Anda di halaman 1dari 9

SISTEM REPRODUKSI

Sistem reproduksi meliputi beberapa organ tubuh yang bersinergi untuk memperoleh keturunan
(bereproduksi). McKinley dan O’Loughlin (2012) menuliskan, organ reproduksi primer pada laki-laki
adalah testis, sedangkan pada perempuan adalah ovarium. Perempuan memiliki tuba uterina, uterus,
vagina, dan vulva (organ genetalia eksterna). Selain testis, laki-laki juga memiliki epididimis, vas deferen,
vesika seminalis, prostat, uretra yang ditutupi oleh penis, serta skrotum yang membungkus testis.

Mikroorganisme yang sering menimbulkan penyakit adalah bakteri, virus, jamur, dan protozoa.
Patogenisitas dari mikroorganisme tersebut bermacam-macam, dari tingkat ringan hingga berat. Di
dalam tubuh juga terdapat mikroflora normal yang mencegah invasi kuman patogen ke dalam tubuh.
Contoh: lactobacillus terdapat pada vagina membantu mempertahankan pH normal vagina (Jawetz,
et.al, 2007)

1. Sistem organ reproduksi pada wanita

Organ reproduksi dapat dibagi dalam organ externa dan organ interna. Organ Externs bersama-sama
dikenal sebagai vulva, dan terdiri atas bagian-bagian berikut:

 Mons veneris, sebuah bantalan lemak yang terletak di depan simfisis pubis. Daerah ini ditutupi
bulu pada masa pubertas.
 Labia mayora (bibir besar) adalah dua lipatan tebal yang membentuk sisi vulva, dan terdiri atas
kulit dan lemak, dan jaringan otot polos, pembuluh darah dan serabut saraf. Labia mayora
panjangnya kira-kira 7.5 centimeter.
 Nimfae atau Labia minora (bibir kecil) adalah dua lipatan kecil dari kulit di antara bagian atas
labia mayora. Labianya mengandung jaringan erektil.
 Klitoris (kelentit) adalah sebuah jaringan erektil kecil yang serupa dengan penis laki-laki.
Letaknya anterior dalam vestibula.

Vestibula di setiap sisi dibatasi oleh lipatan labia dan bersambung dengan vagina. Uretra juga masuk ke
dalam vestibula di depan vagina, tepat di belakang klitoris. Kelenjar vestibularis mayor (Bartholini)
terletak tepat di belakang labia mayora di setiap sisi. Kelenjar ini mengeluarkan lendir dan salurannya
keluar antara himen dan labia minora. Himen adalah diafragma dari membran tipis, di tengahnya
berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir ke luar. Letaknya di mulut vagina dan dengan
demikian memisahkan genitalia externa dan interna. Tidak adanya lubang-lubang pada himen
merupakan keadaan abnormal yang jarang terjadi dan disebut himen imperforata. Keadaan ini tidak
dapat diketahui sampai umur menstruasi seorang gadis; kotoran tak dapat keluar, berkumpul di dalam
vagina, dan membuat vagina mekar. Insisi dilaksanakan supaya menstruasi dapat berjalan secara
normal.

VAGINA (Liang sanggama)

Vagina adalah tabung berotot yang melayani membran dari jenis epitelium bergaris yang khusus, dialiri
pembuluh darah dan serabut saraf secara pengakuan. Panjang vagina dari vestibula sampai uterus.
Dinding-dindingnya bersambung secara normal, dan melihat bagian bawah servix uteri dan di sebelah
belakang naik lebih tinggi dari yang di depan. Lekukan sempit di depan disebut fornix anterior dan yang
di sisi- sisinya disebut fornix lateral, sedangkan yang di belakang disebut fornix posterior
vagina.Permukaan anterior vagina pangkalan kandung kencing dan uretra, sedangkan dinding
posteriornya pangkal rektum dan kantong rekto-vaginal (ruang Douglas) . Seperempat sebelah bawah
vagina mengawasi badan perineum. Struktur dinding terdiri atas tiga lapis: lapisan dalam adalah selaput
lendir (membran mukosa) yang dilengkapi dengan lipatan-lipatan atau rugae, sehingga mempunyai rupa
seakan-akan ditutupi papilae (selaput lendir vagina terdiri atas sel epitel gepeng berlapis)lapisan luar
adalah lapisan berotot yang terdiri atas serabut longitudinal dan melingkar; dan antara kedua lapis ini
terdapat sebuah lapisan dari jaringan erektil terdiri atas jaringan areoler, pembuluh darah dan beberapa
serabut otot tak bergaris.

Organ Reproduksi bagian dalam, yang terletak di dalam pelvis, adalah uterus, dua ovarium dan tuba
falopi (Fallopian).

Uterus (rahim)

Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pir, terletak di dalam pelvis, antara rektum di
belakang dan kandung kencing di depan. Ototnya disebut miometrium dan selaput lendir yang melapisi
sebelah dalamnya disebut endometrium. Peritoneum menutupi sebagian besar (tidak seluruhnya)
permukaan luar uterus. Letak sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (m agak memutar ke
depan) dengan fundusnya terletak di atas kandung kencing. Di bawah bersambung dengan vagina dan di
sebelah atasnya tuba falopi masuk ke dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuic oleh dua lapis
peritoneum; di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba falopi. Persediaan darah didapatkan dari
arteri falopi dan arteria ovaria. Panjang uterus adalah 5 sam- pai 8 sentimeter, dan beratnya 30 sampai
60 gram. Uterus terbagi atas tiga bagian berikut:

 Fundus, bagian cembung di atas muara tuba falopi,


 Badan Uterus melebar dari fundus ke servix, sedangkan antara badan dan servix terdapat
istmus.
 Bagian bawah yang sempit pada uterus disebut servix. Rongga servix bersambung dengan
rongga badan uterusmelalui os intern (os= mulut) dan bersambung dengan rongga vagina
melalui os extern

Ligamen-ligamen pada Uterus.

Ligamentum teres uteri ada dua buah, di sebelah kiri dan sebelah kanan sebuah, terdiri atas jaringan ikat
dan otot, berisi pembuluh darah dan ditutupi peritoneum. Ligamen ini berjalan dari sudut atas uterus,
ke depan dan ke samping, melalui anulus inguinalis profundus ke kanalis inguinalis. Setiap ligamen
panjangnya 10 sampai 12,5 sentimeter.

Peritoneum melipat di antara badan uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong
utero-vesikuler. Di sebelah belakang, peritoneum membungkus badan dan servix uteri dan melebar ke
bawah sampai fornix posterior vagina, selanjutnya melipat di depan rektum dan membentuk ruang
rekto-vaginal (Douglas).

Ligamen lebar (Ligamen Latum Uteri). Peritoneum yang menutupi uterus, di garis tengah badan (korpus)
uterus melebar ke lateral pada setiap sisi uterus sampai dinding pelvis, membetuk ligamen lebar. Di
dalam tepi be-bas ligamen lebar ini terdapat tuba falopi. Ovarium diikat pada lapisan posterior ligamen
lebar, yang sebenarnya mesenterium uterus dan mesenterium tuba falopi, dan karena itu berisi darah
dan saluran limfe untuk uterus maupun untuk ovarium.

Fungsi Uterus. Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan. Sebutir ovum, sesudah
keluar dari ovarium, diantarkan melalui tuba falopi ke uterus. (Pembuahan ovum secara normal terjadi
di dalam tuba falopi). Endometrium disiapkan untuk penerimaan ovum yang telah dibuahi itu dan ovum
itu sekarang tertanam di dalamnya. Sewaktu hamil, yang secara normal berlangsung selama kira-kira 40
minggu, uterus bertambah besar, dindingnya menjadi tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai
keluar pelvis masuk ke dalam rongga abdomen pada masa pertumbuhan fetus.

Pada waktu saatnya tiba dan mulas tanda melahirkan mulai, uterus berkontraksi secara ritmis dan
mendorong bayi dan plasenta keluar kemudian kembali ke ukuran normalnya melalui proses yang
dikenal sebagai involusi.

b. Ovarium (Indium telur)

Struktur. Kedua ovarium adalah kelenjar berbentuk biji buah kenari, terletak di kanan dan kiri uterus, di
bawah tuba falopi dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uteri. Ovarium berisi sejumlah
besar ovum belum matang, yang disebut oosit primer. Setiap oosit dikelilingi sekelompok sel folikel
pemberi makanan. Pada setiap siklus haid sebuah dari ovum primitif ini mulai mematang dan kemudian
cepat berkembang menjadi folikel ovari yang vesikuler (folikel Graaf).

Ovarium memiliki tiga fungsi:

1. Produksi ova

2. Produksi ustrogen

3. Produksi progesterone

c. Tuba Falopi

Tuba falopi atau saluran telur, berjalan di sebelah kiri dan sebelah kanan sebuah, dari sudut atas uterus
ke samping, di tepi atas ligamen lebar ke arah sisi pelvis. Panjangnya kira-kira 10 sentimeter, dan di
ujung bagian dekat uterus menyempit. Makin jauh dari rahim makin membesar dan membentuk
ampula, dan akhirnya belok ke bawah untuk berakhir menjadi tepi berfim bria. Salah satu umbai
(fimbria) menempel ke ovarium.

Tuba falopi ditutupi oleh peritoneum; di bawah peritoneum ini terdapat lapisan berotot yang terdiri atas
serabut longitudinal dan melingkar. Lapisan dalam dari tuba ini terdiri atas sel epitelium yang bersilia.
Lubang ujung tuba falopi menghadap ke peritoneum, maka dengan demikian terbentuk jalan dari
vagina, melalui uterus dan tuba masuk rongga peritoneum, sehingga pada orang perempuan
peritoneum berupa kantong terbuka, bukan tertutup.

Ovarium dan tuba falopi mendapat darah dari arteria ovarika dan pelayanan persarafan diambil dari
plexus hipogastrik dan plexus ovarikus.

Fungsi normal tuba falopi ialah untuk mengantarkan ovum dari ovarium ke uterus. Juga menyediakan
tempat untuk pembuahan. Tetapi perjalanan ovum dapat terhalang di titik mana pun dan jika ovum tadi
dibuahi maka terjadi kehamilan ektopik. Karena tidak dapat bergerak terus ke uterus maka ovum itu
tertanam dalam tempat yang abnormal, biasanya dalam tuba falopi sendiri.

2. Sistem organ reproduksi pada laki-laki

. Testis pengembangbiakan, tempat spermatozoa dibentuk dan adalah organ kelamin laki-laki untuk
hormon kelamin laki-laki, testosteron dihasilkan. Testes berkembang di dalam rongga abdomen sewaktu
janin dan turun melalui saluran inguinal kanan dan kiri masuk ke dalam skrotum menjelang akhir
kehamilan. Testes ini terletak oblik menggantung pada urat-urat spermatik di dalam skrotum.

b. Testosteron, hormon kelamin laki-laki, disekresikan oleh sel interstisiil, yaitu sel-sel yang terletak di
dalam ruang antara tubula-tubula seminiferus testis di bawah rangsangan hormon perangsang sel
interstisiil (ICSH) dari hipofisis yang sebenarnya adalah bahan yang sama dengan (LH). hormon
luteinising Pengeluaran testosteron bertambah dengan nyata pada masa pubertas dan bertanggung
jawab atas pengembangan sifat-sifat kelamin sekunder: yaitu pertumbuhan jenggot; suara lebih berat;
pembesaran genitalia.

c. Vesikula seminalis atau kandung mani adalah dua buah kelenjar tubuler yang terletak kanan dan kiri di
belakang leher kandung kencing. Salurannya bergabung dengan vasa deferentia, gambar 196, untuk
membentuk saluran eyakulator (ductus ejaculatorius communis). Sekret vesika seminalis adalah
komponen pokok dari air mani.

d. Epididimis adalah organ kecil yang terletak di belakang testis serta terkait padanya. Terdiri atas
sebuah tabung sempit yang sangat panjang dan meliku-liku di belakang testis. Melalui tabung ini sperma
berjalan dari testis masuk ke dalam vas deferens.

e. Vas deferens adalah sebuah saluran yang berjalan dari bagian bawah epididimis. Naik di belakang
testis, masuk ke tali mani (funikulus spermatikus), dan mencapai rongga abdomen melalui saluran
inguinal, dan akhirnya berjalan masuk ke dalam pelvis.

f. Kelenjar prostat kira-kira sebesar buah walnut atau buah kenari besar, letaknya di bawah kandung
kencing, mengelilingi uretra, dan terdiri atas kelenjar majemuk, saluran-saluran, dan otot polos. Prostat
mengeluarkan sekret cairan yang bercampur dengan sekret dari testis. Pembesaran prostat akan
membendung uretra dan menyebabkan retensio urinae.
g. Skrotum (kandung buah pelir) adalah sebuah struktur berupa kantong yang terdiri kulit tanpa lemak
subkutan; berisi sedikit jaringan otot. Testes (buah pelir) berada di dalamnya, setiap testis berada dalam
pem- bungkus yang disebut tunika vaginalis, yang dibentuk dari peritoneum

h. Penis (zakar) terdiri atas jaringan seperti busa dan memanjang dari glans penis (kepala zakar), tempat
muara uretra. Kulit pembungkus glans penis adalah preputum atau kulup. Khitan adalah pelepasan sama
sekali atau sebagian dari preputum.

Kelainan organ reproduksi biasanya menyebabkan ketidakmampuanhamil/infertilitas. Sekitar 10% dari


pasangan hasil perkawinan mempunyaiproblem ini. Hampir 30% infertilitas ini disebabkan faktor pria.

Beberapa jenis kelainan yang terjadi pada sistem reproduksi adalahsebagai berikut.

1. Penyempitan Saluran Telur/Oviduk


Kelainan ini merupakan faktor bawaan, tetapi adapula yang disebabkan karena infeksi kuman tertentu.
Saluran oviduk yang sempit akan membuat sperma sulit untuk menjangkau bagian dalam saluran
tersebut, sehinggamenyebabkan pembuahan sulit terjadi.

2. Mandul (Infertilitas)
Mandul dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Mandul berartiseorang laki-laki atau wanita
tidak dapat memproduksi sel-sel spermamaupun ovum. Faktor paling besar dipengaruhi oleh gangguan
hormon reproduksi.

3. Impotensi

Kelainan ini dialami oleh laki-laki, yaitu suatu keadaan penis yang tidakdapat melakukan ereksi (tegang),
sehingga sulit untuk melakukan kopulasi(fertilisasi). Biasanya impotensi disebabkan oleh faktor
hormonal, yaituterhambatnya fungsi hormon reproduksi, bisa juga disebabkan oleh faktor psikologis
atau emosional seseorang.

4. Kanker Cerviks (Mulut Rahim)


Gangguan ini dialami oleh wanita. Penyakit ini dapat disebabkan olehvirus atau bakteri dan biasanya
menyerang seorang wanita usia 45 ke atas.Pada mereka persentase terbesar penyakit kanker adalah
kanker cerviks

5. Kanker Payudara

Penyakit ini juga rentan menyerang wanita. Seorang wanita yang tidakpernah menyusui besar
kemungkinan dapat menderita penyakit ini.

6. Sifilis

Sifilis disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum, penyakit ini dapatditularkan melalui hubungan
seksual, transfusi darah, atau luka mikroskopis.
7. Herpes simplex
Penyakit ini disebabkan karena virus herpes simplex tipe II yang menye-rang kulit di daerah alat
reproduksi luar. Gejala penyakit ini adalah gatal-gatal, kemerahan di kulit, pedih dan timbul beberapa
lepuh kecil, yang kemudian menjadi keruh dan pecah.

8. Endometriosis
Endometriosis merupakan kelainan, antara lain yaitu terdapatnya jaringan endometrium di luar rahim.
Gejalanya ketika menstruasi terasa nyeri.Rasa nyeri ini disebabkan pengelupasan jaringan
endometriosis.

Sedikitnya ada tiga tipe epidemik psikososial. Pertama adalah epidemi ketakutan atau kehawatiran,
kedua epidemi moralisasi atau penjelasan, dan ketiga epidemi tindakan. Pada fenomena HIV dan AIDS,
misalnya, epidemi kekhawatiran tampak paling mudah dijelaskan. Pada awalnya orang mungkin ingin
tahu atau curiga bahwa ada orang lain di sekitarnya yang telah terinfeksi HIV. Ketakutan dan kecurigaan
ini sering mengarah pada kesimpulan bahwa orang tersebut memang sudah benar-benar kena virus.
Kesimpulan ini adalah jalan yang paling aman. Secara egoistis akan lebih mudah menganggap dia telah
terinfeksi HIV. Sebaliknya bila berkesimpulan dia belum terkena virus HIV, maka risiko yang ditanggung
berinteraksi normal akan menjadi sangat besar. Kesimpulan ini mengarah pada indakan untuk
menghindar dari kemungkinan kontak dalam berbagai kesempatan. Tidak mengherankan bila sampai
saat ini masih banyak orang yang sangat takut bersentuhan dengan penderita AIDS. Mereka tidak mau
bersalaman, bahkan mungkin duduk dalam satu ruangan.

Tentu saja epidemi seperti itu tidak rasional, namun itulah fakta. Begitu banyak orang yang berperilaku
tanpa dasar rasionalitas yang kuat. Dalam kehidupan sehari-hari banyak perilaku yang dikendalikan
secara otomatis, tanpa pemikiran ulang. Keotomatisan ini dapat berawal dari kebiasaan. Di samping itu,
banyak hal yang sebenarnya tidak dikuasai manusia pada waktu tertentu. Secara kognitif manusia hanya
dapat memikirkan satu saja untuk satu waktu tertentu. Karenanya, hal lain sering tidak dapat dipikirkan.
Karena faktor kesempatan inilah, bawah sadar dan kebiasaan urut diandalkan untuk menghadapi
beberapa masalah.

Hal lain yang menjadi perhatian psikoanalisis adalah masalah-masalah psikologis yang terkait dengan
emosi seperti depresi dan keamanan. Keterkaitan antara kedua masalah tersebut dengan kesehatan
reproduksi sangat erat. Masalah psikologis tersebut bisa mengawali masalah kesehatan reproduksi,
bersamaan, maupun akibat dari masalah kesehatan reproduksi. Pada kasus-kasus kehamilan bermasalah
ditemukan bahwa depresi dan kecemasan berperan sebagai antesenden, setidaknya berbarengan.
Sementara itu penderita AIDS sekarang ini lebih berat masalahnya karena ditambah oleh masalah
psikologis dan sosial. Kenyataan bahwa belum ditemukannya obat dan banyaknya anggota masyarakat
yang belum bisa menerima penderita secara baik menyebabkan depresi yang berat pada penderita.
Kenyataan ini dapat membawa penderita pada tindakan impulsif yang berarti dikendalikan oleh unsur
bawah sadarnya.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional antara lain menerapkannya dengan istilah insentif dan
disinsentif (lihat Ancok, 1984). Untuk merangsang dan meningkatkan penggunaan alat-alat kontrasepsi
maka bagi akseptor diberi insentif dalam berbagai bentuk. Diantaranya adalah mendapatkan bibit
pohon, kemudahan dalam pelayanan birokrasi mendapatkan kredit atau pinjaman uang, dan
sebagainya. Disinsentif yang diterapkan antara lain adalah memperlambat pelayanan birokrasi bagi non
akseptor dan pengurangan kredit poin bagi pejabat setempat.

Konsep-konsep di atas tampaknya cukup mudah dipraktikkan untuk intervensi dan membantu
peningkatan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi. Dalam rangka menyebarluaskan informasi dan
melatih masyarakat untuk memahami HIV dan AIDS yang mudah menular, teknik-teknik yang
dikembangkan dari konsep tersebut dapat diterapkan. Sejauh ini telah diupayakan agar masyarakat tahu
tentang AIDS secara benar, misalnya, melalui proses belajar sosial. Tokoh masyarakat yang berhubungan
baik dengan penderita AIDS adalah satu contoh kongkrit untuk menyampaikan pesan bahwa penderita
AIDS bukan makhluk yang harus dihindari. Lebih jauh lagi adalah penokohan penderita itu sendiri,
seperti Magic Johnson, yang ternyata dapat melakukan aktivitas secara normal untuk masa yang cukup
lama. Upaya-upaya seperti itu mungkin tidak memecahkan masalah pokoknya, tetapi sangat membantu
menempatkan masalah pada posisi yang semestinya. Kondisi ini akan sangat bermanfaat sementara
upaya kuratif belum dapat diandalkan

Pendekatan ini tampaknya juga sudah banyak digunakan dalam bidang kesehatan reproduksi. Misalnya,
wanita yang mengalami sindrom menjelang menstruasi seperti sakit perut dan pusing kepala dapat
ditritmen dengan pendekatan kognitif. Dokter, paramedis, maupun klien itu sendiri dapat mengaji gejala
yang dirasakan dengan memikirkan kapan rasa sakit itu muncul, berapa lama, gejala lain yang dirasakan,
dan seterusnya. Melalui diagnosis akan dicoba keterkaitan berbagai hal itu dengan sindrom yang
dirasakan. Bila data-data tersebut digunakan secara komprehensif bersama-sama data-data medis,
maka kesimpulan bisa menjadi akurat. Bisa jadi masalah yang dirasakan tersebut bukan masalah medis.
Dapat juga dipastikan bahwa masalahnya adalah murni masalah medis.

Salah satu konsep dari pendektan ini adalah Reasoned-Action Theory yang dikemukakan oleh Fishbein
dan Ajzen (1975; lihat juga Faturochman, 1992; Fisher dkk., 1995). Secara sederhana teori ini
menyebutkan bahwa perilaku tertentu manusia dilandasi oleh intensi atau niat seseorang. Intensi itu
sendiri merupakan fungsi dari sikap dan norma subjektif orang yang bersangkutan. Masing-masing
fungsi itu dipengaruhi oleh nilai-nilai atau pengetahuan tentang masalah yang dimaksud.

Theory lain yang dapat diklasifikasikan dalam pendekatan ini adalah Health Belief Modelyang cukup
dikenal dalam kedokteran (lihat Rutter dkk., 1993) Model ini disusun dari tiga dimensi yaitu perceived
susceptibility/vulnerability, perceived severity, perceived benefits and barriers. Model ini dapat
digunakan untuk memprediksi, misalnya, seseorang akan tetap berhubungan atau tidak dengan pelacur
meskipun penularan HIV makin cepat. Bila diketahui apakah orang tersebut tahu risiko tertular HIV
melalui pelacur (perceived severity), dan apakah dia memperhitungkan untung dan ruginya ata perilaku
itu untuk jangka pendek maupun jangka panjang (perceived benefit), maka ketepatan dalam
memprediksi perilaku tersebut cukup besar.

Dari ketiga dimensi tersebut, persepsi tentang keuntungan atau hambatan mempengaruhi perilaku lebih
langsung dibanding dua dimensi lainnya. Dua dimensi tersebut bahkan harus didukung oleh faktor
demografik dan cue to action seperti kampanye media massa maupun simtom yang pernah dirasakan
seperti pernah terkena penyakit menular selain virus HIV. Di samping itu beberapa variabel yang
disebutkan tadi juga harus melalui persepsi tentang ancaman akan penyakit yang dimaksud.

Berbeda dengan model dari Fishbein dan Ajzein yang dapat mengukur perilaku melalui intensi, model ini
menyaratkan pengukuran langsung terhadap perilaku sehat. Masalahnya, untuk membuktikan bahwa
model ini akurat pada orang sakit tidaklah mudah karena insiden atau jumlah yang sakit adalah sesuatu
yang tidak mudah diprediksi. Namun demikian, sebagai model yang telah lama dikaji, model ini memiliki
kemanfaatan yang cukup tinggi. Salah satu manfaat yang dirasakan dalam penggunaan model ini adalah
untuk upaya preventif. Berbagai upaya penjelasan kepada masyarakat untuk mencegah penyakit
tertentu atau untuk mengkampanyekan metode pencegahan banyak didasarkan pada model ini dengan
beberapa modifikasinya.

Upaya-upaya penjelasan semacam itu merupakan salah satu bidang yang paling banyak dikaji dalam
psikologi. Model-model untuk mengefektifkan perilaku sehat melalui komunikasi antara klien/pasien
dengan ahli medis antara lain dikembangkan oleh Levy dan Frederikson (untuk review lihat Rutter dkk.,
1993). Kedua model ini tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan kualitas pelayanan medis dan untuk
melihat efektivitas perlakuan terhadap pada penderita.

Beberapa ahli (Fleishman & Fogel, 1994; Nyamathi dkk., 1995; Rutter dkk., 1993) berpendapat bahwa
kontrol dan coping, yaitu cara-cara seseorang menanggapi dan menyesuaikan dengan masalah,
merupakan faktor psikologis yang sangat penting dalam mempengaruhi perilaku reproduksi sehat.
Orang-orang yang mempunyai kontrol diri/internal kuat secara umum akan lebih sehat. Di sini
pengertiannya tidak sama dengan egoistis, karena orang dengan pusat kendali (locus of control) tinggi
secara rasional dapat memahami kapan harus bertindak dan kapan harus menghindar atau tidak
bertindak serta bagaimana cara melakukan itu.

Efektivitas dari pengendalian ini telah terbukti untuk mencegah obesitas, kecanduan rokok dan alkohol.
Diyakini pula bahwa orang-orang yang pusat kendali internalnya tinggi dapat mencegah diri sendiri dari
penyakit menular yang intended seperti penyakit kelamin dan AIDS.

Konsep kontrol lebih besar perannya untuk menghindar dari penyakit daripada untuk mengurangi atau
menyembuhkan penyakit. Untuk hal yang terakhir ini konsep tentang coping tampak lebih berperan.
Telah diyakini betul bahwa kesembuhan dari suatu penyakit akan ditunjang oleh kemampuan seseorang
dalam menghadapi masalah itu. Ketidaksiapan dan penolakan terhadap penderitaan yang dialami pada
umumnya akan memperparah keadaan, sedangkan penerimaan akan memberi peluang yang besar
untuk melakukan hal lain yang dapat mengarah pada kesembuhan.

Konsep coping memang tidak dengan sendirinya dapat dioperasionalisasikan. Untuk menerima keadaan
buruk seperti sakit bukanlah hal mudah. Faktor lingkungan memiliki peran besar. Dukungan sosial bagi
penderita AIDS barangkali satu-satunya obat. Merasa dicintai, dihargai, dan dilibatkan dalam aktivitas
komunitas seperti dalam pendekatan stimulus-respon dapat berperan sebagai reward yang
membangkitkan seseorang terus melakukan hal-hal yang normal. Tindakan ini, menurut pendekatan
stimulus-respon pula, pada akhirnya akan menjadi perilaku normatif sehingga orang yang bersangkutan
dapat merasa normal.

Sementara itu, untuk keperluan penelitian dirasakan perlu adanya sintesa dari model-model yang ada
sehingga pendekatan yang digunakan cukup komprehensif. Salah satu diantaranya telah dkembangkan
oleh Rutter dkk., (1993).

Menurut model terakhir ini, perilaku reproduksi sehat atau sebaliknya akan membawa dampak pada
status kesehatan seseorang di samping berbagai pengaruh eksternal. Faktor luar ini juga berpengaruh
secara tidak langsung kepada individu. Ada dua jalur pengaruh yang dimaksudkan. Pertama melalui
pengalaman dan dukungan sosial dan kedua melalui informasi dan pengetahuan. Jalur pertama akan
banyak mempengaruhi emosi orang yang bersangkutan, sementara jalur kedua akan berpengaruh
terhadap disposisi kognitifnya. Faktor kognisi dan emosi ini menentukan coping yang selanjutnya
tercermin dalam perilaku kesehatan itu.

Untuk mengoperasionalisasikan model ini tampaknya tidak begitu mudah. Masalah pertama muncul
pada pengukuran masing-masing variabel. Beberapa variabel memang sudah biasa diteliti, namun
variabel pengetahuan, disposisi kognitif, dan coping tidak mudah diukur. Beberapa penelitian psikologi
pernah mengukurnya namun validitas, reliabilitas dan standarisasi dari cara pengukurannya masih
belum final. Masalah kedua muncul berkaitan dengan analisis. Model tersebut menuntut kemampuan
dan software yang canggih. Ketersediaan akan kedua hal ini tampaknya tidak cukup banyak. Masalah
ketiga akan muncul dalam mengimplementasikan model tersebut untuk kebijakan. Variabel-variabel
psikologis yang dicantumkan perlu dijabarkan lebih sederhana agar implementasinya efektif dan efisien.
Ahli-ahli psikologi tampaknya belum banyak yang mendalami upaya-upaya untuk ini (Fischhoff, 1990;
Kagitcibasi, 1991), sehingga penjabaran konsep psikologis dalam bentuk kebijakan tampak kurang pas.

Anda mungkin juga menyukai