Anda di halaman 1dari 8

TUGAS LCA

Kelompok
Nama :
Zulfahmi, Irvan Setyawan, Avin Alavriyin, Iqbal, Raditya
AP, Shabuama Palaska, Dinda Rhamanda, Reta
Tanggal : 14 Oktober 2020

Tujuan 1: Menyatakan (a) konsep siklus hidup dan (b) berbagai tahapan yang terkait
dengan penilaian produk.
1. Jelaskan aktivitas utama di masing-masing dari lima tahap siklus hidup pada
Gambar 1 untuk wadah minuman minuman ringan pilihan Anda. Jelaskan juga
aktivitas yang diperlukan untuk mendukung aktivitas reuse, remanufacturing,
dan daur ulang untuk container yang dipilih.

Tujuan 2: Mengilustrasikan kompleksitas siklus hidup untuk produk sederhana sekalipun.

1. Gambarlah dengan tangan atau dengan perangkat lunak diagram siklus hidup
untuk produk sederhana (selain penjepit kertas seperti yang ditunjukkan di-
bab), dengan kata-kata yang mewakili berbagai aktivitas dalam siklus hidup
yang diperlukan untuk membuat produk, dan panah mewakili koneksi antar
aktivitas. Anotasi diagram dengan warna atau bayangan untuk mewakili titik
panas untuk dua masukan atau keluaran yang Anda yakini relevan untuk
keputusan yang terkait dengan produk
2. Lakukan latihan yang sama seperti pada pertanyaan 2, tetapi untuk sekolah
atau universitas, yaitu menyediakan layanan bukan membuat produk fisik.

Tujuan 3: Menjelaskan mengapa masalah lingkungan, seperti produk fisik, (a) kompleks dan (b)
membutuhkan pemikiran dan batasan yang luas yang mencakup semua tahapan siklus hidup.
Pembangkit listrik (terutama unit berbahan bakar batu bara dan gas berbahan bakar
fosil) sering disebut sebagai sumber masalah lingkungan. Sebutkan tiga jenis keluaran
spesifik ke lingkungan yang dihasilkan dari tumbuhan fosil ini. Bagian lain mana dari
siklus hidup yang menghasilkan listrik dari tumbuhan fosil yang juga berkontribusi
terhadap masalah ini?

Selamat bekerja

.
Jawaban
Tujuan 1
1. Wadah minuman terpilih adalah botol plastik yang dapat digunakan kembali. Bahan
plastik yang digunakan berjenis low density poly etilene (LDPE) yang aman untuk
digunakan berulang kali. Material LDPE cukup kuat untuk digunakan sebagai wadh
minuman yang dapat dipakai kembali.
Aktivitas pemrosesan material :
 Material Extraction, material yang digunakan untuk membuat botol plastik
polypropiline terbuat dari polimer. Bahan dasar pembuatan polimer yaitu minyak
bumi.
 Material Processing, pada bagian ini minyak bumi yang diekstraksi selanjutnya
diolah agar menjadi bahan pembentuk polimer. LDPE dibuat dengan cara
memanaskan minyak bumi menggunakan temperatur yang sangat tinggi. Hasilnya
adalah gas etilena yang kemudian didinginkan dan diproses menjadi lelehan
polietilena. Setelah dicampur bahan aditif seperti antioksidan dan stabilizer,
polietilena kemudian menjadi LDPE resin yang kemudian dibekukan serta
dipotong-potong.
 Manufacturing, pada tahap ini materi polimer LDPE diolah untuk menjadi botol
minum. Bahan utama dalam bentuk bijih plastik yang dilelehkan dan kemudian di
cetak dengan cetakan.
 Use, botol plastik yang telah diproduksi oleh pabrik, kemudian didstribusikan dan
digunakan oleh konsumen.
 Waste Managament, pada tahapan ini, botol plastik yang sudah tidak dapat dipakai
kembali dibuang dan menjadi waste. Untuk itu diperlukan pengolahan kembali,
mengingat material utama botol plastik adalah polimer yang berasal dari minyak
bumi. Waste management yang dilakukan sebagai berikut :
a. Recycle, dengan melakukan tahapan ini, botol plastik yang rusak dilakukan
daur ulang kembali. Plastik LDPE dilelehkan agar kemudian dapat diolah
menjadi bijih plastik. Bijih plastik daur ulang dapat dijadikan bahan baku abru
untuk produk plastik lainnya. Selain itu, limbah plastik LDPE dapat diproses
kembali menjadi bahan bakar minyak dengan melalui proses pirolisis.
b. Remanufacture, dalam beberapa pabrik minuman kemasan, botol atau
galonnya diambil kembali oleh pabrik untuk diolah kembali dan diperbaiki
bagian yang masih dapat digunakan. Proses ini dapat mengurnagi produksi
botol dari material yang baru. Selain itu juga dapat menghemat biaya produksi.
c. Reuse, sifat asli dari botol pastik LDPE adalah kuat dan tahan lama sehinga
juga sulit diuraikan. Karena sifatnya ini sejalan maka, penggunaan botol
plastik LDPE dapat digunakan berulang kali dalam jangka waktu yang lama
oleh pengguna barang tersebut.
Tujuan 2
1. Diagram siklus hidup produk Botol Plastik
2. Diagram siklus hidup jasa di universitas dan sekolah.

Tujuan 3
Masalah hubungan listrik bersumber bahan bakar fosil dengan kondisi lingkungan :
 Listrik yang dipasok di Indonesia sebagian besar masih berasal dari PLTU yang
menggunkana batu bara sebagai sumber energinya. Tercatat 60.485 MW listrik di
Indonesia atau setara 85,31% dari seluruh kapasitas nasional masih menggunakan batu
bara
 Pada 2020, untuk listrik bersumber energy terbarukan (EBT) tercatat baru 10.426 MW
atau 14,71% dengan rincian pembangkit listrik panas bumi (PLTB) 2.131 MW, PLTA
6.095 MW dan sisa 2.200 MW dari gabungan EBT lainnya.
 Untuk sebuah PLTU yang menghasilkan listrik sebesar 25.000 MW memburuhkan 100
juta ton batu bara. Kapasitas 1 MW setara dengan 4.000 ton batu bara.
 Setiap tahunnya, konsumsi batu bara untuk sumber listrik selalu meningkat. Sebagai
conoth sejak 2014 dari 65,98 juta ton, di 2015 sebesar 70,80 juta ton, di 2016 tercatat 75,4
juta ton, dan pada 2017 mencapai 83 juta ton dan pada 2018 naik 91,14 juta ton batu bara.
 Dengan jumlah kebutuhan batu bara untuk listrik selalu meningkat, muncul kehawatiran
cadangan batu bara bagi Indonesia semakin menipis. Terdapat 113 miliar ton dengan
cadangan terbukti mencapai 33 miliar ton. Jika tidak dilakukan eksplorasi, kemungkinan
batu bara akan habis pada tahun 2040. Ekspolarasi batu bara tidak bisa sembarangan,
mengingat cadangan batu bara bebrapa terdapat dala hutan konservasi.
 Penambangan dan eksploitasi batu bara menimbulkan masalah terhadap lingkungan
sekitar. Tambang batu bara yang umunya terbuka biasanya merusak lahan yang ada.
Sumber batu bara umumnya ditemukan dalam pedalaman hutan. Hal inilah yang
menyebabkan ekspolitasi batu bara dapat merusak lingkungan.
 Indonesia tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negri saja, tapi batu bara tersebut juga
diekspor ke China (51 juta ton), India (46 juta ton) dan Jepang (22 juta ton) disamping 25
negara lainnya.
 Penambangan batu bara juga mengahasilkan limbah yang dapat merusak lingkungan.
Sebagai contoh kasus adanya temuan unsur Mn, Cu, Ni, Cr, Hg, Zn, Fe yang terdapat
dalam sampel yang diambil dari sungai di Kalimantan Selatan.
 Penggunaan energy listrik bersumber dari batu bara selain merusak lingkungan karena
tambang batu bara dan batu bara merupakan SDA yang tidak dapat diperbaharui, masal
lainnya yang muncul adalah polusi yang disebakan oleh pembakaran batu bara oleh PLTU
 Batu bara merupakan sumber energy fosil yang tebentuk dari timbunan tanama dan
gambut selama jutaan tahun. Batu bara merupakan material yang mengandung unsur
karbon (C). Batu bara untuk menghasilkan energy, maka dalam jumlah besar dibakar agar
meghasilkan panas yang dapat meggerakan turbin pembangkit. Hasil sisa pembakaran
batu bara dilepas ke udara menjadi gas CO2 dan juga CO jika pembakarannya tidak
sempurna.
 Pembakaran tidak sempurna dengan hasil CO ini sangat berdampak pada lingkungan. CO
tidak dapat dsierap oleh tumbuhan sehingga kan terkumpul di udara. Penumpukan CO
terus menerus di udara juga dapat menyebabkan hujan asam. Selain itu gas CO juag
beracun untuk manusia karena gas CO dapat terikat dengan hemoglobin darah yang dapat
berakibat fatal.
 Dampak lainnya adalah smog atau asap kabut yang menumpuk di udara, dapat
menyebabkan berbagai masalah polusi. Smog juga dapat menyebakan masalah kesehatan
bagi warga sekitar jika terpapar terus menerus.
 Masalah yang ditimbulkan juga pencemaran air. Limbah air lindi dari PLTU yang
bercampur dengan sisa jelaga dapat mencemari air minum. Limbah air lindi tersebut
mengandung logam berat sehingga sangat beracun.
 Selain itu, limbah yang dibuang ke laut juga berbahaya. Universitas Diponegoro
melakukan penelitian pada 2014 di PLTU Tanjung Jati B Jepara menunjukkan, suhu air
laut akibat limbah bahang PLTU meningkat hingga 34,5oC dan menyebar sampai 4.709
meter. Penelitian serupa dilakukan Universitas Hasanuddin terhadap perairan di sekitar
lokasi PLTU Jeneponto pada 2014. Sejak beroperasi tahun 2005, suhu air laut awalnya
28oC-29oC meningkat menjadi 29 oC-33,4oC.
 Pencemaran air laut ini beebahaya untuk makhluk laut. Tercatat kasus ekmatian 27 penyu
akibat pencemaran air laut akibat limbah dari PLTU di Bengkulu.
 Paparan mikro particle yang menyebabkan masalah kesehatan tersebut disebut PM2,5.
Berdasarkan simulasi melalui GEOSChem, terjadi peningkatan besar dalam polusi udara
permukaan hingga 11-15 µg/m3 PM 2.5 dalam satu tahun.
 Peralihan penggunaan listrik dari batu bara diganti dengan EBT juga tidak lepas dari
adanya “proyek” dan unsur politik dalam negeri lainnya. Hal inilah yang membuat proyek
penggunaan EBT cendrung lebih lama untuk diterapkan sedangkan pemerintah masih
tetap memasok energy listrik dengan batu bara. Masalah seperti ini cukup sulit mengingat
melibatkan banyak orang penting di dalamnya.
 Sebenarnya, untuk sampai saat ini penggunaan energy batu bara sebagai listrik secara
ekonomis paling efisien dibandingkan EBT. Untuk sumber lsitrik dari EBT dibutuhkan
teknologi yang maju dan investasi yang tidak sedikit. Salah satu yang kemungkinan dapat
menghasilkan listrik setingkat batu bara adalah nuklir dan geothermal. Tetapi,
penggunaan nuklir cukup mahal dan butuh kemampuan teknologi yang tinggi mengingat
faktor keamanannya (walupun ada teknologi baru yaitu molten salt reactor dengan
thorium).
 Untuk saat ini, jika negara belum mampu beralih ke EBT dapat melakukan perbaiakn
wate management PLTU. Misalkan pengelolaan air limbah yang lebih baik,
penambangan batu bara yang memerhatikan amdal dan juga perbaikan sistem PLTU.
Salah satunya penggunaan electro static prespirator untuk menangkap flight ash
 Selain itu juga, pemerintah dapat lebih transparan menganai hasil emisi dari batu bara.
Contoh yang dapat ditru dari China dimana hasil emisi dari PLTU dapat dipantau
langsung warganya secara realtime, hal ini agar publik dapat mendorong pemerintah
untuk lebih baik. Tercatat Rata-rata emisi SO2, NOx, dan PM menurun sebanyak 2,82%,
2,79%, dan 3,65% setiap bulannya antara tahun 2014-2017.

Anda mungkin juga menyukai