1. Pemeriksaan Bakteriologik
1. Bahan pemeriksaan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti
yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage / BAL),
urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus / BJH).
2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS) :
Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Pagi (keesokan harinya)
Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau atau setiap pagi 3 hari
berturut-turut.
Bahan pemeriksaan / spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan / ditampung
dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir,
tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut dapat
dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.
o Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin,
faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara : Mikroskopik
dan Biakan
Pemeriksaan mikroskopik :
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk
screening)
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto lateral,
top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
3. Pemeriksaan Khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam
perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi
kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
a. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M
tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang
akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu
alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis
dan melakukan uji kepekaan. Bentuk lain teknik ini adalah dengan menggunakan
Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT).
3. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat
yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum
pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM
dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul
perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah.
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan
sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif,
tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfosit pun
kurang spesifik.
4. Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermamfaat untuk
menunjukkan sedang/ pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering
digunakan dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan
uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin,
namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan
uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan,
disuntikkan 0,1cc tuberkulin P.P.D (Purified Protein Derivative) intrakutan (ke dalam
kulit) berkekuatan.
REFERENSI
Keliat E., Abidin A. DIAGNOSIS TUBERKULOSIS. Divisi Pulmonologi dan Alergi
Imunologi – Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara RSUP. H. Adam Malik Medan. Diunduh dari :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/63515/078%20.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Pedoman Nasional
Pelayanan Tata Laksana Tuberkulosis. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Mengapa kita menyarankan pasien untuk juga menjalani pengobatan herbal guna
mendukung terapi yang sudah diberikan?
c. Immune surveillance
Merupakan pertahanan tubuh untuk mengendalikan kuman tuberkulosis
yang dorman dalam set-sel fagosit dimana sel CD8+ merupakan variabel
utama sedangkan set CD4+ sebagai variable pendukung
d. Macrophage activation
Merupakan permasalahan utama dalam mekanisme pertahanan tubuh
terhadap infeksi tuberkulosis pasca primer dimana sel CD4+ merupakan
variabel yang memegang peranan utama.
Patogenesis Infeksi TB
Secara alamiah manifestasi yang timbul akibat interaksi antara kuman
mikobakterium dengan makrofag pada infeksi primer dapat dibagi dalam 2
tahap berdasarkan ada tidaknya aktifasi limfosit T. Pada tahap awal sebelum
terjadi aktifasi limfosit T maka respon imun yang terbentuk bersifat aspesifik,
dimana interaksi antara kuman dengan makrofag tersebut dapat menyebabkan
beberapa kemungkinan. Kuman mikobakterium yang mencapai alveoli akan
difagosit oleh makrofag alveoli dan kemungkinan dapat dihancurkan.
Sebaliknya kuman mikobakterium dapat juga menghancurkan makrofag atau
bahkan bermultiplikasi di dalamnya. . Proses imunologis pada keadaan ini
merupakan manifestasi dari innate imunity dimana pada belum terjadi aktifasi
limfosit T.
Pada tahap selanjutnya (setelah 4 sampai 8 minggu infeksi) akan terjadi aktifasi
limfosit T untuk membentuk respon imun spesifik melalui mekanisme CMI yang
akan menyebabkan meningkatnya kemampuan makrofag untuk membunuh
kuman melalui pembentukan tuberkel, terhambatnya penyebaran kuman Iebih
lanjut, serta timbulnya respon DTH. Aktifasi limfosit T yang ditandai dengan
adanya respons CMI dan DTH merupakan manifestasi dari adaptive immnunity.
Respons CMI akan menentukan apakah infeksi akan terhenti disini atau akan
semakin berlanjut. Respons yang adekwat menyebabkan infeksi akan
menghilang secara permanen dan granuloma akan menyembuh dengan
meninggalkan lesi fibrotik atau kalsifikasi. Tetapi bila respon CMI tidak adekuat,
maka akan timbul respon DTH yang mempunyai efek merugikan karena dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan.
Peran Limfosit dan Sitokin dalam Regulasi Sistem Imun
Kuman Mycobacterium yang telah difagosit oleh makrofag dapat dihancurkan
melalui beberapa cara. Antigen kuman dapat dipresentasikan melalui molekul
Major Histocompatibility Complex class I ( MHC class I ) ke sel CD8 yang bersifat
sitotoksik sehingga dapat melisiskan makrofag yang mengandung kuman.
Antigen kuman yang telah diproses dapat juga dipresentasikan ke set CD4
melalui molekul MHC class II. Sel CD4 sendiri terdiri dari dua subpopulasi yaitu
sel Th1 dan Th2 yang masing-masing dapat menghasilkan beberapa sitokin yang
berperan dalam regulasi sistem imun. Sel Th1 menghasilkan IL-2 dan IFN-yyang
akan mengaktifkan makrofag untuk melisiskan kuman yang telah difagosit.
Sedangkan sel Th2 masing-masing akan menghasilkan IL-4 yang dapat
menghambat aktifitas makrofag dan IL-6 yang berperan dalam pematangan sel
B.
REFERENSI
Rumende C. M. ASPEK IMUNOLOGIS PEMERIKSAAN INTERFERON-GAMMA
RELEASE ASSAY PADA TUBERCULOSIS. Diunduh dari
https://staff.ui.ac.id/system/files/users/cleopas.martin/miscellaneous/pit_2015_
respons_imun_pada_tb.pdf