Refleksi Hari Kesiapsiagaan Bencana
Refleksi Hari Kesiapsiagaan Bencana
Kesiapsiagaan Bencana diperingati secara nasional di seluruh daerah Indonesia sejak tahun
2017. Pada tanggal tersebut, setiap daerah akan melaksanakan simulasi kesiapsiagaan
bencana. Latar belakang penetapan tanggal tersebut sebagai Hari Kesiapsiagaan Bencana
bencana.
Ternnyat dibalik kekayaan sumberdaya alam yang melimpah baik hayati, mineral
maupun barang tambang, negeri kita menyimpan potensi bencana yang sangat besar.
Memang negeri kita dikenal dengan sebutan zamrud kahtulistiwa, tapi kita juga harus ingat
negeri kita dikenal juga sebagai “the ring of fire” atau negeri yang terdapat di cincin api.
Semua itu tidak lepas dari karakteristik, unsur fisik dan topologis Indonesia. Langkah bijak
yang perlu dilakukan adalah dengan mengelola sumberdaya alam yang ada dengan prinsip
lempeng tektonik utama dunia, yaitu lempeng Pasifik, lempeng Eurasia dan lempeng Indo
Australia. Akibat kondisi geologis yang tersebut wilayah Indonesia rawan terhadap bencana
geologi yakni, gempa bumi, tsunami, gunung meletus dan tanah longsor.
Sedangkan secara astronomis letak wilayah Indonesia berada pada 6º LU-11º LS dan
96º BT-141º BT. Pengaruh yang ditimbulkan dari letak astronomis tersebut adalah wilayah
Indonesia memiliki tipe iklim tropis dengan dua musim. Kondisi atau letak geografisnya
yang diapit oleh dua benua dan dua samudera turut mempengaruhi karakteristik musim di
Indonesia. Sehingga sering terjadi fenomena dinamika cuaca yang cukup ekstrim baik pada
Hal inilah yang menjadikan wilayah Indonesia juga tergolong rawan terhadap bencana
unsur cuaca/iklim, seperti faktor curah hujan, kelembaban udara, tekanan udara dan
kecepatan angin. Beberapa bencana hidrometeorologi yang sering melanda wilayah Indonesia
diantaranya adalah banjir, tanah longsor, kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan.
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia tentu memiliki garis pantai
terpanjang pula. Dengan garis pantai sepanjang 54.716 km, kita memiliki potensi bidang
kelautan yang sangat besar baik hayati maupun non hayati. Namun garis pantai sepanjang itu
juga sekaligus sebagai bentuk ancaman terhadap bencana tsunami dan rob.
Sementara keadaan demografis kita, dengan jumlah penduduk besar tentu sebuah
ancaman yang beresiko memakan korban dalam jumalah banyak jika terjadi bencana nanti.
Menurut proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia tahun 2018
adalah sebanyak 265 juta lebih. Di tingkat global, Indonesia menempati peringkat empat
warga Indonesia tinggal di daerah rawan gempa bumi, 5 juta di daerah rawan tsunami, 1,2
juta penduduk di daerah rawan erupsi gunung api, 63,7 juta jiwa di daerah rawan banjir, serta
40,9 juta jiwa tinggal di daerah rawan longsor. Artinya lebih dari separuhnya penduduk
Lebih lanjut BNPB menyatakan bahwa terdapat 250.000 atau 75 persen sekolah di
Indonesia yang berada di daerah rawan bencana, baik bencana gempa bumi, tsunami, banjir,
dihimpun berdasarkan skala bencana menengah dan besar yang memberikan dampak
signifikan pada sektor pendidikan Indonesia. Sementara provinsi yang paling banyak
memiliki sekolah di daerah rawan bencana adalah Jawa Barat dengan total sekolah 4.800
sekolah.
Dengan demikian memberikan sosialisasi atau pendidikan mitigasi bencana alam bagi
siswa disetiap satuan pendidikan yang rawan bencana mendesak dilakukan. Untuk rencana
jangka panjang tentu perlu dimasukan pengetahuan tentang kebencanaan atau mitigasi
Karena wilayah Indonesia memiliki potensi dan resiko bencana alam, bencana non alam dan
bencana sosial yang tinggi. Ditinjau dari unsur fisik dan topologisnya wilayah Indonesia
menunjukan tingkat bahaya (hazard) dan kerentanan vulnerability) yang tinggi. Kondisi
demografi pun turut meningkatkan indeks resiko bencana Indonesia. Sementara kapasitas
pendidikan. Karena setiap kali bencana terjadi terdapat banyak fasilitas dan infrastruktur
Oleh karena itu pengetahuan kebencanaan dan pendidikan mitigasi bencana perlu
diberikan di setiap satuan pendidikan. Ada beberapa upaya untuk mengenalkan pengetahuan
kebencanaan dan mitigasi bencana kepada para peserta didik disetiap satuan pendidikan.
kebutuhan bagai masyarakat yang tinggal dinegeri yang selalu dibayang-bayangi bencana.
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
yang dimaksud dengan kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna.
Kesiapsiagaan merupakan dasar dari upaya pengurangan risisko bencana yang bersifat
aktif sebelum terjadinya bencana. Kesiapsiagaan bencana harus di ukur, sehingga dapat
Berdasarkan Framework Kesiapsiagaan bencana yang dibuat oleh LIPI dan Unesco,
kesiapsiagaan peserta didik dalam menghadapi bencana dapat diukur dengan parameter 1)
Pengetahuan dan sikap 2) Rencana tanggap darurat, 3) Sistem Peringatan Dini, dan 4)
Mobilitas Sumberdaya. Sementara hasil survei di Jepang, pada kejadian gempa Great
Hanshin Awaji 1995, menunjukkan bahwa presentase korban selamat disebabkan oleh diri
sendiri sebesar 35%, anggota keluarga 31,9 %, teman/tetangga 28,1%, orang lewat 2,60%,
tim SAR 1,70 %, dan lain-lain 0,90%. Berdasarkan ilustrasi tersebut, sangat jelas bahwa
faktor yang paling menentukan adalah penguasaan pengetahuan yang dimiliki oleh “diri
sendiri” untuk menyelamatkan dirinya dari ancaman risiko bencana. Kemudian, diikuti oleh
faktor bantuan anggota keluarga, teman, bantuan Tim SAR, dan di sekelilingnya.
menggunakan skenario bencana yang dibuat mendekati atau sesuai kondisi nyata.