak (ppm) yang mampu menghambat lamtoro 43,39%. Hasil tersebut dapat
proses oksidasi sebesar 50%. ditunjukkan dari kandungan NDF kelor yang
lebih rendah sebesar 22,75% sedangkan
METODE lamtoro 28,19%, sehingga mudah dicerna
dalam saluran pencernaan ternak. Ghunu dan
Penelitian menggunakan materi antara Ana (2006) menyatakan NDF merupakan
lain daun kelor yang berasal dari daerah komponen dinding sel yang sulit dicerna
Kabupaten Jepara serta daun lamtoro

Kelarutan Senyawa Fenofilik GDQ « (Badriyah et al.) 117


Vol. 19 (3): 116 - 121

Tabel 2. Persentase degradabilitas bahan kering pada kelor dan lamtoro


Sampel Degradabilitas BK Total Fenol Aktivitas Antioksidan
------------------(%)----------------- ----------(ppm)----------
Kelor 60,61a 0,94 283,19
Lamtoro 47,39b 1,99 43,65
a,b
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata
(p<0,05).

karena mengandung serat yang lebih tinggi tersebut dapat menunjukkan bahwa
dari isi sel. degradabilitas bahan kering pada kelor lebih
Selain NDF, kandungan ADF juga tinggi dari lamtoro karena konsentrasi NH3
mempengaruhi degradabilitas bahan kering. yang tinggi akan meningkatkan laju
Kandungan ADF daun kelor lebih rendah degradasi protein di dalam rumen. Saqifah et
sebesar 15,57% sedangkan lamtoro 23,38%. al. (2010) menyatakan, degradasi bahan
ADF terdapat pada dinding sel yang terdiri kering pakan dapat dipengaruhi oleh
dari selulosa dan lignin dimana selulosa dan produksi amonia di dalam rumen.
lignin merupakan komponen dari ADF yang Kelarutan Senyawa Fenol di dalam
sulit dicerna daripada hemiselulosa. Van Rumen
Soest (1984) menyatakan bahwa kandungan Hasil kelarutan fenol secara in vitro
dinding sel suatu bahan pakan yang rendah selama 48 jam diketahui bahwa pada kelor
akan meningkatkan laju degradasinya. dan lamtoro berbeda nyata (p<0,05)
Qadriyanti (2014) menambahkan semakin ditunjukkan pada Tabel 3. Kelarutan
rendah kandungan ADF dan NDF maka akan senyawa fenol pada kelor lebih rendah yaitu
semakin baik karena kandungan seratnya 80,50% sedangkan lamtoro lebih tinggi
lebih rendah sehingga lebih mudah dicerna sebesar 94,97%. Hasil tersebut diduga
oleh ternak. disebabkan oleh kandungan fenol yang
Degradabilitas bahan kering terdapat pada lamtoro juga tinggi yaitu
dipengaruhi oleh pencernaan fermentatif 1,99% sedangkan kelor 0,94%. Semakin
karbohidrat pakan dalam rumen menjadi tinggi kandungan fenol pada tanaman maka
VFA. Kadar VFA daun kelor lebih tinggi dapat menunjukkan bahwa kelarutan
sebesar 126,67 mM daripada lamtoro yaitu senyawa fenol juga tinggi. Senyawa fenol
93,33 mM. VFA rumen akan meningkatkan yang tinggi dapat menunjukkan bahwa
aktivitas mikrobia rumen sebagai sumber terjadi aktivitas antioksidan yang kuat.
energi. Semakin tinggi degradabilitas bahan Toripah et al. (2014) menyatakan apabila
kering maka kadar VFA rumen yang kandungan fenol di dalam sampel tinggi
dihasilkan akan semakin tinggi. Gusasi akan menunjukkan aktivitas antioksidan
(2014) menyatakan proses fermentasi di yang berlangsung juga tinggi.
rumen dapat meningkatkan laju degradasi Fenol merupakan senyawa yang hanya
pakan yang dipengaruhi oleh tingginya memiliki satu gugus hidroksil pada
konsentrasi VFA. Tingginya konsentrasi penyusunnya. Fenol termasuk senyawa
VFA akan meningkatkan aktivitas mikrobia metabolit sekunder yang merupakan turunan
di dalam rumen. Kurniawati (2004) dari pentosa fosfat, shikimate serta
menyatakan, tingginya kandungan fenilpropanoid yang terdapat pada tanaman
karbohidrat dapat meningkatkan laju (Randhir et al., 2004). Fenol dan aktivitas
pertumbuhan mikrobia rumen dan laju antioksidan saling berhubungan karena fenol
degradasi di dalam rumen. memiliki peran utama dalam jalannya
Konsentrasi NH3 rumen juga aktivitas antioksidan. Fitri et al. (2008)
mendukung tingkat degradabilitas bahan menyatakan fenol berperan sebagai
kering. Konsentrasi NH3 rumen pada kelor kontributor utama terhadap aktivitas
lebih tinggi sebesar 39,765 mg/100ml antioksidan pada kelor. Fenol pada kelor
sedangkan lamtoro 39,033 mg/100ml. Hasil dapat larut setelah inkubasi dalam rumen

118 Kelarutan Senyawa Fenofilik dan « (Badriyah et al.)


Vol. 19 (3): 116 - 121

Tabel 3. Persentase kelarutan fenol dan aktivitas antioksidan pada kelor dan lamtoro
Pakan Kelarutan fenol secara in Aktivitas Antioksidan
vitro Kelor Lamtoro
-----------(%)----------- -----------(ppm)----------
b
Kelor 80,50 283,19 1485,24
Lamtoro 94,97a 43,65 1193,43
a,b
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata
(p<0,05).

diduga dapat dimanfaatkan oleh mikrobia mengalami perubahan sehingga diduga dapat
rumen. Fenol merupakan komponen dari dimanfaatkan oleh ternak. Hasil perubahan
karbohidrat struktural yang lebih sulit dapat dilihat dari aktivitas antioksidan kelor
dicerna karena mengandung serat yang yang terdapat pada daun kemudian menjadi
tinggi. Semakin tinggi fenol yang dapat larut residu.
diduga semakin tinggi serat dalam tanaman Antioksidan merupakan substansi
tersebut. Tingginya kandungan serat dapat nutrisi maupun non-nutrisi yang terkandung
ditunjukkan dari kandungan ADF dan NDF. dalam bahan pangan yang mampu mencegah
Kandungan ADF dan NDF pada lamtoro atau menghambat terjadinya kerusakan
lebih tinggi dari kelor menunjukkan oksidatif dalam tubuh (Winarsi, 2007). IC 50
kelarutan fenol pada lamtoro juga tinggi. dapat menggambarkan bahwa kemampuan
Fenol dapat terlarut diduga karena terdapat ekstrak metanol dalam menghambat radikal
mikrobia yang bekerja dalam rumen bebas di dalam rumen sebesar 50%. Daun
sehingga fenol pada pakan dapat terlarut dapat dikatakan sebagai ekstrak kasar yang
dengan bantuan enzim. Cao et al. (1997) diduga memiliki kandungan senyawa lain
menyatakan ikatan fenol dapat lepas karena yang ikut terekstrak dalam pelarut yang
disebabkan oleh asam, alkali dan perlakuan menyebabkan meningkatnya nilai rendemen
enzimatis dari pakan. ekstrak sehingga memiliki aktivitas
Aktivitas Antioksidan antioksidan yang lebih tinggi daripada
Hasil aktivitas antioksidan pada kelor supernatan dan residu setelah in vitro. Ria
dan lamtoro berbeda tidak nyata (p>0,05) (2011) menyatakan, ekstrak kasar masih
ditunjukkan pada Tabel 3. Aktivitas mengandung senyawa lain yang bukan
antioksidan ditentukan dengan nilai IC50 merupakan senyawa antioksidan yang ikut
yang dihitung berdasarkan persamaan larut selama proses ekstraksi sehingga dapat
regresi. Zuhra et al. (2008) menyatakan meningkatkan nilai rendemen ekstrak yang
suatu senyawa dapat dikatakan sebagai diduga memiliki aktivitas antioksidan yang
antioksidan kuat jika IC50 bernilai 50 ± 100 lebih tinggi. Tinggi rendahnya aktivitas
ppm, sedang jika bernilai 100 ± 150 ppm dan antioksidan dan fenol dapat disebabkan oleh
lemah jika bernilai 151 ± 200 ppm. Semakin beberapa faktor antara lain kemampuan
rendah nilai IC50 yang dihasilkan maka dalam menyeimbangkan radikal bebas agar
aktivitas antioksidannya akan semakin kuat. tidak terjadi kerusakan sel yang berlebih.
Aktivitas antioksidan pada daun kelor Cao et al. (1997) menyatakan, tingginya
diperoleh hasil sebesar 283,19 ppm, setelah aktivitas antioksidan dan polifenol dapat
inkubasi dalam cairan rumen aktivitas terjadi karena faktor dari sifat redoks seperti
antioksidan menjadi 1485,24 ppm pada penerapan maupun kemampuan menetralkan
residu. Pada lamtoro diperoleh hasil sebesar radikal bebas.
43,65 ppm pada daun, dan setelah inkubasi
dalam cairan rumen menjadi 1193,43 ppm KESIMPULAN
pada residu. Hasil dari IC50 tersebut
menunjukkan bahwa setelah inkubasi dalam Aktivitas antioksidan daun kelor
cairan rumen, aktivitas antioksidan menurun setelah inkubasi di rumen seiring

Kelarutan Senyawa Fenofilik GDQ « (Badriyah et al.) 119


Vol. 19 (3): 116 - 121

dengan menurunnya konsentrasi senyawa disuplementasi daun gamal dalam


fenolik yang diduga dapat dimanfaatkan oleh rumen kambing secara in vitro.
mikrobia rumen. Fakultas Peternakan. Universitas
Hasanudin. Makassar. (Skripsi).
DAFTAR PUSTAKA Randhir, R., Y. T. Lin, & K. Shetty. 2004.
Phenolics, their anti¬oxidant and
Cao, G. E, Sofic,. dan R, L, Prior. 1997. antimicrobial activity in dark
Antioxidant and prooxidant behavior germinated fen¬ugreek sprouts in
of flavonoid structure activity response to peptide and phytochemical
relationships. Free Radical Biologi & elicitors. Asia Pac. J. Clin. Nutr. 13 :
Medicine. USA. 22 ( 5 ) : 749 ± 760. 295 - 307.
Fitri, A. T, Toharmat. D, A, Astuti,. dan H, Ria, O, R. 2011. Kandungan fenol,
Tamura. 2015. The potential use of komponen fitokimia dan aktivitas
secondary metabolites in moringa antioksidan Lamun Enhalus acoroides.
oleifera as an antioxidant source. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Media Peternakan. Bogor. 38 ( 3 ) : Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
169 ± 175. Bogor. (Skripsi).
Ghunu, S dan Ana, R, T. 2006. Perubahan Rohyani, I, S. A, Evy. dan Suripto. 2015.
komponen serat kume (Sorghum Kandungan fitokimia beberapa jenis
plumosum var. Timorense) hasil tumbuhan lokal yang sering
biokonveksi jamur tiram putih dimanfaatkan sebagai bahan baku obat
(Pleurotus ostreatus) akibat kadar air di Pulau Lombok. Prosiding Seminar
substrat dan dosis inokulum yang Nasional Masyarakat Biodiversity
berbeda. Jurnal Ilmu Ternak. Indonesia. Nusa Tenggara. 1 ( 2 ) :
Bandung. 6 ( 2 ) : 81 ± 86. 388 ± 391.
Gusasi, A. 2014. Nilai PH, produksi gas, Sandrasari, D, A. 2008. Kapasitas
konsentrasi amonia dan VFA sistem antioksidan dan hubungan nilai total
rumen in vitro ransum lengkap fenol ekstrak sayuran Indigenous.
berbahan jerami padi, daun gamal dan Sekolah Pascasarjana. Institut
urea mineral molases liquid. Fakultas Pertanian Bogor. (Tesis).
Peternakan. Universitas Hasanudin. Saqifah, N., Purbowati, E., & Rianto, E.
Makassar. (Skripsi). 2010. Pengaruh Ampas Teh dalam
Ikalinus, R. K, W, Sri., dan N, L, E, Setiasih. Pakan Konsentrat terhadap
2015. Skrining fitokimia ekstrak Konsentrasi VFA dan NH3 Cairan
etanol kulit batang kelor (Moringa Rumen untuk Mendukung
oleifera). Indonesia Medicus Pertumbuhan Sapi Peranakan Ongole.
Veterinus. Bali. 4 ( 1 ) : 71 ± 79. Paper presented at the Seminar
Kurniawati, A. 2004. Pertumbuhan mikroba Nasional Teknologi Peternakan dan
rumen dan efisiensi pemanfaatan Veteriner.
nitrogen pada silase red clover Tilley, J.M.A. and R.A.Terry. 1963. A two
(Trifolium pratense cv, Sabatron). stage technique for the in vitro
Risalah Seminar Ilmiah dan digestion of forage. J. British
Pengembangan Aplikasi Isotop dan Grassland Soc. 18 : 104 ± 111.
Radiasi. Jakarta. Toripah, S, S. A, Jemmy,. dan W, Frenly.
Palupi, H, T. D, Agung. R, Muzaki,. dan B, 2014. Aktivitas antioksidan dan
Ratna. 2015. Pengaruh penambahan kandungan total fenolik ekstrak daun
ekstrak daun kelor terhadap kualitas kelor (Moringa Oleifera Lam.). Jurnal
yoghurt. Jurnal Teknologi Pangan. Ilmiah Farmasi. Manado. 3 ( 4 ) : 37 ±
Pasuruan. 6 ( 2 ) : 59 ± 66. 43.
Qadriyanti, D. 2014. Karakteristik degradasi
ADF dan NDF tiga jenis pakan yang

120 Kelarutan Senyawa Fenofilik dan « (Badriyah et al.)


Vol. 19 (3): 116 - 121

Van Soest, P. J. 1984. Nutritional Ecology of Crops and Products. 2008. 28 ( 3 ) :


the Ruminant: Second Edition. 279 - 285.
Cornell University. New York. Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan
Vázquez G, Fontenla E, Santos J, Freire MS, Radikal Bebas. KANISIUS.
González-Álvarez J, Antorrena G. Yogyakarta.
Antioxidant activity and phenolic Zuhra, C, F. Br, T, Juliati,. dan S, Herlince.
content of chestnut ( Castanea sativa ) 2008. Aktivitas antioksidan senyawa
shell and eucalyptus ( Eucalyptus flavonoid dari daun katuk. Jurnal
globulus ) bark extracts. Industrial Biologi Sumatera. Sumatera.

Kelarutan Senyawa Fenofilik GDQ « (Badriyah et al.) 121

Anda mungkin juga menyukai