Anda di halaman 1dari 6

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/311099986

MENEMUKAN MASALAH PENELITIAN KUALITATIF

Working Paper · December 2016


DOI: 10.13140/RG.2.2.21303.73124

CITATIONS READS
0 8,482

1 author:

Abdur Rahman Asari


Universitas Negeri Malang, Malang, Jawa Timur, Indonesia
115 PUBLICATIONS   166 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Teaching for Critical Thinking View project

Good amil governance View project

All content following this page was uploaded by Abdur Rahman Asari on 29 November 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


MENEMUKAN MASALAH PENELITIAN KUALITATIF
(ditulis secara informal tanpa mengikuti kaidah artikel ilmiah)

Abdur Rahman As’ari

Program Studi S2/S3 Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Malang


abdur.rahman.fmipa@um.ac.id

Ada beberapa banyak macam penelitian kualitatif, antara lain: fenomenologis, grounded
theory, studi kasus, etnografi. Masing-masing merupakan penelitian yang berbeda. Akan
tetapi, kalau dilihat dari masalahnya, penulis membagi hanya ke dalam dua macam saja,
yaitu masalah fenomenologis, dan masalah grounded theory. Karena itu, dalam tulisan
berikut, penulis akan membahas dua macam masalah. Pertama, penulis akan membahas
masalah fenomenologis, dan kedua penulis akan membahas masalah grounded theory.

Masalah Fenomenologis

Masalah pada umumnya diartikan sebagai gap/kesenjangan antara harapan dan kenyataan,
antara kondisi ideal dengan fakta, antara teori dan praktik. Dalam penelitian kualitatif,
terutama penelitian fenomenologi, penulis lebih cenderung mendefinisikan masalah sebagai
kesenjangan antara teori dan praktik. Bahkan, lebih parah lagi penulis mendefinisikan
masalah dalam penelitian kualitatif sebagai KONTRADIKSI antara Teori dengan Praktik.

Mengapa demikian?

Fenomonelogis adalah ilmu yang mengkaji fenomena, dan fenomena adalah kejadian yang
luar biasa, yang unik, yang berseberangan dengan apa yang terjadi pada umumnya. Dengan
kata lain, fenomena itu merupakan kejadian yang bertentangan dengan teori pada
umumnya.

Kalau dalam suatu teori dinyatakan sebagai , tetapi dalam kenyatannya ada fakta
yang menyatakan adanya , maka teori dan fakta ini bersifat kontradiktif. Ini terbukti
dari tabel kebenaran logika yang menghubungkan antara dan

1
B B S B S S
B S B S B S
S B S B S S
S S B B S S

Gambar 1. Tabel Kebenaran Logis

Kolom terakhir pada Gambar 1 di atas selalu bernilai S (salah), apapun kombinasi dari nilai
dan . Berarti, dan bertolak belakang atau kontradiktif.

Setiap orang tidak menghendaki adanya kontradiksi. Setiap orang selalu menginginkan
tautologi (proposisi yang selalu bernilai benar), karena hanya dengan jaminan benar saja
setiap orang akan senang dan teryakinkan. Karena itu, keberadaan kontradiksi ini biasanya
dijadikan alasan untuk mengkaji lebih dalam, mengenal lebih jauh, atau melakukan
penelitian kualitatif. Umumnya digunakan untuk menjawab pertanyaan “mengapa?”, atau
“bagaimana?”.

Contoh 1.

Misalkan ada teori “Orang yang koneksi matematisnya kuat, kemampuan pemecahan
masalah nya juga kuat”. Kontradiksi dari pernyataan ini adalah “ada orang yang koneksi
matematisnya kuat tetapi kemampuan pemecahan masalahnya tidak kuat”. Kalau ada teori
dan fakta yang kontradiktif seperti ini, maka masalah penelitian sudah dapat ditemukan.
Mungkin kita bisa mengajukan beberapa pertanyaan penelitian, misalnya:

1. “Mengapa orang yang sudah memiliki koneksi matematis yang bagus ini masih gagal
dalam memecahkan masalah?”
2. “Dimanakan letak kesulitan orang yang memiliki koneksi matematis bagus ini dalam
memecahkan masalah?”

2
3. Hambatan apa yang membuat orang yang memiliki koneksi matematis bagus ini gagal
dalam memecahkan masalah?”
4. “Scaffolding seperti apa yang perlu diberikan kepada orang yang memiliki koneksi
matematis bagus ini agar mampu memecahkan masalah?”

Contoh 2

Teori: orang yang memiliki gaya belajar visual, lebih mudah mempelajari materi yang
disajikan secara visual. Fakta: Amir memiliki gaya belajar visual, tetapi dia gagal
memahami materi yang disajikan secara visual.

Dua pernyataan tentang teori dan fakta tersebut adalah bertolak belakang (kontradiktif).
Teori gagal menjelaskan mengapa fakta itu bisa terjadi. Karena itu, peneliti memiliki hak
untuk mengetahui lebih jauh dengan meneliti lebih jauh mengapa hal itu bisa terjadi.
Pertanyaan-pertanyaan serupa dengan hal yang telah dituliskan di atas bisa juga diterapkan
untuk fenomena ini.

Lantas?

Teori tersebut diperoleh dari kajian pustaka. Sementara keberadaan kontradiksinya


diperoleh dari pengamatan terhadap fakta empiris. Karena itu, kalau kita ingin menemukan
masalah dalam penelitian kualitatif (khususnya penelitian fenomenologis), pertama kali kita
harus memiliki dan menguasai teori. Kita harus banyak membaca dan mengkaji
kepustakaan. Sesudah itu, kita juga harus mengamati dunia praktik. Kita perhatikan dengan
seksama terapan dari teori tersebut. Kita coba temukan dan ungkapkan fakta yang
mengingkari kebenaran teori tersebut.

Dengan demikian, untuk menjadi peneliti kualitatif (terutama fenomenologis), peneliti


harus rajin membaca kepustakaan, dan mengamati wujud dari teori dalam dunia praktik.
Kita harus jadi pembaca yang baik, sekaligus pengamat yang cermat. Jadi, untuk
menemukan masalah dalam penelitian kualitatif (fenomenologis), kita harus punya teori
dulu. Sesudah itu, lihatlah lapangan (dunia empiris), dan selidiki bagaimana penerapan teori

3
itu di lapangan. Manakala kita melihat kontradiksi antara teori dengan fakta di lapangan,
maka saat itu kita sudah memperoleh masalah penelitian kualitatif.

Masalah Grounded Theory

Sesuai dengan namanya, Grounded Theory merupakan penelitian kualitatif yang tidak
dirancang dari awal. Penelitian ini menghasilkan teori dengan cara mengambil kesimpulan
secara induktif terhadap data-data yang diperoleh dari mengamati praktik yang terjadi di
lapangan.

Grounded Theory dimaksudkan untuk menghasilkan tentang sesuatu yang belum ada
teorinya. Sebagai contoh perhatikan ilustrasi berikut.

Mungkin sudah ada teori tentang bagaimana guru proses pengambilan keputusan yang
dilalui guru dalam merancang tugas yang harus dikerjakan siswanya ketika pertama kali
mengajar secara resmi di sekolah. Akan tetapi, apakah sama informasi tentang proses
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh guru ketika mengajar di kelas yang homogen
dengan ketika guru mengajar di kelas yang heterogen? Di sekolah favorit dan di sekolah
yang tertinggal?

Pertanyaan ini bisa dilakukan dengan melihat, mengikuti, dan mengamati secara cermat
proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh guru tersebut dalam perancangan tugas
bagi para siswa/i. Peneliti merekam apapun yang dilakukan oleh subyek penelitiannya,
mewawancarainya, dan melihat polanya, serta mengambil kesimpulan. Sesudah itu, peneliti
mengikuti lagi pembelajaran yang dilakukan si guru, dan mencoba mencocokkan
kesimpulan yang telah diperolehnya dengan fakta baru yang diperoleh. Manakala fakta baru
yang diperoleh cocok dengan fakta lama, semakin kuat dugaan peneliti tersebut terhadap
kebenaran kesimpulannya. Kalau sampai berkali-kali pola seperti itu terus saja terjadi,
sampai jenuh, peneliti akan memperoleh teori. Kalau kesimpulan yang diperolehnya tidak
sesuai dengan tindakan berikutnya, peneliti perlu terus mengumpulkan data sampai
akhirnya diperoleh data yang jenuh (tidak berubah lagi), dan mengambil kesimpulan. Itulah
teori yang dihasilkan dari lapangan. Teori yang disebut grounded theory.

4
Jadi, dalam grounded theory, peneliti “tidak boleh” punya teori terlebih dahulu. Peneliti
harus murni menggunakan data yang ada untuk menghasilkan teori. Maka dari itu, di UM,
bab 2, yaitu bab kajian pustaka untuk penelitian kualitatif, yang pada dasarnya
menghasilkan hipotesis, dugaan teoretis, boleh ditiadakan.

Lantas?

Dari uraian di atas, tampak bahwa masalah dalam penelitian grounded theory ini dapat
diperoleh dengan mempertanyakan kebenaran dari suatu teori pada tingkat yang lebih jauh.
Jika pada contoh di atas, teori hanya berlaku untuk guru baru ketika memasuki kelas secara
umum (tidak dibedakan apakah kelasnya bersifat homogen atau heterogen), maka peneliti
boleh mempertanyakan kebenaran teori itu bagi guru baru ketika harus mengajar di kelas
dengan siswa yang homogen atau heterogen, di kelas pada sekolah favorit atau di kelas
pada sekolah tertinggal. Masalah baru itu ditemukan dengan cara menantang kebenaran
teori yang lama untuk kondisi yang baru.

Karena itu, yang diperlukan dalam hal ini adalah kemampuan berpikir kritis. Peneliti untuk
masalah grounded theory harus pandai menemukan asumsi yang mendasari kebenaran
suatu teori, dan menantang kebenarannya pada kondisi yang baru. Untuk itu, wawasan
peneliti tentang konsep/konstruk harus cukup luas. Tanpa wawasan yang luas, pertanyaan-
pertanyaan kritis itu tidak akan muncul.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai