OLEH:
KELOMPOK III
1
KATA PENGANTAR
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................1
DAFTAR ISI.......................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................3
A. Latar Belakang.........................................................................................3
B. Rumusan Masalah...................................................................................5
C. Tujuan Masalah.......................................................................................5
D. Manfaat Masalah.....................................................................................5
A. SIMPULAN...........................................................................................18
B. SARAN..................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................19
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan pasien (patient safety) adalah sistem dimana Rumah Sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
harm/ cedera yang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari harm/ cedera yang
potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik/ sosial/ psikologis, cacat, kematian
dan lain-lain), terkait dengan pelayanan kesehatan (KKP-RS, 2010).
Selanjutnya, seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Pasal 1 menyebutkan bahwa
Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Berdasarkan data penelitian yang dilakukan IOM (Institute of Medicine) di
Amerika Serikat pada tahun 2000, diterbitkan laporan “TO ERR IS HUMAN,
Building a Safer Health System” yang memuat 2 penelitian di rumah sakit,
dimana ditemukan angka KTD (Kejadian Tidak Diharapkan / Adverse Event)
sebesar 2,9 % dan 3.7% dengan angka kematian 6.6% dan 13.6%. Dengan angka
pasien rawat inap di seluruh Amerika yang berjumlah 33.6 juta per tahun, didapat
angka kematian akibat KTD berkisar 44.000 – 98.000 pe tahun (Sukasih & Toto,
2011).
Di Indonesia berdasarkan laporan pada tahun 2010, Provinsi Jawa Barat
menempati urutan pertama mengenai KTD sebesar 33,33%, Banten dan Jawa
Tengah 20%, DKI Jakarta 16,67%, Bali 6,67%, Jawa Timur 3,33%. Berdasarkan
3
penyebab kejadian lebih dari 70% diakibatkan oleh tiga hal yaitu masalah
prosedur, dokumentasi dan medikasi (KKP-RS, 2010). Kelalaian prosedur yang
menjadi salah satu penyebab terbesar KTD Internasional maupun Nasional
berkaitan erat dengan manajemen pasien safety Sasaran IV (Kepastian Tepat
Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi) yang menjadi penyumbang
terbesar tuduhan / laporan “mal praktek” seperti pada kasus Klinik
Muhammadiyah - Kalimantan Timur dimana proses operasi sterilisasi berujung
kelumpuhan.
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu
ditangani segera di rumah sakit di Indonesia maka diperlukan standar
keselamatan pasien rumah sakit yang merupakan acuan bagi rumah sakit di
Indonesia untuk melaksanakan kegiatannya. Sasaran Keselamatan Pasien ini
mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient
Safety yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI). Hal
tersebut untuk menghindari kerugian di kedua belah pihak, baik kerugian materil
(seperti: tuntutan hukum / ganti rugi bagi rumah sakit dan biaya perawatan yang
besar bagi pasien karena rawat inap yang lama) maupunn kerugian imateril
(seperti: praktisi kesehatan menjadi kurang percaya diri karena menjadi sorotan
publik dan kredibilitas RS menjadi buruk serta bagi pasien bisa mengakibatkan
kecemasan, depresi, kecacatan bahkan kematian) sehingga pentingnya
manajemen Keselamatan pasien (patient safety) dalam mencegah terjadinya
insiden atau cedera yang dapat merugikan baik secara materil maupun immateril
bagi pasien, praktisi kesehatan maupun pihak Rumah Sakit yang berkaitan
dengan kelalaian prosedur (KKP-RS, 2010).
4
A. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu
sasaran apa saja yang bisa menunjang keselamatan pasien?
B. Tujuan
Mengidentifikasi macam-macam sasaran keselamatan pasien
C. Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan informasi atau pertimbangan bagi institusi pelayanan kesehatan
untuk validasi standar dan pedoman manajemen pasien safety sehingga bisa
membangun kepercayaan diri praktisi kesehatan dan meningkatkan kualitas
pelayanan klien di rumah sakit.
2. Bagi Praktisi Kesehatan
Dengan validasi standard dan pedoman terbaru, praktisi kesehatan utamanya
Perawat semakin percaya diri dalam praktik klinis serta bekerja sesuai SOP
sehingga dapat mencegah terjadinya insiden atau cedera yang dapat
merugikan baik secara materil maupun immaterial bagi praktisi kesehatan.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai literatur otentik serta bahan masukan dalam ilmu pengetahuan yang
dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya berkaitan dengan pelaksaan
manajemen pasien safety
.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
6
d. Terlaksananya program–program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan (KTD)
a. Hak pasien
b. Mendidik pasien dan keluarga
c. Keselamatan pasien daam kesinambungan pelayanan
d. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien
e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
f. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien
B. Identifikasi Pasien
Identifikasi merupakan penerapan atau penentu atau ciri – ciri atau keterangan
lengkap seseorang (Hamzah, 2008). Identifikasi pasien adalah suatu upaya
7
atau usaha yang dilakukan dalam sebuah pelayanan kesehatan sebagai suatu
proses yang bersifat konsisten, prosedur yang memiliki kebijakan atau telah
disepakati, diaplikasikan sepenuhnya, diikuti dan dipantau untuk mendapatkan
data yang akan digunakan dalam meningkatkan proses identifikasi (Joint
Commission International, 2007).
8
e. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi.
Kegagalan yang sering terjadi pada saat melakukan identifikasi pasien akan
mengarah kepada tindakan dalam pemberian obat, pelaksanaan prosedur,
pemeriksaan klinis pada orang yang salah. Dalam rangka meminimalkan
risiko tersebut WHO Collaborating Center for Patient Safety Solusions
menerbitkan Sembilan solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit (World
Health Organization, 2007), dimana pada solusi ke dua adalah identifikasi
pasien. Strategi yang ditawarkan dalam identifikasi pasien yaitu:
9
1) Menekankan bahwa tanggung jawab perawat sebelum melakukan
perawatan, pengobatan, pengambilan specimen atau pemeriksaan
klinis harus memastikan identitas pasien secara benar.
10
5. Akibat Kesalahan Identifikasi Pasien
C. Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari mengetahui dan hal ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan
atau kognitif adalah domain yang sangat penting untuk membentuk tindakan
seseorang (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan merupakan domain yang sangat
penting untuk membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan
sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa
dengan pendidikan yang tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas
pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan bahwa bukan berarti seseorang
yang pendidikan rendah pengetahuannya mutlak rendah. Hal ini mengingat
bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh oleh pendidikan
formal (Wawan & Dewi, 2011).
2. Tingkatan Pengetahuan
11
Menurut Notoatmodjo, (2010), pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).
Pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidakdidasari oleh pengetahuan.
Notoadmojo (2010) membagi Pengetahuan berdasarkan kognitif mempunyai
enam tingkatan, yaitu
a) Tahu
b) Memahami
c) Aplikasi
12
Misalnya dapat menggunakan rumus statistic dalam perhitungan-
perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus
pemecahan masalah di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus
yang diberikan.
d) Analisis
e) Sintesis
f) Evaluasi
13
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian dari materi-
materi yang telah diperoleh. Penilaian itu berdasarkan kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Misalnya dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak
yang kekurangan gizi.
a. Tingkat Pendidikan
Pendidikan mempengaruhi pemahaman dan pengetahuan karena
pendidikann adalah salah satu upaya untuk mencari pengetahuan sehingga
terjadi perubahan perilaku positif.
b. Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan
memperoleh pengetahuan yang lebih luas.
c. Budaya
Tingkah laku individu atau kelompok manusia dalam memenihi kebutuhan
yang meliputi sikap dan kepercayaan
d. Pengalaman
Sesuatu yang pernah dialami oleh seorang individu bisa menambah
pengetahuan
14
4. Cara Mengukur Pengetahuan
a. Bentuk objektif
Bentuk objektif ini adalah tes yang menjawabnya dapat diberi skor nilai
secara lugas menurut pedoman yang ditentukan sebelumnya. Ada lima
macam tes yang termasuk dalam evaluasi ragam objektif yaitu :
b. Bentuk Subjektif
15
responden 56%-74% dan rendah apabila pertanyaan dijawab dengan benar
oleh responden <56%
D. Kepatuhan
1. Definisi Kepatuhan
16
c. Legitimasi dari figure otoritas. Legimasi dari hal ini dapat diartikan
sebagai seberapa jauh masyarakat mau menerima dan mengakui
kewenangan, keputusan, atau kebijakan yang diambil oleh seorang
pemimpin. Menurut Milgram, sekelompok orang cenderung untuk
memenuhi perintah dariorang lain jika mereka mengenal otoritas mereka
dengan baik secara moral maupun hukum yang berlaku dalam berbagai
situasi.
17
BAB III
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Keselamatan pasien adalah proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan
pelayanan pasien secara aman. Proses tersebut meliputi pengkajian mengenai
resiko, identifikasi, manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan
menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko.
Pelayanan kesehatan yang diberikan tenaga medis kepada pasien mengacu
kepada tujuh standar pelayanan pasien rumah sakit yang meliputi hak pasien,
18
mendididik pasien dan keluarga, keselamatan pasien dan kesinambungan
pelayanan, penggunaan metode- metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien, peran kepemimpinan
dalam meningkatkan keselamatan pasien, mendidik staf tentang keselamatan
pasien, dan komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien. Selain mengacu pada tujuh standar pelayanan tersebut,
keselamatan pasien juga dilindungi oleh undang-undang kesehatan
sebagaimana yang diatur dalam UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 serta UU
Rumah Sakit No. 44 tahun 2009.
B. SARAN
Sebagai tenaga kesehatan kita wajib melakukan tindakan dengan baik dan
benar sesuai standar pelayanan kesehatan pada pasien, sehingga akan terjamin
keselamatan pasien dari segala aspek tindakan yang kita berikan.
DAFTAR PUSTAKA
19
20