DISUSUN OLEH :
Roni Irwansyah
1811901036
PEMBIMBING:
dr. Imawan Hardiman, Sp.KK
2.1 Definisi1
Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah dermatitis yang terjadi karena
pajanan ulang pada kulit secara langsung dengan substansi alergi, dan
mekanisme yang mendasari proses terjadinya DKA termasuk reaksi
hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV).
2.2 EPIDEMIOLOGI1
Bila dibaandingkan dengan dermatitis kontak iritan. Jumlah penderita
dermatitis kontak alergi lebih sedikit. Karena hanya mengenai orang yang
kulitnya sangat peka (hipersensitif). Diperkirakan jumlah DKA maupun DKI
makin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah produk yang
mengandung bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat. Namun sedikit
sekali informasi mengenai prevalensi dermatitis ini di masyarakat.
Diperkirakan kejadian akibat kerja sebanyak 80% dan DKA 20%, tetapi
data baru dari inggris dan Amerika serikat menunjukkan bahwa dermatitis
akibat kerja ternyata cukuo tinggi yaitu berkisar antara 50 dan 60%.
2.3 ETIOLOGI
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa
bahan kimia dengan berat molekul (< 1000 dalton), yang juga disebut bahan kimia
sederhana. Dermatitis yang timbul juga dipengaruhi oleh potensi sensitisasi
alergen, derajat pajanan, luasnya penetrasi di kulit.1
2.4 PATOGENESIS
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah
mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune
respons) atau reaksi tipe IV. Reaksi hipersensitivitas dikulit timbulnya
lambat (delayed hipersensitivit), umummnya dalam waktu 24 jam setelah
terpajan dengan alergen.1
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik,
terlebih dahulu mendapat perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya.
Perubahan ini terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana
yang disebut hapten yang akan terikat dengan protein, membentuk antigen
lengkap, antigen ini ditangkap dan di proses oleh makrofag dan sel
langerhans, selanjutnya dipresentasikan ke sel T. Setelah kontak yang telah
diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk
berdeferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi
secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi
ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkan keadaan
sensitivitas yangsama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen
sampai kulit menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase sensitisasi. Fase
ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu. Pada umumnya reaksi
sensitisasi ini di pengaruhi oleh derajat kepekaan individu, sifat sensitisasi
alergen (sensitizer), jumlah alergen, dan konsentrasi. Sensitizer kuat
mempunyai fase yang lebih pendek, sebaliknya sensitizer lembah seperti
bahan-bahan yang dijumpai pada kehidupan sehari-hari pada umumnya
kelainan kulit pertama muncul setelah lama kontak dengan bahan tersebut,
bisa bulanan atau tahunan. Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang
dengan alergen yangsama atau serupa sampai timbulnya gejala klinis disebut
fase elisitasi, umumnya berlangsungantara 24-48 jam
Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam
tangan (nikel), sarungtangan karet, debu semen, dan tanaman. Di aksila
umumnya oleh bahan pengharum.
Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis
kontak pada cupingtelinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca
mata, cat rambut,hearing-aids.
Leher. Penyebanya kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung
jari), parfum, alergen diudara, zat warna pakaian.
Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh
pakaian, dompet,kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (misalnya
anestesi lokal, neomisin,etilendiamin), semen, dan sepatu.
2.6 DIAGNOSIS
5. Tes Provokasi.
Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang diminum,
makanan, dapat juga untuk alergen hirup, contohnya debu. Tes provokasi
untuk alergen hirup dinamakantes provokasi bronkial. Tes ini digunakan untuk
penyakit asma dan pilek alergi. Tes provokasi bronkial dan makanan sudah
jarang dipakai, karena tidak nyaman untuk pasiendan berisiko tinggi
terjadinya serangan asma dan syok. tes provokasi bronkial dan tes provokasi
makanan sudah digantikan oleh Skin Prick Test dan IgE spesifik metode
RAST.
Untuk tes provokasi obat, menggunakan metode DBPC (Double Blind
Placebo Control)atau uji samar ganda. caranya pasien minum obat dengan
dosis dinaikkan secara bertahap, lalu ditunggu reaksinya dengan interval 15 ±
30 menit.Dalam satu hari hanya boleh satu macam obat yang dites, untuk tes
terhadap bahan/zat lainnya harus menunggu 48 jam kemudian. Tujuannya
untuk mengetahui reaksi alergitipe lambat.Ada sedikit macam obat yang sudah
dapat dites dengan metode RAST.Semua tes alergi memiliki keakuratan 100
%, dengan syarat persiapan tes harus benar,dan cara melakukan tes harus tepat
dan benar.
2.8 TATALAKSANA
2.9 PROGNOSIS
ANAMNESIS
RIWAYAT PENGOBATAN :
pasien menggunakan salep vaselin yang di beli di apotek, dan di oleskan setiap
selesai mandi
RIWAYAT KEBIASAAN :
Pasien bekerja di rumah sebagai IRT, mencuci baju memasak , dan selalu
menggunakan sandal jepit berbahan karet
STATUS GENERALIS
Keadaan umum :-
Kesadaran : Komposmentis
Tanda vital :-
Tekanan darah :-
Nadi :-
Nafas :-
Suhu :-
Keadaan gizi :-
Pemeriksaan thorax :-
Pemeriksaan abdomen :-
STATUS DERMATOLOGIS
Lokasi : region dorsum pedis dextra et sinistra
Distribusi : regional
Bentuk : bulat
Susunan : linier
Batas : sirkumkripta
Ukuran : lentikular sampai numular
Efloresensi : Tampak papul, eritema, disertai erosi
KELAINAN SELAPUT/MUKOSA : -
KELAINAN MATA :-
KELAINAN KUKU :-
KELAINAN RAMBUT :-
KELAINAN KGB :-
KHUSUS
-Loratadine 1x10mg
- desoximethasone 2,5mg zalf cream 2x1 oles/hari
PROGNOSIS
QUO AD SANAM : Bonam
QUO AD VITAM : Bonam
QUO AD FUNGSIONAM : Bonam
QUO AD KOSMETIKUM : Bonam
BAB IV
KESIMPULAN
1. Djuanda, Prof DR Adhi dkk, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 7 Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016 . Hal 158-165
2. Siregar R.S, Editor. Dermatosis Eritroskuamosa in Atlas Berwarna Saripati