Anda di halaman 1dari 6

EKONOMI INDUSTRI II

ANALISIS INDUSTRI 4.0

Kelompok I
A11116023 Hesti Linggalo
A11116024 Siti Muliah
A11116031 Hanifa
A11116302 Awaluddin Isman
A11116308 Nurul Haq Adhan
A11116517 Megawati Mahmud

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
A. DEFENISI INDUSTRI 4.0

Istilah "Industri 4.0" berasal dari tahun 2011 di Hanover Fair di Jerman sebagai strategi
untuk memitigasi meningkatnya persaingan dari luar negeri.

Pengertian yang lebih teknis disampaikan oleh Kagermann dkk (2013) bahwa Industri 4.0
adalah integrasi dari Cyber Physical System (CPS) dan Internet of Things and Services (IoT dan
IoS) ke dalam proses industri meliputi manufaktur dan logistik serta proses lainnya. CPS adalah
teknologi untuk menggabungkan antara dunia nyata dengan dunia maya. Hermann dkk (2015)
menambahkan bahwa Industri 4.0 adalah istilah untuk menyebut sekumpulan teknologi dan
organisasi rantai nilai berupa smart factory, CPS, IoT dan IoS.

 Smart factory adalah pabrik modular dengan teknologi CPS yang memonitor proses fisik
produksi kemudian menampilkannya secara virtual dan melakukan desentralisasi
pengambilan keputusan. Melalui IoT, CPS mampu saling berkomunikasi dan bekerja
sama secara real time termasuk dengan manusia.

 IoS adalah semua aplikasi layanan yang dapat dimanfaatkan oleh setiap pemangku
kepentingan baik secara internal maupun antar organisasi.

Terdapat enam prinsip desain Industri 4.0 yaitu interoperability, virtualisasi, desentralisasi,
kemampuan real time, berorientasi layanan dan bersifat modular. Berdasarka beberapa
penjelasan di atas, Industri 4.0 dapat diartikan sebagai era industri di mana seluruh entitas yang
ada di dalamnya dapat saling berkomunikasi secara real time kapan saja dengan berlandaskan
pemanfaatan teknologi internet dan CPS

1. Lee et al (2013) menjelaskan, industri 4.0 ditandai dengan peningkatan digitalisasi


manufaktur yang didorong oleh empat faktor:

peningkatan volume data, kekuatan komputasi, dan konektivitas;

2. munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan bisnis;

3. terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dengan mesin; dan


4. perbaikan instruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti robotika dan 3D printing.

Lifter dan Tschiener (2013) menambahkan, prinsip dasar industri 4.0 adalah penggabungan
mesin, alur kerja, dan sistem, dengan menerapkan jaringan cerdas di sepanjang rantai dan proses
produksi untuk mengendalikan satu sama lain secara mandiri.

Industri 4.0 telah memperkenalkan teknologi produksi massal yang fleksibel (Kagermann et
al, 2013). Mesin akan beroperasi secara independen atau berkoordinasi dengan manusia (Sung,
2017). Industri 4.0 merupakan sebuah pendekatan untuk mengontrol proses produksi dengan
melakukan sinkronisasi waktu dengan melakukan penyatuan dan penyesuaian produksi (Kohler
& Weisz, 2016). Selanjutnya, Zesulka et al (2016) menambahkan, industri 4.0 digunakan pada
tiga faktor yang saling terkait yaitu;

1. Digitalisasi dan interaksi ekonomi dengan teknik sederhana menuju jaringan ekonomi
dengan teknik kompleks;

2. Digitalisasi produk dan layanan; dan

3. Model pasar baru.

Revolusi digital dan era disrupsi teknologi adalah istilah lain dari industri 4.0. Disebut
revolusi digital karena terjadinya proliferasi komputer dan otomatisasi pencatatan di semua
bidang. Industri 4.0 dikatakan era disrupsi teknologi karena otomatisasi dan konektivitas di
sebuah bidang akan membuat pergerakan dunia industri dan persaingan kerja menjadi tidak
linear. Salah satu karakteristik unik dari industri 4.0 adalah pengaplikasian kecerdasan buatan
atau artificial intelligence (Tjandrawinata, 2016). Salah satu bentuk pengaplikasian tersebut
adalah penggunaan robot untuk menggantikan tenaga manusia sehingga lebih murah, efektif, dan
efisien

Kemajuan teknologi memungkinkan terjadinya otomatisasi hampir di semua bidang.


Teknologi dan pendekatan baru yang menggabungkan dunia fisik, digital, dan biologi secara
fundamental akan mengubah pola hidup dan interaksi manusia (Tjandrawinata, 2016).

Wolter mengidentifikasi tantangan industri 4.0 sebagai berikut;

1. Masalah keamanan teknologi informasi;


2. Keandalan dan stabilitas mesin produksi;

3. Kurangnya keterampilan yang memadai;

4. Keengganan untuk berubah oleh para pemangku kepentingan; dan

5. Hilangnya banyak pekerjaan karena berubah menjadi otomatisasi

B. INDONESIA DALAM MENGHADAPI INDUSTRI 4.0

Menteri Perindustrian RI Airlangga Hartarto, mengungkapkan 4 langkah strategis dalam


mengimplementasikan industri 4.0 di indonesia.

1) Mendorong agar angkatan kerja di Indonesia terus belajar dan meningkatkan


keterampilannya untuk memahami penggunaan teknologi internet of things atau
mengintegrasikan kemampuan internet dengan lini produksi di industri.

Untuk mendukung upaya tersebut, maka dilakukan inisiasi pelaksanaan pendidikan


vokasi yang link and match antara SMK dengan industri. Pengembangan program ini
sekaligus menyiapkan tenaga kerja terampil yang siap pakai di dunia industri dengan
target mencapai satu juta orang pada 2019.

2) Pemanfaatan teknologi digital untuk memacu produktivitas dan daya saing bagi industri
kecil dan menengah (IKM) sehingga mampu menembus pasar ekspor melalui program e-
smart IKM. Program e-smart IKM ini merupakan upaya juga memperluas pasar dalam
rantai nilai dunia dan menghadapi era Industry 4.0.

3) Industri nasional harus menggunakan teknologi digital seperti Big Data, Autonomous
Robots, Cybersecurity, Cloud, dan Augmented Reality. Sistem Industry 4.0 ini akan
memberikan keuntungan bagi industri, misalnya menaikkan efisiensi dan mengurangi
biaya sekitar 12-15 persen.

4) Diperlukan adanya inovasi teknologi melalui pengembangan startup dengan


memfasilitasi tempat inkubasi bisnis. Upaya ini telah dilakukan Kementerian
Perindustrian dengan mendorong penciptaan wirausaha berbasis teknologi yang
dihasilkan dari beberapa technopark yang dibangun di beberapa wilayah di Indonesia,
seperti di Bandung (Bandung Techno Park), Denpasar (TohpaTI Center), Semarang
(Incubator Business Center Semarang), Makassar (Makassar Techno Park - Rumah
Software Indonesia, dan Batam (Pusat Desain Ponsel).

Pusat pengembangan inovasi tersebut juga akan ditambah dengan Innovation Center milik
Apple. Jadi dari seluruh ekosistem ini, kami ingin merajut kebijakan straegis ke depan untuk
memacu pertumbuhan dan daya saing industri nasional, termasuk menyiapkan insentifnya.

Di samping itu, Menperin melihat, beberapa industri di ASEAN telah beradaptasi dengan
perubahan teknologi dan mengubah sistem produksi untuk meningkatkan produktivitas dan
meningkatkan ratio pertumbuhan. Adopsi yang sukses atas praktek manufaktur tingkat lanjut
dapat menstimulasi produksi industri dan pada gilirannya memastikan pertumbuhan dan
kemajuan.

Berdasarkan ASEAN Economic Community Blueprint 2025, harus mampu mewujudkan


ekonomi terintegrasi yang mendukung ketahanan dan pertumbuhan yang tinggi. “Fasilitasi arus
barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja terampil perlu karena sebagai dasar untuk pan-
regional production network di dalam ASEAN.

Penerapan teknologi baru untuk industri manufaktur berkaitan erat dengan sektor logistik.
Dengan menaruh smart sensors di lini produksi, akan membantu sehingga akan semakin efisien
karena bisa membantu identifkasi ketika bahan baku tertentu masuk ke pabrik.

Di Indoneaia sudah ada sejumlah sektor industri nasional yang telah memasuki era Industry
4.0, diantaranya industri semen, petrokimia, otomotif, serta makanan dan minuman. Misalnya
industri otomotif, dalam proses produksinya, mereka sudah menggunakan sistem robotic dan
infrastruktur internet of things.

Kemudian, di industri makanan dan minuman, teknologi Industry 4.0 diterapkan pada
pemilihan bahan baku, tetapi untuk proses pengemasannya tetap menggunakan tenaga manusia.
Jadi kombinasi tersebut masih labour intensive, tidak menggantikan.
KESIMPULAN

Industri 4.0 banyak membawa perubahan dalam kehidupan manusia. Industri 4.0 secara
fundamental telah mengubah cara beraktivitas manusia dan memberikan pengaruh yang besar
terhadap dunia kerja. Pengaruh positif industri 4.0 berupa efektifitas dan efisiensi sumber daya
dan biaya produksi meskipun berdampak pada pengurangan lapangan pekerjaan. Industri 4.0
membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan dalam literasi digital, literasi teknologi,
dan literasi manusia.

Anda mungkin juga menyukai