Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH MANAJEMEN AGRIBISNIS

TATANIAGA DAN PERTUMBUHAN PRODUKSI KOMODITAS TEH


INDONESIA
Dosen Pengampu : Siti Hamida IR,MP.DR

Disusun oleh:
Aulia Andjaini 134180226
Akhmad Adin Abdilah 134180227
Arnia Nur Anggita 134180228
Imam Sumantri 134180230
Bekti Darmayanti 134180246

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, berupa biji teh
dari Jepang yang ditanam sebagai tanaman hias. Kemudian dilaporkan pada tahun
1694 terdapat perdu teh muda berasal dari China tumbuh di Jakarta. Teh jenis
Assam mulai masuk ke Indonesia dari Sri Lanka (Ceylon) pada tahun 1877 dan
ditanam di Kebun Gambung, Jawa Barat oleh R.E Kerk Hoven. Sejak saat itu, teh
China secara berangsur-angsur diganti dengan the Assam, sejalan dengan
perkembangan perkebunan teh di Indonesia, yang mulai sejak tahun 1910 dengan
dibangunnya perkebunan teh di Simalungun, Sumatera Utara. Dalam
perkembangannya industri teh di Indonesia mengalami pasang surut sesuai
perkembangan situasi pasar dunia maupun Indonesia, antara lain pada masa
pendudukan Jepang (1942-1945) banyak areal kebun teh menjadi terlantar
(Soehardjo, Dkk, 1996).
Tanaman teh dapat tumbuh sampai sekitar 6-9 meter tingginya. Di
perkebunan-perkebunan, tanaman teh dipertahankan hanya sekitar 1 meter
tingginya dengan pemangkasan secara berkala. Hal ini adalah untuk memudahkan
pemetikan daun dan agar diperoleh tunas-tunas daun teh yang cukup banyak.
Tanaman teh umumnya mulai dapat dipetik daunnya secara terus-menerus setelah
5 tahun dan dapat memberikan hasil daun the cukup besar selama 40 tahun, baru
kemudian diadakan peremajaan. Tanaman ini dapat tumbuh dengan subur di
daerah ketinggian 200-2000 meter di atas permukaan air laut. Semakin tinggi
letak daerahnya, semakin menghasilkan mutu teh yang baik (Spillane, 1992).
Pada tahun 1998 terjadi kenaikan harga teh dunia secara menyeluruh dari
harga tahun 1997 sebesar $1.65 (Indonesia), $1.70 (India) dan $2.02 (Sri Lanka)
menjadi masing-masing $1.70, $1.80 dan $2.28 pada tahun berikutnya, dan yang
tertinggi adalah Sri Lanka. Seperti kejadian yang umum berlaku, setelah kenaikan
harga selalu disusul dengan penurunan harga, karena sebagai respon penjual
terhadap fenomena kenaikan harga yang melonjak. Pada saat harga baik setiap
produsen berusaha meningkatkan produksinya agar memperoleh manfaat yang
tinggi dalam jangka pendek, akibatnya pasar dibanjiri oleh the kualitas rendah
sehingga disusul dengan penurunan harga. Jika diperhatikan antara tahun 1998 ke
1999 penurunan harga Sri Lanka dari $2.28 menjadi $1.64 atau 72%, India dari
$1.80 menjadi $1.44 atau 80% tapi Indonesia dari $1.70 menjadi $1.05 atau 62%
dan setelah itu harga teh Indonesia selalu terpuruk (Tim Penulis Pusat Penelitian
Teh dan Kina, 2008).

B. Rumusan Masalah
1. bagaimana pertumbuhan komoditas teh di indonesia ?
2. peran berbagai lembaga dalam pertumbuhan komoditas teh di indonesia?
3. Peluang pertumbuhan komoditas teh di indonesia ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pertumbuhan komoditas teh di indonesia
2. Mengetahui dan mempelaajari pengaruh berbagai lembaga dalam menunjang
pertumbuhan komoditas teh di indonesia
3. Mengetahui peluang pertumbuhan komoditas teh di indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

Keunggulan Kompetitif Komoditi Teh IndonesiaKondisi Faktor Sumberdaya


Sumberdaya yang dimiliki suatu bangsa merupakan faktor produksi yang
sangat penting untuk bersaing. Kondisi faktor sumberdaya yang berpengaruh terhadap
daya saing komoditi teh adalah sumberdaya alam termasuk sumberdaya pertanian,
sumberdaya manusia, sumberdaya modal (investasi), sumberdaya ilmu pengetahuan
dan teknologi serta sumberdaya infrastruktur. Faktor-faktor sumberdaya tersebut
dijelaskan sebagai beriku
1Sumberdaya Alam

Sumber daya alam (SDA) mencakup lahan, air dan iklim yang dapat digunakan
untuk pengembangan komoditi teh. Lahan untuk komoditi teh ini tumbuh baik di
dataran tinggi, dan paling produktif di dataran tropis. Sumber daya alam untuk
komoditi teh dilihat dari luas areal yang sudah digunakan, potensi dan ketersediaan
lahan Di daerah tropika termasuk Indonesia teh umumnya ditanam di tempat yang
relatif tinggi (>600 m di atas permukaan laut). Teh dapat berhasil baik jika hujan
tahunan di sekitar 2500 mm dan terbagi merata sepanjang tahun (Ochse dkk, 1962;
Turon, 1999; dan Wardiyatmo, 1997). Jika teh ditanam di wilayah yang mempunyai
musim hujan dan musim kemarau hasilnya akan turun tajam jika musim kemaraunya
terlalu kering. Sebaliknya di wilayah seperti itu jika dalam musim kemarau terjadi
relatif banyak hujan akan diperoleh kualitas hasil yang lebih baik daripada jika lembab
sepanjang tahun (Ochse dkk, 1961). Di wilayah yang relatif basah sepanjang tahun teh
dapat tumbuh dan menguntungkan di tempat yang tidak terlalu tinggi, seperti di jumpai
di Jawa Barat (Soeratni, 1985). Hal ini berkaitan erat antara produksi pucuk teh dengan
curah hujan, Williams & Joseph (1970) menyebutkan bahwa tinggi-rendahnya
produksi teh lebih kuat berhubungan dengan hujan dalam musim kemarau daripada
dengan jumlah hujan satu tahun11.
Luas areal perkebunan teh di Indonesia sebenarnya memiliki prospek yang cukup
cerah selain iklim dan kondisi tanahnya yang mendukung juga luas perkebunan teh
Indonesia yang cukup luas dan tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara
yang luasnya mencapai 160 529 ha. Perkebunan teh diusahakan oleh PTP Nusantara
(PTPN) seluas 54 795 ha (34,13%) Perkebunan Besar Swasta (PBS) 44 270 ha (27,58%),
dan Perkebunan Teh Rakyat (PTR) 61 464 ha (38,28%)12.
Menurut International Tea Comittee (2006), luas areal tanaman teh di
Indonesia menempati peringkat keempat terluas di dunia dengan luas 142.782 Hektar
setelah Cina (1.351.900 ha), India (523.000 ha), Sri Lanka (188.480 ha). Pesaing
utama lainnya yaitu Kenya memiliki luas areal teh sebesar 141.315 hektar atau
menempati posisi kelima. Berdasarkan luas areal teh Indonesia lebih unggul
dibandingkan Kenya.
Pada sisi lain, seiring dengan tekanan kependudukan di daerah perkebunan teh,
luas areal pemilikan/penguasaan kebun cenderung mengecil dari tahun ke tahun serta
harga teh rakyat yang anjlok mengakibatkan petani mengkonversi lahannya ke bidang
lain yang lebih menguntungkan. Saat ini luas pemilikan per petani diperkirakan kurang
dari 2 hektar. Seperti diketahui, luas pemilikan/penguasaan kebun per petani untuk
dapat hidup layak diperkirakan minimal 2 hektar. Luas pemilikan yang mengecil ini
sedikit banyak melemahkan efisiensi usaha tani.
Secara potensial, Indonesia dapat memiliki tingkat daya saing yang tinggi
didasarkan pada faktor sumberdaya alam yang dimilikinya. Tetapi, akibat perubahan
teknologi, kualitas mutu teh yang rendah dan semakin banyaknya tuntutan-tuntutan
masyarakat dunia yang berkaitan dengan kesehatan, keselamatan, keamanan, hak azasi
manusia dan binatang, dan perlindungan lingkungan, maka untuk mendapatkan suatu
tingkat daya saing yang tinggi Indonesia juga harus mengembangkan faktor
sumberdaya alam secara maksimal.

A. Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam


pembangunan suatu negara. Jumlah dan kualifikasi dari sumberdaya manusia yang
benar akan sangat mempengaruhi tercapainya keunggulan daya saing. Ketersediaan
jumlah sumberdaya manusia di Indonesia sangat potensial mengingat Indonesia
merupakan peringkat kelima dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia.
Menurut Bappenas (2005), beberapa hal yang mencerminkan kualitas SDM
dilihat dari hal-hal sebagai berikut: (a) Mentalitas yang hidup dan berkembang di
masyarakat perkebunan; (b) Daya asimilasi dan absorbsi terhadap teknologi; (c)
Kemampuan teknis, wirausaha dan manajemen; dan (d) Kemampuan lobi atau
negosiasi.
Pengelolaan perkebunan teh bersifat padat tenaga kerja paling banyak
dibandingkan dengan komoditi lainnya. Menurut Imron (2001), rasio penggunaan
tenaga kerja di perkebunan teh 1,5 – 2 orang per hektar per tahun, sedangkan pada
perkebunan lainnya di bawah 1,0 orang per hektar per tahun. Rasio tenaga kerja
terbesar pada perkebunan teh adalah tenaga kerja pemetikan, yakni sekitar 1,2 orang
per hektar.
Pada kondisi demikian kontribusi biaya upah tenaga kerja di perkebunan teh
cukup tinggi. Hasil kajian Subarna, dkk (1998) menunjukkan bahwa proporsi biaya
upah di perkebunan teh cukup besar yaitu 55,4 persen dari biaya produksi di tingkat
kebun, sedangkan proporsi biaya pemetikan adalah 28,4 persen dari biaya keseluruhan.
Dari hasil kajian tersebut terlihat bahwa ketergantungan pengelolaan teh terhadap
jumlah tenaga kerja sangat tinggi. Sementara itu, beberapa hasil penelitian
menyimpulkan bahwa minat masyarakat untuk bekerja di sektor pertanian sangat
kurang. Suryana (1989) menyatakan bahwa sebagian besar pemuda pedesaan dan
kelompok angkatan kerja pedesaan yang berpendidikan formal lebih tinggi cenderung
tidak memilih sektor pertanian sebagai lapangan kerja utama. Hasil penelitian
Wardiyatmo, dkk (1998) mengemukakan bahwa pencari kerja baik di daerah pedesaan
maupun perkotaan sekitar perkebunan teh tidak menunjukkan minat untuk bekerja di
perkebunan teh.
Sumberdaya manusia yang berada di lingkungan perkebunan besar negara dan
swasta dapat dikatakan cukup berkualitas. Hal ini dapat diperhatikan dari adanya
kecenderungan kenaikan produktivitas hasil di perkebunan besar milik negara dan
swasta dalam beberapa tahun belakangan. Pada perkebunan besar milik pemerintah
dan swasta, masih dirasakan adanya pengembangan SDM sehingga kualitas SDM pada
jenis perkebunan ini relatif masih baik.
Sumberdaya manusia di perkebunan rakyat dimana mereka umumnya memiliki
keterbatasan dalam hal pendidikan sehingga kualitas SDM yang dimilikinya juga
relatif rendah. Dibandingkan dengan negara produsen teh lainnya seperti Cina dan
India kualitas sumberdaya manusia di negara tersebut lebih baik karena kualitas
pendidikan dan keterampilan yang tinggi. Dengan mencermati aspek SDM di atas,
maka pada dasarnya Indonesia memiliki SDM perkebunan yang kuat dalam jumlah,
tetapi masih beragam dalam hal kualitas. Namun seiring dengan perkembangan jaman,
Indonesia tidak dapat mengandalkan pembangunan perkebunan komoditi teh hanya
dari kuantitas. Dalam kaitan ini, kualitas SDM perkebunan komoditi teh Indonesia
dapat dikatakan masih memiliki kelemahan.

B. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sangat penting dalam usaha peningkatan daya
saing komoditi teh Indonesia. Pengembangan IPTEK dilakukan oleh lembaga-lembaga
penelitian dan lembaga pendidikan, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun
swasta. Upaya peningkatan IPTEK dilakukan mulai dari tahap produksi sampai
pengemasan.
Indonesia telah mengembangkan teknologi diantaranya ditemukan “Klon Teh
Baru Harapan”, klon teh ini mempunyai potensi hasil di atas 5.000 kg teh kering per
hektar/tahun. Kualitas klon teh yang akan dilepas jauh lebih tinggi dari TRI 2025. Hal
ini dapat dilihat dari jumlah bulu daun klon yang akan dilepas 7-20 kali. Klon tersebut
mempunyai daya adaptasi di berbagai ketinggian cukup baik dan tahan terhadap
serangan cacar daun teh13.
Pada tahap pemeliharaan yang membutuhkan banyak tenaga pemetik para
pekebun teh mulai kesulitan memperoleh tenaga kerja pemetik karena persaingan
dengan sektor industri. Padahal 70 persen dari tenaga kerja di perkebunan teh adalah
tenaga pemetik. Penggunaan gunting petik atau mesin petik diharapkan dapat menekan
biaya produksi. Hasil penelitian pada tahun 2005 di Pasir Sarongge menunjukkan
bahwa penggunaan gunting dan mesin petik berguna untuk, (a) meningkatkan
kapasitas pemetik dua kali lipat dibandingkan cara manual, dan (b) memacu
pertumbuhan pucuk. Agar mutu hasil terjaga, keterampilan penggunaan alat petik perlu
ditingkatkan, diikuti pemberian pupuk pada dosis yang tepat
Minat kerja sebagai tenaga pemetik teh saat ini sudah berkurang, terutama di
kawasan wisata. Dengan berkurangnya tenaga pemetik menyebabkan sebagian pucuk
tidak terpetik pada saatnya, akibatnya menghambat pertumbuhan tunas dan
menurunkan mutu pucuk. Dari penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penggunaan
mesin petik tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas pucuk dan kesehatan
tanaman. Kapasitas kerja mesin petik dapat mencapai 5 kali petikan tangan. Introdusir
mesin petik diharapkan disamping dapat mensubstitusi kebutuhan tenaga pemetik juga
dapat meningkatkan pendapatan pemetik serta dapat menekan biaya pemetikan.
Kegiatan ini bertujuan memenuhi kekurangan tenaga pemetik teh dengan sasaran
meningkatkan kuantitas dan kualitas pucuk pada perkebunan yang kekurangan tenaga
pemetik dan membangkitkan industri mesin petik teh di Indonesia. Kapasitas kerja
mesin petik hasil rancangan TA 2000 seluas 0,25 ha /jam (400 – 750 kg/jam) dengan
harga pokok pemetik-an Rp. 96,-/kg (biaya petik manual Rp. 175,- Rp. 200,-/kg15.
Pengusahaan teh rakyat dicirikan dengan pemilikan lahan sempit yang
berpencar, lemah permodalan dan penguasaan teknologi serta tidak terkuasainya pasar
dengan baik. Idealnya petani teh rakyat perlu membentuk kelompok usaha tani
bersama, memiliki pabrik pengolahan, menguasai teknologi produksi, serta menguasai
teknologi pemasarannya agar lebih mandiri. Untuk mempersiapkan kelompok petani
teh menuju kemandirian tersebut telah dicoba untuk merakit mesin pengolah teh hijau
mutu ekspor (dan domestik) skala usaha tani dengan kapasitas olah 2.000 kg pucuk
segar per hektar yang dapat dihasilkan kebun teh rakyat secara berkelompok seluas
100 ha. Rekayasa mesin teh hijau meliputi mesin pelayu (Rotary Panner), mesin
penggulung (Pressure Cap Roller 26”), mesin pengering dan penukar panas (Endless
Chain Pressure Drier dan Heat Exchanger), mesin pengering ber-putar (Rotary
Drier), mesin pengering akhir (Boll Tea Drier), mesin pemotong (Tea Cutter), dan
mesin sortasi kering (Rotary Sifter, Reciprocating Sifter dan Winnower). Semua mesin
pengolah ini dirancang dengan komponen produksi dalam negeri dengan
memperhatikan kaidah-kaidah murah, mudah, efisien, dan ramah lingkungan. Mesin
pengering akhir (Boll Tea Drier) merupakan mesin yang membedakan pengolahan teh
hijau ekspor dan pengolahan teh hijau domestik16.
Tahap terakhir yang tidak kalah penting adalah tahap pengangkutan, jika terjadi
kerusakan akibat salah penanganan selama penampungan dan pengangkutan maka
akan menyebabkan mutu pucuk teh berkualitas rendah. Kerusakan pucuk dapat
menyebabkan oksidasi senyawa polifenol teh tak terkendali sehingga terbentuk warna,
cita rasa dan aroma teh yang menyimpang dari kriteria mutu yang baik. Telah
dilakukan pengujian terhadap penanganan pucuk teh yang menjamin mutu pucuk teh
segar dan teh hijau yang dihasilkan. Pada dasarnya, ada tiga hal yang perlu
diperhatikan yaitu (1) wadah yang kokoh/kekar ; (2) pengisian yang tidak dipaksakan ;
dan (3) jaminan aerasi yang lancar. Kerusakan pucuk teh rakyat yang terjadi selama
pengangkutan, pada umumnya dapat mencapai 20 persen 17. Asosiasi atau himpunan
pengusaha dan pedagang yang terkait dengan sektor komoditi teh juga turut berperan
dalam peningkatan daya saing teh antara lain Dewan Teh Indonesia (DTI),
Cooperative Tea Commodity Development Centre (CDCC), Asosiasi Teh Indonesia
(ATI), Jakarta Tea Buyers Association (JTBA), Asosiasi Petani Teh Indonesia
(APTEHINDO). Lembaga-lembaga ini sangat berperan dalam dalam usaha
pembenahan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah seperti desakan untuk
menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPn) untuk menggairahkan industri hilir teh
Indonesia. Tetapi untuk pengembangan IPTEK umumnya sudah dilakukan oleh
lembaga-lembaga penelitian ataupun pendidikan seperti Lembaga Riset Perkebunan
Indonesia (LRPI), Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) dan lainnya.
C.Sumberdaya Modal

Sumberdaya modal merupakan salah satu bagian terpenting dalam pengusahaan


komoditi teh nasional. Secara umum, pembiayaan investasi dan modal tergantung
kepada adanya kredit dan iklim usaha yang berlaku. Keperluan kredit pun tidak hanya
terbatas kepada kredit/pembiayaan investasi di on farm tetapi juga kepada investasi
pada pengolahan dan perdagangan. Kebijakan percepatan pembangunan perkebunan
teh tidak terlepas dari keberadaan sumber dana investasi, ketersediaan dana investasi
dan tingkat bunga pinjaman untuk dana investasi.
Kebijakan percepatan pembangunan perkebunan di masa Orde Baru dapat
berjalan lancar berkat dukungan dana dengan bunga rendah dari World Bank dan Asian
Development Bank (ADB). Kedua lembaga keuangan dunia tersebut telah memberikan
dukungan dana pada berbagai kegiatan pembangunan perkebunan termasuk
pembangunan perkebunan komoditi teh melalui pola Perkebunan Rakyat dan
Perkebunan Besar. Disamping itu, pemerintah juga memiliki dana dari APBN dan
APBD untuk mendukung percepatan pembangunan perkebunan saat itu.
Modal, baik yang berasal dari masyarakat maupun lembaga keuangan,
merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan perkebunan. Namun
sejak berlakunya Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan
Letter of Intent (LoI) antara Pemerintah Indonesia dan IMF, kredit lunak menjadi
sangat terbatas. Sejak saat itu, ketersediaan modal mengandalkan lembaga keuangan
perbankan dan non perbankan dari dalam dan luar negeri dengan pola pengadaan dan
penyaluran sistem komersial.
Pada komoditi teh nasional khususnya teh hitam, umumnya dilakukan oleh
perkebunan besar BUMN dan swasta nasional yang kondisi keuangannya lebih stabil
daripada perkebunan teh rakyat. Namun, sampai saat ini tidak ada perkebunan besar
BUMN atau swasta nasional yang mengkhususkan pada produksi teh hijau, karena
sampai saat ini teh hitam umumnya dikembangkan oleh perkebunan besar BUMN atau
swasta nasional, sedangkan perkebunan teh rakyat dikembangkan ke arah teh hijau.
Akan tetapi sampai sejauh ini belum ada bank yang percaya untuk membantu
permodalan di sektor teh hijau padahal jika ada bank yang mau membantu untuk
menghimpun produksi dengan kualitas ekspor maka kualitas teh hijau Indonesia tidak
akan kalah dengan Sri Lanka karena Indonesia memiliki nilai lebih dibandingkan
dengan kondisi tanah dan iklimnya yang sudah mendukung18.
Menurut Bappenas (2005), dalam hal pembiayaan investasi ini, beberapa
negara produsen komoditi teh yaitu India (sebagai pesaing utama teh) serta Vietnam
(pesaing baru) diketahui memberikan fasilitas-fasilitas baik berupa kredit program
insentif fiskal berupa tax holiday dan berbagai bentuk keringanan pajak, dan
penyediaan dukungan yang diperlukan investor baik berupa infrastruktur energi,
transportasi dan komunikasi (India) maupun hak atas tanah seperti Hak Guna Usaha di
Vietnam hingga 100 tahun.
Mencermati kondisi pembiayaan perkebunan komoditi teh di atas, pembiayaan
perkebunan teh untuk keperluan investasi dan modal kerja pembangunan perkebunan
teh dapat dikatakan masih lemah. Kelangkaan modal, sistem penyaluran biaya secara
komersial, dan kurangnya perhatian dari lembaga keuangan terhadap perkebunan
merupakan kelemahan pembangunan perkebunan di Indonesia. Pembiayaan
perkebunan juga masih dihadapkan pada permasalahan klasik pembiayaan melalui
kredit, yaitu masalah sumber dan akses kredit terutama untuk petani.
D. Sumberdaya Infrastruktur

Sumberdaya infrastruktur seperti sarana dan prasarana yang kondisinya baik


dan cukup lengkap merupakan salah satu penunjang keberhasilan yang mempengaruhi
daya saing komoditi teh nasional. Sarana dan prasarana dari pembibitan, pemeliharaan,
penanganan pasca panen, transportasi, jalan yang kondisinya baik, pelabuhan, bandar
udara, dan telekomunikasi. Sarana dan prasarana tersebut merupakan syarat penting
dalam pengembangan komoditi teh nasional.
Semakin meningkatnya permintaan teh di pasar internasional menuntut industri
nasional untuk mempersiapkan daya saingnya, tetapi terdapat kendala yang dihadapi
sebagian besar produsen teh yang mempengaruhi daya saingnya di pasar internasional.
Kendala tersebut antara lain adalah belum dikuasainya teknologi mekanisasi
pemetikan, teknologi pasca panen, dan kurangnya peralatan pengemasan dan
transportasi untuk pengiriman jarak jauh.
Masih kurangnya dukungan dari transportasi nasional untuk ekspor juga
merupakan kendala dalam meningkatkan ekspor produk komoditi teh Indonesia. Jika
dilihat dari kenyataan yang ada, maka masih perlu beberapa peningkatan dalam
kualitas sarana dan prasarana penunjang daya saing teh Indonesia, terutama dalam hal
sarana transportasi yang sangat berperan penting dalam memasarkan hasil komoditi
teh.
Kondisi Permintaan
Kondisi permintaan dalam negeri merupakan faktor penentu daya saing industri
nasional, terutama mutu permintaan domestik. Mutu permintaan domestik merupakan
sarana pembelajaran perusahaan-perusahaan domestik untuk bersaing di pasar global.
Mutu permintaan (persaingan yang ketat) di dalam negeri memberikan tantangan bagi
setiap perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya sebagai tanggapan mutu
persaingan di pasar domestik.
Komoditi primer perkebunan teh selain diekspor juga untuk memenuhi
kebutuhan domestik dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hilir
perkebunan. Kebutuhan bahan baku ini sangat tergantung dari perkembangan industri
hilir perkebunan. Disamping untuk keperluan industri pengolahan, pasar domestik
komoditi perkebunan adalah untuk konsumsi langsung. Untuk keperluan industri
pengolahan, komoditas perkebunan nasional memiliki saingan dengan produk serupa
yang berasal dari impor. Selain jumlah, pasar domestik juga sangat tergantung dari
kontinyuitas pasokan dan harga, disamping mutu.
Tabel 2.1 menunjukkan perkembangan konsumsi teh dalam negeri semakin
menurun dan tergolong rendah, jika dibandingkan dengan negara lain yang memiliki
tingkat konsumsi teh per kapita cukup tinggi, seperti India telah mencapai di atas 660
gram, Sri Lanka 1400 gram, Inggris 2120 gram, Irlandia 2790 gram, Polandia 820
gram, Bahrain 1250 gram, Hongkong 1380 gram, Negara Arab di atas 2000 gram,
Pakistan 844 gram, Jepang 1350 gram, dan New Zealand 970 gram (ITC, 2006).
Banyak faktor yang sangat mempengaruhi rendahnya konsumsi per kapita nasional
tersebut antara lain: faktor internal konsumen seperti budaya, kelas sosial, karakteristik
individu, dan faktor psikologis. Di samping itu, juga dipengaruhi oleh kinerja bauran
pemasaran seperti produk, harga,saluran distribusi, dan promosi serta produk subtitusi
(air mineral, susu, kopi dan coklat).
Tabel 2.1 Perkembangan Konsumsi Teh Per kapita Indonesia Tahun 1997- 2005
Tahun Konsumsi Per Kapita/Tahun
(gram)
1997 250
1998 310
1999 320
2000 310
2001 300
2002 310
2003 320
2004 310
2005 200
Sumber: International Tea Commitee (ITC), 2006.

Tradisi minum teh telah berkembang di Indonesia, tetapi penghargaan terhadap


teh berkualitas masih rendah, dibandingkan dengan masyarakat di Taiwan yang
meyakini minum teh identik dengan kesehatan serta penghargaan terhadap teh pada
masyarakat Jepang dengan upacara minum teh. Fakta ini dibuktikan dengan rata-rata
konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia lebih tinggi yaitu 6,50 kg per tahun,
dibandingkan konsumsi susu negara China 2,96 kg, Philipina 0,25 kg, Malaysia 3,82
kg, dan Thailand 2,04 kg. Secara umum saat ini kebutuhan pasar domestik untuk teh
sekitar 30 persen dari produksi (Bappenas, 2005). Pasar domestik ini akan semakin
berkembang seiring dengan berkembangnya industri hilir perkebunan teh di Indonesia.
Mencermati pertumbuhan pasar domestik komoditas perkebunan di atas, maka dapat
dikatakan pasar domestik menyimpan kekuatan bagi pengembangan komoditas
perkebunan, walaupun masih belum dapat diandalkan dibandingkan pasar
internasional.
Industri Pendukung dan Terkait
Daya saing nasional juga ditentukan oleh keberadaan industri yang terkait dan
mendukung di dalam negara tersebut yang secara internasional bersifat kompetitif.
Industri terkait dan industri pendukung adalah industri dimana perusahaan dalam
melakukan koordinasi atau berbagai aktivitas dalam rantai nilai dan industri yang
melibatkan produk yang melengkapi perusahaan dari suatu negara tertentu.
Industri yang terkait langsung dengan produksi teh di Indonesia adalah industri
hilir pengolahan teh yaitu teh botol. Di Indonesia jenis minuman teh yang populer
sehingga mampu mengalahkan pangsa pasar dari carbonated drink adalah teh botol.
Saat ini pangsa pasar teh botol mencapai 28 persen dari total pasar minuman di
Indonesia, sementara pangsa pasar carbonated drink adalah 27 persen. Pangsa pasar
terbesar masih dikuasai oleh air minum mineral dalam kemasan sebanyak 42 persen
Industri pengemasan teh untuk konsumsi teh domestik di Indonesia dipenuhi
oleh lebih dari 50 perusahaan (packers), 32 diantaranya perusahaan yang mengemas
jenis teh wangi, sisanya pengemas jenis teh hitam dan teh hijau. Skala usaha mereka
mulai dari berskala nasional sampai kelompok industri rumah tangga. tangga. Packer
masing-masing mempunyai karakter produk tersendiri yang ditandai dengan merk,
jenis teh, mutu, maupun segmen pasarnya.
Dilihat dari sisi sasaran industri teh secara nasional, usaha pemasaran packers
diharapkan mampu meningkatkan konsumsi teh domestik secara signifikan melalui
peningkatan volume penjualan dari tahun ke tahun. Hal ini diharapkan mampu
mendorong pertumbuhan produksi dan produktivitas industri hulu, dengan berbagai
dampak economic benefit dan social benefit melalui kegiatan intensifikasi maupun
ekstensifikasi, baik di lingkungan PT Perkebunan Negara, perkebunan besar swasta
dan terutama perkebunan rakyat yang masih jauh tertinggal dengan tingkat
produktivitas hanya 800 Kg/Ha/tahun20.
Industri jasa pemasaran semakin berkembang sejalan dengan semakin
berkembangnya teknologi. Sistem pemasaran teh di dalam negeri biasanya
menggunakan saluran pemasaran sederhana yang sudah ada, sedangkan untuk
pemasaran ke luar negeri diperlukan jasa penerbangan ekspor bahan makanan segar
dan hidup yang masih banyak belum tersedia di Indonesia. Dengan semakin majunya
teknologi informasi dan telekomunikasi, Indonesia dapat memanfaatkan teknologi
tersebut untuk dapat memasarkan produk teh nasional dengan lebih cepat.

Persaingan, Struktur dan Strategi


Keunggulan kompetitif suatu negara pada dasarnya lebih ditekankan pada
kemampuan suatu perusahaan/industri/negara untuk menentukan posisinya (strategic
positioning) secara tepat di antara para pesaingnya. Dalam kaitannya dengan
keunggulan kompetitif ini posisi suatu perusahaan /industri/negara ditentukan oleh
lima faktor persaingan yaitu masuknya pendatang baru, ancaman produk subtitusi,
daya tawar menawar pembeli, daya tawar menawar pemasok dan persaingan di antara
peserta persaingan yang ada (Porter, 1990).
Persaingan komoditi teh di kancah dunia sangat ketat terutama dari negara-
negara produsen teh pesaing Indonesia seperti Cina, India, Kenya dan Sri Lanka.
Negara-negara tersebut selalu melakukan inovasi terutama pada kualitas dan produk
hilir tehnya sehingga selalu dijadikan teh utama dalam kancah perdagangan teh dunia.
Selain itu persaingan komoditi teh Indonesia di pasar dunia semakin tergerogoti
dengan munculnya pesaing baru di pasar teh dunia, salah satunya adalah dari Vietnam.
Akibatnya usaha untuk mempertahankan pangsa pasar teh Indonesia di dunia akan
semakin ketat.
Pasar bebas secara efektif akan diberlakukan tahun 2010. Kondisi ini akan
berdampak positif karena memiliki pasar yang lebih luas. Akan tetapi, jika perusahaan
tidak siap, maka dampak negatifnya akan menjadi target pasar bagi negara produsen
teh lainnya. Ketatnya persaingan menyulitkan gerak pelaku ekspor komoditi teh.
Struktur pasar komoditi teh internasional adalah oligopoli. Pada pasar dengan
struktur oligopoli, posisi Indonesia masih sebagai pengikut pasar. Posisi ini
menyebabkan Indonesia tidak dapat mengambil keputusan yang berkaitan dengan
harga maupun produk tanpa terlebih dahulu mengacu kepada pemimpin pasar atau
kepada pesaing-pesaing lainnya. Sebagai pengikut pasar, posisi Indonesia di pasar teh
internasional rentan terhadap para penantang pasar. Oleh sebab itu Indonesia harus
segera melakukan langkah-langkah strategis untuk mempertahankan pangsa pasar
dengan memasuki pasar-pasar baru yang prospektif. Percepatan pengembangan
produksi dan ekspor teh dengan memperbaiki mutu teh dalam negeri serta percepatan
pengembangan industri hilir teh di Indonesia.
Menurut Suprihatini (2004), percepatan pengembangan industri hilir teh di
Indonesia merupakan salah satu strategi untuk merebut pasar dalam rangka
meningkatkan devisa negara, menjaring nilai tambah, memperkuat struktur ekspor,
mengurangi risiko fluktuasi harga komoditas teh curah, dan mencegah penurunan nilai
tukar, serta antisipasi terhadap kejenuhan pasar komoditas teh curah di masa
mendatang.

Peran Pemerintah
Pemerintah sangat berperan dalam mengembangkan suatu komoditi pertanian
khususnya komoditi teh melalui kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah
merupakan instrumen untuk mengembangkan sistem dan usaha agribisnis perkebunan
khususnya komoditi teh. Kebijakan pemerintah tersebut untuk membantu menciptakan
iklim usaha yang kondusif, bersifat proteksi atau promosi dan diharapkan konsisten,
serta terkoordinasi.
Secara umum, kebijakan pemerintah yang terkait dengan pembangunan
perkebunan khususnya komoditi teh dapat dikatakan masih belum kondusif, kurang
terkoordinasi, inkonsisten, dan belum efisien dalam perspektif waktu
maupun sifat proteksi atau promosi komoditi. Berikut ini menunjukkan kelemahan dari
kebijakan pemerintah dalam kaitannya dengan pembangunan perkebunan teh.
•Upaya peremajaan atau perluasan areal oleh petani atau calon investor terkendala oleh
masalah sumber pembiayaan investasi, akses, dan sistem pembiayaan komersial yang
tidak sesuai dengan karakteristik perkebunan. Keberadaan lembaga keuangan
perbankan di daerah masih belum menjangkau daerah perkebunan rakyat secara
efektif. Apabila menjangkau, pengadaan dan penyaluran kredit menggunakan sistem
komersial dan peruntukannya terbatas untuk modal kerja maksimal 5 tahun.
•Dalam rangka untuk menggali sumber dana pembangunan, perkebunan teh yang masih
perlu didukung pengembangannya masih terkena beban pajak (pajak pertambahan
nilai, pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, pajak ekspor, serta pajak lainnya)
dan retribusi yang memberatkan. Kebijakan untuk menghapus PPN, pajak ekspor dan
retribusi dihadapkan pada perbedaan pendapat diantara lembaga pemerintah yang
terkait.
•Pemerintah tidak menciptakan atau memberikan insentif fiskal untuk mendorong
pengembangan industri hilir perkebunan. Insentif yang ada berlaku bagi industri yang
dibangun di daerah/kawasan berikat bukan di daerah sentra produksi perkebunan.
Pengembangan industri hilir di Vietnam sedang digalakkan dan investor mendapatkan
berbagai insentif pada masa awal operasi;
•Tarif atau pajak impor komoditas perkebunan dan produk olahannya cenderung tidak
melindungi produsen dan industri pengolahan nasional. Kebijakan harmonisasi tarif
yang diharapkan oleh produsen (didalamnya termasuk petani) dan industri pengolahan
tidak kunjung muncul. Sri Lanka dan Vietnam sudah melaksanakan harmonisasi tarif
impor komoditas perkebunan dan produk olahannya ;
•Dukungan kebijakan infrastruktur di daerah (energi, transportasi dan telekomunikasi)
masih lemah. Kondisi perlistrikan sebagai penggerak mesin pengolahan masih sering
terganggu. Kondisi sarana transportasi (jalan dan pelabuhan) masih sederhana dan saat
ini sebagian besar rusak. Jaringan telekomunikasi juga masih terbatas jangkauannya.
Cina lebih maju dalam hal dukungan kebijakan infrastruktur ini;
•Dalam hal kebijakan investasi, birokrasi investasi Indonesia termasuk untuk investasi
perkebunan dinilai buruk. Hasil survey The Political and Economic Risk Consultancy
dalam Kompas 2 Juli 2005 menunjukkan bahwa birokrasi investasi memerlukan
prosedur yang panjang sehingga membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Indonesia
menduduki peringkat kedua terburuk dalam hal birokrasi investasi, hanya lebih baik
dari India. Dalam pendirian usaha, jumlah prosedur yang harus dilalui 12, waktu 151
hari, dan rasio biaya terhadap pendapatan per kapita 130,7 persen. Sedangkan rata-rata
di Asia untuk parameter tersebut adalah 8, 51 hari dan 48,3 persen.
Dengan mencermati uraian di atas, dukungan kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan pembangunan perkebunan masih mempunyai kelemahan baik dalam
hal penciptaan iklim investasi yang kondusif, konsistensi, koordinasi, dan efisiensi.

Peluang dan Permintaan Produksi Teh


Menurut Suprihatini (2005), permintaan pasar dunia akan produk teh yang
semakin meningkat seiring dengan laju kenaikan penduduk dan pendapatan. Hal ini
sejalan dengan hasil pendugaan tingkat konsumsi teh dunia diperkirakan selama
periode 2003-2010 akan terjadi peningkatan konsumsi teh dunia menjadi rata-rata
sekitar 1.337.148 ton, atau meningkat sebesar 16,6 persen dibandingkan konsumsi
selama periode 1995-2000. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengembangkan
pasar teh Indonesia di dunia.
Kesempatan terbesar teh adalah khasiatnya yang sangat baik untuk kesehatan.
Teh telah dikenal sebagai pangan fungsional untuk memperlambat proses penuaan.
Teh terbuat dari daun Camelia sinensis (tumbuhan perdu). Di dalamnya terkandung
campuran berbagai antioksidan yang larut dalam air panas ketika kita menyeduhnya.
Antioksidan popular yang terdapat dalam teh adalah katekin. Kemanjuran katekin
untuk melawan radikal bebas bukan saja akan menghambat laju penuaan tetapi juga
akan membuat kita hidup lebih lama. Penelitian di Belanda menghasilkan kesimpulan
yang sama yaitu bahwa minum teh setiap hari akan menurunkan risiko kematian yang
disebabkan oleh apapun dan terutama karena penyakit jantung 21. Dengan semakin
banyaknya manfaat teh bagi kesehatan, maka diharapkan makin banyak konsumen
yang beralih ke komoditi teh .
Indonesia sebenarnya memiliki potensi pasar yang cukup besar mengingat
peluang pasar domestik sangat potensial, dilihat dari jumlah penduduk Indonesia yang
saat ini telah mencapai kurang lebih 250 juta jiwa. Jika diasumsikan ada 50
persen atau 125 juta jiwa penduduk Indonesia mengkonsumsi teh maka diperkirakan
konsumsi teh akan naik dari 200 gram menjadi 500 gram atau 0,5 kg per kapita tahun.
Maka potensi penjualan lokal adalah 125 juta jiwa X 0,5 kg = 62.500.000 kg =
62.500 ton per tahun. Mempelajari data tersebut di atas, tampak bahwa pasar lokal
cukup menjanjikan, sehingga masalah persaingan pada pasar ekspor dan kelebihan
produksi yang dialami oleh perusahaan teh saat ini dapat teratasi. Namun, perusahaan
perlu kerja keras dengan mengintensifkan promosi, terutama sekali informasi tentang
manfaat dan pentingnya minum teh dalam lingkungan keluarga.
Peluang di pasar dunia cukup menjanjikan karena konsumsi teh perkapita
negara-negara barat bisa dikatakan cukup tinggi yaitu diatas 500 gram perkapita.
Beberapa diantaranya seperti Inggris, Rusia, Pakistan, Amerika Serikat, Jerman dan
Mesir. Negara-negara tersebut merupakan importir teh terbesar di dunia secara terus-
menerus selama lebih dari sepuluh tahun terakhir. Namun, perbedaan iklim, kondisi
geografis dan luas wilayah tiap negara menyebabkan negara tersebut tidak mampu
untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya terhadap komoditi teh, karena sifat
tanaman teh yang hanya dapat tumbuh dengan baik pada kondisi alam tropis di dataran
tinggi 200 sampai 2000 meter dpl serta membutuhkan tempat yang relatif luas dalam
pembudidayaannya. Hal ini merupakan kesempatan baik bagi Indonesia untuk
memperluas pangsa pasar tehnya di kancah dunia mengingat iklim serta letak geografis
Indonesia yang sangat mendukung dalam pembudidayaan teh.
Permintaan yang berkelanjutan dari supermarket dan toko produsen teh adalah
hasil dari hubungan yang baik, dan hal tersebut menjadi keunggulan kompetitif
tersendiri. Produk teh mendapatkan keistimewaan dari retailer seperti ruang rak yang
terbaik atau lokasi terbaik untuk pemasangan iklan di dalam toko. Misalnya , toko
dapat memilih saat yang tepat untuk promosi penjualan produk teh untuk
menguntungkan produsen, atau bahkan teh pada umumnya. Dari sisi konsumsi,
diperkirakan teh kini dikonsumsi di hampir 80,0 % rumah tangga AS. Fakta memang
menunjukkan bahwa teh masih menempati urutan keenam dalam konsumsi minuman
keseluruhan (tidak termasuk air keran), di belakang kopi, botol air, minuman ringan,
susu, dan jus. Sehingga bila terjadi lonjakan konsumsi teh, masih sulit untuk
menghadapi persaingan tersebut ke tujuh minuman lainnya tersebut. Namun demikian,
bukti ilmiah peningkatan menghubungkan kesehatan yang baik dan minum teh telah
menumbuhkan persepsi positif tentang teh, meningkatkan konsumsi dan meningkatkan
pendapatan industri. Kondisi tersebut diharapkan meningkat perlahan selama tahun
2013. Konsumen AS untuk manula yang berusia 65 dan lebih tua, menjadi salah satu
target pasar yang baik. Mengklaim manfaat obat antipenuaan dan teh membuatnya
menarik bagi golongan manula. Melihat potensi tersebut, produsen teh akan
mendapatkan
keuntungan dari peningkatan proporsi golongan manula yang diharapkan bisa
merangsang permintaan produk teh. Ketika orang-orang sadar kesehatan, mereka
cenderung untuk mengkonsumsi lebih banyak teh, yang dianggap sebagai alternatif
yang sehat untuk minuman manis. Meskipun toko-toko kesehatan dan produk seperti
teh telah menjadi lebih populer dari sebelumnya dalam beberapa tahun terakhir,
pengaruhnya tidak cukup untuk mengatasi daya tarik murah, nyaman dan mudah
diakses produk makanan cepat saji. Namun dalam beberapa kesempatan, restaurant
cepat saji seperti McDonald, Burger King, Subway, dan lain sebagainya, telah
menyajikan minuman teh sejajar dengan minuman ringan seperti soda. Diharapkan hal
tersebut juga akan memberikan dampak bagi peningkatan permintaan produk teh di
masa yang akan datang.
Pemasaran Produksi
Selain melakukan pemasaran pada supermarket dan toko, pertumbuhan jumlah
kafe teh khusus di AS telah lebih jauh mendorong permintaan untuk produk gourmet
teh. Mirip dengan kafe kopi, perusahaan ini mengubah pola konsumsi teh untuk
menjadi kegiatan konsumen yang lebih sosial.
Dalam hal pemasaran produk teh, terdapat beberapa bentuk kemasannya, yakni
kantong teh, daun teh, konsentrat dan teh instan. Selain itu juga terdapat banyak rasa
yang ditawarkan, seperti teh tradisional, teh hitam, oolong, chai, serta varietas teh hijau
dan putih. Kantong teh kecil yang berisi daun teh dan, kadang-kadang, rempah-
rempah. Kantong teh biasanya terbuat dari bahan berserat, yang memungkinkan air
panas untuk meresap ke dalam bungkus teh. Mereka populer karena bungkus bertindak
sebagai infuser, sehingga mudah untuk membuang daun teh setelah menyeduh teh.
Sedangkan teh longgar biasanya daun teh dikemas dalam tabung yang vakum disegel
untuk mempertahankan kesegaran dan rasa. Bentuk teh ini memungkinkan konsumen
untuk menyeduh dengan kekuatan yang diinginkan, rasa atau konsistensi. Teh juga
dapat dibuat dengan menggunakan cairan atau bubuk konsentrat yang memerlukan
pengenceran sebelum dikonsumsi. Sebuah bagian kecil dari segmen ini termasuk
instan atau mudah larut seperti kopi instan. Produk ini biasanya dijual dalam bentuk
bubuk yang kemudian diencerkan dalam air sebelum digunakan.Produk teh lainnya
adalah yang disebut Ready to Drink (RTD). Produk ini dikemas dalam botol ataupun
kardus dengan mengisi teh yang disaji cair dan dingin. Produk teh ini sama dengan
format minuman soft drink dan juice buah, sehingga banyak ditemui di toko dan
supermarket dibagian minuman dingin
.Bentuk lainnya adalah teh herbal, dimana ini masuk dalam produk teh gourme
dan tradisional. Produk ini diperkirakan mencapai share sekitar 17,0 % dari pendapatan
industri. Teh herbal digolongkan tanaman dibuat dari daun, akar, buah atau bunga yang
berasal dari tanaman selain tanaman teh. Produk-produk dari industri Herbal Produksi
US$ 167,8 juta. Produsen teh utama seperti perusahaan Hain Celestial Group yang
semakin berinovasi dalam rasa teh herbal sebagai akibat dari permintaan konsumen
yang meningkat, terutama untuk teh herbal yang menawarkan sejumlah manfaat
kesehatan.Akibatnya, pendapatan diperkirakan tumbuh 2,2 % per tahun selama lima
tahun sampai 2012, termasuk pertumbuhan 3,3 % pada tahun 2012. Meningkatnya
permintaan dari golongan manula sebagian disebabkan oleh pemasaran yang intens
pada bagian dari operator industri dalam upaya untuk meningkatkan kesadaran tentang
manfaat kesehatan dari teh herbal. Sehingga pendapatan teh herbal diperkirakan
tumbuh sejalan dengan industri selama lima tahun ke depan.Munculnya baru-baru
tearooms atau kafe, terutama di daerah-daerah kota, telah menerangi aspek sosiologis
minum teh. Hal tersebut telah mendorong permintaan dan peningkatan konsumsi.
Gerai kafe kopi terkemuka juga telah memperkenalkan merek teh mereka sendiri,
seperti Starbucks Tazo, dan menjual produk-produk seperti latte teh danes teh bersama
minuman kopi. Meningkatnya ketersediaan teh juga lebih mempopulerkannya,
mengakibatkan permintaan yang lebih tinggi untuk produk-produk industri. Kondisi
konsumen AS untuk makan sehat telah memiliki efek mendalam pada industri
makanan dan minuman. Contoh produsen berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang
dirasakan konsumen sehat ditemukan di setiap lorong supermarket dan berkisar dari
buah organik dengan penggunaan pemanis alami seperti stevia untuk menggantikan
tinggi
Strategi Pemasaran
Terdapat peluang bagi pemain baru untuk memasuki pasar domestik AS, yakni
pada segmen pasar produk teh kesehatan. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan
yang berkelanjutan dalam jumlah perusahaan, yang meningkat 3,1% antara tahun
2007 dan 2012. Angka tersebut menurut para analis akan terus mengalami
peningkatan hingga tahun 2017. Selain itu, nilai investasi dan modal awal yang
diperlukan untuk memulai produksi adalah relatif rendah, sehingga ideal untuk
pemain yang lebih kecil seperti produsen teh. Mengingat proses padat karya
produksi teh tradisional, operasi skala kecil bisa sama kompetitif dan
menguntungkan karena rekan-rekan mereka yang lebih besar.Dari analisa pasar,
terdapat beberapa kunci kesuksesan dari industri manufaktur teh di AS:
a. Kontrak pasokan di tempat strategis
Kontrak dengan pemasok terpercaya daun teh dan bahan baku lainnya, seperti
rempah-rempah, sangat mengurangi volatilitas pasokan. Pasokan yang terjamin
dengan harga tetap meminimalkan biaya pasokan dan membantu perencanaan
tambahan produksi. Mengingat tanaman teh memerlukan waktu yang cukup lama
untuk dapat mulai berproduksi atau mulai dapat dipanen.
b. Diferensiasi produk
Dalam industri yang berkembang, diferensiasi produk merupakan salah satu
faktor yang sangat penting dalam mempertahankan pangsa pasar dan meningkatkan
penjualan. Melakukan variasi produk teh dapat menghasilkan pangsa pasar teh yang
baru.
c. Kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan
Faktor kunci keberhasilan produksi industri teh adalah kemampuan untuk
mengantisipasi dan menyikapi perubahan dalam preferensi konsumen pada waktu
yang tepat. Memahami pola konsumsi peminum teh dapat memberikan perhitungan
yang baik dan akurat, sehingga penyusunan strategi penetrasi pasar
dan juga produksi bisa menjadi lebih efisien.
d. Skala ekonomi dan ruang lingkup
Skala dan luasnya operasi produksi teh sangat menentukan biaya marjinal dan
volume teh yang produsen mampu produksikan.

Strategi Pemasaran
1. Strategi Produk
Produsen melakukan strategi dengan mengembangkan bentuk teh atau
dikemas dalam bentuk yang lebih mudah di gunakan konsumen dan menarik
di mata konsumen, misalnya dalam berbagai bentuk kemasan, teh celup yang
dikemas dalam kantong kecil yang dibuat dari kertas dengan tali yang mudah
untuk di seduh, teh saring yang dikemas dengan kertas tanpa tali, teh stik teh
yang dikemas dalam stik yang dibuat dari lembaran alumunium tipis yang
mempunyai lubang-lubang kecil yang berfungsi sebagai saringan teh atau teh
instan yang berbentuk bubuk tinggal dilarutkan dalam air panas atau dingin.
Bahkan ada yang dalam kemasan langsung minum berbentuk gelas, botol kaca
atau botol plastic dan bahkan kaleng. teh disesuaikan dengan kebutuhan juga
keinginan dari konsumen. Hal itu dapat dilihat dari pilihan rasa yang dibeli
atau manfaat apa yang di perlukan oleh konsumen setelah mengkonsumsinya.
2. Strategi Harga
Harga yang ditetapkan produsen sangat mempengaruhi minat
konsumen dalam melakukan pembelian. Startegi yang dapat dilakukan
misalnya dengan member potongan harga untuk jumlah pembelian tertentu,
hal ini dapat menarik konsumen untuk membeli dalam jumlah banyak tetapi
juga memberi keringanan dalam biaya dan pembelian.
3. Strategi Promosi
Tujuan promosi yaitu untuk memberi informasi kepada konsumem
tentang keberadaan produk dan juga keunggulan yang dimiliki produk dan
manfaat apa yang akan di peroleh apabila memkonsumsi produk tersebut.
Promosi penjualan yaitu kegiatan pemasaran yang memberikan nilaitambah
atau insentif kepada tenaga penjualan, distributor, atau konsumen yang
diharapkan dapat meningkatkan penjualan. (Morissan, MA, 2010:25).
4. Strategi Distribusi
Tempat penjualan merupakan salah satu aspek penting yang perlu
diperhatikan juga untuk menarik perhatian konsumen, suasana yang nyaman
dan bersih juga member nilai tersendiri untuk konsumen yang akan membeli.
Misalnya di pada supermarket, atau jika produk bertujuan untuk kesehatan
dapat di temukan pada apotik.

Sistem Distribusi Seacara Langsung dan Tidak Langsung


PT. Sinar Sosro adalah salah satu perusahaan teh yang memfokuskan
produksi dalam pengolahan teh, system produksi yang digunakan oleh teh botol
sosro adalah system distribusi secara langsung dan tidak langsung.
Saluran distribusi langsung yang dilakukan yaitu dengan membawa
produk ke kantor penjualan wilayah (KPW) yang diwakili oleh kantor penjualan
(KP) ke setiap kota atau kabupaten dengan menjual langsung kepada pengecer
(reseler), saluran ini menggunakan system salur satu tingkat, dimana hanya ada
satu perantara yaitu pengecer. menggunakan pengecer sebelum sampai kepada
konsumen.
Kegiatan ini dilakukan melalui sales representative dan sales canvasser
(pengembangan pasar). Yang bertugas mengembangkan, melihat, dan mendata
pasar atau outlet. Dengan tujuan mengantisipasi kurangnya saluran distribusi dan
meningkatkan jumlah produk teh botol sosro di pasaran, sehingga konsumen lebih
mudah dan lebih banyak mendapatkan produk teh botol sosro.
Saluran distribusi tidak langsung yang dilakukan yaitu dengan melalui
kantor penjualan wilayah yang diwakili oleh kantor di setiap kota dan kebupaten
dengan saluran tiga tingkat.
Yang pertama, dengan menyalurkan teh botol sosro kepada pedagang
besar (Wholesaler). Perusahaan menyebut pedagang besar ini dengan istilah
dister. Kemudian pada tingkat kedua, dister meneruskan teh botol sosro kepada
subdister (pedagang menengah). Dan tingkat yang terakhir,  subdister
menyalurkan lagi kepada pengecer (reseller) dan akhirnya sampai ketangan
konsumen.
Pengecer dikategorikan menjadi tujuh channel yaitu kantin, lokasi makan,
street/traditional, rekreasi dan olahraga, modern outlet, industry, dan user. User
adalah pengecer yang menjual teh botol sosro kepada konsumen berkategori
khusus seperti cara keluarga, misalnya pernikahan atau arisan.
PT sinar sosro memiliki produk dengan berbagai kategori yaitu:
a. Teh siap minum dengan merek Teh botol sosro, fruit tea sosro, sosro joy
green tea dan stee
b. Teh ber karbonasi / bersoda dengan merek TEBS
c. Jus dengan merek country choice dan happy jus
d. Air mineral dengan merek Prim-a
Volume Penjualan memiliki arti penting yaitu besarnya kegiatan –
kegiatan yang dilakukan secara efektif oleh penjualan untuk mendorong agar
konsumen melakukan pembelian. Dan tujuan dari Volume penjualan ini adalah
untuk memperkirakan besarnya keuntungan yang diterima dengan menjual
produk kepada konsumen serta biaya yang sudah dikeluarkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi volume penjualan yaitu:
a. Faktor Intern, Yaitu sebab yang terjadi dari dalam perusahaan
b. Faktor Ekstern, Yaitu sebab yang terjadi diluar kekuasaan perusahaan
c. Modal
d. Kondisi Organisasi Perusahaan

Kunci Kesuksesan dari Industri Manufaktur Teh


Dari analisa pasar, terdapat beberapa kunci kesuksesan dari industri manufaktur
teh:
1. Kontrak pasokan di tempat strategis
Kontrak dengan pemasok terpercaya daun teh dan bahan baku lainnya,
seperti rempah-rempah, sangat mengurangi volatilitas pasokan. Pasokan yang
terjamin dengan harga tetap meminimalkan biaya pasokan dan membantu
perencanaan tambahan produksi. Mengingat tanaman teh memerlukan waktu
yang cukup lama untuk dapat mulai berproduksi atau mulai dapat dipanen.
2. Diferensiasi produk
Dalam industri yang berkembang, diferensiasi produk merupakan
salah satu faktor yang sangat penting dalam mempertahankan pangsa pasar
dan meningkatkan penjualan. Melakukan variasi produk teh dapat
menghasilkan pangsa pasar teh yang baru.
3. Kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan
Faktor kunci keberhasilan produksi industri teh adalah kemampuan
untuk mengantisipasi dan menyikapi perubahan dalam preferensi konsumen
pada waktu yang tepat. Memahami pola konsumsi peminum teh dapat
memberikan perhitungan yang baik dan akurat, sehingga penyusunan strategi
penetrasi pasar dan juga produksi bisa menjadi lebih efisien.
4. Skala ekonomi dan ruang lingkup
Skala dan luasnya operasi produksi teh sangat menentukan biaya
marjinal dan volume teh yang produsen mampu produksikan.

Anda mungkin juga menyukai