Lembar Diskusi HBR Case Study Gen Y in The Workforce - KELOMPOK 2
Lembar Diskusi HBR Case Study Gen Y in The Workforce - KELOMPOK 2
DISUSUN OLEH:
DEO PANGGABEAN - 465218
DIANDINI SUSALIT - 465221
EDWIN PRADIPTA - 465230
ESTHER GRACE MANIK - 465235
FRIDA MARLINA - 465249
EXECUTIVE SUMMARY
Josh Lewis adalah anak muda berusia 23 tahun yang bekerja sebagai seorang karyawan
pemasaran pada perusahaan Rising Entertainment. Saat ini Josh sedang terlibat dalam tugas
perencanaan atas promosi, iklan dan branding film “Fire Force Five”. Tugas tersebut dipimpin
oleh Sarah Bennet wanita berusia 37 tahun yang merupakan kepala divisi marketing Rising
Entertainment. Josh merasa frustasi dan stress saat melakukan tugasnya, karena Sarah selalu
menolak setiap ide yang diberikan oleh Josh. Sarah lebih memilih untuk melakukan promosi film
dengan menggunakan iklan di televisi dan print campaign, sementara Josh merasa metode
tersebut terlalu kuno dan lebih baik menggunakan metode baru seperti membuat lagu tema film
dapat di download di Guitar Hero atau memuat film “Fire Force Five” secara online dan
menempelkan teaser sekuel terbaru didalamnya. Namun, pada suatu hari Josh memberanikan
diri untuk mengajukan rencana promosi yang ia miliki kepada CEO Rising Entertainment, dan
CEO menyukai ide yang diberikan oleh Josh. Mengetahui hal itu, Sarah merasa marah karena
Josh telah melangkahi posisinya sebagai atasan.
POIN-POIN DISKUSI:
1. Bagaimana cara anda mengaitkan permasalahan yang dialami oleh Josh Lewis dengan
kajian terkait “Social Perception and Managing Diversity?
Permasalahan yang dihadapi oleh Josh Lewis di dalam lingkungan pekerjaan, secara
spesifik dengan atasan kerjanya yaitu Sarah Bennet, dikarenakan perbedaan generasi
yang dimiliki keduanya. Josh Lewis yang berusia 23 tahun yang masuk dalam generasi Y,
seperti ciri khas generasi Y lainnya yang “mau serba cepat, mau semua sekarang”, serta
umumnya tidak terlalu mengindahkan protokol pekerjaan, pola kerja yang birokratis, dll
berhadapan dengan pola kerja Sarah Bennet yang merupakan generasi X. Keduanya
memiliki karakteristik yang berbeda yang mengakibatkan kesalahpahaman dalam
komunikasi satu sama lain. Sehingga di dalam dunia kerja, kemampuan untuk beradaptasi
dan mengatur perbedaan serta memiliki persepsi social yang baik sangat diperlukan. Bagi
Josh, atasannya Sarah dinilai kurang mengapresiasi ide-ide yang Josh berikan, selain itu
dirasa kurang memberikan feedback atas kinerja yang sudah dilakukan sedangkan tipikal
generasi Y sangat membutuhkan feeling of stay engaged. Sebaliknya, Sarah juga merasa
bahwa Josh kurang memberikan update dan laporan sehingga dirinya kesulitan di dalam
mengarahkan komunikasi untuk level atasnya lagi (superior).
2. Menurut anda, apa saja tipe perceptual errors yang mungkin terjadi baik dari pihak Josh
Lewis maupun Sarah Bennet terkait konflik yang mereka alami?
Perceptual error yang mungkin terjadi yang salah satunya timbul karena perbedaan
generasi adalah:
3. Apa dan bagaimana solusi yang anda sarankan kepada perusahaan Rising Entertainment
untuk bisa mengatasi konflik yang terjadi antara Josh Lewis dan Sarah Bennet?
Pada kasus ini terlihat terdapat perbedaan perilaku antara dua generasi ( X dan Y) yang
mempengaruhi pola pikir dan cara bertindak masing-masing generasi dalam melakukan
pekerjaannya. Josh adalah karyawan dari generasi Y dan Sarah adalah atasan dari
generasi X. Sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Kinichi dan Fugate (2018) bahwa
terdapat perbedaan karakter antara generasi X dan Y dimana hal ini menyebabkan
keragaman dalam suatu organisasi. Bagaimana perusahaan dapat mengelola keragaman
secara efektif didalam suatu organisasi, teori yang disampaikan oleh Kinichi dan Fugate
terlebih dahulu memberikan kerangka kerja untuk mengkategorikan inisiatif organisasi,
dimana satu kerangka kerja yang sangat relevan dikembangkan oleh R. Roosevelt Thomas
Jr., yang mengidentifikasi delapan pilihan tindakan yang dapat digunakan organisasi untuk
menangani semua jenis masalah keragaman antara lain:
Pilihan 1: Sertakan / Kecualikan
Sertakan / kecualikan adalah hasil dari tindakan afirmatif program. Tujuan utamanya
adalah untuk menambah atau mengurangi jumlah orang yang beragam di semua
tingkatan organisasi.
Pilihan 2: Tolak
Orang mungkin menyangkal adanya perbedaan, dengan mengatakan bahwa semua
keputusan ada buta warna, jenis kelamin, dan usia dan kesuksesan itu ditentukan
semata-mata oleh prestasi dan kinerja.
Pilihan 3: Asimilasi
Ide di balik asimilasi adalah bahwa dengan waktu dan penguatan, semua orang yang
beragam akan belajar menyesuaikan diri atau menjadi seperti kelompok dominan.
Organisasi awalnya mengasimilasi karyawan melalui praktik perekrutan mereka dan
melalui program orientasi yang menjelaskan nilai-nilai yang mereka sukai dan prosedur
operasi standar. Karyawan kemudian didorong untuk mengacu pada kebijakan dan
prosedur jika bingung tentang apa yang harus dilakukan dalam situasi tertentu. Praktik-
praktik ini menciptakan homogenitas perilaku di antara karyawan.
Pilihan 4: Tekan
Perbedaan adalah tertekan atau putus asa saat penindasan adalah strategi
keberagaman. Manajer dan rekan kerja memberitahu karyawan untuk berhenti
merengek dan mengeluh tentang masalah.
Pilihan 5: Isolasi
Isolasi yaitu mempertahankan status quo dengan menetapkan orang yang beragam ke
samping. Kemudian dia tidak bisa mempengaruhi perubahan organisasi. Manajer dapat
mengisolasi orang dan seluruh tim dan departemen dengan menempatkannya secara
khusus proyek, menciptakan independen secara fungsional entitas sering disebut
sebagai silo
Opsi 6: Toleransi
Toleransi memerlukan pengakuan perbedaan tetapi tidak menghargai atau menerima
mereka. Pendekatan hidup-dan-biarkan-hidup ini memungkinkan organisasi untuk
memberi lip service untuk masalah mengelola keragaman. Ini berbeda dari isolasi yang
memungkinkan untuk masuknya beragam orang, tetapi perbedaan masih belum benar-
benar dihargai atau diterima.
Solusi yang kami sarankan kepada perusahaan Rising Entertainment untuk bisa mengatasi
konflik antara lain:
New Attitude and Work Habit
Dengan pergeseran budaya kerja dari Gen X ke Gen Y, Rising Entertainment harus
menemukan sikap dan kebiasaan kerja yang berbeda yang perlu dimasukkan dan
disesuaikan ke dalam budaya kerja yang telah berjalan saat ini.
Kepuasan Kerja
Karyawan yang baru dan lebih muda kurang berkomitmen untuk tinggal di perusahaan
yang sama, apakah mereka memiliki masalah loyalitas, melihat peluang yang lebih baik
di tempat lain, atau hanya bosan dengan pekerjaan mereka. Jadi pekerjaan harus cukup
menantang untuk menarik minat karyawan Gen Y.
Adaptasi teknologi
Teknologi telah memungkinkan generasi Y untuk melakukan banyak tugas dan
menemukan jalan pintas dalam menyelesaikan tugas. Pesan instan, jejaring sosial, dan
penjelajahan web semuanya telah membuat pekerja Generasi Y lebih kompeten, efisien,
dan produktif. Kunci bagi perusahaan adalah menerima bahwa mungkin ada banyak
cara bagi pekerja untuk menyelesaikan tugas mereka. Pekerja Gen Y mungkin perlu
menunjukkan bahwa mereka bekerja sama kerasnya dengan orang lain, tetapi mungkin
sekadar melakukan pekerjaan dengan lebih efisien dengan teknologi.
KESIMPULAN:
Setiap perusahaan akan mengalami adanya diversity, salah satu nya yaitu adanya
perbedaan generasi, seperti yang dialami dalam kasus Josh Lewis seorang anak muda
yang berusia 23 tahun yang bekerja di sebuah perusahaan Rising Entertainment sebagai
tenaga pemasaran yang memiliki atasan yang berusia 37 tahun.Perbedaan generasi ini,
yaitu Generasi Y dan X akan mempengaruhi perilaku dan karateristik keduanya akan
mempengaruhi juga cara mereka dalam bertindak dan. Jika perbedaan dalam organisasi
ini tidak dikelola dengan baik maka dapat menimbulkan adanya kesalahpahaman terutama
dalam hal berkomunikasi. Sehingga setiap perusahaan perlu megelola keragaman yang
ada dalam organisasi tersebut dan salah datu nya dengan membuat kerangka kerja untuk
mengkategorikan inisiatif dari organisasai tersebut. Dan diharapkan dengan kerangka kerja
yang diberikan dapat menangani kasus yang ada dalam keragaman yang ada di organisasi
tersebut. Selain itu suatu organisasi perlu membangun hubungan dan saling adaptasi agar
tujuan perusahaan dapat tercapai walaupun berada diantara keragaman yang ada. Dan
perlu adaanya komunikasi yang baik diatara anggota tim yang terlibat.
Dengan adanya pengelolan diversity atau keragaman yang baik maka memampukan
organisasi tersebut untuk menunjukkan potensi-potensi maksimum dari setiap anggota atau
karyawan dalam perusahaan tersebut.