Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH BIOTEKNOLOGI

“Bioteknologi Peternakan”
Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bioteknologi yang dibina
oleh Dr. Sonja Verra Tineke Lumowa, M. Kes.

Kelompok 3
Kelas Reguler B 2017

Nurul Afifah Dewi Chandrawati Rosita Virdha Septiani Angel Chris Bonita
(1705015071) (1705015045) (1705015055) (1705015051)

Alfriyanti Aisyiyah J. Niftahul Jannah Alfisyahrani Rahman Subandi


(1705015066) (1805015014) (1805015036) (1705015056)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rizki baik berupa ilmu maupun kesehatan serta berkat dan rahmat
hidayah-Nya, penulisan tugas makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada
waktunya. Makalah ini membahas mengenai Bioteknologi Peternakan makalah ini
bertujuan sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Bioteknologi.

Kami mengharapkan kritik dan saran demi sempurnanya penulisan makalah


ini, dengan harapan semoga dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Akhir kata
kami mengucapkan terima kasih.

Samarinda, 15 Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Bioteknologi........................................................................ 3
B. Peran Bioteknologi Peternakan............................................................. 3
C. Contoh Bioteknologi Peternakan........................................................... 7
D. Manfaat Bioteknologi Peternakan........................................................ 11
E. Dampak dari bioteknologi..................................................................... 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak jaman dahulu manusia sudah mengenal Bioteknologi. Dahulu
bioteknologi diasumsikan berupa pengolahan makanan dan minuman
menggunakan mikroba. Dahulu bioteknologi hanya menghasilkan tempe, keju,
anggur, yogurt, dsb. Seiring dengan perkembangan jaman. Bioteknologi
menghasilkan alkohol, penicilin, sampai kemudian antibodimonoklonal.
Bioteknologi itu sendiri merupakan penerapan asas-asas sains (ilmu
pengetahuan alam) dan rekayasa (teknologi) untuk pengolahan suatu bahan
dengan melibatkan aktivitas jasad hidup untuk menghasilkan barang dan/atau
jasa (Bull, etall, 1982). Jasad hidup yang dimaksud dalam pengertian tersebut
adalah agen biologi. Bioteknologi di era modern sekarang banyak
menghasilkan produk dalam skala industri. Dalam memanfaatkan agen
biologi, bioteknologi menggunakan peranan penting enzim, sehingga enzim
memegang peranan penting dalam industri.
Enzim adalah protein tidak beracun namun mampu mempercepat laju
reaksi kimia dalam suhu dan derajat keasaman yang lembut. Produk yang
dihasilkannya sangat spesifik sehingga dapat diperhitungkan dengan mudah.
Walaupun berat mikroba, seperti contohnya bakteri hanya mencapai
sepersejuta gram, kemampuan kimiawinya cukup mengagumkan. Selnya
tersusun atas ribuan jenis zat kimia, kebanyakan diantaranya bersifat sangat
kompleks. Semua zat ini tentunya dibangun dengan reaksi kimia dari bahan-
bahan penyusun yang relatif sederhana yang ditemukan mikroba di
lingkungannya. Semua reaksi kimia harus terkoordinasi secara harmonis dan
protein yang disebut enzim memainkan peran utama pada setiap tahap.
Enzim menjadi primadona industri bioteknologi saat ini dan di masa
yang akan datang karena melalui penggunaannya, energi dapat dihemat dan
akrab dengan lingkungan. Saat ini penggunaan enzim dalam industri makanan
dan minuman, industri tekstil, industri kulit dan kertas di Indonesia semakin

1
meningkat. Dilaporkan, enzim amilase yang digunakan dalam industri tekstil
di Bandung - Jawa Barat, jumlahnya tidak kurang dari 4 ton per bulan atau
sekitar 2- 3 juta dolar Amerika setiap bulannya dan semuanya diimpor.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bioteknologi?
2. Bagaimana peran bioteknologi dalam bidang peternakan?
3. Apa contoh yang di hasilkan bioteknologi peternakan
4. Apa manfaat dari bioteknologi peternakan
5. Apa dampak dari bioteknologi

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bioteknologi.
2. Untuk mengetahui peran bioteknologi dalam bidang peternakan.
3. Untuk mengetahui contoh dari bioteknologi peternakan
4. Untuk mengetahui manfaat dari bioteknologi peternakan
5. Untuk mengetahui dampak dari bioteknologi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bioteknologi
Bioteknologi adalah pemanfaatan prinsip-prinsip ilmiah yang
menggunakan makhluk hidup untuk menghasilkan produk dan jasa guna
kepentingan manusia. Ilmu-ilmu pendukung dalam bioteknologi meliputi
mikrobiologi, biokimia, genetika, biologi sel, teknik kimia, dan enzimologi.
Dalam bioteknologi biasanya digunakan mikroorganisme atau bagian-
bagiannya untuk meningkatkan nilai tambah suatu bahan.
Bioteknologi adalah bidang penerapan biosains dan teknologi yang
menyangkut penerapan praktis organisme hidup atau komponen
subsellulernya pada industri jasa dan manufaktur serta pengelolaan
lingkungan. Atau dapat pula di definisikan sebagai teknologi yang
menggunakan sistem hayati (prosesproses biologi) untuk mendapatkan barang
dan jasa yang berguna bagi kesejahteraan manusia. Bioteknologi
memanfaatkan: bakteri, ragi, kapang, alga, sel tumbuhan atau sel hewan yang
dibiakkan sebagai konstituen berbagai proses industri.

B. Bioteknologi Peternakan
Bioteknologi peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan
membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari
kegiatan tersebut. Dalam bidang peternakan, bioteknologi dimanfaatkan untuk
menghasilkan vaksin, antibodi, pakan bergizi tinggi, dan hormon
pertumbuhan. Contoh vaksin untuk ternak yaitu vaksin untuk penyakit mulut
dan kuku pada mamalia, vaksin NCD untuk mengobati penyakit tetelo pada
unggas, dan vaksinuntuk penyakit flu burung.Hormon pertumbuhan diberikan
pada ternak untuk meningkatkan produksi daging, susu, atautelur. Contohnya
adalah pemberian Bovine Growth Hormone pada sapi perah dapat
meningkatkan produksi susu dan daging hingga 20%. Namun penggunaan
hormon untuk memacu produksi pada ternak masih diperdebatkan karena

3
berpotensi meningkatkan penyakit masitis pada ternak dan membahayakan
kesehatan manusia. Pemanfaatan bioteknologi dalam bidang peternakan
lainnya adalah membuat hewan transgenic (hewan yang gennya telah
dimodifikasi) dan teknologi induk buatan. Teknologi induk buatan sering
dilakukan pada hewan langka yang sulit bereproduksi secara alami. Embrio
hewan ini ditransplantasikan pada rahim spesies lain yang masih berkerabat.
Dengan cara ini diharapkan hewan langka tersebut terhindar dari ancaman
kepunahan.
Bioteknologi pengolahan pakan ternak sebagai sebuah teknologi
pendukung untuk usaha ternak, relatif sudah harus dikembangkan untuk
peternakan sapi potong. Peningkatan penerapan bioteknologi pengolahan
pakan merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi
kekurangan pakan khususnya pada ternak sapi potong. Melalui inovasi
bioteknologi pakan, khususnya limbah pertanian dan agroindustri dapat
dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak yang potensial berbasis bahan
baku lokal. Pengolahan dapat dilakukan melalui proses fisik, kimiawi, dan
biologis. Perlakuan fisik memperkecil ukuran partikel, perlakuan kimia dapat
menggunakan asam, basa, urea (amoniasi), dan air kapur. Perlakuan biologis
memanfaatkan mikroorganisme melalui proses fermentasi dan reaksi
enzimatis.
Konsumsi protein hewani penduduk Indonesia berdasarkan data terus
mengalami pasang surut. Komoditi yang terus mengalami peningkatan
konsumsi adalah produk daging unggas dan susu. Komoditi yang mengalami
penurunan konsumsi masyarakat adalah daging sapi. Data tersebut
menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sendiri semakin menyadari
pentingnya mengonsumsi protein asal hewani. Meskipun demikian penduduk
Indonesia harus tetap meningkatkan jumlah konsumsi protein hewani,
berdasarkan FAO (2014) konsumsi protein hewani negara maju harus di atas
30 g/kapita/hari. Salah satu pemenuhan protein hewani adalah penyediaan
daging sapi melalui strategi peningkatan populasinya.

4
Permintaan daging setiap tahunnya semakin meningkat termasuk
permintaan daging sapi, namun dari segi produksi belum dapat sepenuhnya
memenuhi permintaan tersebut sehingga pemenuhannya dilakukan dengan
mengimpor, baik dalam bentuk sapi hidup maupun daging. Keadaan tersebut
merupakan peluang untuk pengembangan usaha ternak sapi potong lokal.
Selain untuk memenuhi permintaan, pengembangan ini juga diharapkan dapat
meminimalkan impor sapi potong dari luar, karena hal itu apabila dibiarkan
dapat menjadi ancaman terhadap perkembangan peternak di Indonesia pada
umumnya. Pengembangan sapi potong perlu mendapat perhatian serius
mengingat permintaan daging sapi tidak dapat dipenuhi di dalam negeri,
sehingga pemenuhan kebutuhan protein hewani belum dapat tercapai. Salah
satu kendala yang sering dijumpai adalah rendahnya produktivitas ternak
karena kualitas pakan yang rendah. Pakan merupakan salah satu faktor
terpenting dalam semua usaha peternakan, baik sapi potong, sapi perah,
kambing, domba maupun ternak unggas. Produktivitas/performances ternak
70% dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan 30% oleh faktor genetik. Ini
berarti, walaupun secara genetik ternak memiliki potensi yang bagus, namun
jika lingkungan tidak mendukung maka performansnya tidak maksimal.
Karena besarnya pengaruh pakan terhadap produksi maka biaya yang
dikeluarkan untuk pengadaan pakan pun tidak dapat dianggap ringan. Oleh
karena itu, jika usaha ternak kita dapat menghemat biaya pakan, maka akan
sangat besar pengaruhnya terhadap produktivitas usaha.
Bioteknologi dapat digunakan untuk meningkatkan produksi
peternakan, melaui: 1). teknologi produksi, seperti inseminasi buatan, embrio
transfer, kriopreservasi embrio, fertilisasi in vitro, sexing sperma maupun
embrio, cloning dan splitting. 2). rekayasa genetika, seperti genome maps,
marker assisted selection (MAS), transgenic, identifikasi gen, konservasi
molekuler, dan 3). peningkatan efisiensi dan kualitas pakan, seperti manipulasi
mikroba rumen, dan bioteknologi yang berkaitan dengan bidang veteriner.
Penerapan bioteknologi dalam bidang peternakan antara lain:

5
a. Transplantasi Nukleus (Kloning)
Teknologi ini lebih dikenal dengan teknologi kloning yaitu teknologi
yang digunakan untuk menghasilkan individu duplikasi (mirip dengan
induknya). Teknologi kloning telah berhasil dilakukan pada beberapa jenis
hewan. Salah satunya adalah pengkloningan domba yang dikenal dengan
domba Dolly. Melalui kloning hewan, beberapa organ manusia untuk
keperluan transplantasi penyembuhan suatu penyakit berhasil dibentuk.
b. Inseminasi Buatan
Teknik ini dikenal dengan nama kawin suntik, suatu teknik untuk
memasukkan sperma yang telah dicairkan dan diproses terlebih dahulu
yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina
dengan menggunakan metode dan alat khusus.
c. Transfer Embrio
Apabila kawin suntik memfokuskan pada sperma jantan, maka transfer
embrio tidak hanya potensi dari jantan saja yang dioptimalkan, melainkan
potensi betina berkualitas unggul juga dapat dimanfaatkan secara optimal.
Teknik TE ini, betina unggul tidak perlu bunting tetapi hanya berfungsi
menghasilkan embrio yang untuk selanjutnya bisa ditransfer pada induk
titipan dengan kualitas yang tidak perlu bagus tetapi memiliki kemampuan
untuk bunting. Embrio yang didapat dapat langsung di transfer ke dalam
sapi resipien atau dibekukan untuk disimpan dan di transfer pada waktu
lain.
d. Genetic engineering (Rekayasa Genetik)
Rekayasa genetik atau rekombinan DNA merupakan kumpulan
teknik-teknik eksperimental yang memungkinkan peneliti untuk
mengisolasi, mengidentifikasi, dan melipatgandakan suatu fragmen dari
materi genetika (DNA) dalam bentuk murninya. Pemanfaatan teknik
genetika di dalam bidang pertanian maupun peternakan diharapkan dapat
memberikan sumbangan, baik dalam membantu memahami mekanisme-
mekanisme dasar proses metabolisme maupun dalam penerapan praktisnya
seperti misalnya untuk pengembangan tanaman-tanaman pertanian

6
maupun hewan-hewan ternak dengan sifat unggul. Untuk tujuan ini dapat
dilakukan melalui pengklonan atau pemindahan gengen penyandi sifat-
sifat ekonomis penting pada hewan maupun tumbuhan, pemanfaatan klon-
klon DNA sebagai marker (penanda) di dalam membantu meningkatkan
efisiensi seleksi dalam program pemuliaan (Sutarno, 2002).
Rekayasa genetika merupakan dasar dari bioteknologi yang di
dalamnya meliputi manipulasi gen, kloning gen, DNA rekombinan,
teknologi modifikasi genetik, dan genetika modern dengan menggunakan
prosedur identifikasi, replikasi, modifikasi dan transfer materi genetik dari
sel, jaringan, maupun organ. Sebagian besar teknik yang dilakukan adalah
memanipulasi langsung DNA dengan orientasi pada ekspresi gen tertentu.
Dalam skala yang lebih luas, rekayasa genetik melibatkan penanda atau
marker yang sering disebut sebagai Marker-Assisted Selection (MAS)
yang bertujuan meningkatkan efisiensi suatu organisme berdasarkan
informasi fenotipnya .Salah satu aplikasi dari rekayasa genetik adalah
berupa manipulasi genom hewan. Hewan yang sering digunakan menjadi
uji coba adalah mamalia. Mamalia memiliki ukuran genom yang lebih
besar dan kompleks dibandingkan dengan virus, bakteri, dan tanaman.
Sebagai konsekuensinya, untuk memodifikasi genetik dari hewan mamalia
harus menggunakan teknik genetika molekular dan teknologi rekombinan
DNA.

C. Contoh bioteknologi peternakan


1. Perkawinan silang
Perkawinan silang telah terbukti mampu meningkatkan umur
produktif sapi di seluruh dunia, seperti inseminasi dengan menggunakan
semen seks sex-sortir perempuan telah terbukti menghasilkan
keuntungan yang maksimal . Menyebutkan bahwa peternakan organik
lebih banyak menghasilkan sapi hasil persilangan dengan jumlah sapi tua
jenis Holstein yang lebih banyak, sehingga menyatakan bahwa model
berbasis silsilah telah memberi jalan untuk memprediksi seluruh genom,

7
dan urutan genom sapi menyebabkan revolusi dalam bidang peternakan
sapi perah, khususnya percepatan kemajuan rekayasa genetika.
2. Teknologi fertilisasi secara in vitro (FIV)
Penggunaan sperma hasil pemisahan pada fertilisasi in vitro dapat
membuktikan bahwa embrio yang berkembang merupakan embrio jantan
jika difertilisasi dengan sperma Y dan embrio betina jika difertilisasi
dengan sperma X. Teknik FIV yang menggunakan sperma hasil
pemisahan dapat memproduksi embrio dengan jenis kelamin betina atau
jantan, kemudian embrio-embrio yang diperoleh ditransfer ke induk
resipien untuk mendapatkan anak dalam jumlah banyak dengan jenis
kelamin sesuai harapan (jantan atau betina). Telah melakukan FIV
dengan sperma hasil pemisahan X (kemurnian 79%) dan sperma Y
(kemurnian 70%). Sebanyak 9 embrio ditransfer, masing-masing 2
embrio dan diperoleh 4 ekor induk bunting dan melahirkan 3 anak sapi
jantan dan 3 anak sapi betina, hasil ini sesuai dengan jenis kelamin
sperma yang digunakan dan sexing embrio blastosis dengan PCR
sebelumnya.
3. Kultur jaringan/sel hewan
Kultur jaringan (tissue culture) dalam arti luas menyangkut pengertian
umum yang meliputi: kultur organ (organ culture), kultur jaringan
(explant culture), dan kultur sel (cell culture). Padahal sebenarnya,
batasan mengenai kultur organ adalah kultur dari organ utuh atau
sebagian organ yang secara histologis seperti halnya in vivo. Sedangkan
kultur jaringan dan/atau kultur sel merupakan kultur dispersi sel (sel
yang telah dipisahkan) yang berasal atau yang didapat dari jaringan
orisinal setelah terlebih dahulu mengalami pemisahan (disagregasi)
secara mekanis, atau kimiawi (enzimatis). Kultur sel yang didapat dari
jaringan secara langsung disebut kultur sel primer, sedangkan kultur sel
yang telah mengalami penanaman berulang-kali (passage) disebut kultur
cell line atau sel strain. Gambar 1.1. Kapang, sebagai representasi jamur
multiseluler Pada mulanya (sekitar tahun 1910), kultur jaringan/sel

8
hewan (animal tissue/cell culture) merupakan metode untuk mempelajari
tingkah laku atau sifat-sifat sel hewan dalam keadaan fisiologis maupun
dalam kondisi artifisial karena suatu perlakuan (treatment). Pada awalnya
yang digunakan untuk kultur adalah jaringan sehingga kembangkan
kultur jaringan menjadi istilah yang digunakan. Kultur jaringan
merupakan suatu metode untuk memperbanyak jaringan/sel yang berasal
atau yang didapat dari jaringan orisinal tumbuhan atau hewan setelah
terlebih dahulu mengalami pemisahan (disagregasi) secara mekanis, atau
kimiawi (enzimatis) secara in vitro (dalam tabung kaca).
4. Ovulasi ganda dan tansfer embrio
Target dari teknologi ini adalah perbaikan mutu genetik ternak
melalui perbaikan mutu genetik induk dengan meningkatkan potensi
reproduksinya. Hal ini hanya akan dapat dicapai dengan pengembangan
teknologi ovulasi ganda, embrio recovery dari ternak donor dan transfer
embryo ke ternak penerima yang akan meningkatkan laju reproduksi
pada ternak betina donor. Pada negara yang telah maju hal ini digunakan
sebagai skema inti dari program pemuliaan untuk meningkatkan mutu
genetik ternak. Walaupun demikian dalam penerapannya di lapangan
variasi embrio recovery yang diikuti terjadinya generation intervals dapat
menyebabkan menurunkan tingkat seleksi, yang akhirnya dalam evaluasi
dan seleksi ternak mengakibatkan terjadinya inbreeding antar ternak-
ternak yang terdapat di dalam lokasi inti. Walaupun demikian, ternak
yang terdapat di lokasi inti dari suatu program peternakan dapat
digunakan sebagai pusat pengkajian dan penerapan bioteknologi
reproduksi dimasa yang akan datang.
5. Penentuan jenis kelamin pada embrio
Ada tiga metode untuk penentuan jenis kelamin pada embrio yakni
dengan cara:
a. karyotyping, biopsi (pengambilan jaringan dalam jumlah kecil)
dilakukan pada embrio dilanjutkan dengan menanam embrio dengan
colchicine atau zat sejenis yang menyebabkan sel berhenti membelah

9
pada stadium metaphase dari mitosis. Setelah beberapa jam sel akan
hancur karena tekanan osmosis sehingga preparat akan dapat dicetak
dan diwarnai sehingga kromosom dapat diamati di bawah mikroskop.
Keuntungan yang didapat dengan menggunakan metode ini adalah satu
seri metaphase dari kromosom dapat dibaca (kirakira separuhnya
untuk embrio yang berumur 7 hari). Keuntungan yang lain adalah
kromosom yang abnormal dapat dibaca. Implikasi genetik dari
penentuan jenis kelamin pada embrio kurang mendapatkan perhatian,
hal ini disebabkan karena tidak memberikan keuntungan yang berarti
pada laju peningkatan mutu genetik . Kerugian yang ditimbulkan
dengan menggunakan metode ini antara lain (a) rangkaian kromosom
yang dapat dibaca sering tidak muncul, terutama pada embrio yang
mengalami recover sebelum hari ke-10, (b) embrio harus dibiopsi, dan
(c) prosedur ini sangat lama (memakan waktu 12 jam, bahkan lebih
dan rumit, sehingga harus dilakukan oleh tenaga ahli). Berdasarkan
alasan tersebut maka metode ini kurang cocok untuk diterapkan pada
kegiatan sehari-hari melaporkan bahwa hasil transfer tunggal 8
embrio yang dikoleksi dari sapi FH yang disuperovulasi 7 hari setelah
berahi dan dibiopsi menunjukan keberhasilan penentuan jenis kelamin
5 embrio (62,5%) dari paruh embrio yang ditransfer memberikan
angka kelahiran 3 ekor. Keberhasilan tingkat kelahiran dengan embrio
yang telah ditentukan jenis kelaminnya ini adalah 60%. Pada
kesempatan yang lain penulis yang sama, memberikan laporan bahwa
transfer dengan menggunakan 28 frozen embrio yang sudah di thawing
dengan hasil penentuan jenis kelamin 16 embrio (57,1%), memberikan
keberhasilan angka kelahiran sebanyak 3 ekor anak. Tingkat kelahiran
dengan menggunakan embrio yang telah ditentukan jenis kelaminnya
ini adalah 23,1% (termasuk paruh embrio yang degenerasi dan tidak
ditransfer).
b. Penggunaan antibodi pada antigen spesifik jantan (male specific
antigen). Pada prosedur ini diperlukan antibodi untuk spesifik molekul

10
permukaan sel pada jaringan jantan. Embrio diinkubasi dengan
antibodi, kemudian pada 30– 60 menit selanjutnya ditambahkan
antibodi yang mengandung zat warna fluorescent. Embrio kemudian
diamati dengan menggunakan mikroskop fluorescence. Keuntungan
teknik ini adalah pekerjaan dapat dilakukan dalam waktu yang singkat.
Sedangkan kerugiannya adalah mahalnya mikroskop fluorescence
yang digunakan.
c. Y-chromosome yang spesifik terhadap probe– DNA. Prosedur ini
dilakukan berdasarkan teknik biologi molekular. Penempatan
probeDNA dapat dibuat untuk berikatan pada DNA yang ada pada y-
chromosom, tidak pada chromosom yang lainnya. Embrio dibiopsi,
DNA dikeluarkan dari sel, dengan menggunakan enzim atau dengan
menggunakan radioaktif DNA probe yang berlabel, kemudian
diinkubasi dengan ekstrak embrional DNA. Apabila terdapat y-
chromosomes probe maka akan terikat. Kerugian dari prosedur ini
adalah dilakukannya biopsi terhadap embrio, namun hasil yang didapat
lebih akurat jika dibandingkan dengan hasil yang menggunakan
teknologi terdahulu. Dengan menggunakan ychromosom yang spesifik
terhadap probe-DNA, NIBART (1991) melaporkan bahwa 95%
embrio sapi memberikan respons yang baik pada teknik ini dan akurasi
dari teknik ini adalah 98%.

D. Manfaat Bioteknologi Peternakan


Bidang peternakan sudah memanfaatkan bioteknologi. Dengan
memanfaatkan aplikasi bioteknologi, bidang peternakan akan menghasilkan
ternak dengan kualitas yang unggul. Salah satu contoh ternak unggul hasil dari
bioteknologi antara lain ayam penghasil telur, ayam penghasil daging, sapi
pedaging, sapi penghasil susu, dan kambing penghasil daging. Usaha
memperbanyak ternak unggul tersebut menggunakan teknik kawin silang dan
teknik kawin suntik atau inseminasi buatan. Dengan teknik inseminasi buatan,
dapat dihasilkan keturunan sapi atau domba yang diharapkan tanpa mengenal

11
sistem kawin serta tanpa melibatkan sapi atau domba jantan. Dari penjelasan
di atas, diketahui bahwa bioteknologi memiliki manfaat yang sangat banyak.
Manfaat bioteknologipun digunakan hampir di seluruh bidang, seperti
kesehatan (kedokteran), pertanian, peternakan, indutri, dan bidang-bidang
lainnya.
Aplikasi bioteknologi dalam bidang peternakan menawarkan berbagai
keuntungan antara lain:
1. Meningkatkan produksi peternakan
2. Meningkatkan efisiensi dan kualitas pakan seperti manipulasi mikroba
rumen
3. Menghasilkan embrio yang banyak dalam satu kali siklus reproduksi
4. Ternak yang dapat memproduksi asam amino tertentu
5. Menciptakan jenis ternak unggul

E. Dampak dari Bioteknologi


Dampak positif bioteknologi, antara lain sebagai berikut:
1. Dapat menghasilkan energi.
2. Bermanfat dalam bidang medis, pertanian, dan peternakan.
3. Berparan dalam penguraian limbah.
4. Bermanfaat dalam pembuatan bahan makanan dan minuman.
5. Dapat menghasilkan zat yang bermanfaat
Dampak negatif bioteknologi, antara lain sebagai berikut:
1. Dengan adanya rekayasa genetika yang dapat menghasilkan makhluk
hidup baru, masyarakat beranggapan bahwa telah melawan kodrat
sehingga masyarakat banyak yang belum dapat menerima.
2. Dengan adanya makhluk hidup hash transgenic muncul kekhawatiran
masyarakat tarhadap keseimbangan lingkungan, sehingga berpendapat
bahwa muncul dampak negative terhadap lingkungan.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bioteknologi peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan
membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari
kegiatan tersebut. Dalam bidang peternakan, bioteknologi dimanfaatkan untuk
menghasilkan vaksin, antibodi, pakan bergizi tinggi, dan hormon pertumbuhan.

13
Daftar Rujukan

Amam, dkk. 2018. Sikap Stakeholder Terhadap Inovasi, Implikasi, dan Dampak
dari Penggunaan Bioteknologi Pada Usaha Ternak Sapi Perah.
Universitas Jember: Fakultas Peternakan.

Kaiin, dkk. 2007. Kelahiran Anak Sapi Hasil Fertilisasi secara in Vitro dengan
Sperma Hasil Pemisahan. Media Peternakan. 31 (1). Diakses pada tanggal
15 oktober 2020.

Lamid, Mirni. 2016. Peran Bioteknologi Pakan Ternak Terhadap Pertambahan


Berat Badan Sapi sebagai Upaya Pemenuhan Konsumsi Daging Nasional.
Universitas Airlangga: Fakultas Kedokteran Hewan.

Lubis, Adriana. 2000. Pemberdayaan Bioteknologi Reproduksi Untuk


Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Wartazoa. 10 (1). Diakses pada
Tanggal 15 oktober 2020.

Nurcahyo, Heru. 2011. Diktat Bioteknologi. Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas


Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

Rachma, Sri. 2015. Pengantar Ilmu Peternakan. Depok: Rajawali Press.

Sutarno. 2016. Rekayasa Genetik dan Perkembangan Bioteknologi di Bidang


Peternakan. Proceeding Biology Education Conference. 13(1): 23-24.
Diakses pada Tanggal 17 oktober 2020.

14

Anda mungkin juga menyukai