Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH HIV/AIDS

Asuhan Keperawatan Pada Hiv/Aids Dengan Komplikasi Diare

Disusun Oleh: Kelompok II


II A Keperawatan

ASRIANDINI : 201801008
ELFIANA :
NURAINUN :201801026
NIKADEK MAHARANI :
DYLAN VAHLERI R :
TASYA WIJAYA :

PROGAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya,
akhirnya penyusun dapat menyelesaikan MAKALAH HIV/AIDS dengan popok
pembahasan “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hiv/Aids Dengan Komplikasi
Diare” ini dengan tepat waktu dan tanpa halangan.
Pembuatan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
HIV/AIDS serta sebagai penambah pengetahuan dan wawasan bagi penyusun dan
para pembaca khususnya mengenai “HIV/AIDS”
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yaitu
bagi penyusun maupun pembaca. Penyusun juga menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penyusun mengharapkan adanya kritik
maupun saran sebagai perbaikan dalam penyusunan selanjutnya

Palu, 20 maret 2020

Penyusun
KATA PENGANTAR

HALAMAN JUDUL.....................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
A. Latar Belakang.........................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................
C. Tujuan......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................
A. Definisi Hiv/Aids.....................................................................................
B. Etiologi Hiv/Aids.....................................................................................
C. Klasifikasi Hiv/Aids.................................................................................
D. Manifestasi Klinis Hiv/Aids....................................................................
E. Patofisologi Hiv/Aids...............................................................................
F. Komplikasi Hiv/Aids...............................................................................
G. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................
H. Penatalaksanaan.......................................................................................
I. Cara Penularan.........................................................................................
J. Pencegahan Hiv/Aids...............................................................................
K. Asuhan Keperawatan...............................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
BAB II
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah
sekumpulan gejala infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya
sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya
Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah
kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi
rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor.
Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju
perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa
disembuhkan.
HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan
kulit dalam (membaran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh
yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan
preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan
intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfuse darah, jarum suntik yang
terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau
menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh
tersebut.
Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia.
Bahkan menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah
membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981,
dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemic paling menghancurkan
pada sejarah. Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS
sampai 31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP&PL,
Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS
sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan
106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430
kematian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an
kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di
Indonesia yaitu berkisar antara 80.000-130.000. Dan sekarang Indonesia
menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina dan Indis, yang percepatan
kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori HIV AIDS dan asuhan keperawatan pada
pasien penderita HIV AIDS?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi AIDS
2. Untuk mengetahui etiologi AIDS
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada klien AIDS
4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien HIV AIDS
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Hiv/Aids

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat


menyebabkan AIDS. HIV termasuk keluarga virus retro yaitu virus
yang memasukan materi genetiknya ke dalam sel tuan rumah ketika
melakukan cara infeksi dengan cara yang berbeda (retro), yaitu dari
RNA menjadi DNA, yang kemudian menyatu dalam DNA sel tuan
rumah, membentuk pro virus dan kemudian melakukan replikasi

B. Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada
tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di
Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2
dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1.
Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.

C. Klasifikasi

Stadium Gambaran klinis Skala Aktivitas


1 1. Asimptomatik Asimptomatik,
2. Limfadenopati aktivitas normal
Generalisata
2 1. Berat badan menurutn <10 Simptomatik,
% aktivitas normal
2. Kelainan kulit dan mukosa
yang ringan seperti,
dermatitis seboroik,
purigo, onikomikosis,
ulkus oral yang rekuren,
kheilitis angularis.
3. Herpes zoster dalam 5
tahun terkahir
4. Infeksi saluran napas
bagian atas seperti sinusitis
bakterialis
3 1. Berat badan menurun < Pada umunya lemah,
10% aktivitas di tempat
2. Diare kronis yang tidur kurang dari
berlangsung lebih dari 1 50%
bulan
3. Demam berkepanjangan
lebih dari 1 bulan
4. Kandidiasis orofaringeal
5. Oral hairy leukoplakia
6. TB paru dalam tahun
terakhir
7. Infeksi bacterial yang berat
seperti pneumonia,
piomiositis
4 1. HIV wasting syndrome Pada umumnya
2. Pnemonia Pneumocystis sangat lemah,
carinii aktivitas di tempat
3. Toksoplasmosis otak tidur lebih dari 50 %
4. Diare kriptosporidiosis
lebih dari 1 bulan
5. Kriptokokosis
ekstrapulmonar
6. Retinitis virus situmegalo
7. Herpes simpleks
mukokutan > 1 bulan
8. Leukoensefalopati
multifocal progresif

D. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit
AIDS berdasarkan klasifikasinya diantaranya adalah seperti dibawah
ini:
1. Stadium klinis I: pada skala I memperlihatkan kondisi asimtomatis,
dimana klien tetap melakukan aktivitas secara normal maupun
disertai adanya limfadenopati presistent generalisata.
2. Stadium klinis II: pada skala II memperlihatkan kondisi
asimtomatis, dimana klien tetap melakukan
aktivitas normal tetapi disertai adanya penurunan berat badan
<10% dari berat badan sebelumnya, manifestasi mukokotaneius
minor (dermatitis seborhhoic, prurigo, infeksi jamur pada kuku,
ulserasi mukosa oral berulang, cheilitis angularis), herpes zoster
dalam 5 tahun terakhir, dan ISPA berulang
3. Stadium III: pada skala III memperlihatkan adanya kelemahan,
berbaring di tempat tidur 10%, diare kronis dengan penyebab tidak
jelas >1 bulan, demam dengan penyebab yang tidak jelas
(intermitent atau tetap) >1 bulan, kandidiasis oral, oral hairy
leukoplakia, TB pulmoner dalam satu tahun terakhir, dan infeksi
bacterial berat (misal: pneumonia, piomiostitis).
4. Stadium klinis IV: pada skala IV memperlihatkan kondisi yang
sangat lemah, selalu berada ditempat tidur > 50% setiap hari dalam
bulanbulan terakhir disertai HIV wasting syndrome (sesuai yang
ditetapkan CDC), peneumocystis carinii pneumonia (PCP),
encephalitis toksoplasmosis, diare karena cryptosporidiosis >1
bulan, cryptococcosis ekstrapulmoner, infeksi virus sitomegalo,
infeksi herpes simpleks >1 bulan, berbagai infeksi jamur berat
(histoplasma, coccoidioidomycosis), kandidiasis esophagus,
trachea atau bronkus, mikobakteriosis atypical, salmonelosis non
tifoid disertai eptikemia, TB ekstrapulmoner, limfoma maligna,
sarcoma Kaposi’s ensefalopati HIV.

E. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik/langerhans (sel imun)
adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human
Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lewat pengikatan
dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian
yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam
respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus (HIV)
menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya
kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu,
dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan
melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang
terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan
disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan
kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat
sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen.
Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh
sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4
helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing,
mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi
limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan
tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu,
mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan
memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit
yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler
makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan
makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama
waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml
darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3
tahun setelah infeksi.

F. Komplikasi
Menurut Gunawan (2006), komplikasi dari penyakit HIV/AIDS
menyerang paling banyak pada bagian tubuh seperti:
1. Oral lesi
Lesi ini disebabkan karena jamur kandidia, herpes simpleks,
sarcoma kaposi, HPV oral, gingivitis, periodonitis HIV,
leukoplakia oral, penurunan berat badan, keletihan, dan cacat.
2. Neurologik
Pada neurologik, virus ini dapat menyebabkan kompleks dimensia
AIDS karena serangan langsung HIV pada sel saraf, berefek
perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik,
kelemahan, disfagia, dan isolasi sosial. Enselopaty akut karena
reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan
elektrolit, meningitis atau ensepalitis. Dengan efek seperti sakit
kepala, malaise demam, paralise, total/parsial, infrak serebral
kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan maranik
endocarditis
3. Gastrointestinatal
Pada gastrointestinal dapat menyebabkan beberapa hal seperti:
diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma kaposi. Dengan efek penurunan berat
badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi. Hepatitis
karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen,
ikterik, demam atritis. Penyakit anorektal karena abses dan fistula,
ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi dengan
efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan diare.

G. Pemeriksaan Peunjang
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV:
a. ELISA
b. Western blot
c. P24 antigen test
d. Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a. Hematokrit.
b. LED
c. CD4 limfosit
d. Rasio CD4/CD limfosit
e. Serum mikroglobulin B2
f. Hemoglobulin

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klinis infeksi HIV/AIDS dikonsentrasikan
pada terapi umum dan terapi khusus serta pencegahan penularan yang
meliputi penderita dianjurkan untuk berisitirahat dan meminimalkan
tingkat kelelahan akibat infeksi kronis, dukungan nutrisi yang adekuat
berbasis makronutrien dan mikronutrien, konseling termasuk
pendekatan psikologis dan psikososial, motivasi dan pengawasan
dalam pemberian antiretroviral therapy (ARV), membiasakan gaya
hidup sehat antara lain dengan berolahraga yang ringan dan teratur,
mencegah hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti atau
orang yang mempunyai banyak pasangan.
Penatalaksanaan HIV/AIDS juga terdiri dari pengobatan,
perawatan/rehabilitasi dan edukasi.
1. Pengobatan

Obat-obatan yang dapat digunakan pada penderita HIV antara lain:

a) Obat Retrovirus

b) Zidovudine (AZT)

Berfungsi sebagai terapi pertama anti retrovirus. Pemakaian

obat ini dapat menguntungkan diantaranya yaitu Dapat

memperpanjang masa hidup (1-2 tahun), mengurangi frekuensi

dan berat infeksi oportunistik, menunda progresivitas penyakit,

memperbaiki kualitas hidup pasien, mengurangi resiko

penularan perinatal, mengurangi kadar Ag p24 dalam serum

dan cairan spinal. Efek samping zidovudine adalah: sakit

kepala, nausea, anemia, neutropenia, malaise, fatique, agitasi,

insomnia, muntah dan rasa tidak enak diperut. Setelah

pemakaian jangka panjang dapat timbul miopati. Dosis yang


se006Barang dipakai 200mg po tid, dan dosis diturunkan

menjadi 100mg po tid bila ada tanda-tanda toksik.

c) Didanosine ( ddl ), Videx

Merupakan terapi kedua untuk yang terapi intoleransi

terhadap AZT, atau bisa sebagai kombinasi dengan AZT bila

ternyata ada kemungkinan respon terhadap AZT menurun.

Untuk menunda infeksi oportunistik respon terhadap AZT

menurun. Untuk menunda infeksi oportunistik pada ARC dan

asimtomatik hasilnya lebih baik daripada AZT. Efek samping:

neuropati perifer, pankreatitis (7%), nausea, diare. Dosis:

200mg po bid ( untuk BB >60kg), 125mg po bid (untuk BB <

60kg) Mulanya hanya dipakai untuk kombinasi denganAZT.

Secara invitro merupakan obat yang paling kuat, tapi efek

samping terjadinya neuropati ( 17-31%) dan pankreatitis. Dosis

: 0,75mg po tid.

2. Rehabilitasi

Rehabilitas ditujukan pada pengidap atau pasien AIDS dan

keluarga atau orang terdekat, dengan melakukan konseling yang

bertujuan untuk:

a. Memberikan dukungan mental-psikologis

b. Membantu merekab untuk bisa mengubah perilaku yang tidak

berisiko tinggi menjadi perilaku yang tidak berisiko atau

kurang berisiko.
c. Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat, sehingga bisa

mempertahankan kondisi tubuh yang baik.

d. Membantu mereka untuk menemukan solusi permasalahan

yang berkaitan dengan penyakitnya, antara lain bagaimana

mengutarakan masalah-masalah pribadi dan sensitif kepada

keluarga dan orang terdekat.

3. Edukasi

Edukasi pada masalah HIV/AIDS bertujuan untuk

mendidik pasien dan keluarganya tentang bagaimana menghadapi

hidup bersama AIDS, kemungkinan diskriminasi masyaratak

sekitar, bagaimana tanggung jawab keluarga, teman dekat atau

masyarakat lain. Pendidikan juga diberikan tentang hidup sehat,

mengatur diet, menghindari kebiasaan yang dapat merugikan

kesehatan, antara lain: rokok, minuman keras. Narkotik, dsb.

I. Cara Penularan

Cairan tubuh yang potensial menjadi media penularan HIV

adalah darah, cairan mani, cairan vagina, dan di dalam air susu ibu

(ASI). Pada umumnya resiko penularan HIV/AIDS terjadi melalui

hubungan seksual (homoseksualitas maupun heteroseksualitas).

Penularan melalui darah biasanya dengan perantara transfusi

darah/produk darah, alat suntik atau alat medis lain (narkoba, tato),

perinatal (ibu hamil ke janin)


Penyebaran virus HIV dapat melalui aktivitas yang melibatkan

kontak dengan cairan tubuh. Secara lebih terperinci, virus ini dapat

ditularkan melalui cairan tubuh, semen, vagina, air susu ibu,

serebrospinal, sinoval, dan amnion.

J. Pencegahan

Menurut Widoyono (2005), tindakan pencegahan yang

dilakukan adalah menghindari hubungan seksual dengan penderita

HIV atau penderita AIDS, mencegah hubungan dengan pasangan yang

bergontaganti atau dengan orang yang mempunyai banyak pasangan,

menghindari hubungan seksual dengan pecandu narkotika obat suntik,

melarang orangorang yang termasuk ke dalam kelompok beresiko

tinggi untuk melakukan donor darah, memberikan transfusi darah

hanya untuk pasien yang benarbenar memerlukan, dan memastikan

sterilitas alat suntik.

K. Asuhan Keperawatan

1. PENGKAJIAN

a). Identitas :Meliputi nama, umur, tempat dan tanggal lahir

b) Riwayat :Test HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi,

menggunakan obat-obatan

c) Keadaan Umum : Pucat, kelaparan

d) Gejala Subjektif : Demam kronik dengan atau tanpa mengigil,

keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia


e) Psikososial : Kehilangan pekerjaaan dan penghasilan,

perubahan pola hidup

f) Status Mental: Marah atau pasrah, depresi , ide bunuh diri,

halusinasi

g) HEENT: Nyeri perorbital, sakit kepala, edema muka, mulut

kering

h) Neurologis: Gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo,

ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia

i) Muskoloskletal: Focal motor deifisit, lemah, tidak mampu

melakukan ADL

j) Kardiovaskular: Takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer,

dizziness

k) Pernapasan: Dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan

otot bantu pernapasan, batuk produktif atau non produktif.

l) GI: Intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB

menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali,

kuning

m) Gu: Lesi atau eksudat pada genital,

n) Integument: Kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie

positif

2. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi,

malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.


b. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan

infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat

ditransmisikan.

c. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan,

pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan

metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.

e. Diare berhubungan dengan infeksi GI

f. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas

tentang keadaan yang orang dicintai.

3. Intervensi

Dx 1:

a. Monitor tanda-tanda infeksi baru.

b. gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif. Cuci tangan

sebelum meberikan tindakan.

c. Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan

yang patogen.

d. Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.

e. Atur pemberian antiinfeksi sesuai order

Rasional:

1) Untuk pengobatan dini


2) Mencegah pasien terpapar oleh kuman patogen yang diperoleh di

rumah sakit

3) Mencegah bertambahnya infeksi

4) Meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatan

5) Mempertahankan kadar darah yang terapeutik

Dx 2:

a. Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah

transmisi HIV dan kuman patogen lainnya.

b. Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien.

Gunakan masker bila perlu.

Rasional:

1) Pasien dan keluarga mau dan memerlukan informasikan ini

2) Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain

Dx 3:

a. Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas

b. Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu

c. Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.

Rasional:

1) Respon bervariasi dari hari ke hari

2) Mengurangi kebutuhan energy

3) Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan

metabolik

Dx 4:
a. Monitor kemampuan mengunyah dan menelan.

b. Monitor BB, intake dan ouput

c. Atur antiemetik sesuai order

d. Rencanakan diet dengan pasien dan orang penting lainnya.

Rasional:

1) Intake menurun dihubungkan dengan nyeri tenggorokan dan mulut

2) Menentukan data dasar

3) Mengurangi muntah

4) Meyakinkan bahwa makanan sesuai dengan keinginan pasien

Dx 5:

a. Kaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah.

b. Auskultasi bunyi usus

c. Atur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order

d. Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside

Rasional:

1) Mendeteksi adanya darah dalam feses

2) Hipermotiliti mumnya dengan diare

3) Mengurangi motilitas usus, yang pelan, emperburuk perforasi pada

intestinal

4) Untuk menghilangkan distensi

Dx 6:

a. Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya

b. Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal


c. Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.

Rasional:

1) Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan

keluarga

2) Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas

3) Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak

sederhana.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Djoerban Z, Djauzi S. 2009. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam Edisi V. Editor: SUdoyo AW, SetyohadiB, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Jakarta: Puat Penerbitan IPD FAKUI.

Nasronudin. 2007. Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini dan Mendatang.


Surabaya: Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai