Anda di halaman 1dari 2

Unsur moral (rukn adabi),

Yakni pelaku tindak pidana tersebut tergolong orang mukalaf yang dapat dimintai
pertanggung jawaban dan patut dikenakan sanksi hukum atas tindakan yang dilakukannya.
Oleh karen itu, apabila seorang anak yang belum dewasa ataupun orang gila melakukan
pembunuhan, maka pelaku pembunuhan tersebut tidak dikenakan sanksi hukum kisas.
Unsur moral ini dapat terpenuhi apabila pelaku tindak pidana telah mencapai usia
dewasa (balig), berakal sehat, mengetahui bahwa ia melakukan tindakan yang dilarang, dan
melakukannya atas kehendaknya sendiri. Hukum pidana Islam tidak mengenal adanya istilah
“berlaku surut”. Artinya, sanksi hukum terhadap suatu tindak pidana tidak berlaku sebelum
ada ketentuan hukumnya dan diketahui oleh pelaku tindak pidana yang bersangkutan, karena
tidak ada taklif sebelum ada ketentuan hukum.
Di samping itu, terdapat perbedaan pendapat para ulama mengenai tempat berlakunya
hukum pidana Islam. Abu Hanifah (699-767; pendiri mazhab Hanafi) misalnya, berpendapat
bahwa hukum pidana Islam berlaku terhadap segala tindak pidana yan dilakukan di Darul
Islam, baik pelakunya penduduk muslim maupun non muslim di bawah perlindungan
penguasa muslim (kafir zimmi). Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal
berpendapat bahwa hukum pidana Islam berlaku bagi setiap orang yang tinggal di Darul
Islam, baik untuk selamanya maupun untuk sementara waktu, apakah ia muslim atau
nonmuslim.

C. QISHASH (PEMBUNUHAN DAN PELUKAAN)


1. Qishas Pembunuhan
Tidak terhadap semua pelaku tindak pidana pembunuhan diberlakukan sanksi kisas.
Hal ini tergantung pada jenis pembunuhan yang dilakukan oleh pelakunya. Ada tiga jenis
pembunuhan yang dikenal dalam hukum Islam, yakni pembunuhan secara sengaja,
pembunuhan semi-sengaja, dan pembunuh tidak sengaja (tersalah).
Pembunuhan secara sengaja berarti sengaja menghilangkan nyawa orang lain, yang
darah dan keselamatan jiwanya dilindungi, yakni dengan menggunakan alat untuk
membunuh, seperti senjata api dan senjata tajam.
Tergolong tindak pidana pembunuhan secara sengaja, apabila memenuhi unsur sebagai
berikut:
1) Orang yang melakukan pembunuhan adalah orang yang telah dewasa, berakal sehat,
dan bermaksud membunuh;
2) Terbunuh adalah manusia atau orang yang terpelihara darahnya (tidak halal untuk
dibunuh); dan
3) Alat yang digunakan untuk membunuh memang dapat mematikan atau
menghilangkan nyawa orang.
Adapun pembunuhan semi-sengaja adalah menghilangkan nyawa orang lain dengan alat
yang tidak biasa digunakan untuk membunuh dan tidak dimaksudkan untuk membunuh. Dan
pembunuhan tidak sengaja adalah melakukan suatu perbuatan yang pada dasarnya
diperbolehkan, seperti menembak binatang buruan, namun ternyata mengenai serta
menewaskan orang yang dilindungi darahnya.
Terhadap pelaku pembunuhan secara tidak sengaja, berlaku sanksi hukuman sebagai
berikut:
1) Wajib membayar diat berupa denda harta tebusan, berupa diyah mukhaffafah (diat
ringan) yang dapat diangsur selama 3 tahun;
2) Wajib membayar kafarat (kaffarah) berupa denga memerdekakan seorang hamba
sahaya yang mukmin; dan
3) Wajib berpuasa 2 bulan berturut-turut jika kedua macam sanksi tersebut sebelumnya
tidak dapat dilaksanakan, (QS.4:92).
Bagi pelaku pembunuhan semi-sengaja berlaku sanksi hukum sebagai berikut:
1) Menanggung dosa atas perbuatannya yang dilakukan dengan sengaja dan tanpa
diduga mengakibatkan kematian orang lain; dan
2) Wajib membayar diat berupa diyah mugallazah (diat berat), yaitu berupa denda 100
ekor unta yang terdiri dari 30 ekor unta betina berumur 3 masuk 4 tahun, 30 ekor unta
betina umur 4 masuk 5 tahun, dan 40 ekor unta betina yang sudah bunting (HR. at-
Tirmizi)
Adapun bagi pelaku pembunuhan secara sengaja berlaku sanksi hukum sebagai berikut:
1) Menanggung dosa di akhirat;
2) Terhalang untuk mendapat harta warisan dari orang yang dibunuhnya; wajib
membayar kafarat; dan
3) Berlaku baginya hukum kisas, yaitu hukuman mati, kecuali jika dimaafkan oleh
keluarga terbunuh. (QS.4:93) & (QS.2:178)

Anda mungkin juga menyukai