Anda di halaman 1dari 13

SISTEM REPRODUKSI

Sistem reproduksi meliputi beberapa organ tubuh yang bersinergi untuk memperoleh
keturunan (bereproduksi). McKinley dan O’Loughlin (Sumiasih & Budiani, 2016)
menuliskan, organ reproduksi primer pada laki-laki adalah testis, sedangkan pada perempuan
adalah ovarium. Perempuan memiliki tuba uterina, uterus, vagina, dan vulva (organ genetalia
eksterna). Selain testis, laki-laki juga memiliki epididimis, vas deferen, vesika seminalis,
prostat, uretra yang ditutupi oleh penis, serta skrotum yang membungkus testis.

Sistem organ reproduksi pada wanita

Berikut sistem organ reproduksi wanita sesuai yang dicantumkan oleh Andriyani, R. dkk.
(2015) dalam bukunya yang berjudul Buku Ajar Biologi Reproduksi dan Perkembangan

Organ reproduksi dapat dibagi dalam organ externa dan organ interna. Organ Externs
bersama-sama dikenal sebagai vulva, dan terdiri atas bagian-bagian berikut:

 Mons veneris, sebuah bantalan lemak yang terletak di depan simfisis pubis. Daerah ini
ditutupi bulu pada masa pubertas.
 Labia mayora (bibir besar) adalah dua lipatan tebal yang membentuk sisi vulva, dan
terdiri atas kulit dan lemak, dan jaringan otot polos, pembuluh darah dan serabut
saraf. Labia mayora panjangnya kira-kira 7.5 centimeter.
 Nimfae atau Labia minora (bibir kecil) adalah dua lipatan kecil dari kulit di antara
bagian atas labia mayora. Labianya mengandung jaringan erektil.
 Klitoris (kelentit) adalah sebuah jaringan erektil kecil yang serupa dengan penis laki-
laki. Letaknya anterior dalam vestibula.

Vestibula di setiap sisi dibatasi oleh lipatan labia dan bersambung dengan vagina. Uretra
juga masuk ke dalam vestibula di depan vagina, tepat di belakang klitoris. Kelenjar
vestibularis mayor (Bartholini) terletak tepat di belakang labia mayora di setiap sisi. Kelenjar
ini mengeluarkan lendir dan salurannya keluar antara himen dan labia minora. Himen adalah
diafragma dari membran tipis, di tengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat
mengalir ke luar. Letaknya di mulut vagina dan dengan demikian memisahkan genitalia
externa dan interna. Tidak adanya lubang-lubang pada himen merupakan keadaan abnormal
yang jarang terjadi dan disebut himen imperforata. Keadaan ini tidak dapat diketahui sampai
umur menstruasi seorang gadis; kotoran tak dapat keluar, berkumpul di dalam vagina, dan
membuat vagina mekar. Insisi dilaksanakan supaya menstruasi dapat berjalan secara normal.

VAGINA (Liang sanggama)

Vagina adalah tabung berotot yang melayani membran dari jenis epitelium bergaris yang
khusus, dialiri pembuluh darah dan serabut saraf secara pengakuan. Panjang vagina dari
vestibula sampai uterus. Dinding-dindingnya bersambung secara normal, dan melihat bagian
bawah servix uteri dan di sebelah belakang naik lebih tinggi dari yang di depan. Lekukan
sempit di depan disebut fornix anterior dan yang di sisi- sisinya disebut fornix lateral,
sedangkan yang di belakang disebut fornix posterior vagina.Permukaan anterior vagina
pangkalan kandung kencing dan uretra, sedangkan dinding posteriornya pangkal rektum dan
kantong rekto-vaginal (ruang Douglas) . Seperempat sebelah bawah vagina mengawasi
badan perineum. Struktur dinding terdiri atas tiga lapis: lapisan dalam adalah selaput lendir
(membran mukosa) yang dilengkapi dengan lipatan-lipatan atau rugae, sehingga mempunyai
rupa seakan-akan ditutupi papilae (selaput lendir vagina terdiri atas sel epitel gepeng berlapis)
lapisan luar adalah lapisan berotot yang terdiri atas serabut longitudinal dan melingkar; dan
antara kedua lapis ini terdapat sebuah lapisan dari jaringan erektil terdiri atas jaringan areoler,
pembuluh darah dan beberapa serabut otot tak bergaris.

Organ Reproduksi bagian dalam, yang terletak di dalam pelvis, adalah uterus, dua
ovarium dan tuba falopi (Fallopian).

a. Uterus (rahim)

Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pir, terletak di dalam pelvis,
antara rektum di belakang dan kandung kencing di depan. Ototnya disebut
miometrium dan selaput lendir yang melapisi sebelah dalamnya disebut endometrium.
Peritoneum menutupi sebagian besar (tidak seluruhnya) permukaan luar uterus. Letak
sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (m agak memutar ke depan)
dengan fundusnya terletak di atas kandung kencing. Di bawah bersambung dengan
vagina dan di sebelah atasnya tuba falopi masuk ke dalamnya. Ligamentum latum
uteri dibentuic oleh dua lapis peritoneum; di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan
tuba falopi. Persediaan darah didapatkan dari arteri falopi dan arteria ovaria. Panjang
uterus adalah 5 sam- pai 8 sentimeter, dan beratnya 30 sampai 60 gram. Uterus terbagi
atas tiga bagian berikut:
 Fundus, bagian cembung di atas muara tuba falopi,
 Badan Uterus melebar dari fundus ke servix, sedangkan antara badan dan servix
terdapat istmus.
 Bagian bawah yang sempit pada uterus disebut servix. Rongga servix bersambung
dengan rongga badan uterusmelalui os intern (os= mulut) dan bersambung dengan
rongga vagina melalui os extern
Ligamen-ligamen pada Uterus.
Ligamentum teres uteri ada dua buah, di sebelah kiri dan sebelah kanan
sebuah, terdiri atas jaringan ikat dan otot, berisi pembuluh darah dan ditutupi
peritoneum. Ligamen ini berjalan dari sudut atas uterus, ke depan dan ke samping,
melalui anulus inguinalis profundus ke kanalis inguinalis. Setiap ligamen panjangnya
10 sampai 12,5 sentimeter.
Peritoneum melipat di antara badan uterus dan kandung kencing di depannya,
membentuk kantong utero-vesikuler. Di sebelah belakang, peritoneum membungkus
badan dan servix uteri dan melebar ke bawah sampai fornix posterior vagina,
selanjutnya melipat di depan rektum dan membentuk ruang rekto-vaginal (Douglas).
Ligamen lebar (Ligamen Latum Uteri). Peritoneum yang menutupi uterus, di
garis tengah badan (korpus) uterus melebar ke lateral pada setiap sisi uterus sampai
dinding pelvis, membetuk ligamen lebar. Di dalam tepi be-bas ligamen lebar ini
terdapat tuba falopi. Ovarium diikat pada lapisan posterior ligamen lebar, yang
sebenarnya mesenterium uterus dan mesenterium tuba falopi, dan karena itu berisi
darah dan saluran limfe untuk uterus maupun untuk ovarium.
Fungsi Uterus. Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama
perkembangan. Sebutir ovum, sesudah keluar dari ovarium, diantarkan melalui tuba
falopi ke uterus. (Pembuahan ovum secara normal terjadi di dalam tuba falopi).
Endometrium disiapkan untuk penerimaan ovum yang telah dibuahi itu dan ovum itu
sekarang tertanam di dalamnya. Sewaktu hamil, yang secara normal berlangsung
selama kira-kira 40 minggu, uterus bertambah besar, dindingnya menjadi tipis tetapi
lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis masuk ke dalam rongga abdomen pada
masa pertumbuhan fetus.
Pada waktu saatnya tiba dan mulas tanda melahirkan mulai, uterus
berkontraksi secara ritmis dan mendorong bayi dan plasenta keluar kemudian kembali
ke ukuran normalnya melalui proses yang dikenal sebagai involusi.
b. Ovarium (Indium telur)

Struktur. Kedua ovarium adalah kelenjar berbentuk biji buah kenari, terletak di
kanan dan kiri uterus, di bawah tuba falopi dan terikat di sebelah belakang oleh
ligamentum latum uteri. Ovarium berisi sejumlah besar ovum belum matang, yang
disebut oosit primer. Setiap oosit dikelilingi sekelompok sel folikel pemberi makanan.
Pada setiap siklus haid sebuah dari ovum primitif ini mulai mematang dan kemudian
cepat berkembang menjadi folikel ovari yang vesikuler (folikel Graaf).

Ovarium memiliki tiga fungsi: Produksi ova, produksi ustrogen,produksi


progesterone/

c. Tuba Falopi

Tuba falopi atau saluran telur, berjalan di sebelah kiri dan sebelah kanan
sebuah, dari sudut atas uterus ke samping, di tepi atas ligamen lebar ke arah sisi
pelvis. Panjangnya kira-kira 10 sentimeter, dan di ujung bagian dekat uterus
menyempit. Makin jauh dari rahim makin membesar dan membentuk ampula, dan
akhirnya belok ke bawah untuk berakhir menjadi tepi berfim bria. Salah satu umbai
(fimbria) menempel ke ovarium.

Tuba falopi ditutupi oleh peritoneum; di bawah peritoneum ini terdapat lapisan
berotot yang terdiri atas serabut longitudinal dan melingkar. Lapisan dalam dari tuba
ini terdiri atas sel epitelium yang bersilia. Lubang ujung tuba falopi menghadap ke
peritoneum, maka dengan demikian terbentuk jalan dari vagina, melalui uterus dan
tuba masuk rongga peritoneum, sehingga pada orang perempuan peritoneum berupa
kantong terbuka, bukan tertutup. Ovarium dan tuba falopi mendapat darah dari arteria
ovarika dan pelayanan persarafan diambil dari plexus hipogastrik dan plexus
ovarikus.

Fungsi normal tuba falopi ialah untuk mengantarkan ovum dari ovarium ke
uterus. Juga menyediakan tempat untuk pembuahan. Tetapi perjalanan ovum dapat
terhalang di titik mana pun dan jika ovum tadi dibuahi maka terjadi kehamilan
ektopik. Karena tidak dapat bergerak terus ke uterus maka ovum itu tertanam dalam
tempat yang abnormal, biasanya dalam tuba falopi sendiri.

Sistem organ reproduksi pada laki-laki


Berikut sistem organ reproduksi laki-laki sesuai yang dicantumkan oleh Andriyani, R.
dkk. (2015) dalam bukunya yang berjudul Buku Ajar Biologi Reproduksi dan
Perkembangan.

a. Testis pengembangbiakan, tempat spermatozoa dibentuk dan adalah organ


kelamin laki-laki untuk hormon kelamin laki-laki, testosteron dihasilkan. Testes
berkembang di dalam rongga abdomen sewaktu janin dan turun melalui saluran
inguinal kanan dan kiri masuk ke dalam skrotum menjelang akhir kehamilan.
Testes ini terletak oblik menggantung pada urat-urat spermatik di dalam skrotum.

b. Testosteron, hormon kelamin laki-laki, disekresikan oleh sel interstisiil, yaitu sel-
sel yang terletak di dalam ruang antara tubula-tubula seminiferus testis di bawah
rangsangan hormon perangsang sel interstisiil (ICSH) dari hipofisis yang
sebenarnya adalah bahan yang sama dengan (LH). hormon luteinising
Pengeluaran testosteron bertambah dengan nyata pada masa pubertas dan
bertanggung jawab atas pengembangan sifat-sifat kelamin sekunder: yaitu
pertumbuhan jenggot; suara lebih berat; pembesaran genitalia.

c. Vesikula seminalis atau kandung mani adalah dua buah kelenjar tubuler yang
terletak kanan dan kiri di belakang leher kandung kencing. Salurannya bergabung
dengan vasa deferentia, gambar 196, untuk membentuk saluran eyakulator (ductus
ejaculatorius communis). Sekret vesika seminalis adalah komponen pokok dari air
mani.

d. Epididimis adalah organ kecil yang terletak di belakang testis serta terkait
padanya. Terdiri atas sebuah tabung sempit yang sangat panjang dan meliku-liku
di belakang testis. Melalui tabung ini sperma berjalan dari testis masuk ke dalam
vas deferens.

e. Vas deferens adalah sebuah saluran yang berjalan dari bagian bawah epididimis.
Naik di belakang testis, masuk ke tali mani (funikulus spermatikus), dan mencapai
rongga abdomen melalui saluran inguinal, dan akhirnya berjalan masuk ke dalam
pelvis.

f. Kelenjar prostat kira-kira sebesar buah walnut atau buah kenari besar, letaknya di
bawah kandung kencing, mengelilingi uretra, dan terdiri atas kelenjar majemuk,
saluran-saluran, dan otot polos. Prostat mengeluarkan sekret cairan yang
bercampur dengan sekret dari testis. Pembesaran prostat akan membendung uretra
dan menyebabkan retensio urinae.

g. Skrotum (kandung buah pelir) adalah sebuah struktur berupa kantong yang terdiri
kulit tanpa lemak subkutan; berisi sedikit jaringan otot. Testes (buah pelir) berada
di dalamnya, setiap testis berada dalam pem- bungkus yang disebut tunika
vaginalis, yang dibentuk dari peritoneum.

h. Penis (zakar) terdiri atas jaringan seperti busa dan memanjang dari glans penis
(kepala zakar), tempat muara uretra. Kulit pembungkus glans penis adalah
preputum atau kulup. Khitan adalah pelepasan sama sekali atau sebagian dari
preputum.

Kelainan pada organ reproduksi

Kelainan organ reproduksi biasanya menyebabkan ketidakmampuanhamil/infertilitas.


Sekitar 10% dari pasangan hasil perkawinan mempunyaiproblem ini. Hampir 30% infertilitas
ini disebabkan faktor pria. Berikut beberapa jenis kelainan yang terjadi pada sistem
reproduksi berdasarkan yang ditulis oleh Lestari. & Kistinnah (2009).

a. Penyempitan Saluran Telur/Oviduk


Kelainan ini merupakan faktor bawaan, tetapi adapula yang disebabkan karena
infeksi kuman tertentu. Saluran oviduk yang sempit akan membuat sperma sulit
untuk menjangkau bagian dalam saluran tersebut, sehinggamenyebabkan
pembuahan sulit terjadi.

b. Mandul (Infertilitas)
Mandul dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Mandul berartiseorang
laki-laki atau wanita tidak dapat memproduksi sel-sel spermamaupun ovum.
Faktor paling besar dipengaruhi oleh gangguan hormon reproduksi.

c. Impotensi

Kelainan ini dialami oleh laki-laki, yaitu suatu keadaan penis yang tidakdapat
melakukan ereksi (tegang), sehingga sulit untuk melakukan kopulasi(fertilisasi).
Biasanya impotensi disebabkan oleh faktor hormonal, yaituterhambatnya fungsi
hormon reproduksi, bisa juga disebabkan oleh faktor psikologis atau emosional
seseorang.
d. Kanker Cerviks (Mulut Rahim)
Gangguan ini dialami oleh wanita. Penyakit ini dapat disebabkan olehvirus atau
bakteri dan biasanya menyerang seorang wanita usia 45 ke atas.Pada mereka
persentase terbesar penyakit kanker adalah kanker cerviks

e. Kanker Payudara

Penyakit ini juga rentan menyerang wanita. Seorang wanita yang tidakpernah
menyusui besar kemungkinan dapat menderita penyakit ini.

f. Sifilis

Sifilis disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum, penyakit ini dapatditularkan


melalui hubungan seksual, transfusi darah, atau luka mikroskopis.

g. Herpes simplex
Penyakit ini disebabkan karena virus herpes simplex tipe II yang menye-rang kulit
di daerah alat reproduksi luar. Gejala penyakit ini adalah gatal-gatal, kemerahan di
kulit, pedih dan timbul beberapa lepuh kecil, yang kemudian menjadi keruh dan
pecah.

h. Endometriosis
Endometriosis merupakan kelainan, antara lain yaitu terdapatnya jaringan
endometrium di luar rahim. Gejalanya ketika menstruasi terasa nyeri.Rasa nyeri
ini disebabkan pengelupasan jaringan endometriosis.

Beberapa pendekatan psikologi kesehatan reproduksi

Berikut ini beberapa pendekatan psikologi kesehatan reproduksi menurut


Faturochman (1998).

1. Psikoanalisis

Sedikitnya ada tiga tipe epidemik psikososial. Pertama adalah epidemi


ketakutan atau kehawatiran, kedua epidemi moralisasi atau penjelasan, dan ketiga
epidemi tindakan. Pada fenomena HIV dan AIDS, misalnya, epidemi
kekhawatiran tampak paling mudah dijelaskan. Pada awalnya orang mungkin
ingin tahu atau curiga bahwa ada orang lain di sekitarnya yang telah terinfeksi
HIV. Ketakutan dan kecurigaan ini sering mengarah pada kesimpulan bahwa
orang tersebut memang sudah benar-benar kena virus. Kesimpulan ini adalah jalan
yang paling aman. Secara egoistis akan lebih mudah menganggap dia telah
terinfeksi HIV. Sebaliknya bila berkesimpulan dia belum terkena virus HIV, maka
risiko yang ditanggung berinteraksi normal akan menjadi sangat besar.
Kesimpulan ini mengarah pada indakan untuk menghindar dari kemungkinan
kontak dalam berbagai kesempatan. Tidak mengherankan bila sampai saat ini
masih banyak orang yang sangat takut bersentuhan dengan penderita AIDS.
Mereka tidak mau bersalaman, bahkan mungkin duduk dalam satu ruangan.

Tentu saja epidemi seperti itu tidak rasional, namun itulah fakta. Begitu
banyak orang yang berperilaku tanpa dasar rasionalitas yang kuat. Dalam
kehidupan sehari-hari banyak perilaku yang dikendalikan secara otomatis, tanpa
pemikiran ulang. Keotomatisan ini dapat berawal dari kebiasaan. Di samping itu,
banyak hal yang sebenarnya tidak dikuasai manusia pada waktu tertentu. Secara
kognitif manusia hanya dapat memikirkan satu saja untuk satu waktu tertentu.
Karenanya, hal lain sering tidak dapat dipikirkan. Karena faktor kesempatan
inilah, bawah sadar dan kebiasaan urut diandalkan untuk menghadapi beberapa
masalah.

Hal lain yang menjadi perhatian psikoanalisis adalah masalah-masalah


psikologis yang terkait dengan emosi seperti depresi dan keamanan. Keterkaitan
antara kedua masalah tersebut dengan kesehatan reproduksi sangat erat. Masalah
psikologis tersebut bisa mengawali masalah kesehatan reproduksi, bersamaan,
maupun akibat dari masalah kesehatan reproduksi. Pada kasus-kasus kehamilan
bermasalah ditemukan bahwa depresi dan kecemasan berperan sebagai
antesenden, setidaknya berbarengan. Sementara itu penderita AIDS sekarang ini
lebih berat masalahnya karena ditambah oleh masalah psikologis dan sosial.
Kenyataan bahwa belum ditemukannya obat dan banyaknya anggota masyarakat
yang belum bisa menerima penderita secara baik menyebabkan depresi yang berat
pada penderita. Kenyataan ini dapat membawa penderita pada tindakan impulsif
yang berarti dikendalikan oleh unsur bawah sadarnya.

2. Pendekatan Stimulus-Respon

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional antara lain menerapkannya


dengan istilah insentif dan disinsentif (Ancok, 1984; Faturochman, 1998). Untuk
merangsang dan meningkatkan penggunaan alat-alat kontrasepsi maka bagi
akseptor diberi insentif dalam berbagai bentuk. Diantaranya adalah mendapatkan
bibit pohon, kemudahan dalam pelayanan birokrasi mendapatkan kredit atau
pinjaman uang, dan sebagainya. Disinsentif yang diterapkan antara lain adalah
memperlambat pelayanan birokrasi bagi non akseptor dan pengurangan kredit
poin bagi pejabat setempat.

Konsep-konsep di atas tampaknya cukup mudah dipraktikkan untuk intervensi dan


membantu peningkatan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi. Dalam rangka
menyebarluaskan informasi dan melatih masyarakat untuk memahami HIV dan
AIDS yang mudah menular, teknik-teknik yang dikembangkan dari konsep
tersebut dapat diterapkan. Sejauh ini telah diupayakan agar masyarakat tahu
tentang AIDS secara benar, misalnya, melalui proses belajar sosial. Tokoh
masyarakat yang berhubungan baik dengan penderita AIDS adalah satu contoh
kongkrit untuk menyampaikan pesan bahwa penderita AIDS bukan makhluk yang
harus dihindari. Lebih jauh lagi adalah penokohan penderita itu sendiri, seperti
Magic Johnson, yang ternyata dapat melakukan aktivitas secara normal untuk
masa yang cukup lama. Upaya-upaya seperti itu mungkin tidak memecahkan
masalah pokoknya, tetapi sangat membantu menempatkan masalah pada posisi
yang semestinya. Kondisi ini akan sangat bermanfaat sementara upaya kuratif
belum dapat diandalkan.

3. Pendekatan Kognitif

Pendekatan ini tampaknya juga sudah banyak digunakan dalam bidang kesehatan
reproduksi. Misalnya, wanita yang mengalami sindrom menjelang menstruasi
seperti sakit perut dan pusing kepala dapat ditritmen dengan pendekatan kognitif.
Dokter, paramedis, maupun klien itu sendiri dapat mengaji gejala yang dirasakan
dengan memikirkan kapan rasa sakit itu muncul, berapa lama, gejala lain yang
dirasakan, dan seterusnya. Melalui diagnosis akan dicoba keterkaitan berbagai hal
itu dengan sindrom yang dirasakan. Bila data-data tersebut digunakan secara
komprehensif bersama-sama data-data medis, maka kesimpulan bisa menjadi
akurat. Bisa jadi masalah yang dirasakan tersebut bukan masalah medis. Dapat
juga dipastikan bahwa masalahnya adalah murni masalah medis.
Salah satu konsep dari pendektan ini adalah Reasoned-Action Theory yang
dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (1975; Faturochman, 1992, 1998; Fisher
dkk., 1995). Secara sederhana teori ini menyebutkan bahwa perilaku tertentu
manusia dilandasi oleh intensi atau niat seseorang. Intensi itu sendiri merupakan
fungsi dari sikap dan norma subjektif orang yang bersangkutan. Masing-masing
fungsi itu dipengaruhi oleh nilai-nilai atau pengetahuan tentang masalah yang
dimaksud.

Theory lain yang dapat diklasifikasikan dalam pendekatan ini adalah Health Belief
Model yang cukup dikenal dalam kedokteran (Rutter dkk., 1993; Faturochman,
1998) Model ini disusun dari tiga dimensi yaitu perceived
susceptibility/vulnerability, perceived severity, perceived benefits and barriers.
Model ini dapat digunakan untuk memprediksi, misalnya, seseorang akan tetap
berhubungan atau tidak dengan pelacur meskipun penularan HIV makin cepat.
Bila diketahui apakah orang tersebut tahu risiko tertular HIV melalui pelacur
(perceived severity), dan apakah dia memperhitungkan untung dan ruginya ata
perilaku itu untuk jangka pendek maupun jangka panjang (perceived benefit),
maka ketepatan dalam memprediksi perilaku tersebut cukup besar.

Dari ketiga dimensi tersebut, persepsi tentang keuntungan atau hambatan


mempengaruhi perilaku lebih langsung dibanding dua dimensi lainnya. Dua
dimensi tersebut bahkan harus didukung oleh faktor demografik dan cue to action
seperti kampanye media massa maupun simtom yang pernah dirasakan seperti
pernah terkena penyakit menular selain virus HIV. Di samping itu beberapa
variabel yang disebutkan tadi juga harus melalui persepsi tentang ancaman akan
penyakit yang dimaksud.

Berbeda dengan model dari Fishbein dan Ajzein yang dapat mengukur perilaku
melalui intensi, model ini menyaratkan pengukuran langsung terhadap perilaku
sehat. Masalahnya, untuk membuktikan bahwa model ini akurat pada orang sakit
tidaklah mudah karena insiden atau jumlah yang sakit adalah sesuatu yang tidak
mudah diprediksi. Namun demikian, sebagai model yang telah lama dikaji, model
ini memiliki kemanfaatan yang cukup tinggi. Salah satu manfaat yang dirasakan
dalam penggunaan model ini adalah untuk upaya preventif. Berbagai upaya
penjelasan kepada masyarakat untuk mencegah penyakit tertentu atau untuk
mengkampanyekan metode pencegahan banyak didasarkan pada model ini dengan
beberapa modifikasinya.

Upaya-upaya penjelasan semacam itu merupakan salah satu bidang yang paling
banyak dikaji dalam psikologi. Model-model untuk mengefektifkan perilaku sehat
melalui komunikasi antara klien/pasien dengan ahli medis antara lain
dikembangkan oleh Levy dan Frederikson (Rutter dkk., 1993; Faturochman,
1998). Kedua model ini tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan kualitas
pelayanan medis dan untuk melihat efektivitas perlakuan terhadap pada penderita.

4. Pendekatan Internal dan Lingkungan

Beberapa ahli (Fleishman & Fogel, 1994; Nyamathi dkk., 1995; Rutter dkk., 1993;
Faturochman, 1998) berpendapat bahwa kontrol dan coping, yaitu cara-cara
seseorang menanggapi dan menyesuaikan dengan masalah, merupakan faktor
psikologis yang sangat penting dalam mempengaruhi perilaku reproduksi sehat.
Orang-orang yang mempunyai kontrol diri/internal kuat secara umum akan lebih
sehat. Di sini pengertiannya tidak sama dengan egoistis, karena orang dengan
pusat kendali (locus of control) tinggi secara rasional dapat memahami kapan
harus bertindak dan kapan harus menghindar atau tidak bertindak serta bagaimana
cara melakukan itu.

Efektivitas dari pengendalian ini telah terbukti untuk mencegah obesitas,


kecanduan rokok dan alkohol. Diyakini pula bahwa orang-orang yang pusat
kendali internalnya tinggi dapat mencegah diri sendiri dari penyakit menular yang
intended seperti penyakit kelamin dan AIDS.

Konsep kontrol lebih besar perannya untuk menghindar dari penyakit daripada
untuk mengurangi atau menyembuhkan penyakit. Untuk hal yang terakhir ini
konsep tentang coping tampak lebih berperan. Telah diyakini betul bahwa
kesembuhan dari suatu penyakit akan ditunjang oleh kemampuan seseorang dalam
menghadapi masalah itu. Ketidaksiapan dan penolakan terhadap penderitaan yang
dialami pada umumnya akan memperparah keadaan, sedangkan penerimaan akan
memberi peluang yang besar untuk melakukan hal lain yang dapat mengarah pada
kesembuhan.
Konsep coping memang tidak dengan sendirinya dapat dioperasionalisasikan.
Untuk menerima keadaan buruk seperti sakit bukanlah hal mudah. Faktor
lingkungan memiliki peran besar. Dukungan sosial bagi penderita AIDS
barangkali satu-satunya obat. Merasa dicintai, dihargai, dan dilibatkan dalam
aktivitas komunitas seperti dalam pendekatan stimulus-respon dapat berperan
sebagai reward yang membangkitkan seseorang terus melakukan hal-hal yang
normal. Tindakan ini, menurut pendekatan stimulus-respon pula, pada akhirnya
akan menjadi perilaku normatif sehingga orang yang bersangkutan dapat merasa
normal.

5. Sintesa dan Operasionalisasi

Sementara itu, untuk keperluan penelitian dirasakan perlu adanya sintesa dari
model-model yang ada sehingga pendekatan yang digunakan cukup komprehensif.
Salah satu diantaranya telah dkembangkan oleh Rutter dkk., (1993;
Faturochman,1998).

Menurut model terakhir ini, perilaku reproduksi sehat atau sebaliknya akan
membawa dampak pada status kesehatan seseorang di samping berbagai pengaruh
eksternal. Faktor luar ini juga berpengaruh secara tidak langsung kepada individu.
Ada dua jalur pengaruh yang dimaksudkan. Pertama melalui pengalaman dan
dukungan sosial dan kedua melalui informasi dan pengetahuan. Jalur pertama
akan banyak mempengaruhi emosi orang yang bersangkutan, sementara jalur
kedua akan berpengaruh terhadap disposisi kognitifnya. Faktor kognisi dan emosi
ini menentukan coping yang selanjutnya tercermin dalam perilaku kesehatan itu.

Untuk mengoperasionalisasikan model ini tampaknya tidak begitu mudah.


Masalah pertama muncul pada pengukuran masing-masing variabel. Beberapa
variabel memang sudah biasa diteliti, namun variabel pengetahuan, disposisi
kognitif, dan coping tidak mudah diukur. Beberapa penelitian psikologi pernah
mengukurnya namun validitas, reliabilitas dan standarisasi dari cara
pengukurannya masih belum final. Masalah kedua muncul berkaitan dengan
analisis. Model tersebut menuntut kemampuan dan software yang canggih.
Ketersediaan akan kedua hal ini tampaknya tidak cukup banyak. Masalah ketiga
akan muncul dalam mengimplementasikan model tersebut untuk kebijakan.
Variabel-variabel psikologis yang dicantumkan perlu dijabarkan lebih sederhana
agar implementasinya efektif dan efisien. Ahli-ahli psikologi tampaknya belum
banyak yang mendalami upaya-upaya untuk ini (Fischhoff, 1990; Kagitcibasi,
1991; Faturochman, 1998), sehingga penjabaran konsep psikologis dalam bentuk
kebijakan tampak kurang pas.

DAPUS

Sumiasih, N. N. & Budiani, N. N. (2016). Biologi Dasar dan Biologi Perkembangan.


Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Faturochman. (1998). Beberapa Pendekatan Psikologi Kesehatan Reproduksi. Buletin


Psikologi. Vol. 6: 1-8.

Andriyani, R. dkk. (2015). Buku Ajar Biologi Reproduksi dan Perkembangan. Yogyakarta:
Deepublish.

Lestari, E. S. & Kistinnah, I. (2009). Biologi 2: Makhluk Hidup dan Lingkungannya Untuk
SMA/Ma Kelas XI. Jakarta: Pusat Departemen Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai